Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana adalah persitiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik
oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis di luar kemampuan masyarakat
dengan segala sumber dayanya.
Negara tercinta kita Indonesia seolah-olah tidak pernah berhenti
menerima cobaan berupa bencana alam yang silih berganti terjadi di seluruh
wilayah Indonesia dalam periode waktu yang berdekatan. Masih segar dalam
ingatan kita ketika headline seluruh surat kabar dalam negeri memuat berita-
berita bencana tersebut. Mulai dari bencana meletusnya gunung merapi,
banjir, maupun gempa dan tsunami. Terdapat satu persamaan dari isi berita-
berita tersebut adalah adanya korban-korban yang seharusnya dapat dihindari
jika bencana tersebut dideteksi lebih awal sebelum terjadi. Selain
pendektisian dini faktor yang tidak kalah penting ketika bencana terlanjur
terjadi adalah penanganan paska bencana yang tepat, cepat dan
berkesinambungan.
Informasi merupakan salah satu sumber daya yang sangat diperlukan
bagi managemen dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam lingkup
bencana.Sebuah jalur informasi yang efisien dan sistematis berbasis teknologi
sangat diperlukan pada saat terjadinya bencana dengan tujuan mendapatkan
informasi yang sahih. Informasi yang sahih diperlukan untuk membantu
penanganan bencana yang menghendaki kecepatan dalam membantu korban,
mendorong berbagai masyarakat ikut andil dalam memberikan bantuan.
Bencana apapun, kebutuhan akan informasi menjadi sangat kritis, media yang
digunakan baik elektronik maupun cetak (e-mail dan SMS, dll) berisikan
pertanyaan mengenai kondisi wilayah, kondisi korban, mencari sanak

1
saudara, mencari bantuan, mencari pertolongan. Di sisi lain, para relawan
yang berusaha membantu juga tidak kalah pusingnya mencari lokasi yang
membutuhkan pertolongan, mencari alamat tempat pengiriman bantuan,
pengiriman makanan, obat-obatan, mencari lokasi longsor, menemukan
penampungan pengungsi, semua serba simpang siur tidak ada sumber
informasi yang terpusat, tidak ada komunikasi yang reliable. Oleh karena itu,
kita akan membutuhkan sebuah sistem informasi yang memungkinkan
korban, sanak saudara maupun relawan, pemerintah, tim SAR saling
berinteraksi dan berkoordinasi satu sama lain. Masukan ke sistem dapat
berupa laporan dari tim SAR, relawan ORARI, bahkan masyarakat melalui
HP maupun telepon.
Perbaikan koordinasi dan manajemen penanggulangan di daerah
rawan bencana merupakan salah satu prioritas upaya kesiapsiagaan. Sistem
infromasi manajemen penanggulangan bencana, dapat disajikan sebagai salah
satu wadah yang berperan dalam pengkoordinasian tindakan tanggap darurat
bencana. Dengan adanya koordinasi dan kerja sama yang baik antar lintas
sektor diharapkan penanggulangan bencana dapat lebih terkoordinir dengan
baik.

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, disadari bencana alam khususnya di
Indonesia sering terjadi hingga dengan saat ini yang mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda
dan dampak psikologis di luar kemampuan masyarakat dengan segala sumber
dayanya. Dampak tersebut seharusnya dapat dihindari jika bencana tersebut
dideteksi lebih awal sebelum dan tidak kalah penting ketika bencana terlanjur
terjadi adalah penananganan paska bencana yang tepat, cepat dan
berkesinambungan. Informasi merupakan salah satu sumber daya yang sangat
diperlukan bagi manajemen dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam
lingkup bencana.Sebuah jalur informasi yang efisien dan sistematis berbasis
teknologi sangat diperlukan pada saat terjadinya bencana dengan tujuan
mendapatkan informasi yang sahih. Informasi yang sahih diperlukan untuk

2
membantu penanganan bencana yang menghendaki kecepatan dalam
membantu korban, mendorong berbagai masyarakat ikut andil dalam
memberikan bantuan.

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi bencana
2. Mengetahui jenis bencana
3. Mengetahui manajemen sistem informasi pada bencana
4. Mengetahui sistem informasi dalam bencana alam dengan teknologi
5. Mengetahui contoh manajemen informasi penanggulangan bencana
tsunami inatews (indonesia tsunami early warning system)

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Bencana
Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007, tentang Penanggulangan
Bencana, dikemukakan, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat,
yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau faktor nonalam maupun
faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Sekretariat Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana atau


International Strategyfor Disaster Reduction - Perserikatan Bangsa-Bangsa
(ISDR 2004), mendefinisikan bahw abencana adalah suatu gangguan serius
terhadapkeberfungsian suatu masyarakat sehinggamenyebabkan kerugian
yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau
lingkungandan yang melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk
mengatasinya dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.

Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak


besar bagi populasi manusia. Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan
gunung berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan,
hujan es, gelombang panas, hurikan, badai tropis, tornado, kebakaran liar dan
wabah penyakit. Beberapa bencana alam terjadi tidak secara alami. Contohnya
adalah kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam jumlah besar yang
disebabkan oleh kombinasi faktor manusia dan alam.

B. Jenis Bencana
Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain:
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah longsor.

4
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan terror
(UU RI, 2007).

C. Manajemen Sistem Informasi Pada Bencana (PERMENKES tahun 2006)


Upaya penanggulangan bencana merupakan kegiatan yang mempunyai
fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengendalian dalam lingkupSiklus Penanggulangan Bencana Disaster
Management Cycle).

Siklus diatas dimulai pada waktu sebelum terjadinya bencana berupa


kegiatan pencegahan, mitigasi (pelunakan/penjinakan dampak) dan
kesiapsiagaan. Kemudian pada saat terjadinya bencana berupa kegiatan
tanggap darurat dan selanjutnya pada saat setelah terjadinya bencana berupa
kegiatan pemulihan dan rekonstruksi (Nick Carter, 1991), maka upaya
penanggulangan bencana harus didukung oleh suatu sistem informasi yang
memadai. Sistem ini diharapkan mampu untuk:

5
a. Meningkatkan kemampuan perencanaan penanggulangan bencana bagi
semua mekanisme penanngulangan bencana, baik pada tingkat pusat
maupun daerah pada semua tahapan penanggulangan bencana.
b. Mendukung pelaksanaan pelaporan kejadian bencana secara cepat dan
tepat, termasuk di dalamnya proses pemantauan dan perkembangan
kejadian bencana; dan
c. Memberikan informasi secara lengkap dan aktual kepada semua pihak yang
terkait dengan unsur-unsur penanggulangan bencana baik di Indonesia
maupun negara asing melalui fasilitas jaringan global.

Sistem Informasi adalah kumpulan modul atau komponen yang dapat


mengumpulkan, mengelola, memproses, menyimpan, menganalisa dan
mendistribusikan informasi untuk tujuan tertentu (Turban wt al. 1997).

Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang


mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi,
bersifat manajerial, dan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak
luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan. (Robert A. Leitch/K.
Roscoe Davis,1983).

1. Jenis Informasi dan Waktu Penyampaian


a. Pra Bencana
Jenis informasi yang dibutuhkan pada tahap pra bencana meliputi:
1) Peta daerah rawan bencana
2) Data sumber daya:tenaga, dana, sarana dan prasarana
3) Informasi dikumpulkan setahun sekali pada bulan juli agustus
(format sesuai from kesiapsiagaan).
b. Saat dan Pasca Bencanan
1) Informasi pada awal terjadinya bencana
Informasi yang dibutuhkan pada awal terjadinya bencana (Form
B-1 dan B-4) disampaikan segera setelah kejadian awal
diketahui, meliputi:

6
a) Jenis bencana dan waktu kejadian bencana yang terdiri dari
tanggal, bulan, tahun serta pukul berapa kejadian tersebut
terjadi.
b) Lokasi bencana yang terdiri dari desa, kecamatan,
kabupaten/kota dan provinsi bencana terjadi.
c) Letak geografis dapat diisi di pegunungan,
pulau/kepulauan, pantai dan lain-lain
d) Jumlah korban yang terdiri dari korban meninggal, hilang,
luka berat, luka ringan dan pengungsi.
e) Lokasi pengungsian
f) Akses ke lokasi bencana meliputi akses dari:
Kabupaten/kota ke lokasi dengan pilihan mudah/sukar,
waktu tempuh berapa lama dan sarana transportasi
yang digunakan
Jalur komunikasi yang masih dapat digunakan
Keadaan jaringan listrik
Informasi tanggal dan bulan serta tanda tangan pelapor
dn lokasinya.
2) Informasi penilaian kebutuhan cepat
Penilaian kebutuhan cepat penanggulangan krisi akibat bencana
dilakukan segera setelah informasi awal diterima. Informasi yang
dikumpulkan (from B-2) meliputi:
a) Jenis bencana dan waktu kejadian bencana
b) Tingkat keseriusan dari bencana tersebut
c) Tingkat kelayakan, yaitu luar dari dampak yang ditimbulkan
dari bencana tersebut
d) Kecepatan perkembangan, misalnya konflik antar suku di
satu daerah, bila tidak cepat dicegah maka dpat dengan cepat
meluas atau berkembang ke daerah lain.
e) Lokasi bencana terdiri dari dusun, desa/kelurahan,
kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi.

