Abstract. This study aimed to prove the influence of training of playing pretense game in
increasing mothers interaction with her mentally-retarded child. There were eight mothers
who have under-five-year children with mental retardation participating in the research. They
were randomly chosen. The research design used pre-test and post-test control group. Four
mothers belonged to the control group and the other four to the treatment group. The training
of playing pretense game with children was conducted in four stages. The first and second
stages were done in group while the third and fourth were individual. Mother and child
interaction scale was used to measure the differences of the interaction before and after the
training. The follow-up research was done thirteen days after the training. The results showed
the pretense game played by a mother and her mentally-retarded child can make their
interaction become more meaningful.
Keywords: mother and mentally-retarded child interaction, pretense game training
Abstrak. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh pelatihan bermain pura-pura bersama
anak terhadap peningkatan interaksi ibu dan anak retardasi mental. Subjek dalam penelitian
ini adalah delapan ibu yang memiliki anak retardasi mental berusia di bawah lima tahun yang
diperoleh secara random. Rancangan penelitian yang digunakan adalah pre-test post-test
control group. Empat ibu sebagai kelompok kontrol, dan empat ibu sebagai kelompok
perlakuan. Pelatihan bermain pura-pura bersama anak dilakukan dalam empat tahap. Tahap
pertama dan kedua dilakukan secara kelompok, dan tahap ketiga dan keempat dilakukan
secara individu. Skala interaksi ibu dan anak digunakan untuk mengukur perbedaan interaksi
ibu dan anak sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Tindak lanjut penelitian dilakukan
tigabelas hari setelah pelatihan bermain pura-pura bersama anak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pelatihan bermain pura-pura bersama anak berdampak pada interaksi
ibu dan anak retardasi mental yang lebih bermakna.
Kata kunci: interaksi ibu dan anak retardasi mental, pelatihan bermain pura-pura
dasi mental menyulitkan ibu sebagai Tiga dari empat ibu yang menyekolahkan
pengasuh utama dalam memberikan rang- anak retardasi mental di Yayasan Mutiara
sangan ketika berinteraksi, sedangkan Center mempercayakan pengasuhan anak
rangsangan yang diberikan ibu diawal kepada nenek atau budhe (kakak perem-
kehidupan anak sangat penting bagi per- puan ibu) dengan alasan bekerja. Tiga
kembangan anak selanjutnya. tahun kemudian ibu baru menyadari bah-
Kepekaan ibu dalam memberikan wa ibu mengalami kesulitan berinteraksi
rangsang emosi dan sosial kepada anak dengan anak, sehingga ibu menyekolahkan
retardasi mental diawal kehidupan meru- anak retardasi mental di Yayasan Mutiara
pakan pondasi bagi ibu untuk memberi- Center supaya anak memperoleh perla-
kan kualitas nilai rangsang kepada anak kuan khusus. Awalnya anak (rata-rata
(Crawley & Spiker, 1983), sehingga terjalin masih berusia 3-4 tahun) sulit menge-
interaksi positif antara ibu dan anak luarkan suara dan kata-kata, bahkan ada
retardasi mental (Venuti, Falco, Giusti, & satu anak yang sering bereaksi seperti
Bornstein, 2008). Faktor lain yang dapat mau muntah ketika mulai berbicara.
memengaruhi interaksi ibu dan anak Namun kini anak telah mampu berbicara
retardasi mental adalah kondisi emosi ibu. dan berbahasa setelah lebih dari satu
Dibandingkan dengan ibu yang memiliki tahun memperoleh terapi pengulangan
anak dengan gangguan pskiatrik lainnya, kata-kata secara tepat menggunakan meto-
ibu dengan anak retardasi mental memang de ganjaran dan hukuman (wawancara,
lebih bisa menerima kehadiran anak, 23 November 2011).
