Anda di halaman 1dari 19

1

ANALISIS PENGGUNAAN ANGGARAN SEBAGAI ALAT


PENGENDALIAN BELANJA BARANG DAN JASA PADA
PEMERINTAH KOTA BAUBAU

Usulan Penelitian untuk Skripsi Sarjana Ekonomi

Oleh:

Anjelin Resky R

10 13 085

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Universitas Atma Jaya

Makassar

2014

i
2

ANALISIS PENGGUNAAN ANGGARAN SEBAGAI ALAT


PENGENDALIAN BELANJA BARANG DAN JASA PADA
PEMERINTAH KOTA BAUBAU

Usulan Penelitian untuk Skripsi Sarjana Ekonomi

Oleh :

Nama : Anjelin Resky R

No. Stambuk : 10 13 085

Telah disetujui oleh :

Konsultan I Konsultan II

Marselinus Asri, SE., M.Si., Ak Paulus Tangke, SE., M.Si., Ak

Tanggal : Tanggal

ii
3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

LEMBARAN PENGESAHAN .................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...................................... 5

BAB 2. METODE PENELITIAN .............................................................. 7

A. Spesifiksi Penilitian .......................................................................... 8

B. Sumber Data ..................................................................................... 8

C. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 8

D. Alat Pengumpul Data ....................................................................... 8

E. Analisis Data ..................................................................................... 8

F. Sistematika Penulisan

BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 10

A. Sejarah Pembentukan Ormas ....................................................... 10

B.. Pengertian Organisasi Masysrakat .............................................. 15

C. Hakikat Organisasi Masyarakat .................................................... 16

D. Peran dan tanggung jawab organisasi masyarakat ........................ 19

E. Perkembangan Organisai mayarakat .............................................

DAFTAR PUSTAKA
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum

yang berintikan kebenaran dan keadilan. Dalam hal ini kepastian, ketertiban dan

perlindungan hukum menuntut, antara lain bahwa lalu lintas hukum dalam

kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan

jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.

Sebagai jaminan adanya kepastian hukum dalam setiap kebijaksanaan

administrasi negara harus dituangkan dalam suatu peraturan perundang-undangan

yang berwujud suatu ketetapan. Namun dalam kenyataannya sering terjadi bahwa

ketetapan yang dikeluarkan administrasi negara dianggap bertentangan dengan

hukum atau merugikan kepentingan warga negara atau badan hukum perdata,

akibatnya, perlindungan hukum dan keadilan yang diberikan kepada masyarakat

adalah dengan menggugat badan atau pejabat administrasi negara yang

mengeluarkan ketetapan itu di muka pengadilan.[1]

Salah satu usaha pemerintah untuk menjamin perlindungan keadilan bagi anggota
5

masyarakat ialah dengan cara diwujudkan Peradilan Tata Usaha Negara

berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang diundangkan pada

tanggal 29 Desember 1986, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2004. Perwujudan dan penyempurnaan Peradilan Tata Usaha

Negara ini dimaksudkan bukan hanya untuk perlindungan serta kepastian hukum

bagi anggota masyarakat, tetapi untuk kepentingan administrasi negara agar

mendapatkan tempat secara wajar sehingga benturan yang timbul akibat

keputusan administrasi negara mendapat penyelesaian yang adil dan menyatu.[2]

Kemudian salah satu bidang yang mengatur tata kehidupan warga negara yang

juga tunduk pada hukum adalah bidang Pertanahan/Agraria. Pasal 33 ayat (3)

UUD 1945 dan dijabarkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (selanjutnya

disebut UUPA) telah mengatur masalah pertanahan di Indonesia sebagai salah

satu peraturan yang harus dipatuhi. Salan satu tujuan pembentukan UUPA adalah

meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak

atas tanah bagi seluruh rakyat, yakni melalui kegiatan pendaftaran tanah untuk

seluruh wilayah Indonesia yang produknya adalah pemberian alat bukti

kepemilikan hak atas tanah/sertifikat hak milik atas tanah.