7
f) Letak geografis terdiri dari pegunungan, pantai,
pulau/kepulauan dan lain-lain
g) Jumlah penduduk yang terancam
h) Jumlah korban meningal, hilang, luka berat, luka ringan,
pengungsi, lokasi pengungsian, jumlah korban yang dirujuk
ke Puskesmas dan Rumah Sakit
i) Jenis dan kondisi sarana kesehatan dibagi dalam tiga bagian
yaitu informasi mengenai kondisi fasilitas kesehatan,
ketersediaan air bersih, sarana sanitasi dan kesehatan
lingkungan.
j) Akses ke lokasi bencana terdiri dari mudah/sukar, waktu
tempuh dan transportasi yang dapat digunakan
k) Kondisi sanitasi dan kesehatan lingkungan di lokasi
penampungan pengungsi.
l) Kondisi logistik dan sarana pendukung pelayanan kesehatan
m) Upaya penanggulangan yang telah dilakukan
n) Bantuan kesehatan yang diperlukan
o) Rencana tindak lanjut
p) Tanggal bulan, dan tahun laporan, tanda tangan pelapor serta
diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan

3) Informasi perkembangan kejadian bencana


Informasi perkembangan kejadian bencana (from B-3)
dikumpulkan setiap kali terjadi perkembngan informasi PK-AB.
Informasi perkembangan kejadian bencana meliputi:
a) Tanggal/bulan/tahun kejadian
b) Jenis bencana
c) Lokasi bencana
d) Waktu kejadian bencana
e) Jumlah korban keadaan terakhir, terdiri dari: meninggal;
hilang; luka berat; luka ringan; pengungsi; dan jumlah
korban yang dirujuk

8
f) Upaya penanggulangan yang telah dilakukan
g) Bantuan segera yang diperlukan
h) Rencana tindak lanjut
i) Tanggal, bulan dan tahun laporan, tanda tangan pelapor serta
diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan.

2. Sumber Informasi
Sumber informasi dari data/informasi yang dibuthkan untuk
penanggulangan krisis adalah sebagai berikut:
a. Pra Bencana (Form Kesiapsiagaan)
Sumber informasi:
1) Dinas kesehatan
2) Rumah sakit
3) Instansi terkait
4) Puskesmas
b. Pada Saat dan Pasca Bencana
1) Informasi pada awal kejadian bencana (Form B-1 dan B-4).
Sumber informasi berasal:
a) Masyarakat
b) Sarana pelayanan kesehatan
c) Dinas kesehatan Provinsi/kabupaten/Kota
d) Lintas sektoral
Informasi disampaiakan melalui:
a) Telpon
b) Faksimili
c) Telpon seluler
d) Internet
e) Radio komunikasi
2) Informasi penilaian kebutuhan cepat (Form B-2)
Informasi dikumpulkan oleh Tim Penilaian Kebutuhan Cepat
yang bersumber dari:
a) Masyarakat

9
b) Sarana pelayanan kesehatan
c) Dinas kesehatan Provinsi/kabupaten/Kota
d) Lintas sektoral
Informasi disampaiakan melalui:
a) Telpon
b) Faksimili
c) Telpon seluler
d) Internet
e) Radio komunikasi
3) Informasi perkembangan kejadian bencana (Form B-3)
Informasi disampaikan oleh institusi kesehatan di lokasi bencana
(Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan)
a) Masyarakat
b) Sarana pelayanan kesehatan
c) Dinas kesehatan Provinsi/kabupaten/Kota
d) Lintas sektoral
Informasi disampaiakan melalui:
a) Telpon
b) Faksimili
c) Telpon seluler
d) Internet
e) Radio komunikasi

10
3. Alur Mekanisme Penyampaian Informasi
a. Informasi Pra Bencana
Informasi terintegrasi dengan sistem informasi yang sudah ada

b. Informasi Saat Bencana


1) Bagan alur penyampaian informasi langsung
Informasi awal tentang krisi pada saat kejadian bencana dari lokasi
bencana langsung dikirim ke Dinas Kab/Kota atau Provinsi,
maupun PPK Setjen Depkes dengan menggunakan sarana
komunikasi yang paling memungkinkan pada saat itu. Informasi
dapat disampaikan oleh masyarakat, untit pelayanan kesehatan dan
lain-lain. Unit penerima informasi harus melakukan konfirmasi.

11
2) Alur penyampaian informasi penilaian kebutuhan cepat secara
berjenjang.
Informasi penilaian kebutuhan cepat disampaiakn secara
berjenjang mulai dari institusi kesehatan di lokasi bencana ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, kemudian diteruskan ke Dinas
Kesehatan Provinsi, dari Provinsi ke Depkes melalui PPK dan di
laporkan ke Mentri Kesehatan. Alur informasi dapat dilihat pada
bagan berikut ini:

3) Alur penyampaian informasi perkembangan PK-AB


Informasi perkembangan disampaikan secara berjenjang mulai
dari institusi kesehatan di lokasi bencana ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota kemudian diteruskan ke Dinas Kesehatan
Provinsi, dari Provinsi ke Depkes melalui PPK dan dilaporkan ke
Mentri Kesehatan.

12
a) Tingkat Puskesmas
Menyampaikan informasi pra bencana ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
Menyampaiakan informasi rujukan ke RS Kabupaten/Kota
bila diperlukan
Menyampaikan informasi perkembangan bencana ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota
b) Tingkat Kabupaten/Kota
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan informasi
awal bencana ke Dinas Kesehatan Provinsi
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan penilaian
kebutuhan pelayanan di lokasi bencana
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaiakn laporan
hasil penilaian kebutuhan pelayanan ke Dinas Kesehatan
Provinsi dan memberi respon ke Puskesmas dan RS
Kabupaten/Kota

13
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan informasi
perkembangan bencana ke Dinas Kesehatan Provinsi
RS Kabupaten/Kota menyampaikan informasi rujukan dan
perkembangannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
RS Provinsi bila diperlukan
c) Tingkat Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan informasi awal
kejadian dan perkembangannya ke Depkes melalui PPK
Dinas Kesehatan Provinsi melakukan kajian terhadap
laporan hasil penilaian kebutuhan pelayanan yang dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan laporan hasil
kajian ke PPK dan memberi respon ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan RS Provinsi
RS Provinsi menyampaikan informasi rujukan dan
perkembangannya ke Dinas Kesehatan Provinsi dan RS
Rujukan Nasional bila diperlukan
d) Tingkat Pusat
PPK menyampaikan informasi awal kejadian, hasil kajian
penilaian kebutuhan pelayanan dan perkembangannya ke
Sekertaris Jendral Depkes, Pejabat Eselon I dan Eselon II
terkait serta tembusan ke Mentri Kesehatan
PPK melakukan kajian terhadap laporan hasil penilaian
kebutuhan pelayanan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Provinsi
Rumah sakit umum Pusat Nasional menyampaikan
informasi rujukan dan perkembangannya ke PPK bila
diperlukan
PPK beserta unit terkait di lingkungan Depkes merespons
kebutuhan pelayanan kesehatan yang diperlukan.

14
4. Mekanisme Kerja Informasi
Informasi yang dikumpulkan oleh Pos Informasi adalah informasi yang
terkait dengan bencana baik pada tahap pra bencana, tahap saat bencana
maupun tahap pasca bencana. Informasi tersebut dapat berasal dari
lingkungan jajaran kesehatan, lintas sektor, media dan masyarakat.
a. Pra Bencana
Informasi yang dikumpulkan pada saat pra bencana adalah :
1) Informasi sumber daya baik tenaga, dana, sarana dan prasarana
dalam rangka penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana
(Form Kesiapsiagaan pada Pedoman Sistem Informasi
Penangggulangan Krisis Akibat Bencana). Informasi tersebut
bersumber dari Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi.
2) Informasi dari lintas sektor terkait, misalnya meteorologi dan
geofisika dalam rangka penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana yang disebabkan oleh fenomena cuaca dan iklim
(prakiraan cuaca harian/mingguan, prakiraan hujan bulanan dan
prakiraan musim hujan/kemarau) serta informasi gempa bumi dan

15
tsunami yang bersumber dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika.
3) Informasi nomor telepon, faksimili (kantor dan rumah) serta
nomor telepon genggam/mobile dari petugas yang telah ditunjuk
untuk bertanggung jawab dalam penanggulangan krisis kesehatan
akibat bencana baik dari lintas program maupun lintas sektor
untuk membangun jaringan informasi dan komunikasi ( contact
person).