namun ibu tetap saja mengalami stres Sekalipun anak kini telah mampu ber-
terutama dalam menghadapi perilaku bicara ibu masih mengalami kesulitan
anak (Dabrowska & Pisula, 2010; Hodapp, berinteraksi dengan anak terutama ketika
Ricci, & Fidler, 2003). Stres yang dialami anak mengalami tantrum, karena keingi-
ibu karena memiliki anak retardasi mental nannya tidak terpenuhi. Anak biasanya
menyebabkan ibu bersikap kurang respon- menangis merontaronta dan menjerit,
sif terhadap anak (Feldman, Varghese, berdiam diri selama berjam-jam di suatu
Ramsay, & Rajska, 2002). tempat dengan posisi tidak berubah, mem-
Guralnick, Neville, Hammond, dan banting segala sesuatu yang ada di
Connors (2008) menjelaskan bahwa penye- dekatnya, atau memukul atau menampar
suaian diri ibu dalam berkomunikasi de- orang lain apabila anak merasa terganggu
ngan anak retardasi mental dapat mening- dengan sikap orang tersebut. Ibu menang-
katkan interaksi ibu dan anak retardasi gapi sikap anak dengan segera menuruti
mental dan mendukung perkembangan keinginan anak supaya tenang, atau mem-
anak. Pilusa (2006) menambahkan bahwa biarkan anak menangis meronta-ronta
kehadiran anak retardasi mental mengha- atau berdiam diri selama berjam-jam,
biskan lebih banyak waktu, tenaga, dan karena ibu menganggap bahwa keinginan
perhatian ibu kepada anak retardasi anak membahayakan kesehatan atau
mental. Sayangnya tidak semua ibu mam- pemborosan (wawancara, 24 November
pu meluangkan waktu untuk memberikan 2011).
rangsang emosi dan sosial kepada anak
retardasi mental. Ibu justru mempercaya- Berdasarkan data penelitian pendahu-
kan pengasuhan anak retardasi mental luan diketahui bahwa ibu membutuhkan
kepada orang lain. suatu intervensi untuk meningkatkan
interaksi ibu dan anak retardasi mental.
Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan dan (4) Tahap praktik bermain bersama
untuk meningkatkan interaksi ibu-anak dengan anak secara individu.
adalah bermain pura-pura. Bermain pura- Pemberian program bermain untuk
pura merupakan bermain drama sosial meningkatkan interaksi ibu dan anak
yang melibatkan penggunaan imajinasi, pernah dilakukan oleh beberapa peneliti,
membuat yakin, dan simbolisasi, dan biasa diantaranya Webster, Stratton, dan Reid
dilakukan anak usia 18 bulan sampai (2009) menyusun program bermain bagi
dengan 6 tahun (Russ, 2004). Imajinasi dan ibu dan anak usia 6 minggu sampai de-
simbolisasi digunakan untuk menjelaskan ngan 6 tahun. Hasilnya, memang semakin
cerita yang dimaksud (Muthukrishna & mempererat hubungan ibu dengan anak,
Sokoya, 2008). Dengan demikian anak hanya saja ibu tidak dibekali keterampilan
yang memiliki hambatan berbicara dan bermain, sehingga tujuan berinteraksi
berbahasa mampu melakukan bermain secara mendalam dan bermakna masih
pura-pura (Landreth, Ray, & Bratton, kurang tergali. Guo (2005), dan Topham
2009). Demikian pula dengan anak retar- dan Fleet (2011) melatihkan keterampilan
dasi mental, karena hasil penelitian Motti, bermain kepada ibu terlebih dahulu
Cichetti, dan Sroufe (1983) menunjukkan sebelum ibu dan anak mempraktikkan
bahwa permainan anak retardasi mental bermain bersama secara alami. Hasilnya
usia mental 3-5 tahun sama dengan anak ibu lebih berempati dan memahami peri-
normal yang berusia sama. Bermain pura- laku anak. Manfaat lain yang diperoleh
pura bisa dilakukan menggunakan sepe- adalah dapat meningkatkan kehangatan
rangkat mainan nyata (Landreth, dkk., dan kepercayaan ibu di dalam berinterak-
2009), dan berpura-pura menceritakan si, dan menurunkan stres orang tua
objek yang dimaksud (Dender & Stagnitti, (Kinsworthy & Garza, 2010).
2010).
