Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke telah dikenal sejak dulu kala, bahkan sebelum jaman Hippocrates.
Istilah kuno, apopleksia serebri sama maknanya dengan cerebro-vaskular
accidents/ attack (CVA) dan stroke. Soranus dari Ephesus (98-138) di Eropa telah
mengamati berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya stroke. (1)
Stroke diartikan sebagai suatu defisit neurologis mendadak yang
disebabkan oleh gangguan vaskular fokal. (2) Adapun penyakit atau kelainan dan
penyakit pembuluh darah otak yang mendasari terjadinya stroke, misalnya
arteriosklerosis otak, aneurisma, angioma pembuluh darah otak dan sebagainya,
disebut sebagai cerebro-vaskular disease (CVD). (1) Lesi vaskular di susunan saraf
bisa berarti lesi di otak dan batang otak di satu pihak dan lesi di medula spinalis di
lain pihak. (3)
Penyakit yang timbul akibat lesi vaskular di susunan saraf merupakan
penyebab kematian nomor tiga dalam urutan daftar penyebab kematian di
Amerika Serikat. Sebagai masalah kesehatan masyarakat, penyakit itu merupakan
juga penyebab utama cacat menahun. (3) Setiap tahunnya, 200 dari tiap 100.000
orang di Eropa menderita stroke, dan menyebabkan kematian 275.000-300.000
(1)
orang Amerika. Di pusat-pusat pelayanan neurologi di Indonesia jumlah
penderita gangguan peredaran darah otak (GDPO) selalu menempati urutan
pertama dari seluruh penderita rawat inap. (1)
Manifestasi klinis dari stroke sangat bervariasi karena anatomi yang
komplek dari otak dan vaskularisasinya. Pendarahan intrakranial disebabkan oleh
pendarahan langsung disekitar otak, yang menghasilkan manifestasi neurologis
oleh karena efek massa pada struktur saraf, efek toksik darah itu sendiri, atau
karena meningkatnya tekanan intrakranial. (2) Sampai saat ini stroke merupakan
salah satu penyakit saraf yang paling banyak menarik perhatian. (1)

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Penderita


Nama : Tn. N
Usia : 48 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai swasta
Agama : Islam
Alamat : RT 08 Kelurahan Ulu Gedong
MRS : Senin, 9 Januari 2017, rujukan dari RS DKT
Pemeriksaan : Selasa, 10 Januari 2017

Tabel 2.1 Daftar Masalah


No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
1. Penurunan kesadaran 06/01/2017 TIA 2015
2. Kelemahan pada 06/01/2017
tubuh sebelah kanan
3. Tekanan darah tinggi sejak 2015

2.2 Data Subjektif (Alloanamnesis)


a. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran mendadak beberapa jam SMRS

2
3

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Tabel 2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
No. RPS Penilaian
1. Lokasi (-).
2. Kualitas Respon kurang adekuat terhadap stimulus. Gelisah motorik, respon
membuka mata dan verbal (-).
3. Kuantitas Penurunan kesadaran sudah berlangsung 4 hari.
4. Kronologi Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak beberapa jam
sebelum masuk Rumah Sakit DKT. Penurunan kesadaran didahului oleh
sakit kepala dan kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah sebelah
kanan yang terjadi secara tiba-tiba. Menurut penjelasan anak pasien,
keluhan pasien dirasakan pada saat bekerja di perkebunan karet. Pada saat
kejadian pasien berada di tempat kerja dengan teman kerjanya. Pasien
merasa sakit kepala dan lemah pada anggota gerak kirinya, kemudian
pasien duduk istirahat beberapa menit hingga hilang kesadaran sehingga
dibawa ke rumah sakit DKT. Tiga hari kemudian pasien dirujuk ke RSUD
Raden Mattaher dan dirawat di bangsal karena tidak ada perbaikan.
5. Faktor (-).
Memperberat
6. Faktor (-).
Memperingan
7. Gejala Keluhan bicara pelo (-), mulut mencong (-), muntah (-), riwayat trauma
Penyerta kepala (-), kejang (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien didiagnosis
hipertensi sejak 2 tahun yang lalu, tidak rutin kontrol.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi (+) tidak rutin kontrol, DM T2 (+) tidak rutin kontrol,
riwayat TIA (+) tahun 2015, riwayat trauma kepala (-), riwayat penyakit
neurologi lainnya (-), riwayat penyakit jantung (-), riwayat pernah operasi
hernia (+).
4

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi (-), DM (-), keganasan (-).
e. Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Pribadi
Pasien bekerja sebagai petani karet dan memiliki jaminan kesehatan dari
tempat bekerja tetapi pasien kurang memperhatikan kesehatannya. Pasien
merokok kira-kira 1 bungkus per hari selama kurang lebih 20 tahun
terakhir.