Informasi tersebut bersumber dari Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas


Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan lintas
sector yang terkait dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana. Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut
kemudian dilakukan pengolahan , dengan melakukan :
a) Penyusunan tabel bencana.
b) Penyusunan peta daerah rawan krisis kesehatan akibat
bencana.
c) Penyusunan buku profil penanggulangan krisis kesehatan
akibat bencana yang berisi informasi tentang sumber daya
baik tenaga, dana, sarana dan prasarana dalam rangka
penanggulangan krisis dan masalah kesehatan lain.
d) Penyusunan buku informasi penanggulangan krisis kesehatan
akibat bencana yang pernah terjadi.
e) Pembuatan website.
f) Pembuatan peta jalur evakuasi sarana kesehatan pada daerah
rawan bencana (ring 1, ring 2 dan ring 3)

Informasi yang telah diolah tersebut kemudian disebarluaskan


dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk lebih
memudahkan penyampaian informasi ke seluruh pengguna yang
membutuhkan informasi secara cepat dengan biaya yang relatif
murah.

16
b. Saat Bencana
Informasi yang dikumpulkan pada saat bencana adalah
1) Informasi awal penanggulangan krisis dan masalah kesehatan lain
(Form B1 dan B4 pada Pedoman Sistem Informasi
Penanggulangan Krisis Akibat Bencana).
2) Informasi perkembangan penanggulangan krisis dan masalah
kesehatan lain (Form B2 pada Pedoman Sistem Informasi
Penanggulangan Krisis Akibat Bencana).
Informasi tersebut bersumber dari Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, instansi
terkait, masyarakat, media cetak dan media elektronik. Berdasarkan
informasi yang telah dikumpulkan tersebut kemudian diolah, dengan
melakukan :
1) Penyusunan laporan awal penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana.
2) Penyusunan laporan perkembangan penanggulangan krisis
kesehatan akibat bencana.
Sesuai dengan kebutuhan akan informasi, pemantauan dan pelaporan
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dapat dilakukan
sesering mungkin. Semua data dan informasi yang didapatkan akan
menjadi landasan dalam pengambilan langkah dan strategi
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana. Pemantauan ini terus
berlangsung hingga penangulangan krisis kesehatan akibat bencana
dapat ditangani terutama pada masa tanggap darurat.

Informasi yang telah diolah tersebut kemudian disebarluaskan dengan


memanfaatkan teknologi informasi/elektronik untuk lebih
memudahkan penyampaian informasi ke seluruh pengguna yang
membutuhkan informasi secara cepat dengan biaya yang relatif murah
dengan membuat Media Center di Pos Informasi.

17
c. Pasca Bencana
Informasi yang dikumpulkan pada saat pasca bencana adalah :
1) Informasi pemulihan/rehabilitasi dan pembangunan
kembali/rekonstruksi sarana/prasarana kesehatan yang mengalami
kerusakan
2) Informasi upaya pelayanan kesehatan (pencegahan KLB,
pemberantasan penyakit menular, perbaikan gizi), kegiatan
surveilans epidemiologi, promosi kesehatan dan penyelenggaraan
kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar di tempat penampungan
pengungsi maupun lokasi sekitarnya yang terkena dampak.
3) Informasi relawan, kader dan petugas pemerintah yang
memberikan KIE kepada masyarakat luas, bimbingan pada
kelompok yang berpotensi mengalami gangguan stress pasca
trauma dan memberikan konseling pada individu yang berpotensi
mengalami gangguan stress pasca trauma.
4) Informasi pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang.
5) Informasi rujukan korban yang tidak dapat ditangani dengan
konseling awal dan membutuhkan konseling lanjut, psikoterapi
atau penanggulangan lebih spesifik.
Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut kemudian
diolah, dengan melakukan :
1) Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya
pemulihan/rehabilitasi dan pembangunan kembali/rekonstruksi
sarana/prasarana kesehatan yang mengalami kerusakan.
2) Penyusunan informasi dengan program terkait dalam upaya
pelayanan kesehatan (pencegahan KLB, pemberantasan penyakit
menular, perbaikan gizi), kegiatan surveilans epidemiologi,
promosi kesehatan dan penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan
sanitasi dasar di tempat penampungan pengungsi maupun lokasi
sekitarnya yang terkena dampak.
3) Penyusunan informasi dengan program terkait tentang upaya
relawan, kader dan petugas pemerintah yang memberikan KIE

18
kepada masyarakat luas, bimbingan pada kelompok yang
berpotensi mengalami gangguan stress pasca trauma dan
memberikan konseling pada individu yang berpotensi mengalami
gangguan stress pasca trauma.
4) Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya
pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang.
5) Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya
rujukan korban yang tidak dapat ditangani dengan konseling awal
dan membutuhkan konseling lanjut, psikoterapi atau
penanggulangan lebih spesifik.
Informasi yang telah diolah tersebut kemudian disebarluaskan dengan
memanfaatkan teknologi informasi untuk lebih memudahkan
penyampaian informasi ke seluruh pengguna yang membutuhkan
informasi secara cepat dengan biaya yang relatif murah.

5. Lembaga yang Berperan dalam Penyampaian Informasi


Lembaga-lembaga yang berperan dalam mata rantai peringatan dini ini
berkewajiban untuk segera memberikan konfirmasi (secara manual) bahwa
mereka telah menerima berita peringatan dini yang telah dikirimkan oleh
BMKG. Konfirmasi ini dilatihkan melalui penerimaan berita gempabumi.
Pihak-pihak dalam rantai komunikasi peringatan dini tsunami mempunyai
peran dan tanggung jawab masing-masing.
a. BMKG
Lembaga ini menjadi penyedia berita peringatan dini tsunami di
Indonesia. BMKG menyampaikan berita gempabumi, berita peringatan
dini tsunami, dan saran untuk tindak lanjut di daerah yang terancam
tsunami kepada pihak lain dalam rantai komunikasi peringatan dini
tsunami.
b. BNPB
BNPB berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita
peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG.
BNPB membantu menyebarluaskan peringatan dini tsunami dan saran

19
kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Selain itu,
BNPB berkewajiban untuk segera menyiapkan tanggap darurat, yaitu
kegiatan search andrescue dan bantuan darurat, setelah ancaman
tsunami berakhir.
c. Pemda
Pemerintah daerah (pemda) berkewajiban untuk menindaklanjuti berita
gempabumi dan berita peringatan dini tsunami serta saran yang
disampaikan oleh BMKG. Pemda adalah satusatunya pihak dalam
rantai komunikasi peringatan dini tsunami yang mempunyai wewenang
serta tanggung jawab memutuskan dan mengumumkan status evakuasi
secara resmi berdasarkan informasi dari BMKG. Berdasarkan UU
24/2007 pasal 46 dan 47; PP 21/2008pasal 19 dan Perka BNPB
3/2008 khususnya di dalam Bab 2 yang menyebutkan bahwa pemda
bertanggung jawab untuk segera dan secara luas mengumumkan
arahan yang jelas dan instruktif untuk membantu penduduk dan
pengunjung di daerah tersebut bertindak cepat dan tepat terhadap
ancaman tsunami.
d. TNI
TNI berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita
peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG.
TNI ikut berperan dalam usaha menyebarluaskan berita gempabumi
atau berita peringatan dini tsunami khususnya di tingkat daerah. Bila
status evakuasi diumumkan, TNI dapat mendukung proses evakuasi
masyarakat. TNI berkewajiban untuk segera menyiapkan tanggap
darurat, yaitu kegiatan search and rescue dan bantuan darurat, setelah
ancaman tsunami berakhir.
e. POLRI
POLRI berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita
peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG.
POLRI ikut berperan serta dalam usaha menyebarluaskan berita
gempabumi atau berita peringatan dini tsunami khususnya di tingkat
daerah. Bila status evakuasi diumumkan, POLRI dapat mendukung

20
proses evakuasi masyarakat. POLRI berkewajiban untuk segera
menyiapkan tanggap darurat, yaitu kegiatan search and rescue dan
bantuan darurat, setelah ancaman tsunami berakhir.
f. Stasiun TV dan radio
Stasiun TV dan radio di tingkat nasional atau daerah (milik pemerintah
dan swasta) wajib menyiarkan berita gempabumi dan berita peringatan
dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. Hal ini
berdasar pada UU 31/2009 pasal 34 dan Permenkominfo 20/2006
pasal 1 - 5. Stasiun TV dan radio merupakan pihak dalam rantai
komunikasi peringatan dini tsunami yang mempunyai akses langsung
dan cepat kepada publik. Stasiun TV dan radio berkewajiban untuk
segera menangguhkan siaran yang sedang berlangsung dan menyiarkan
peringatan dini tsunami dan saran yang diterima dari BMKG kepada
pemirsa dan pendengar.
g. Masyarakat berisiko
Masyarakat berisiko berhak mendapatkan informasi tentang ancaman
tsunami serta arahan instruktif yang memungkinkan orang-orang yang
terancam bencana bertindak secara tepat dan cepat. Masyarakat
bertanggung jawab untuk siap menyelamatkan diri dari ancaman
gempabumi dan tsunami. Individu dan lembaga masyarakat wajib
meneruskan informasi serta arahan yang benar kepada orang lain.
Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Organisasi Amatir Radio
Indonesia (ORARI), Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) dan
Search andRescue (SAR) ikut beperan dalam penyebaran berita
gempabumi, berita peringatan dini tsunami, serta saran yang
disampaikan oleh BMKG.
h. Penyedia layanan selular
Penyedia layanan selular merupakan salah satu bagian dari mata rantai
penyebaran berita gempabumi dan peringatan dini tsunami melalui
moda SMS. Penyedia layanan ini berkewajiban meneruskan berita
gempabumi dan berita peringatan dini tsunami dari BMKG ke para
pengguna ponsel yang sudah terdaftar. Secara internal penyedia