Holland, Kwang, Kitzman, Chaudron,
Pelatihan bermain pura-pura merupa- Szilagyi, dan Greener (2012) menjelaskan
kan intervensi yang diberikan psikolog bahwa pada saat ibu dan anak retardasi
kepada ibu dengan melatihkan empat mental berinteraksi dalam bermain pura-
keterampilan bermain bersama anak. pura terjadi proses saling mengirim dan
Tahapan yang disusun dalam pelatihan menangkap petunjuk antara ibu dan anak.
bermain pura-pura ini mengacu kepada Montirosso, Borgatti, Trojan, Zanini, dan
filial therapy, yaitu terapi keluarga yang Tronick (2012) menambahkan bahwa pro-
melibatkan partisipasi ibu dalam bermain ses saling mengirim dan menangkap
dengan anak yang dikembangkan oleh petunjuk antara ibu dan anak dikelola oleh
Topham dan Fleet (2011) dengan modifi- sinyal afeksi. Kualitas kepekaan ibu dalam
kasi sesuai kebutuhan penelitian. Tahapan mengirim dan menangkap sinyal afeksi
pelatihan yang disusun peneliti meliputi; anak retardasi mental menciptakan har-
(1) Tahap pemberian materi dalam me- monisasi interaksi, sehingga interaksi ibu
nguasai empat keterampilan bermain dan anak menjadi penuh makna (Feldman,
(menyusun permainan, mendengarkan Cohenc, Galili, Singerb, & Louzounc,
anak secara empati, mengikuti imajinasi 2011). Interaksi bermakna antara ibu dan
anak, dan menetapkan aturan) secara anak retardasi mental memengaruhi opti-
kelompok, (2) Tahap simulasi dan umpan malisasi perkembangan anak (Santelices,
balik secara kelompok, (3) Tahap bermain Olhaberry, Salas, & Carvacho, 2009). Seba-
peran dan umpan balik secara individu, liknya, ibu yang kurang responsif terha-
dap anak lebih lambat dalam mengenali digunakan untuk meningkatkan interaksi
perkembangan perilaku anak (Holland, ibu dan anak retardasi mental pada ibu
dkk., 2012). Artinya dukungan ibu terha- yang masih memiliki kesulitan berinte-
dap anak retardasi mental sangat dibutuh- raksi dengan anak. Bermain pura-pura ini
kan untuk optimalisasi perkembangan dipilih karena bermain pura-pura meru-
anak, karena menurut Pino (2000) perkem- pakan permainan alamiah yang biasa
bangan anak retardasi mental bergantung dilakukan oleh anak usia 18 bulan sampai
pada tingkatan orang tua dalam membe- dengan 6 tahun. Melalui pelatihan ber-
rikan dan meningkatkan dukungan. main pura-pura ini diharapkan tujuan
Cara memberikan dukungan kepada dalam penelitian ini yaitu meningkatkan
anak retardasi mental disampaikan psiko- interaksi ibu dan anak retardasi mental
log dengan menciptakan suasana pene- tercapai. Interaksi ibu dan anak retardasi
rimaan dan tidak menghakimi, ketika mental diharapkan semakin mendalam
memberikan pelatihan bermain pura-pura dan bermakna setelah mengikuti pelatihan
bersama anak. Melalui penerimaan dan bermain pura-pura.
penghormatan yang diterima ibu dari
terapis, diharapkan ibu mampu hadir Metode
secara penuh dalam pengalaman dan
kebutuhan anak retardasi mental, dan Partisipan yang terlibat di dalam
lebih menerima bimbingan dan koreksi penelitian peningkatan interaksi ibu dan
dari terapis. anak retardasi mental sejumlah 8 orang
ibu yang memiliki anak retardasi mental
Interaksi yang penuh makna antara
berusia mental di bawah lima tahun secara
ibu dan anak diukur dari perspektif
acak. Screening Binet dilakukan untuk
peranan ibu terhadap perkembangan anak
memperoleh anak retardasi mental yang
(Holland dkk., 2012). Peranan ibu tersebut
berusia mental di bawah lima tahun.
menurut Waters dan Sroufe (1983), yaitu;
Sebanyak 14 anak retardasi mental meng-
(1) Memberikan stimulasi sensori melalui
ikuti screening Binet, namun hanya 8 anak
aktivitas bermain, mandi, dan memakai-
retardasi mental yang memiliki usia men-
kan baju secara responsif dan konsisten,
tal di bawah lima tahun. Ibu dari delapan
(2) Membantu mengelola emosi anak
anak retardasi mental yang berusia di
dengan memberikan rasa aman dan nya-
bawah lima tahun menjadi partisipan
man, serta merespons pesan anak secara
dalam penelitian ini.