2.3 Data Objektif


a. Status Presens
Kesadaran : Sopor GCS E2M5V1
BP : 190/120 mmHg
HR : 120 kali/ menit
RR : 20 kali/ menit
Suhu : 37,2 0C
Kepala : - Bentuk
Normosepal, ruam (-), pembengkakan (-).
- Rambut
Tidak mudah rontok dan dicabut.
- Mata
CA (-/-), SI (-/-), RC (+/+) isokorik 2 mm, edema (-/-).
- THT
Dalam batas normal.
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), deviasi
trakea (-), JVP 5+2 cmH2O.
Dada : Bentuk simetris, ruam kulit (-).
5

Jantung : - Inspeksi
Ictus cordis tidak terlihat, thrill (-).
- Palpasi
Ictus cordis teraba di ICS V sebelah medial LMCS, tidak
kuat angkat.
- Perkusi
Batas kanan bawah: ICS IV LS Dekstra
Batas atas: ICS II LS Sinistra
Batas pinggang jantung: ICS III LPS Sinistra
Batas kiri bawah: ICS V LMC Sinistra.
- Auskultasi
S1S2 reg, gallop (-), mur-mur (-).
Paru : - Inspeksi
Pergerakan simetris, retraksi (-), jenis pernafasan abdomino-
thorakal.
- Palpasi
Pergerakan simetris, taktil fremitus simetris, krepitasi (-).
- Perkusi
Sonor di kedua lapang paru..
- Auskultasi
Vesikular, rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Perut : - Inspeksi
Datar, bekas operasi (+).
- Auskultasi
Bising usus (+) normal.
- Palpasi
Soepel, hepar, lien, dan ginjal tidak membesar, massa (-).
- Perkusi
Timpani di seluruh lapang perut, asites (-).
6

Genitalia : Bekas operasi (+), pembengkakan (-).


Ekstremitas : Pucat (-/-), akral hangat, CRT <2 detik, edema (-).
b. Status Psikitus
Cara berfikir : Baik
Perasaan hati : Baik
Tingkah laku : Normoaktif
Ingatan : Baik
Kecerdasan : Baik
c. Status Neurologikus
Kepala : - Nyeri tekan (-)
- Simetri (+)
- Pulsasi (+)
Leher : - Sikap: Dalam batas normal
- Pergerakan: Dalam batas normal
- Kaku kuduk: Dalam batas normal
Susunan Saraf Tepi
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Subjektif Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Objektif (dengan bahan) Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N II (Optikus)
Tajam penglihatan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Lapangan pandang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Melihat warna Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Ptosis (-) (-)
Pergerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
Nistagmus Dalam batas normal Dalam batas normal
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil
bentuk Bulat, isokor, 2 mm Bulat, isokor, 2 mm
reflex cahaya + +
reflex konvergensi + +
7

N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata ke Dalam batas normal Dalam batas normal
bawah-luar
Sikap bulbus Dalam batas normal Dalam batas normal
Diplopia Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N V (Trigeminus)
Membuka mulut Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Mengunyah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Menggigit Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Reflek kornea Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Sensibilitas muka Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
(lateral)
Diplopia Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Kesan Simetris Kesan Simetris
Menutup mata Kesan Simetris Kesan Simetris
Memperlihatkan gigi Kesan Simetris Kesan Simetris
Bersiul Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Detik arloji Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Rinne test Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Weber test Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Swabach test Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Nistagmus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Refleks muntah (+) (+)
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Tidak dapat dinilai
Menelan Tidak dapat dinilai
Refleks muntah (+)
Nadi Dalam batas normal
N XI (Assesorius)
Memalingkan kepala Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Mengangkat bahu Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N XII (Hipoglosus)
Pergerakan lidah Tidak dapat dinilai
Tremor lidah (-)
Artikulasi Tidak dapat dinilai
8

Atrofi (-)
Fasikulasi (-)

Badan dan Anggota Gerak


1. Badan
Motorik Kanan Kiri
Respirasi Simetris Simetris
Duduk TDN TDN
Bentuk kolumna DBN DBN
vertebralis
Pergerakan kolumna TDN TDN
vertebralis