21
layanan ini juga harus memberikan prioritas yang lebih tinggi untuk
pengiriman SMS dari BMKG daripada SMS pada umumnya, seperti
SMS perorangan. Dengan demikian, dalam situasi di mana arus SMS
padat, SMS dari BMKG akan didahulukan dalam antrian untuk sampai
ke pengguna. Selain itu juga mereka wajib menjaga agar server untuk
layanan ini tetap beroperasi dengan terus menerus dan dalam kondisi
baik. Semua layanan ini tidak dipungut biaya.
i. Pengelola hotel
Pengelola hotel berkewajiban untuk menyelamatkan para tamu yang
menginap di hotel tersebut, berkunjung ke hotel tersebut, dan
masyarakat yang berada di sekitar hotel tersebut. Pengelola hotel
bertanggung jawab untuk menyiapkan segala prosedur dan rencana
tindak untuk keadaan darurat gempabumi dan tsunami melalui
langkah-langkah sebagai berikut: membuat mekanisme penerimaan
peringatan dini dari BMKG atau Pusdalops atau BPBD; memberikan
informasi yang lengkap pada para tamu mengenai langkah-langkah
yang harus dilakukan pada saat darurat tsunami; serta menyiapkan
tempat evakuasi sementara dan rambu evakuasi baik di dalam
bangunan hotel maupun di luar bangunan (evakuasi dalam bangunan
hotel harus memenuhi persyaratan bangunan tahan gempabumi dan
tsunami dan memiliki ketinggian melebihi perkiraan tinggi tsunami di
daerah tersebut). Apabila para tamu hotel harus melakukan evakuasi ke
luar dari hotel, maka pengelola hotel berkewajiban memberikan
informasi yang lengkap kepada para tamu lokasi tempat evakuasi
sementara dan membimbing para tamu menuju tempat evakuasi pada
saat darurat tsunami.

D. Sistem Informasi dalam Bencana Alam dengan Alam dengan Teknologi


1. Sistem Informasi Geografi (SIG)
Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem informasi yang berbasis
komputer, dirancang dan diaplikasikan untuk memperoleh, menyimpan,
menganalisa dan mengelola data yang terkait dengan atribut, yang mana

22
secara spasial mengacu pada keadaan bumi. SIG mengintegrasikan operasi
operasi umum database, seperti membuat query interaktif, menganalisa
informasi spasial dan statistik serta mengedit data. Ilmu informasi geografis
adalah ilmu yang mengkombinasikan antara penerapan dengan sistem.
Teknologi sistem informasi geografi dapat dipakai diantaranya adalah
investigasi teknis, manajemen sumber daya, manajemen asset, kajian
dampak lingkungan, perencanaan wilayah, kartografi dan jalur kedaruratan
bencana. Sebagai contoh, SIG membantu perencanaan kedaruratan untuk
mempermudah perhitungan respon kedaruratan pada saat terjadinya
bencana alam, atau SIG dapat dipakai untuk menemukan tanah basah,
ladang perkebunan yang diperlukan untuk melindungi dari bahaya polusi.
Bencana alam termasuk kekeringan, gempabumi, tanah longsor, kerusakan
lingkungan, bencana akibat aktivitas penambangan dan angin puting
beliung, yang menyebabkan dampak yang merusak pada berbagai aktivitas
atau kepemilikan.

Perkiraan dan keandalan untuk mengelola berbagai bahaya adalah bagian


yang integral dalam keseluruhan manajemen sumber daya alam.
Penggunaan SIG sangat bermanfaat untuk membantu dalam menentukan
lokasi lokasi strategis yang aman karena data yang diperoleh secara up to
date telah memasukkan berbagai faktor yang terkait dengan bencana.. Hal
itu hendaknya dapat di integrasikan dalam suatu sistem mitigasi terhadap
bahaya bencana alam yang dapat mempengaruhi keselamatan masyarakat.
a. Proses Manajemen Bencana dengan SIG
Aturan yang dikembangkan termasuk cara yang diambil dalam
mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu dan sejumlah keahlian
tergambarkan dari berbagai area yang berbeda. SIG dapat bertindak
sebagai antar muka antara semua ini dan dapat mendukung semua fase
siklus manajemen bencana. SIG dapat diterapkan untuk melindungi
kehidupan, kepemilikan dan infrastuktur yang kritis terhadap bencana
yang ditimbulkan oleh alam; melakukan analisis kerentanan, kajian
multi bencana alam, rencana evakuasi dan`perencanaan tempat

23
pengungsian, mengerjakan skenario penanganan bencana yang tepat
sasaran, pemodelan dan simulasi, melakukan kajian kerusakan akibat
bencana dan kajian keutuhan komunitas korban bencana. Karena SIG
adalah teknologi yang tepat guna yang secara kuat merubah cara
pandang seseorang secara nyata dalam melakukan analisis keruangan.

SIG menyediakan dukungan bagi pemegang keputusan tentang analisis


spasial/keruangan dan dalam rangka untuk mengefektifkan biaya. SIG
tersedia bagi berbagi bidang organisasi dan dapat menjadi suatu alat
yang berdaya guna untuk pemetaan dan analisis. Gambar 2 berikut
menjelaskan penggunaan SIG pada semua fase siklus manajemen
bencana.

Bagan6: SIG dalam semua fase siklus bencana

Pengindaran bencana dapat dilakukan sedini mungkin dengan


mengidentifikasi risiko yang ditimbulkan dalam suatu area yang
diikuti oleh identifikasi kerentanan orang-orang, hewan, struktur
bangunan dan asset terhadap bencana. Pengetahuan tentang kondisi
fisik, manusia dan kepemilikan lainnya berhadapan dengan resiko

24
adalah sangat mendesak. SIG berdasarkan pemetaan tematik dari
suatu area kemudian di tumpangkan dengan kepadatan penduduk,
struktur yang rentan, latar belakang bencana, informasi cuaca dan
lain-lain akan menentukan siapakah, apakah dan yang mana lokasi
yang paling beresiko terhadap bencana.

Kapabilitas SIG dalam pemetaan bencana dengan informasi tentang


daerah sekelilingnya membuka trend gerografi yang unik dan pola
spasial yang mana mempunyai kejelasan visual, adalah lebih dapat
dipahami dan membantu mendukung proses pembuatan keputusan.

Daerah yang paling rentan terhadap bencana menjadi prioritas utama


dalam melakukan tindakan mitigasi. Semua langkah-langkah yang
diambil bertujuan untuk menghindari bencana ketika diterapkan,
langkah yang berikutnya adalah untuk bersiap-siap menghadapi
situasi jika bencana menyerang. Akibatnya bagaimana jika atau
pemodelan kapabilitas SIG telah memberi suatu gagasan yang ideal
tentang segala sesuatu yang diharapkan. SIG untuk kesiapsiagaan
bencana adalah efektif sebagai sarana untuk menentukan lokasi
sebagai tempat perlindungan di luar zone bencana, mengidentifikasi
rute pengungsian alternatif yang mendasarkan pada skenario bencana
yang berbeda, rute terbaik ke rumah sakit di luar zona bencana itu,
spesialisasi dan kapasitas rumah sakit dan lain lain. SIG dapat
memberikan suatu perkiraan jumlah makanan, air, obat -
obatan/kedokteran dan lain-lain misalnya untuk penyimpanan
barang.