tepat, (3) Kepekaan menangkap pesan non
verbal anak dan merespons secara tepat, Variabel dependen dalam penelitian
kemudian bekerjasama, dan berinteraksi, ini adalah interaksi ibu dan anak retardasi
(4) Memberikan rasa aman dan nyaman mental. Interaksi ibu dan anak retardasi
dalam mendorong anak dalam negosiasi mental diukur dengan skala interaksi ibu
emosi, dan (5) Memberikan bimbingan dan anak yang terdiri dari 28 butir aitem,
kepada anak untuk menginternalisasikan dan terdiri dari 10 aspek, yaitu; (1)
nilai-nilai, dan (6) Membimbing anak da- Ketenangan, (2) Perhatian terpusat kepada
lam membedakan antara ide dan kenya- anak, (3) Kehangatan, (4) Konsistensi
taan. terhadap rutinitas, (5) Konsistensi respon
terhadap cara anak dalam menarik per-
Berdasarkan hasil studi literatur dan
hatian lingkungan, (6) Mendorong anak
penelitian pendahuluan tersebut diketahui
dalam berinisiatif dalam berkomunikasi,
bahwa pelatihan bermain pura-pura dapat
(7) Negosiasi emosi, (8) Internalisasi, (9) orang psikolog klinis anak yang mena-
Mendengarkan anak berbicara, dan (10) ngani anak berkebutuhan khusus. Validasi
Memberikan penjelasan terhadap argu- isi modul dilakukan untuk mengetahui
men anak. kesesuaian susunan dan isi materi, peng-
Uji coba skala interaksi ibu dan anak gunaan bahasa, metode, dan alat bantu
dilakukan terhadap 73 ibu yang memiliki lainnya untuk mencapai tujuan pelatihan.
anak berusia di bawah lima tahun. Skoring Dalam hal ini tujuan pelatihan adalah
terhadap aitem menggunakan skala lima meningkatkan keterampilan ibu dalam
alternatif jawaban berdasarkan sifat yang bermain pura-pura bersama anak. Setelah
favourable dan unfavourable. Berikut ini divalidasi isinya, selanjutnya dilakukan uji
sebaran aitem skala interaksi ibu dan anak coba modul di salah satu sekolah luar
sebelum dan sesudah dilakukan uji coba biasa di Surakarta, dengan peserta enam
skala interaksi ibu dan anak (lihat Tabel 1). orang ibu yang memiliki anak retardasi
mental berusia mental di bawah lima
Validitas dan reliabilitas hasil uji coba
tahun. Hasil evaluasi uji coba modul me-
skala interaksi ibu dan anak menggunakan
nunjukkan bahwa secara umum pelatihan
teknik korelasi product moment dengan
sangat bermanfaat bagi peserta. Peserta
bantuan Program SPSS 15,0 for windows
memperoleh bekal dalam mendidik anak
menunjukkan ada tiga aitem yang tidak
retardasi mental melalui materi yang telah
memenuhi koefisien validitas di atas 0,3,
diberikan. Peserta menilai fasilitator bersi-
dan reliabilitas sebesar 0,895, sehingga
kap komunikatif dalam menyampaikan
jumlah aitem skala interaksi ibu dan anak
materi, mampu melibatkan peserta, dan
menjadi 25 aitem.
dapat memberi saran yang dapat diterap-
Sebelum dilakukan uji coba modul kan bagi peserta.