Mengingat demikian besarnya peranan tanah dalam kehidupan sosial, ekonomi,

politik serta pengaruhnya terhadap laju atau lambannya suatu proses

pembangunan maka diperlukan peraturan yang mampu menjamin hak-hak

seseorang dan/atau badan hukum terhadap tanah atas miliknya.[3]


6

Namun kenyataannya, landasan yuridis yang mengatur masalah pertanahan tidak

sepenuhnya dilaksanakan secara konsekuen dengan berbagai alasan, sehingga

menimbulkan masalah/sengketa pertanahan. Sumber masalah/sengketa pertanahan

yang ada sekarang antara lain disebabkan :

1. Pemilikan atau penguasaan tanah yang tidak seimbang dan tidak

merata;

2. Ketidakserasian penggunaan tanah pertanian dan tanah non pertanian;

3. Kurangnya keberpihakan kepada masyarakat golongan ekonomi lemah;

4. Kurangnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat

atas tanah (hak ulayat);

5. Lemahnya posisi tawar masyarakat pemegang hak atas tanah

dalam pembebasan tanah.[4]

Permasalahan tersebut di atas memaksa masyarakat untuk mengajukan

penyelesaian sengketa tanah yang dialami melalui lembaga peradilan baik

peradilan umum maupun Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan masalah

pertanahan yang terjadi akibat konflik struktural karena kebijakan pemerintah di


7

masa lalu dapat diselesaikan melalui suatu komisi atau badan peradilan khusus

yang dibentuk dengan Undang-Undang. Penyelesaian sengketa pertanahan dengan

pendekatan hukum pada dasarnya kembali didasarkan pada peraturan

perundangan yang berlaku, maksudnya semua penyelesaian masalah pertanahan

dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara yuridis dengan terlebih dahulu

diupayakan dengan musyawarah mufakat.

Penyelesaian sengketa pertanahan dengan pendekatan hukum hanya dapat

dilakukan apabila peraturan perundang-undangan tersebut dilakukan secara efektif

atau dengan kata lain dilakukan penegakan hukum (law enforcement) secara

konsekuen, yaitu penegakan hukum dengan memperhatikan unsur kepastian

hukum (rechtssiccheit), kemanfaatan (zweckmassigheit) dan keadilan

(gerechtigheid).[5]

Dalam penyelesaian sengketa tanah melalui jalur pen gadilan/litigasi didasarkan

kepada objek sengketa tanah, hal ini berkaitan dengan kewenangan untuk

mengadili sengketa tanah apakah termasuk kepada kompetensi/kewenangan

absolut Peradilan Umum atau Peradilan Tata Usaha Negara. Kewenangan absolut

peradilan/atribusi kompetensi/kewenangan (attributie van rechtsmacht) adalah

menyangkut tentang pembagian wewenang antar badan badan peradilan

berdasarkan jenis lingkungan pengadilan, misalnya pembagian antara wewenang

Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum.


8

Kewenangan absolut Peradilan Tata Usaha Negara hanya sebatas mengadili

sengketa yang berada dalam hukum publik, yaitu sengketa yang timbul akibat

perbuatan pemerintah dalam hukum publik yang bersifat ekstern yang bersegi satu

dan bersifat konkrit, individual dan final yang tertuang dalam suatu keputusan

Pejabat Tata Usaha Negara.[6] Pada dasarnya kewenangan Peradilan Tata Usaha

Negara memiliki kompetensi/ kewenangan absolut mengadili sengketa tata usaha

Negara (Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986). Menurut Pasal 1 butir 4

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004,

sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha

negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata

usaha negara, baik dipusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya suatu

keputusan tata usaha negara. Untuk menilai dan menentukan apakah suatu

ketetapan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat administrasi itu bertentangan

dengan hukum atau tidak.