Sensibilitas
Raba Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Nyeri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Thermi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Reflek
Reflek kulit perut atas (-) (-)
Reflek kulit perut tengah (+) (+)
Reflek kulit perut bawah (+) (+)
Reflek kremaster (+) (+)

2. Anggota Gerak atas


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Kurang Cukup
Kekuatan 1 5
Tonus Meningkat Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
9

Sensibilitas
Raba Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Nyeri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Thermi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Refleks
Biseps + +
Triseps + +
Radius + +
Ulna + +
Hoffman-Tromner - -

3. Anggota gerak bawah


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Kurang Cukup
Kekuatan 1 5
Tonus Hipertonus Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi

Sensibilitas
Raba Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Nyeri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Thermi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Refleks
Patella + +
Achilles + +
Babinsky - +
Oppenheim - -
Chaddock - -
Schaefer - -
10

Rosolimo - -
Mendel-Bechtrew - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -
Test Laseque - -
Test Kernig - -

Koordinasi, Gait, Keseimbangan


Cara berjalan : Tidak dapat dinilai
Test Romberg : Tidak dapat dinilai
Disdiadokinesis : Tidak dapat dinilai
Ataksia : Tidak dapat dinilai
Rebound phenomen : Tidak dapat dinilai
Dismteria : Tidak dapat dinilai

Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)

Alat Vegetatif
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan
Ereksi : tidak dilakukan

Test Tambahan
Test Nafziger : Tidak dapat dinilai
Test Valsava : Tidak dapat dinilai
11

Pemeriksaan Penunjang (6 Januari 2017 di RS DKT)


1. Darah Rutin
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI NORMAL
WBC 12,6 109/L 3,5-10,0
RBC 4,8 1012/L 3,50-5,50
HCT 43,0 % 36,0-48,0
HGB 14,3 g/dL 11,0-16,0
PLT 317 109/L 150-400
Eosinofil 3 % 1-3 %
Basofil 1 % 0-1 %
Neutrofil Batang 1 % 1-6 %
Neutrofil Segmen 83 % 50-70 %
Limfosit 9 % 20-40 %
Monosit 3 % 2-8 %

2. Kimia darah
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI NORMAL
GDS 184 mg/dl <200
12

3. Radiologi

CT-Scan Cranial (6 Januari 2017)


CT-Scan dilakukan dengan irisan aksial, slice 5 mm. Dimulai dari
garis OM sampai ke vertex tanpa media kontras. Tampak densitas
parenkim otak isodens/ homogen. Tampak lesi hiperdens pada lobus
temporalis dan kapsula interna sinistra. Ada deviasi midline. Ventrikel
lateralis dan ventrikel ke-III tertekan dan terdorong. Ventrikel ke-IV
normal. Sisterne, sulci dan gyri normal. Deferensiasi white dan gray
matter normal. Tulang kranium normal. Memberikan kesan intracerebral
hemmorhage yang luas pada lobus temporalis dan kapsula interna sinistra.
13

2.4 Ringkasan
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak beberapa jam
sebelum masuk Rumah Sakit DKT. Penurunan kesadaran didahului oleh sakit
kepala dan kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah sebelah kanan yang
terjadi secara tiba-tiba. Menurut penjelasan anak pasien, keluhan pasien dirasakan
pada saat bekerja di perkebunan karet. Pada saat kejadian pasien berada di tempat
kerja dengan teman kerjanya. Pasien merasa sakit kepala dan lemah pada anggota
gerak kirinya, kemudian pasien duduk istirahat beberapa menit hingga hilang
kesadaran sehingga dibawa ke rumah sakit DKT. Tiga hari kemudian pasien
dirujuk ke RSUD Raden Mattaher dan dirawat di bangsal karena tidak ada
perbaikan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran sopor dengan GCS 8. Tanda-
tanda vital nadi 120 kali/ menit, tekanan darah 190/120 mmHg, pernafasan 20
kali/ menit, dan suhu tubuh 37,2 0C. Ditemukan tanda-tanda lateralisasi dengan
ditandai oleh adanya kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah sebelah
kanan. Reflek fisiologis, tonus otot anggota gerak sebelah kanan meningkat.
Ditemukan juga reflek patologis babinsky pada kaki sebelah kanan.
Dari pemeriksaan penunjang darah laboratorium didapatkan leukositosis
ringan (12,6 x109/L). Dari CT-scan didapatkan intracerebral hemmorhage yang
luas pada lobus temporalis dan kapsula interna sinistra.