dilakukan validasi isi modul oleh dua
Tabel 1
Sebaran aitem skala interaksi ibu dan anak
Nomor aitem
Favourable Unfavourable
Aspek
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
uji coba uji coba uji coba uji coba
1. Ketenangan 2 2 (2) 6,9 6(6), 9 (9)
2. Perhatian terpusat kepada anak 11,23 23 (22) 27 27 (24)
3. Kehangatan 3,8 3 (3), 8 (8) 5 5 (5)
4. Konsistensi terhadap rutinitas 1 1 (1) 13 13 (12)
5. Konsistensi respon terhadap cara anak 12, 24 12 (11) 15 15 (14)
dalam menarik perhatian lingkungan
6. Mendorong anak berinisiatif dalam 4, 7 4 (4), 7 (7) 20 20 (19)
berkomunikasi
7. Negosiasi emosi 14, 28 14(13),28(25) 10, 26 10 (10)
8. Internalisasi 18 18 (17) 16, 21 16(15),21 (20)
9. Mendengarkan anak berbicara 17 17 (16) 25 25 (23)
10. Memberikan penjelasan terhadap 19 19 (18) 22 (21)
argumen anak
Jumlah 15 13 13 12
Keterangan: Angka di dalam kurung menunjukkan nomor aitem setelah uji coba skala interaksi ibu dan anak
pok perlakuan dan kontrol. Nilai t sebesar dasi mental terjadi pada kelompok perla-
-1,030 dan signifikansi nilai p>0,05. Hasil kuan dengan nilai signifikansi p=0,002
pengujian tercantum pada Tabel 2. (p<0,05), dan nilai t=-9,662. Pada kelompok
Sebelum diberi perlakuan interaksi kontrol tidak terjadi perubahan interaksi
ibu dan anak retardasi mental berada pada ibu dan anak, karena nilai signifikansi
kategori sedang. Ibu tidak pernah terlibat p=0,856 (p>0,05) dan nilai t=0,197 (lihat
dalam aktivitas bermain bersama anak Tabel 4).
retardasi mental. Ibu kurang memahami Grafik 1 dan 2 menunjukkan perbe-
kebutuhan anak, karena respons ibu terha- daan skor interaksi ibu dan anak retardasi
dap perilaku anak kurang tepat. Ibu me- mental pada kelompok perlakuan dan
respons anak tidak berdasarkan kebutuh- kontrol.
an anak, melainkan lebih pada upaya Peningkatan interaksi ibu dan anak
menjaga citra diri terhadap penilaian ling- retardasi mental terjadi karena sebelum
kungan, atau berdasarkan anggapan bah- praktik bermain pura-pura bersama anak
wa ibu yang lebih mengerti kebutuhan dilakukan, ibu telah dibekali materi empat
anak. keterampilan bermain bersama anak,
Setelah diberi perlakuan terdapat pe- kemudian ibu diberikan kesempatan
rubahan interaksi ibu dan anak retardasi untuk melakukan permainan peran (role
mental sebesar p=0,027 (p<0,05) dan nilai play) untuk memastikan bahwa ibu telah
t=-2,913. Tabel 3 menjelaskan perubahan memahami materi keterampilan bermain
interaksi ibu dan anak retardasi mental pura-pura bersama anak. Umpan balik
setelah diberi perlakuan. diberikan oleh psikolog kepada ibu, supa-
Hasil uji t juga menunjukkan bahwa ya ibu benar-benar menguasai empat
perubahan interaksi ibu dan anak retar- keterampilan bermain pura-pura bersama
Tabel 2
Hasil uji t pada pra perlakuan antara kelompok perlakuan dan kontrol
N Rerata
t p Hasil
KK* KP+ KK *
KP+
4 4 49,00 56,75 -1,030 0,343 Tidak signifikan
Keterangan: Kelompok Kontrol
* +Kelompok Perlakuan
Tabel 3
Hasil uji t antara skor pasca perlakuan kelompok perlakuan dan kontrol
N Rerata
t p Hasil
KK * KP + KK *
KP+
4 4 48,50 68,75 -2,913 0,027 Signifikan
Keterangan: *Kelompok Kontrol + Kelompok Perlakuan
Tabel 4
Hasil uji t antara skor pra-pasca perlakuan pada kelompok perlakuan dan kontrol
Pra tes Pasca tes
Skor interaksi t p
N Rerata N Rerata
Kelompok Kontrol 4 49,00 4 48,50 0,197 0,856
Kelompok Perlakuan 4 56,75 4 68,25 -9,662 0,002
Grafik 1. Perbedaan skor interaksi ibu dan anak Grafik 2. Perbedaan skor interaksi ibu dan anak
retardasi mental pada pra dan pasca perlakuan retardasi mental pada pra dan pasca perlakuan
pada kelompok perlakuan. pada kelompok kontrol.
anak, sehingga ketika ibu mempraktikkan terkejut karena isi simbol mengungkapkan
bermain bersama anak tidak lagi terjadi pikiran anak yang tidak terduga.