Berdasarkan pengertian di atas maka terhadap sengketa tanah dapat diselesaikan

penyelesaiannya ke Peradilan Tata Usaha Negara dalam hal mengenai pembatalan

surat keputusan pemberian hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah atau

keputusan yang berisikan penolakan atau permohonan untuk memperoleh

sertifikat hak atas tanah yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan atau oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. Jika

dilihat secara normatif maka sengketa pertanahan yang memiliki aspek hukum

tata usaha negara dan aspek hukum perdata dapat diselesaikan secara dualistis
9

oleh dua peradilan, hal ini disebabkan karena sengketa pertanahan dipandang

sebagai sengketa/perkara yang mempunyai karakter khusus/unik, karena adanya

titik singgung kewenangan mengadili antara Peradilan Tata Usaha Negara dan

Peradilan Umum.

Namun dalam prakteknya kewenangan mengadili Pengadilan Tata Usaha Negara

dan Pengadilan Umum menimbulkan permasalahan dalam pemeriksaan dan

pemutusan sengketa pertanahan, sehingga konsekuensi logisnya adalah sering

terjadinya putusan pengadilan yang menyatakan permohonan gugatan penggugat

tidak dapat diterima atau ditolak dimana dalam pertimbangan hukumnya

didasarkan kepada kewenangan mengadili sehingga merugikan pihak yang

berselisih khususnya bagi pihak yang menggugat sengketa tanah tersebut, dan

permasalahan selanjutnya adalah tidak bisanya dilakukan eksekusi terhadap

putusan Peradilan Tata Usaha Negara sehingga memperlambat proses penegakan

hukum untuk menuntut hak yang dimilikinya yang akhirnya menimbulkan

keresahan dan kebingungan di masyarakat.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Tata Usaha Negara Medan

bahwa sengketa tanah yang masuk tahun 2006 berjumlah 24 (dua puluh empat)

perkara, tahun 2007 berjumlah 42 (empat puluh dua) perkara, tahun 2008

berjumlah 40 (empat puluh) perkara, dan sampai pada bulan maret berjumlah 14

(empat belas) perkara. Dari jumlah perkara tersebut membuktikan bahwa

masalah/sengketa tanah di kota Medan sangat marak.


10

Dari sejumlah keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara ada

kemungkinan diantaranya menimbulkan kerugian di pihak yang dikenakan

keputusan, yaitu warga masyarakat. Kemungkinan ini dapat saja disebabkan

pemerintah merasa mempunyai kedudukan yang lebih kuat terhadap rakyat yang

dikuasainya,[7] sehingga dalam melaksanakan tugasnya melampui batas

wewenang (detournament de pouvoir) atau salah menerapkan peraturan

perundang-undangan (abuse de droit). Untuk menilai dan menentukan apakah

suatu ketetapan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat administrasi itu

bertentangan dengan hukum atau tidak diperlukan suatu badan yang dapat

memberikan putusannya secara adil dan objektif, yang akhirnya dapat

memutuskan apakah ketetapan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat

administrasi itu batal atau tidak sah dan bagi gugatan yang terbukti tidak berdasar

hukum tentunya harus ditolak oleh pengadilan.

Kemudian Peradilan Tata Usaha Negara belum sepenuhnya memenuhi harapan

masyarakat pencari keadilan. Masih adanya putusan Peradilan Tata Usaha Negara

yang tidak dipatuhi Pejabat TUN merupakan salah satu hal yang menyebabkan

masyarakat masih pesimis terhadap eksistensi Lembaga Peradilan Tata Usaha

Negara dan sebagai alasan utama penyebab dari timbulnya kerugian dimasyarakat.

Keputusan-keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang menimbulkan kerugian di

pihak masyarakat, merupakan dasar sengketa antara pejabat dengan rakyat. Untuk
11

menyelesaikan sengketa yang terjadi maka pemerintah sudah menyediakan

lembaga yang memiliki wewenang untuk itu, yaitu Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah di ubah menjadi

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Keberadaan lembaga Peradilan Tata Usaha Negara merupakan pelaksanaan Pasal