2.5 Diagnosis
Diagnosis Klinis: Hemiparese dekstra tipe spastik + Hipertensi
Diagnosis Topis: Lobus temporalis dan kapsula interna sinistra
Diagnosis Etiologi: Intracerebral hemorrhage

2.6 Rencana Awal


Dx: O: Kesadaran : Sopor, GCS: 8 E:2 M:5 V: 1
Tekanan darah : 190/120 mmHg
Nadi : 120 x/menit
Suhu : 37,2oC
Respirasi : 20 x/menit
14

Tx: O2 sungkup 8 liter/ menit


IVFD NaCL 20 gtt/ menit
Ranitidine 50 mg 2x1 amp
Citicoline 250 mg 2x1
Asam tranexamat 500 mg 3x1
Ceftriaxon 2 gr 1x1 vial
Amlodipine 10 mg 1x1
Manitol 3x 125 cc

Mx: Pantau Tanda Vital

Ex: Beri penjelasan kepada keluarga dan pasien mengenai keadaan pasien dan
penatalaksanaannya.

Prognosis:
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
15

Follow Up

Tanggal S O A P
- Gelisah KU: sakit berat O2
Selasa, 10/1/17

Hemiparese Dextra ec Intraserebral Hemmorhage


motorik Kesadaran: Sopor Sungkup 8 L/m
- Muntah TD: 190/110 mmHg Terapi
(-) RR: 20 x/i diteruskan
- Kejang T: 37,2 0C Diet cair
(-) HR: 120 x/i 6x/250 cc
Kepala: CA-/-, SI-/- Monitoring Kateter
THT: otore -/-, rinore -/-, lidah Urin dan TTV per
kotor (-) jam
Leher: KGB membesar -/- Edukasi
Thorax: simetris, retraksi (-) Menjelaskan pada
Pulmo: ves+/+, rh-/-, wh-/- keluarga keadaan
Cor: s1s2 reg, m(-), g(-) dan penatalaksanaan
Abdomen: supel, BU (+) terhadap pasien
normal
Ekstremitas: perfusi baik
Neurologi: RC+/+, pupil
isokor, E2M5V1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Menurut definisi WHO di tahun 1970, stroke adalah suatu manifestasi
klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal atau global, yang berkembang
dengan cepat dan berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskular.
Stroke juga didefinisikan sebagai gangguan vaskular fokal non-traumatik
dalam bentuk infark serebral, pendarahan intraserebral, dan/ atau pendarahan
subarachnoid di sistem saraf pusat yang biasanya berakibat pada kerusakan
permanen sehingga menimbukan gejala yang persisten. (4)
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila pembuluh darah
intraserebral mengalami ruptur sehingga terjadi pendarahan ke dalam ruang
subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.

3.2 Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian paling sering nomor dua di dunia. Pada
tahun 2011 stroke menyebabkan 6,2 juta kematian di dunia. Di Amerika serikat
stroke menyebabkan sekitar 200.000 kematian setiap tahunnya dan menjadi
penyebab utama kecacatan. Insidensi dari penyakit serebrovaskular meningkat
dengan bertambahnya usia, dan jumlah penderita stroke diperkirakan meningkat
seiring bertumbuhnya populasi lansia, dengan peningkatan kematian sebanyak
dua kali lipat di Amerika Serikat pada tahun 2030. (2)
Penyakit serebrovaskular dapat mengenai semua umur, tetapi insidensinya
secara keseluruhan mulai meningkat pada usia dekade ke-5. Perdarahan
subaraknoid primer sudah mulai timbul pada usia dekade ke-3 sampai ke-5 dan
setelah usia 60 tahun. Pendarahan intraserebral sering didapati mulai pada usia
dekade ke-5 sampai ke-8. Sedangkan trombosis lebih sering pada usia dekade ke-
6 sampai ke-8. (1)