Penggunaan SIG dalam rentang manajemen resiko bencana dari


pembuatan Basis data, inventori, overlay SIG yang paling sederhana
hingga tingkat lanjut, analisis resiko , analisis untung rugi, statistik
spasial, matriks keputusan, analisis sensitivitas, proses geologi,

25
korelasi, auto korelasi dan banyak peralatan dan algoritma untuk
pembuatan keputusan spasial yang komplek lainnya.

b. Analisis Manajemen Risiko Bencana


Basis Data Kebencanaanraining Informasi tentang kejadian bencana
alam dikumpulkan dalam suatu form basis data yang merekam semua
data kebencanaan yang mengkolaborasikan data yang diperoleh dari
artikel yang dipublikasikan dalam harian surat kabar, majalah dan juga
rekaman data dari Bakornas Penanggulangan bencana, BMKG,
kementrian kesehatan dan juga beberapa data yang diperoleh dari
Direktorat Geologi dan Vulkanologi. Dengan basis data tertentu,
proyek penangulangan bencana dapat ditetapkan dengan baik dan
terencana yang dapat diakses keseluruh dunia, nasional maupun
regional. Termasuk data non teknis (non-geologi) sumber - sumber
yang melaporkan kejadian bencana dari sudut penilaian non-geologi
dengan tujuan pada pelaporan yang beorientasi pada dampak yang
ditimbulkan. Meskipun demikian basis data menyampaikan informasi
paling tidak tentang lokasi bencana, tipe bencana, waktu kejadian,
analisis hubungan antar keruangan dan temporal dari kejadian bencana.
Dalam penyusunan basis data kebencanaan ini beberapa hal yang akan
dicapai meliputi:
1) Informasi Kepada Publik Kelompok basis data yang merekam
sumber informasi seproduktif mungkin sehingga akan dengan
mudah untuk menelaah kembali darimana sumber informasi
diperoleh, termasuk informasi itu sendiri yang disajikan dalam
format gambar atau peta dalam basis data.
2) Informasi lokasi kejadian Kelompok basis data yang penting
menyampaikan informasi tentang penempatan peristiwa/resiko
yang alami. Mereka meliputi kode bidang administratif dan
koordinat geografi.
3) Informasi tipe kejadian Kelompok basis data yang penting
menyampaikan informasi tentang karakteristik kejadian bencana

26
berdasarkan tipe bencana, ukuran bencana, dan waktu kejadian.

c. Pemetaan Sistem Informasi Manajemen Logistik dalam


Penanggulangan Bencana Alam
Pengelolaan sistem logistik dalam penanggulangan bencana adalah
suatu pendekatan terpadu dalammengelola barang bantuan
penanggulangan bencana. Aktivitas pengelolaan sistem logistik
bencana alamdimulai dengan pemilihan komoditas, pendekatan ini
antara lain mencakup pencarian sumber, pengadaan,jaminan kualitas,
pengemasan, pengiriman, pengangkutan, penyimpanan di gudang,
pengelolaan inventori, danasuransi. Aktivitas ini melibatkan banyak
pelaku yang berbeda tetapi semua kegiatan yang dilakukan oleh
setiappelaku harus terkoordinasi. Dengan demikian, peran sistem
informasi menjadi sangat penting agar aktivitastanggap darurat dan
penanggulang bencana dapat dilakukan dengan secepat dan setepat
mungkin, sehinggaperlu dirancang sebuah sistem informasi
manajemen logistik untuk penanggulangan bencana.

Hal penanggulangan bencana adalah BadanKoordinasi Nasional


Penanggulangan Bencana danPenanganan Pengungsi yang disingkat
BAKORNASPBP yang merupakan wadah yang bersifat nonstruktural
bagi penanggulangan bencana yang beradadi bawah Presiden dan
bertanggungjawab langsungkepada Presiden.Tugas Bakornas PBP
adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan kebijaksanaan penanggulangan bencana dan
memberikan pedoman atau pengarahan serta mengkoordinasikan
kebijaksanaan penanggulangan bencana baikdalam tahap sebelum,
selama maupun setelahbencana terjadi secara terpadu.
2) Memberikan pedoman dan pengarahan garis garis kebijaksanaan
dalam usaha penanggulangan bencana, baik secara preventif,
represif maupun rehabilitatif yang meliputi pencegahan,
penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi. Untuk

27
melaksanakan tugasnya, BakornasPBP dibantu oleh Satkorlak PB
dan Satlak PB.SATKORLAK PBP (Satuan Koordinasi
PelaksanaPenanggulangan Bencana dan PenangananPengungsi)
adalah wadah organisasi non strukturalyang mengkoordinasikan
dan mengendalikanpelaksanaan penanggulangan bencana yang
terjadidi Daerah/Propinsi, di ketuai oleh Gubernur danbertanggung
jawab kepada Ketua BAKORNASPBP, tugasnya adalah
melaksanakan koordinasi danpengendalian kegiatan
penanggulangan bencana didaerahnya dengan berpedoman
kepadakebijaksanaan yang telah ditetapkan olehBAKORNAS
PBP, baik pada tahap sebelum, padasaat, maupun sesudah bencana
terjadi, yangmencakup kegiatan pencegahan,
penjinakan,penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi.Sedangkan
SATLAK PBP bertugasmelaksanakan kegiatan penanggulangan
bencanadan penanganan pengungsi di wilayahnya
dengankebijaksanaan yang ditetapkan oleh BAKORNASPBP
dan/atau SATLAK PBP yang meliputi tahaptahapsebelum, pada
saat dan sesudah terjadibencana serta mencakup kegiatan
pencegahan,penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi
danrekonstruksi.
Struktur data dan informasi dari BakornasPB ini adalah seperti
tampak pada Gambar 8, padagambar tersebut terdapat informasi
dominan padasetiap level, semakin kebawah maka informasi
akansemakin dominan informasi yang bersifat primer.

28
Bagan 7: Struktur data & informasi Bakornas PB (Sumber: Bakornas
Penanganan Bencana (2007)
Struktur rantai suplai Bakornas PBP biladidekati dengan struktur rantai
suplai standar untukperusahaan atau manufaktur pada umumnya
adalahseperti tampak pada Gambar dibawah ini :

Bagan 8 : Struktur Rantai Suplai Bakornas PB


Berdasarkan Gambar di atas tanda panah padagambar menunjukkan arah
aliran barang daninformasi. Aliran barang untuk manufaktur bergerak
dari sumber menuju ke pengguna/konsumen denganmelalui beberapa
rantai, yaitu manufaktur, pusatdistribusi, pengecer, baru kemudian
sampai padapengguna/konsumen, untuk aliran barang pada kasus

29
penanggulangan becana, aliran barang berawal daripenyumbang baik
dalam maupun luar negri,kemudian disampaikan ke Bakornas PBP,
laludikirimkan ke satkorlak PBP dan seterusnya.Sedangkan aliran
informasi bergeraksebaliknya, aliran informasi yang dimaksud
dalamkasus bencana adalah informasi mengenai kebutuhanbarang
bantuan, baik dari segi jumlah, jenis maupunwaktu pemenuhan
kebutuhannya. Aliran informasiini bergerak dari wilayah bencana,
kemudian naik kesatlak PBP, lalu ke Satkorlak PBP, kemudianBakornas
mengumumkan kebutuhan barang tersebutkepada para penyumbang, agar
informasi yangdisampaikan ini menjadi dasar untuk menentukanjenis dan
jumlah barang bantuan yang akandiberikan dan dikirimkan ke wilayah
bencana.

Aktivitas penerimaan dan pengiriman barangbantuan yang dilakukan


mengikuti prosedurpenerimaan dan pengiriman barang bantuan yangtelah
ditetapkan oleh Badan Koordinasi PenangananBencana (Bakornas PB)
seperti tampak padaGambar berikut:

Bagan 9: Proses Penerimaan dan PengirimanBarang Bantuan


Sumber: Bakornas Penanganan Bencana (2007)

30
d. Penyebaran Informasi
Proses penyebaran informasi harus dilakukanagar informasi bisa
sampai pada pihak yangmembutuhkan, terutama informasi mengenai
status,jenis dan jumlah barang bantuan. Penerima barangbantuan harus
diberi informasi mengenai:
1) jumlah dan jenis barang bantuan yang akandibagikan.
2) rencana distribusi barang bantuan (hari, jam,lokasi, frekuensi) dan
penyimpangan (jika ada)yang diakibatkan oleh kondisi eksternal.
3) kualitas gizi dari makanan yang didistribusikan,beserta aktivitas
penanganan khusus untukmelindungi kandungan nilai gizi dari
masingmasingmakanan tersebut.
4) syarat-syarat untuk penanganan danpenggunaan komoditas pangan
yang aman.
5) Informasi yang harus disebarkan padaaktivitas distibusi barang
bantuan adalah:
i. level stok, kedatangan stok yang diharapkan.
ii. waktu pendistribusian barang bantuan yangharus dilakukan.

E. Contoh Manajemen Informasi Penanggulangan Bencana Tsunami


InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System)
InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) atau Peringatan dini
adalah kombinasi kemampuan teknologi dan kemampuan masyarakat
untukmenindaklanjuti hasil dari peringatan dini tersebut. Peringatan dini
sebagai bagian dari penguranganrisiko bencana tidak hanya mengenai
peringatan yang akurat secara teknis, tetapi juga harusmembangun
pemahaman risiko yang baik dari suatu peringatan, menjalin hubungan antara
penyediadengan pengguna peringatan, dan juga meningkatkan kemampuan
otoritas dan masyarakat untukbereaksi secara benar terhadap peringatan dini.
Jika salah satu komponen tersebut tidak terpenuhi,maka sistem peringatan dini
tidak akan berhasil secara keseluruhan.