10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

(dahulu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan

Kehakiman), yang menyatakan bahwa peradilan yang berada di bawah Mahkamah

Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan

Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu

Penulis mengambil penelitian untuk memberikan jawaban terhadap ruang lingkup

dan pelaksanaan sengketa pertanahan yang menjadi kompetensi Peradilan Tata

Usaha Negara menurut asas peradilan yang dianut di Indonesia berdasarkan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Hal inilah yang menjadi latar belakang bagi Penulis untuk melakukan penelitian

dengan mengambil judul penelitian ANALISIS PUTUSAN PERADILAN

TATA USAHA NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH

(STUDI KASUS PUTUSAN PTUN DKI JAKARTA NOMOR:

88/G/2012/PTUN-JKT).
12

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas, maka

permasalahan yang akan diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana ruang lingkup sengketa pertanahan yang menjadi kompetensi

Peradilan Tata Usaha Negara menurut asas peradilan yang dianut di Indonesia ?

2. Bagaimana pertimbangan hakim Peradilan Tata Usaha Negara dalam

penyelesaian sengketa tanah dikaitkan dengan Putusan PTUN DKI Jakarta

Nomor: 88/G/2012/PTUN-JKT?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memberikan gambaran maupun penjelasan tentang ruang lingkup


13

pelaksanaan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut asas peradilan

yang dianut di Indonesia setelah dikeluarkannya Undang-Undang Peradilan Tata

Usaha Negara yang baru.

2. Untuk mengetahui dan memahami pertimbangan hakim Peradilan Tata

Usaha Negara dalam penyelesaian sengketa tanah dikaitkan dengan Putusan

PTUN DKI Jakarta Nomor: 88/G/2012/PTUN-JKT.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak-pihak

yang berkepentingan seperti Badan Pertanahan Nasional dan Lembaga Swadaya

Masyarakat yang peduli mengenai permasalahan pertanahan dan kepada

masyarakat agar mengetahui dan dapat mengambil langkah-langkah yang

dianggap perlu dalam penyelesaian sengketa tanah.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan

ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pertanahan, khususnya yang menyangkut

mekanisme penyelesaian sengketa tanah dalam masyarakat.

2. Secara Praktis
14

a. Sebagai kajian hukum dan pedoman bagi pemerintah, lembaga peradilan

dan lembaga pertanahan dalam menentukan kebijakan dan mengambil tindakan

dalam menyelesaikan masalah pertanahan yang terjadi dalam masyarakat.

b. Sebagai informasi bagi masyarakat untuk mengambil tindakan terhadap

sengketa pertahanan yang terjadi di masyarakat..

c. Sebagai bahan kajian bagi akademisi, mahasiswa untuk menambah

wawasan ilmu terutama dalam bidang hukum tanah.

asarkan perundang-undangan yang berlaku.

BAB II

Metode Penelitian

A. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan hukum normatif (yuridis normative),


yakni bagaimana hukum didayagunakan sebagai instrumen mewujudkan
penerapan mekanisme penyelesaian sengketa tanah melalui kewenangan
mengadili Peradilan Tata Usaha Negara.

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum normatif (normative legal


15

research) untuk mengidentifikasi dan menganalisi faktor hukum yang menjadi


kendala dalam penerapan peraturan perundang-undanga, dimana penelitian ini
mengacu kepada peraturan perundangan-undangan tentang pertanahan dan
Undangundang Peradilan Tata Usaha Negara, putusan pengadilan dan bahan
hukum lainnya.

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis, artinya membatasi kerangka


studi kepada suatu pemerian, suatu analisis atau klasifikasi tanpa secara langsung
bertujuan untuk membangun atau menguji hipotesa-hipotesa atau teoriteori.
Dengan kata lain, penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yakni
memerikan, menganalisis dan mesistematisasikan hukum yang berlaku dengan
penelitian lapangan sebagai penunjang.

B. Sumber Data

Adapun sumber data yang dipergunakan untuk mendukung penelitian ini adalah
data sekunder, dimana bahan-bahan hukum seperti yang dikemukakan oleh
Soerjono Soekanto meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tertier. Sehingga Penulisan ini menitik beratkan pada penelitian
bahan pustaka atau yang dalam metode penelitian dikenal sebagai data sekunder,
yang terdiri dari :

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum yang diperoleh melalui kepustakaan (library research) yaitu


sebagai teknik untuk mendapatkan informasi melalui penelusuran peraturan
perundangundangan, bacaan-bacaan lain yang ada relevansinya dengan Undang-
Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan yang ada kaitannya dengan bahan hukum primer, berupa literatur
bahan bacaan berupa buku, artikel, dan kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum
dan komentar atas putusan pengadilan.