kekeliruan. Selama berinteraksi dengan anak ibu
Selama sesi bermain peran bersama menyampaikan nilai-nilai kepada anak,
anak, interaksi ibu dan anak retardasi seperti mengucapkan salam sebelum me-
mental masih kurang bermakna. Nuansa masuki rumah. Pendalaman dan penje-
penerimaan ibu terhadap kehadiran anak lajahan tema cerita juga terjadi selama ibu
terasa kurang, dan bersifat satu arah. Ibu bermain bersama anak. Penjelajahan cerita
terlihat kurang memberikan kesempatan terjadi ketika ibu sudah tidak dapat lagi
kepada anak untuk mengatur jalan cerita, melakukan pendalaman cerita atau anak
terlalu mendominasi jalannya cerita, atau mengemukakan inisiatif untuk memeran-
ibu terlalu sibuk memepersiapkan materi kan peran yang lain. Perubahan interaksi
permainan yang hendak dimainkan, se- ibu dan anak retardasi mental tidak terjadi
hingga ibu kurang memperhatikan akti- pada kelompok kontrol, karena kelompok
vitas anak. Anak juga tampak ragu dalam kontrol tidak diberikan pelatihan bermain
menyatakan keinginannya kepada ibu. pura-pura bersama anak.
Setelah diberikan umpan balik oleh Konsistensi interaksi ibu dan anak
psikolog interaksi ibu dan anak tampak retardsi mental setelah diberikan pelatihan
bersifat dua arah. Ibu memberikan kesem- bermain pura-pura bersama anak terjadi
patan kepada anak untuk mengawali sebesar t=-0,322, dan p>0,05. Tidak terda-
interaksi, namun anak hanya diam saja, pat perbedaan signifikan interaksi ibu dan
sehingga ibu mengawali interaksi dengan anak retardasi mental pada pasca perla-
menanyakan mainan apa yang diinginkan kuan ke tindak lanjut. Artinya pelatihan
anak. Selanjutnya ibu mengikuti dan bermain pura-pura bersama anak masih
menjalankan arahan anak. Ibu merespons bertahan setelah 13 hari perlakuan.
pesan anak, baik verbal maupun non Setelah diberi perlakuan, interaksi ibu
verbal. Anak pun menjawab respons ibu dan anak retardasi pada kelompok perla-
dengan raut muka kegirangan, sambil kuan mengalami peningkatan dari kate-
melanjutkan cerita. Anak menyatakan ini- gori sedang ke tinggi (lihat Tabel 3). Hasil
siatifnya dengan bahasa simbol yang wawancara pada ibu menunjukkan bahwa
membuat ibu tertawa karena lucu, atau setelah diberi pelatihan bermain pura-pura
bersama anak ibu merasa mampu me-
Tabel 5
Hasil uji t skor pasca perlakuan-tindak lanjut pada kelompok perlakuan
nangkap kebutuhan anak. Respons ibu signifikan setelah diberi pelatihan bermain
terhadap perilaku anak menjadi lebih kon- pura-pura. Sementara itu pada kelompok
sisten terhadap kebutuhan anak, daripada kontrol, sekalipun terdapat penurunan
keinginan anak, serta kondisi retardasi skor rerata antara sebelum dan sesudah
mental anak. Ibu mulai merespons rasa diberi pelatihan bermain pura-pura, na-
kurang aman anak dengan kehangatan. mun tidak menunjukkan perbedaan inte-
Kehangatan terhadap anak retardasi men- raksi ibu dan anak retardasi mental secara
tal ditunjukkan dengan pujian terhadap signifikan, karena masih berada pada
perilaku yang sesuai dengan lingkungan. kategori yang sama.