31
Indonesia rawan terhadap bencana tsunami lokal karena sebagian
daerahpantainya dekat dengan sumber tsunami. Bencana tsunami dapat
terjadikurang lebih 30 menit setelah gempabumi terjadi. Tsunami adalah
gelombang air laut yang merambat ke segala arah dan terjadi karena
adanyagangguan impulsif pada dasar laut. Gangguan impulsif terjadi karena
perubahan bentukstruktur geologis dasar laut secara vertikal utamanya dan
dalam waktu singkat. Perubahantersebut disebabkan oleh tiga sumber utama,
yaitu gempabumi tektonik, letusan gunung api,atau longsoran yang terjadi di
dasar laut. Berdasarkan ketiga sumber tersebut, penyebabutama tsunami di
Indonesia adalah gempabumi tektonik.

Gambar 1. Peta tingkat kerawanan bencana tsunami Indonesia

32
Gambar 2. Sebaran gempabumi tektonik yang merusak dan
tsunami antara tahun 1991 2010

1. Tujuan sistem peringatan dini yang memberdayakan masyarakat


Pendekatan people-centred (terpusat pada pemberdayaan masyarakat)
dalam peringatandini tidak didasari pada anggapan bahwa masyarakat
rentan terhadap bencana, sebaliknyapendekatan ini didasari pada
kepercayaan bahwa masyarakat dapat tangguh dan mampumelindungi diri
sendiri (IFRC, 2009). Tujuan utama sistem peringatan dini yang terpusat
padamasyarakat (people-centred early warning system) adalah
menguatkan kemampuan individu,masyarakat, dan organisasi yang
terancam bahaya untuk bersiap siaga dan bertindak tepatwaktu dan benar
agar dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan dan
jatuhnyakorban.

Dalam rangka mengurangi risiko bencana, sistem peringatan dini tsunami


seperti InaTEWSharus mengeluarkan dan menyebarluaskan peringatan
dengan cepat, tepat sasaran, dan terujisecara ilmiah dan jelas agar mudah
untuk dimengerti dan dipahami. Namun sistem tersebutdianggap efektif
dan sukses jika peringatan-peringatan yang dibuat dapat memicu reaksi

33
yangtepat dan masyarakat mampu menyelamatkan diri sendiri sebelum
tsunami datang. Hal inimenunjukkan bahwa peringatan dini lebih dari
sekedar teknologi saja.
a. Keterlibatan aktif masyarakat dan otoritas di daerah berisiko
bencana:mulai dari pengkajian risiko sampai kesiapsiagaan
Sistem peringatan dini akan efektif jika secara aktif melibatkan
masyarakat di daerah berisikodan otoritas yang bertanggung jawab di
semua tingkat dalam mengembangkan kemampuanmereka untuk
bereaksi. Risiko bencana, yang disebabkan oleh bahaya alam dan
kerentananmasyarakat, perlu dianalisis, dipahami, dan
dikomunikasikan secara luas kepada orangbanyak. Kajian risiko secara
partisipatif dan aktif serta pendidikan publik sangat diperlukan
agarmasyarakat semakin menyadari risiko yang sedang mereka hadapi.
Kegiatan kesiapsiagaanjuga diperlukan untuk memastikan masyarakat
tahu tentang cara mendapatkan peringatandini dan bereaksi secara
tepat terhadap peringatan yang datang dari alam atau sumberresmi.
Jika semua persyaratan tersebut terpenuhi, maka sistem peringatan
dapat mencapaitujuan utamanya, yaitu menyelamatkan hidup manusia
dan mencegah jatuhnya korban ataukerusakan yang lebih banyak.
b. Syarat kelembagaan sistem peringatan dini yang efektif
Peringatan dini dan pengurangan risiko adalah tanggung jawab
pemerintah. Oleh karena itu,diperlukan struktur tata kelola yang efektif
dan pengaturan kelembagaan yang kuat. Kerangkaperundang-
undangan yang kuat, perencanaan, dan pendanaan yang memadai serta
komitmenpolitik di semua tingkat menjadi pondasi sistem peringatan
dini yang efektif.
c. Keterlibatan multisektor dan multidisiplin
Pertukaran informasi dan koordinasi secara vertikal dan horisontal di
antara para pemangkukepentingan dalam peringatan dini InaTEWS
menjadi langkah penting untuk membangun sistemperingatan yang
konsisten dan berkesinambungan. Sistem peringatan dini bersifat
kompleks danmemerlukan hubungan yang saling terkait antara banyak

34
disiplin ilmu, misalnya ilmu alam dansosial, teknik, tata kelola dan
pelayanan publik, pengaturan penanggulangan bencana, mediamassa,
dan pendampingan masyarakat. Dengan demikian, pengembangan dan
pemeliharaansistem peringatan menuntut kontribusi dan koordinasi
individu dan lembaga yang luas. Tanpaketerlibatan semua pemangku
kepentingan, seperti otoritas dan lembaga pemerintah di berbagaisektor
di semua tingkat, masyarakat berisiko bencana, organisasi masyarakat
(ORMAS) ataulembaga-lembaga non pemerintah atau Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) dan sektor swasta,maka sistem peringatan
dini tidak akan efektif. Sampai atau tidaknya peringatan ke masyarakat
didaerah berisiko bencana tergantung pada kesadaran dan kemampuan
melaksanakan peran dantanggung jawab semua pelaku dalam rantai
komunikasi. Peran dan tanggung jawab pelaku utamarantai komunikasi
peringatan tsunami dalam InaTEWS adalah sebagai berikut:

35
Gambar 3. Empat Komponen SKD Tsunami dan Gempa Bumi

d. Peran dan Tanggung Jawab Lembaga dan Masyarakat di Dalam


Rantai KomunikasiPeringatan Dini Tsunami
Rantai komunikasi memungkinkan penyebaran berita peringatan dini
tsunami serta arahanyang tepat waktu dan efektif. Berita dan arahan
tersebut dikeluarkan oleh lembaga yangberwenang dan dikenal
menggunakan saluran komunikasi yang telah disepakati,
sehinggamasyarakat yang berisiko terkena ancaman tsunami dapat
merespon tepat waktu untukmeninggalkan daerah berisiko dan
menyelamatkan diri sebelum tsunami mencapai pantai.Rantai
komunikasi ini menghubungkan Pusat Nasional Peringatan Dini
Tsunami denganmasyarakat berisiko di sepanjang pesisir pantai

36
Indonesia yang rawan tsunami.Pihak-pihak yang berperan dalam rantai
komunikasi peringatan dini tsunami InaTEWS antaralain:
1) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika,
2) Pemerintah daerah (pemda) tingkat provinsi, kabupaten dan kota,
3) Stasiun televisi (TV) dan radio nasional dan daerah (pemerintah
dan swasta),
4) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),
5) Tentara Nasional Indonesia (TNI),
6) Kepolisian Republik Indonesia (POLRI),
7) Masyarakat berisiko bencana,
8) Penyedia layanan selular, dan
9) Pengelola hotel/tempat wisata
Lembaga-lembaga yang berperan dalam mata rantai peringatan dini ini
berkewajiban untuksegera memberikan konfirmasi (secara manual) bahwa
mereka telah menerima beritaperingatan dini yang telah dikirimkan oleh
BMKG. Konfirmasi ini dilatihkan melalui penerimaanberita gempabumi.

37
Gambar 4. Rantai Komunikasi Peringatan Dini

Gambar 5. Peran dan tanggung jawab lembaga dan masyarakat didalam rantai
komunikasi InaTEWS
1) Urutan dan Isi Berita Peringatan Dini Tsunami InaTEWS
BMKG menerbitkan berita gempabumi atau berita peringatan dini
tsunami dalam kurun waktu 5 menitsetelah gempabumi terjadi yang
kemudian diikuti oleh beberapa kali berita pemutakhiran dan
diakhiriberita ancaman tsunami telah berakhir. Pesan peringatan

38
dini tsunami berisi tingkat ancaman tsunamiuntuk wilayah
kabupaten dengan status Awas, Siaga dan Waspada.

Urutan berita peringatan dini InaTEWS


Mulai dari terjadinya gempabumi sampai berakhirnya ancaman
tsunami, BMKG akanmengeluarkan empat tahapan berita, yaitu:
Berita 1: didiseminasikan parameter gempabumi dan perkiraan
dampak tsunami yangdigambarkan dalam tiga status ancaman
(AWAS, SIAGA, dan WASPADA) untukmasing-masing daerah
yang berpotensi terkena dampak tsunami.
Berita 2: berisikan perbaikan parameter gempabumi dan sebagai
tambahan statusancaman pada berita no.1. Selain itu, juga berisi
perkiraan waktu tiba tsunami di pantai.
Berita 3: berisikan hasil observasi tsunami dan perbaikan status
ancaman yang dapatdidiseminasikan beberapa kali tergantung pada
hasil pengamatan tsunami di stasiuntide gauge, buoy, CCTV, dan
radar tsunami.
Berita 4: merupakan pernyataan peringatan dini tsunami telah
berakhir (ancaman telah berakhir).