16
17

Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke pendarahan, ada 47%


wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari
60 tahun). Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki
menunjukkan outcome yang lebih buruk. (5)
Untuk jenis stroke sendiri paling banyak disebabkan oleh karena infark
serebri (85%), diikuti penyebab lainnya, yaitu karena pendarahan intraserebral
(10%) dan pendarahan subaraknoid (5%). Risiko berulangnya stroke adalah 26%
(dalam lima tahun) dan 39% (dalam 10 tahun) dari serangan stroke pertama. (6)
Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke
baik dalam hal kematian, insidensi, maupun kecacatan. Angka kematian
berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur
55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun). (7) Insiden stroke sebesar 51,6/ 100.000
penduduk dengan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun
54,2%, dan usia di atas 65 tahun sebesar 33,5%. (8)

3.3 Etiologi Stroke Hemmorhagic


Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lainnya yang menjadi
faktor risiko seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam
darah, diabetes mellitus, atau penyakit vaskuler perifer. Perdarahan pada stroke
dapat terjadi akibat ruptur arteriola, kapiler, atau vena.
Penyebab stroke pendarahan tersering adalah hipertensi (72%-81%),
kemudian disusul diskrasia darah (20%), hamartoma (10%), dan neoplasma
(10%). Penelitian lain mendapatkan penyebab stroke pendarahan tersering adalah
hipertensi (24,9%-68,5%), disusul aeurisma (6,2-37,7%), AVM (3-10%), tumor
otak terutama yang tumbuh cepat baik primer atau metastasis (1,5%-11%),
diskrasia darah (1,2%-13%). (9)
Bagaimana mekanisme hipertensi dapat menyebabkan perdarahan masih
merupakan topik pembicaraan. Dengan bertambahnya usia, adanya hipertensi dan
aterosklerosis membuat pembuluh darah akan menjadi berkelok-kelok atau spiral.
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang
memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur
18

intima dan menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan


mikrohematoma dan edema. Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan
aneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang
pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard. (9)
Diabetes dan hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko yang bermakna
bagi stroke oklusif (iskemik) namun tidak meningkatkan risiko pendarahan
intraserebral. (9)

3.4 Faktor Risiko


Yang dimaksud dengan faktor risiko adalah faktor yang dapat
menyebabkan orang lebih rentan atau mudah mengalami stroke (baik iskemik
maupun hemoragik). Yang paling lazim ditemukan adalah hipertensi. Selain itu
adalah aterosklerosis, hiperlipidemia, merokok, obesitas yang masih mempunyai
hubungan erat dengan hipertensi. (1)
Faktor risiko lainnya seperti diabetes mellitus, usia tua, penyakit jantung,
penyakit pembuluh darah tepi seperti arteritis, hematokrit yang tinggi, obat yang
menimbulkan adiksi (heroin, kokain, amfetamin), obat-obatan kontrasepsi
terutama pada wanita perokok dan atau dengan hipertensi, obat hormonal lainnya,
anemia berat, polisitemia, dan kelainan penyakit darah lainnya seperti
koagulopati, hiperurisemia, dan lain sebagainya. (1)
Serangan iskemik sepintas (TIA), yang berlangsung kurang dari 24 jam,
dianggap sebagai faktor risiko karena kurang lebih 10% penderita TIA ternyata
menderita stroke di kemudian hari. Beberapa penyakit infeksi (lues, rematik,
herpes zoster, dll), trauma, dan kehamilan juga merupakan faktor risiko stroke. (1)

3.5 Patogenesis
Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah
infark otak. Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya
atas perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Pada perdarahan
intraserebral, pembuluh darah yang pecah terdapat di dalam otak atau pada massa
otak, sedangkan pada perdarahan subarakhnoid, disekitar sirkulus arteriosus
Willisi. (10)
19

Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi


kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain
atau amfetamin dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sementara tapi
sangat tinggi dan juga pendarahan. Pada beberapa orang tua, sebuah protein
abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut
angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun,
perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dianggap sebagai stroke. Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika
terjadi secara spontan yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan
eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh.
Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma
mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian yang menonjol di daerah yang
lemah dari dinding arteri itu. Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri.
Aneurisma dapat muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang
kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan
dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma
kongenital.
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari
pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam
atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran,
tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali bekuan
darah pada katup jantung yang terinfeksi menjadi emboli di arteri yang memasok
otak, yang kemudian menyebabkan peradangan arteri sehingga membuat arteri
melemah dan pecah.