Ibu tetap tenang dan konsisten dalam Interaksi ibu dan anak pada kelompok
merespons perilaku anak. Keterlibatan perlakuan ini sebelumnya memang sudah
emosi ibu dengan anak tetap terjalin ketika berada dalam kategori sedang, karena ibu
ibu berinteraksi dengan anak. Ibu lebih selama ini telah menjalankan perannya
mudah melakukan kompromi dengan sebagai pengasuh yang merawat, meme-
anak. Perilaku anak yang tidak diinginkan lihara, memberi petunjuk dan latihan
ibu berkurang kemunculannya. Anak kepada anak. Hanya saja ibu kurang
lebih ceria, mudah diberi pengertian, dan terampil mengikuti karakteristik perkem-
lebih bisa diajak bekerjasama dengan ibu. bangan anak di setiap tahap perkembang-
Di antara sepuluh aspek interaksi ibu annya, karena didalam berkomunikasi
dan anak retardasi mental terdapat empat dengan anak retardasi mental ibu kurang
aspek yang tidak mengalami perubahan, mampu menyesuaikan diri dengan anak.
yaitu konsistensi terhadap rutinitas, kon- Guralnick, dkk., (2008) menjelaskan bahwa
sistensi respons terhadap cara anak mena- penyesuaian ibu terhadap anak retardasi
rik perhatian lingkungan, internalisasi mental ketika berkomunikasi mendukung
nilai, dan mendengarkan anak berbicara. perkembangan anak retardasi mental.
Enam aspek yang mengalami perubahan, Melalui pelatihan bermain pura-pura, para
yaitu: aspek ketenangan, kehangatan, ibu diasah keterampilannya dalam menja-
mendorong anak berinisiatif dalam komu- lin komunikasi dengan anak retardasi
nikasi, negosiasi emosi, dan penjelasan mental. Agar komunikasi tersebut berlang-
terhadap argumen anak. sung dengan baik, para ibu juga diajak
untuk memahami karakteristik anak mere-
ka. Pemahaman terhadap karakteristik
Diskusi
anak yang tepat menjadi modal penting
Tujuan dari penelitian ini adalah bagi para ibu untuk menyesuaikan diri
menguji pengaruh pelatihan bermain dengan anak ketika menjalin interaksi
pura-pura terhadap interaksi ibu dan anak dengan anak.
retardasi mental. Hasil penelitian menun- Dalam pelatihan bermain pura-pura
jukkan adanya pengaruh positif interaksi ini, ibu diberikan bekal empat keteram-
ibu dan anak retardasi mental yang pilan bermain yang dapat membantu ibu
sebelum diberi umpan balik, ibu tampak membanggakan. Hasil penelitian ini sesuai
kesulitan menyesuaikan diri dengan dengan hasil penelitian Tobin, Nadalin,
mainan yang dipegang anak. Ibu tampak Munroe-Chandler, dan Hall (2013).
sibuk mencari mainan yang tepat untuk Pendalaman dan penjelajahan tema
anak atau diam dan kurang memberikan yang muncul di setiap tema dalam inte-
rangsang kepada anak. Guralnick, dkk., raksi ibu dan anak retardasi mental yang
(2008) menjelaskan bahwa anak retardasi terjalin ketika bermain bersama mengha-
mental lebih peka terhadap tuntutan tugas silkan kekayaan isi cerita. Hasil penelitian
dengan perintah langsung. Oleh karena itu tersebut menunjukkan bahwa ibu memili-
sikap ibu yang sibuk mencari mainan atau ki peran aktif bagi anak dalam menjelajahi
berdiam diri tidak mampu mendorong tema cerita melalui rangsang dan umpan
anak untuk berinisiatif maupun menga- balik afektif yang tepat dari ibu terhadap
rahkan permainan. anak, sehingga interaksi ibu dengan anak
Setelah diberi umpan balik, keteram- retardasi mental menjadi mendalam dan
pilan bermain ibu semakin meningkat dari penuh makna. Hasil penelitian ini sesuai
tema pertama sampai dengan tema ketiga. dengan hasil penelitian Venuti, Falco,
Suasana penerimaan dan empati ibu Giusti, dan Bornstein (2008) bahwa kuali-
terhadap anak mulai muncul. Interaksi tas afeksi yang positif dari ibu dalam
menjadi semakin mendalam, menghangat berinteraksi dengan anak retardasi mental
dan alamiah. Anak mampu menyatakan ketika bermain bersama, menunjukkan
inisiatifnya, memunculkan simbolisasi, munculnya pengalaman cerita yang lebih
dan ibu mempunyai kesempatan untuk banyak, dibandingkan dengan apabila
memasukkan internalisasi kepada anak. anak bermain sendiri.