Di bawah ini adalah penjelasan urutan berita peringatan dini


tsunami yang dikeluarkan sertatindakan yang diharapkan dari
pemerintah daerah (pemda) dan masyarakat berisiko.
T0 T1: Ketika gempabumi terjadi (T0), seluruh sensor pencatat
gempabumi yang beradadi stasiun seismik di sekitar sumber
gempabumi akan mencatat data-data gempabumi
danmengirimkannya ke pusat pengolahan di BMKG Pusat untuk
diproses. Untuk gempabumi diwilayah Indonesia diperlukan waktu
kurang dari 5 menit (T0-T1).Sistem pengolahan otomatis data
seismik di BMKG Pusat mengeluarkan parametergempabumi,
kemudian petugas SeisComP3 melakukan pemeriksaan hasil
pengolahanotomatis dan mengoreksinya secara interaktif hingga

39
diperoleh parameter gempabumi yangsesuai. Jika terdapat potensi
tsunami, operator dapat menentukan daerah yang berpotensiterkena
dampak dan status ancaman dengan menggunakan DSS.

Parameter gempabumi dikirim ke sistem diseminasi dan juga ke


DSS. Kemudian DSSmemprosesnya dan memberikan gambaran
proposal yang siap untuk dilanjutkan yang manapetugas DSS harus
menekan tombol guna memperoleh proposal dari DSS. Hasil akhir
dariDSS adalah proposal berita peringatan dini atau proposal berita
gempabumi yang akandikirimkan ke sistem diseminasi atas
keputusan petugas DSS.Jika gempabumi tersebut besar dan
dirasakan sangat kuat atau gempabumi tidak begitu kuattetapi terasa
cukup lama, masyarakat di daerah berisiko bencana harus segera
mengambiltindakan penyelamatan diri tanpa harus menunggu berita
peringatan dini dari BMKG.

T1: Pengiriman berita gempabumi atau berita peringatan dini


tsunami
(T1 5 menit). Berita gempabumi dengan kekuatan di atas 5.0 SR
akan didiseminasikansecara serentak melalui sms, email, dan faks
ke pemda, para pejabat terkait, dan nomorponsel yang telah
terdaftar dalam daftar penerima informasi gempa BMKG.Jika
parameter gempabumi menunjukkan adanya ancaman tsunami
(gempabumi teknonikdengan kekuatan > 7 SR dan kedalaman < 100
km serta letak episenter di laut atau di daratandekat laut), maka
Berita 1 didiseminasikan berdasarkan hasil keluaran DSS
menggunakanmodel tsunami pada database tsunami. Berita 1
berisikan parameter gempabumi dan/ataujika sudah tersedia akan
berisi informasi perkiraan dampak tsunami yang digambarkan
dalamtiga status ancaman (AWAS, SIAGA, atau WASPADA)
untuk masing-masing daerah yangberpotensi terkena dampak.

40
T2: Disesuaikan dengan masing-masing status ancaman, pemda
setempat harus segerabereaksi terhadap Berita 1 dengan mengambil
keputusan apakah evakuasi diperlukandan mengumumkannya
kepada masyarakat menggunakan fasilitas yang ada,
sepertimembunyikan sirene, pengeras suara masjid, kentungan, atau
alat bantu lainnya. Masyarakatharus dapat memahami tanda bahaya
dan mengikuti arahan dari pemda setempat untuksegera melakukan
evakuasi ke tempat aman yang telah ditentukan.

T3: Berita 2 berisikan perbaikan parameter gempabumi dan status


ancaman. Selain itu, jugaberisi perkiraan waktu tiba tsunami di
pantai.

T4: Berita 3 berisikan hasil observasi tsunami dan perbaikan status


ancaman yang dapatdidiseminasikan beberapa kali tergantung pada
hasil pengamatan tsunami di stasiun tidegauge dan buoy.

T5 T6: BMKG terus memantau penyebaran tsunami dan


memberikan pembaruan informasitsunami melalui Berita 3 (bisa
berkali-kali).

T7: Berita 4 berisikan pengumuman Ancaman tsunami telah


berakhir dan dikeluarkansetelah menerima data pendukung dari
tide gauge dan/atau masyarakat telah memberikankonfirmasi jika
tsunami tidak nampak lagi. Berita 4 dikeluarkan paling cepat 2 jam
setelahBerita 1 (T1) didiseminasikan.

41
Gambar 6. Rentang waktu (timeline) berita peringatan dini tsunami lokal

Tabel 1. Status peringatan dan saran kepada pemda dari BMKG

42
2) Penyebaran Berita Gempabumi dan Berita Peringatan Dini
Tsunami oleh BMKG
BMKG mengirimkan berita gempabumi dan peringatan dini
tsunami kepada masyarakat melaluipemerintah daerah, institusi
perantara, dan media menggunakan berbagai moda komunikasi.
a) Rantai komunikasi peringatan dini tsunami
BMKG mengoperasikan Pusat Nasional Peringatan Dini
Tsunami Indonesia dan menjadi satusatunyainstitusi resmi
pemerintah yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk
mengeluarkanperingatan tsunami. Peringatan ini mempunyai
dua tujuan, yaitu: untuk memicu evakuasijika terjadi ancaman
tsunami, dan melakukan persiapan bantuan darurat bagi BNPB,
jikadibutuhkan.

BMKG mengeluarkan peringatan tsunami dari kantor pusat di


Jakarta ke lembagaperantaraseperti media, pemerintah daerah
(pemda), BNPB, Polisi, TNI, SAR, dan institusi lainnya
ditingkat nasional dan daerah, melalui jaringan komunikasi
yang dikenal dengan 6 in 1. Pesanperingatan tsunami ini dapat
diakses oleh publik melalui media massa, situs web BMKG,
ataujejaring sosial seperti Facebook dan Twitter.

Semua informasi mengenai gempabumi dan peringatan tsunami


didistribusikan dari BMKGmenggunakan enam saluran
komunikasi yang berbeda dan hanya akan dikirim apabila
terjadigempabumi dengan kekuatan magnitudo lebih besar dari
5 SR. Sedangkan untuk skala yanglebih kecil akan ditampilkan
di website BMKG (www.bmkg.go.id dan
http://inatews.bmkg.go.id).

43
Penyebarluasan berita peringatan dini tsunami kepada
masyarakat menjadi tanggung jawablembaga atau badan yang
terkait dengan manajemen bencana. BMKG hanya
bertanggungjawabuntuk menyiapkan dan mengeluarkan
peringatan kepada masyarakat melalui lembagaperantara.
Sesuai dengan Instruksi Presiden yang dikeluarkan pada
konferensi pers di HotelMarbela Anyer, 20 Juli 2006, BMKG
bertugas menyiapkan dan mengeluarkan peringatantsunami
dalam waktu lima menit setelah gempabumi. Fase selanjutnya
menjadi tanggungjawab berbagai institusi perantara untuk
menyebarluaskan peringatan dini tsunami kepadamasyarakat
yang berisiko terkena dampaknya.
b) Sistem penyebaran berita peringatan dini tsunami
Uraian singkat mengenai proses penyebaran berita peringatan
dini tsunami yang digunakanoleh Pusat Nasional Peringatan
Dini Tsunami di BMKG Pusat dapat membantu
memberikangambaran tentang isu-isu penting yang terjadi. Saat
ini BMKG menggunakan enam salurankomunikasi untuk
menyebarkan peringatan tsunami, yaitu melalui SMS, email,
internet, faks,WRS, dan GTS.

44
Gambar 7. Sistem penyebaran informasi peringatan

Gambar 8. Alur informasi dari BMKG ke masyarakat melalui lembaga perantara

45
c) Tiga tugas pokok pemerintah daerah dalam pelayanan
peringatan dini tsunami
Untuk memenuhi peran dan tanggung jawabdalam pelayanan
peringatan dini tsunami,pemda diharapkan mampu
menjalankan 3(tiga) tugas berikut (lihat Gambar 19):
Menerima informasi gempabumi danperingatan dini
tsunami serta saran dariBMKG secara tepat dan terus-
menerus(24/7) melalui berbagai saluran komunikasi.
Mengambil keputusan secara cepat dantepat waktu untuk
menentukan reaksi didaerah (misalnya apakah masyarakat
perluevakuasi atau tidak), berdasarkan padaberita
gempabumi, berita peringatan dinitsunami, dan saran dari
BMKG melaluiprosedur pengoperasian standar
Menyebarluaskan berita gempabumi danberita peringatan
dini tsunami secara luasdan memberikan arahan yang
jelas sertainstruktif kepada masyarakat dan
lembagalembagadaerah secara luas, langsung, dantepat
waktu mengunakan berbagai cara dansaluran komunikasi
yang memungkinkanseluruh masyarakat yang terancam
tsunamidapat menerimanya.
Untuk memenuhi tiga peran dan tugastersebut pemda harus
memenuhi berbagaipersyaratan kelembagaan, hukum,
personil,prosedur, dan teknis.

46
Gambar 9. tugas pokok pemerintah daerah dalam pelayanan peringatan dini
tsunami

d) Pemda mengambil keputusan berdasarkan saran dari


BMKG
Isi baku berita peringatan dini tsunami yang diberikan BMKG
untuk pemda sangat membantu dalam mengambil keputusan.