3. Bahan Hukum Tertier

Bahan diambil dari majalah, surat kabar untuk penunjang informasi dalam
16

penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

Mengingat penelitian ini memusatkan perhatian pada data sekunder maka


pengumpulan data terutama ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan
dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan, yang dilakukan dengan
langkahlangkah sebagai berikut :

1. Menginventarisasi dan menilai dan menganalisis peraturan perundang-


undangan yang terkait dan relevan dengan dengan penulisan tesis ini.

2. Menginventarisasi dan menilai buku-buku literatur yang pokok


pembahasannya berkenaan dengan sengketa pertanahan dan mengenai kompetensi
mengadili Pengadilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara.

3. Menginventarisasi dan menilai serta memilih secara selektif bahan-bahan


bacaan lainnya seperti majalah, surat kabar, bulletin yang menunjang dan
memperkaya penulisan skripsi ini.

D. Alat Pengumpul Data

Bahwa penelitian ini hanya dilakukan dengan studi dokumen yaitu menemukan
dan mengetahui asas-asas hukum, pasal-pasal peraturan perundangundangan yang
berlaku, teori-teori hukum, doktrin-doktrin hukum, yurisprudensi, filsafat hukum
dan hal-hal yang relevan dan menunjang terhadap kualitas dan kesempurnaan tesis
ini dari Peradilan Tata Usaha Negeri Medan.

E. Analisis Data

Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam
rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti, sebelum analisis data
dilakukan, terlebih dahulu diadakan pengumpulan data, kemudian dianalisis
secara kualitatif dan ditafsirkan secara logis dan sistematis, terhadap asas-asas
hukum sistem-sistem hukum dan sinkronisasi hukum dengan menggunakan
metode berpikir deduktif dan induktif. Maksudnya kaidah-kaidah yang benar dan
tepat diterapkan menyelesaikan suatu permasalahan dari kasus ke kasus yang akan
membantu.
17

F. Sistematika Penulisan

Sebagaimana halnya setiap karya tulis dimana antara satu bab dengan yang
lainnya memiliki satu kesatuan agar dapat menjelaskan permasalahannya dan
untuk memperoleh sistematika yang teratur maka skripsi ini menggunakan
sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Pembentukan Ormas

B.. Pengertian Organisasi Masysrakat

C. Hakikat Organisasi Masyarakat

D. Peran dan tanggung jawab organisasi masyarakat

E. Perkembangan Organisai mayarakat

[1] Supandi, Karakteristik dan Asas-asas Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara serta perbedaannya dengan Hukum Acara Perdata, Makalah, (Jakarta :
LPP-HAN, 2004), hal. 2.

[2]Edy Purnama, Upaya Hukum Pihak Ketiga terhadap Keputusan Peradilan


Tata Usaha Negara dan Proses Pemeriksaannya, ( Kamus Jurnal Hukum Nomor
18

20 : FH-Unsyiah NAD, 1998), 47.

[3]Eddy Pranjoto, Antinomi Norma Hukum Pembatalan Pemberian Hak Atas


Tanah Oleh Peradilan Tata Usaha Negara dan Badan Pertanahan Nasional,
(Bandung : CV. Utomo, 2006), hal. 9.

[4]Lutfi I Nasution, Menuju Keadilan Agraria 70 Tahun Gunawan Wiradi,


(Bandung : Salatiga Bandung, 2002), hal. 217.

[5]Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, (Yogyakarta :


Liberty, 1996), hal. 140.

[6] Indroharto, Op cit, hal. 85.

[7]Rachmat Soemitro, Peradilan Tata Usaha Negara, (Bandung : CV. Eresco,


1987), hal. 3.
19

Anda mungkin juga menyukai