Hasil observasi terhadap keterampilan Simbol yang dimunculkan pada cerita
bermain ibu ketika praktik bersama anak anak retardasi mental ketika berinteraksi
tersebut selaras dengan pernyataan bersama ibu dalam bermain menunjukkan
Topham dan Fleet (2011) bahwa peneri- kemampuan kognitif anak retardasi men-
maan dan empati ibu terhadap anak tal. Hasil penelitian ini menunjukkan bah-
menciptakan rasa percaya anak terhadap wa sekalipun anak retardasi mental memi-
lingkungan. Anak dapat merasakan kea- liki hambatan dalam perkembangan kog-
manan dan kenyamanan, sehingga anak nitif, namun kemampuan kognitif anak
dapat menyatakan pikiran dan perasaan retardasi mental tidak berhenti. Seperti
secara bebas melalui simbolisasi ataupun diungkapkan McCune dan Nicolich (1981)
verbal, tanpa merasa takut akan dimarahi bahwa isi simbolis permainan anak
oleh ibu. retardasi mental sama dengan anak yang
Simbolisasi yang diekspresikan anak memiliki perkembangan kognitif sama.
retardasi mental mengindikasikan terpe- Simbol yang dimunculkan anak da-
nuhinya tiga kebutuhan dasar anak, yaitu lam berinteraksi dengan ibu ketika berma-
kemandirian, keterikatan, dan kecakapan. in bersama tidak berbeda jauh dari kehi-
Kebutuhan akan kemandirian; anak mem- dupan sehari-hari anak retardasi mental.
bayangkan dirinya menjadi favorit dan Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
menyenangkan. Kebutuhan akan keteri- McCune dan Nicolich (1981) bahwa
katan; anak membayangkan keluarga, dan pengalaman anak dalam mengenali objek
kebutuhan akan kecakapan; anak memba- dalam situasi nyata memengaruhi keca-
yangkan diri melakukan tugas dengan kapan anak dalam berpura-pura. Simbol
term and full-term infants. British Tobin, D., Nadalin, E.J., Munroe-Chandler,
Journal of Developmental Psychology, 28, K. J., & Hall, C. R. (2013). Childrens
347-368. active play imagery. Psychology of
Motti, F., Cichetti, D., & Sroufe, L.A. Sport and Exercise, 14, 371-378.
(1983). From infant affect expression Topham, G. L., & Fleet, R. V. (2011). Filial
to symbolic play: the coherence of therapy: a structured and straight-
development in down syndrome forward approach to including young
children. Child Development, 54, 1168- children in family therapy. The
1175. doi: 0009-3920/83/5405- Australian and New Zealand Journal of
0016801.00. Family, 32(2), 144-158.
Muthukrishna, N., & Sokoya, G. O. (2008). Venuti, P., Falco, S., Giusti, Z., &
Gender differences in pretend play Bornstein, M. H. (2008). Play and
amongst school children in durban, Emotional Availability in Young Chil-
kwazulu-natal, south africa. Gender dren With Down Syndrome. Infant
and Behaviour, 6, 1577-1590. Mental Health Journal, 29(2), 133152.
Pilusa, N. (2006, Juli). The impact of mental Waters, E., & Sroufe, L. A. (1983). Social
retardation on family functioning. competence as a developmental
(Disertasi tidak dipublikasikan). construct. National Science Foundation,
University of Pretoria. South Africa. 3, 79-97. New York: Departement of
Russ, S. (2004). Play in child development and Psychological.
psychotherapy: Toward empirically Webster-Stratton, C., & Reid, M. J. (2009).
supported practice. New Jersey: Parents, teachers, and therapists using
Lawrence erlbaum associates, inc. child-directed play therapy and
Santelices, M. P., Olhaberry, M. C., Salas, coaching skills to promote children's
P. P., & Carvacho, C. (2009). Compa- social and emotional competence and
rative study of early interactions in build positive relationships. Dalam
motherchild dyads and care centre Schaefer (Penyunt.), Play therapy for
staffchild within the context of preschool children, (pp. 245-273). doi:
Chilean crches. Child: care, health and 10.1111/j.1440-1630.2006.00592.x.
development, 36(2), 255264. Washington, DC: American Psycho-
logy Association.