47
Gambar 10. Peringatan dan saran dari Pusat Peringatan Tsunami Nasional
Berdasarkan gambar di atas, pemda perlu segera memerintahkan evakuasi
pada masyarakatpada tingkat peringatan AWAS dan SIAGA. Pada tingkat
WASPADA, masyarakat hanya perlumenjauhi daerah pantai dan sungai. Jika
pemda hanya menerima INFO GEMPABUMI tanpaperingatan tsunami,
masyarakat tidak perlu melakukan tindakan penyelamatan karena tidakada
ancaman tsunami.Pengambilan keputusan di tingkat daerah harus dilakukan
dengan sangat cepat karenaterbatasnya waktu. Oleh karena itu, setiap daerah
disarankan untuk menerapkan SOP.
SOPini bertujuan untuk memastikan bahwa proses pengambilan
keputusan dilakukan sesuaidengan kebijakan daerah yang telah ditetapkan
sebelumnya dan dilakukan secara transparandan cepat

48
Gambar 11. Prosedur pengambilan keputusan di Pusdalops

e) Penyebaran Peringatan Dini Tsunami dan Arahan oleh


Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah diharapkan mempunyai perangkat
komunikasi untuk menyebarluaskan beritaperingatan dini
tsunami secara luas dan memberikan arahan evakuasi. Salah
satu sarana yangdigunakan sebagai tanda untuk melakukan
evakuasi adalah dibunyikannya sirene. Sirene akandibunyikan
selama 3 menit dan berulang-ulang.

49
Tabel 2. Alat komunikasi yang diperlukan untuk menyebarkan peringatan dan
arahan kepada masyarakat

50
h. Rencana kontinjensi dan rencana evakuasi tsunami

Gambar 12. Perencanaan evakuasi tsunami sebagai bagian dari


perencanaan kontinjensi tsunami
Berdasarkan Gambar diatas, perencanaan kontinjensi merupakan bagian
penting dalamkeseluruhan program kesiapsiagaan (sebelum dan selama
terjadinya bencana, termasuk jugaperencanaan evakuasi) sampai pada
keadaan tanggap darurat dan bantuan kemanusiaan(setelah kejadian bencana).
Perencanaan kontinjensi perlu dikembangkan untuk setiap jenisbahaya dan
diperbarui serta diterapkan dalam masyarakat melalui pelatihan yang
rutin.Untuk menghasilkan sebuah rencana kontinjensi, pemda memerlukan
proses perencanaan,dimulai dari pembuatan peraturan melalui penyusunan
strategi dan prosedur respon potensikrisis atau tanggap darurat, sampai pada
penyusunan rencana pemantauan dan evaluasi.
Perencanaan kontinjensi ini juga mencakup pengembangan skenario
untuk mengantisipasikrisis, penentuan tanggung jawab semua pelaku yang
terlibat, pengidentifikasian peran dansumber daya, proses pendataan dan
penyebaran informasi, pengaturan tugas setiap pelakuagar siap pada saat yang
dibutuhkan, penentuan kebutuhan agar tujuan tercapai, pemahamansistem dan

51
prosedur peringatan, serta penentuan rencana sektor saat menerima
peringatandan prosedur pemberitahuan kepada publik.Rencana kontinjensi
tsunami menjelaskan tindakan yang perlu dilakukan sebelum, selama,dan
sesudah bencana tsunami. Perencanaan ini memuat dua jenis persiapan, yaitu:
a) Evakuasi tsunami, mencakup tindakan rentang waktu, mulai dari dan
saat kejadiangempabumi, kejadian tsunami sampai meredanya tsunami
yang terakhir, hingga pesanAncaman Tsunami Berakhir diterima.
b) Tanggap darurat tsunami, mencakup tindakan sesudah tsunami berakhir
dan pesanresmi Ancaman Tsunami Berakhir diterima.

52
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem informasi Penanggulangan Krisis Akibat Bencana meruakan
hal yang sangat penting dan diperlukan dalam penyelesaian krisis yang
timbul akibat terjadinya bencana. Sistem ini diharapkan dapat menghasilkan
informasi yang tepat, cepat dan akurat sehingga dapat memenuhi kebutuhan
untuk mengambil keputusan.Dukungan sistem informasi pasca terjadinya
bencana alam sangat diperlukan untuk memperlancar proses identifikasi para
korban, kerugian materi dan infrastruktur. Dukungan sistem tersebut juga
dapat menjadi suatu pertimbangan pengambilan keputusan guna mengambil
langkah-langkah rehabilitasi pasca terjadinya bencana. Sebuah jalur
informasi yang efisien dan sistematis berbasis teknologi sangat diperlukan
pada saat terjadinya bencana dengan tujuan mendapatkan informasi yang
sahih. Informasi yang sahih diperlukan untuk membantu penanganan bencana
yang menghendaki kecepatan dalam membantu korban, mendorong berbagai
masyarakat ikut andil dalam memberikan bantuan.

B. Saran atau Rekomendasi


Tahapan pelaporan informasi pada saat terjadi bencana menjadi
permasalahan yang sering dihadapi pada saat terjadi bencana, informasi yang
didapat dari lapangan seharusnya disampaikan langsung ke stake holder
terkait guna mempercepat sampainya informasi serta penanganan yang tepat,
baik itu kebutuhan darurat serta penanganan lainnya. Diperlukan
penyesuaian data dari informasi yang didapatkan dilapangan sehingga tidak
ada ketimpangan informasi dan data.
Agar sistem informasi tersebut dapat diterima secara cepat, tepat dan
akurat, maka harus dapat diakses dengan teknologi internet. Untuk
mewujudkan sistem informasi bencana diperlukan sinkronisasi dengan SIAK
(Sistem Informasi Administrasi Kependudukan) dan data pemukiman seperti

53
jumlah rumah, data infrastruktur dan data kawasan yang ada didaerah
tersebut. Dari data tersebut nantinya dapat dibuat sistem informasi geografis
yang memperlihatkan informasi sebelum dan sesudah terjadi bencana dengan
melakukan overlay. Sehingga dapat ditentukan dengan tepat dan cepat jumlah
kerugian jiwa, materi dan sarana-prasarana di daerah kejadian bencana.

54
DAFTAR PUSTAKA

Ahyudin (2005), Peran Masyarakat DalamPenanganan

Bencana,http://www.mpbi.org/pustaka/files/Makalah%20Ahyudin.pdf.

Aini, A. Sistem Informasi Geografi Pengertian dan Aplikasinya. STMIK

AMIKOM Yogyakarta. Yogyakarta. (diakses tgl 7 Januari 2010)

BMKG. 2012. Buku Pedoman Pelayanan Peringatan Dini Tsunami InaTEWS

Edisi Kedua. www.bmkg.go.id

Ernawati Fitrianingsih. 2012. Sistem Informasi Pendistribusian Bantuan Korban

Bencana Alam Berbasis Web (Studi Kasus : Paguyuban Jalin Merapi).

Amikom : Yogyakarta

Haifani, A.M. 2008. Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Mendukung

Penerapan system Manajemen Resiko Bencana di Indonesia. Prosiding

Seminar Nasional Sains dan Teknologi II, Universitas Lampung,

Lampung.

H. Assilzadeha,*, S.B. Mansora. Natural Disaster Data And Information

Management System. Institute of Advanced Technology (ITMA),

University Putra Malaysia, 43400 UPM, Serdanghamid@cilix.org ,

shattri@eng.upm.edu.my

Minnesota,2000.Disaster Management Handbook,

Pujiono (editor-2006), Piagam Kemanusiaandan Standar Minimum dalam

Respons Bencana,Proyek SPHERE, Grasindo.

55
Risma Fadhilla Arsy. 2008. Pemanfaatan Citra ASTER Digital Untuk Estimasi

dan Pemetaan Erosi Tanah Di Daerah Aliran Sungai Oyo Propinsi DIY.

Tesis S2 UGM Yogyakarta.

Rienna Oktarina. 2008. Pemetaan Sistem Informasi Manajemen LogistikDalam

Penanggulangan Bencana Di Indonesia. Seminar Nasional Aplikasi

Teknologi Informasi 2008 (SNATI 2008) ISSN: 1907-5022Yogyakarta, 21

Juni 2008

Sukojo, B.M. & Susilowati, D. 2003. Penerapan Metode Penginderaan Jauh dan

Sistem Informasi Geografi Untuk Analisa Perubahan Penggunaan Lahan.

Jurnal Makara Teknologi, Vol. 7, No.1. ITS Surabaya.

UNDP-United Nations DevelopmentProgramme, Mitigasi Bencana, Edisi ke-

2,1994.

UNDP-United Nations DevelopmentProgramme, Tinjauan Umum

ManajemenBencana, Edisi ke-2, 1992.

UNDP-United Nations DevelopmentProgramme, Disaster Assessment, 2 nd.

Edition,1994.

56

Anda mungkin juga menyukai