3.6 Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah
tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan
gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini
20

adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga
menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya. (10)
Defisiensi energi menyebabkan kegagalan pompa Na+/K+-ATPase,
sehingga terjadi penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan
konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi
menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel.
Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian
sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+. (10)
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian
sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik
(penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah
yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. (10)
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya
adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,
gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect. (10)
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika
korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik
kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan
apatis karena kerusakan dari sistem limbik. (10)
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan
terjadi kehilangan memori. (10)
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis),
21

dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri
komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik. (10)
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri
basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan
medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan: (10)
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan
traktus spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).

3.7 Manifestasi Klinis


Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan
perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke
iskemik, hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau
koma lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik.
Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus
dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel. (5)
22

Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang
terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri
dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan
preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika
belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri,
kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang
visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian
dan kekurangan perhatian pada sisi kiri. (5)
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat
kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau
batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan
muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari
semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau
nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan
kontralateral tubuh. (5)
A. Pendarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari
jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama
aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada.
Gejala disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk
sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya
sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang
mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau
hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,
muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam
beberapa detik untuk menit. (5)
B. Pendarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala
kecuali menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya
23

sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit kepala) menghasilkan tanda-tanda


peringatan, seperti berikut: (5)
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
disebut sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya
aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke
dokter dengan segera. (5)
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah
dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan
kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena
meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam
koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan
mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi
tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. (5)
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher
kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang.
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang
mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: (5)
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa
menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama.
Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius
lainnya, seperti: (5)
Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid
dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan
24

serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah


terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak
dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian,
jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati,
seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu
sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan
koordinasi terganggu.
Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam
seminggu.

3.8 Penegakan Diagnosis


Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga
mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan
terapi. Pertama-tama, dokter akan menanyakan riwayat medis pasien jika terdapat
tanda-tanda bahaya sebelumnya dan melakukan pemeriksaan fisik. Jika seseorang
telah diperiksa seorang dokter tertentu, akan menjadi ideal jika dokter tersebut
ikut berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan sebelumnya tentang pasien
tersebut dapat meningkatkan ketepatan penilaian.
Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan
pada satu sisi tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak
kemungkinan lain yang mungkin bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi lain
yang dapat serupa stroke meliputi:
Tumor otak
Abses otak
Sakit kepala migrain
Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma
25

Meningitis atau encephalitis


Overdosis karena obat tertentu
Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga
menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.

Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama.
Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan
fisik, perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital pasien, melakukan tes
darah dan melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan
skala stroke. The American Heart Association telah mempublikasikan suatu
pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk membantu penyedia perawatan
menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi agresif mungkin
diperlukan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non
hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan
pemeriksaan penunjang.
A. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan
anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1 Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark (Anamnesis)
26

B. Pemeriksaan Neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 3.2 Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark (Tanda-Tanda)
27

C. Algoritma dan Penilaian Stroke


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain
dengan:
1. Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

Gambar 3.1 Algoritma Stroke Gadjah Mada


28

2. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score


Tabel 3.3 Siriraj Stroke Score (SSS

Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik
D. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan)
Untuk membantu menentukan penyebab seorang terduga stroke, suatu
pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu
CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi
yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda
pula. CT Scan berguna untuk menentukan:
jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
menyingkirkan lesi non vaskuler

MRI scan
Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik
untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail
jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan
untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu
lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika
29

detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut.
Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di
dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu
MRI.

Metode lain dari teknologi MRI


Suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk secara spesifik melihat
pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan pipa atau injeksi), suatu
prosedur yang disebut MRA (Magnetic Resonance Angiogram). Metode MRI lain
disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di beberapa pusat
kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah
aliran darah ke bagian otak yang berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat
mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan
kadang-kadang tidak dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini
bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi pasien stroke.

Computerized tomography dengan angiography


Menggunakan zat warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan,
gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan informasi tentang aneurisma
atau arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya
dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography
menggeser angiogram konvensional.

Conventional angiogram
Angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang digunakan untuk melihat
pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam arteri (biasanya
di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x secara
bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi
pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang
invasif dan digunakan hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram
dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui dengan
30

pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat
kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh
darah dipertimbangkan untuk dilakukan.

Carotid Doppler ultrasound


Adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau penempatan pipa)
yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan penyempitan dan
penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai
darah ke otak).

Tes jantung
Tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada
pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan
gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone
pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk
melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG),
tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama
untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.

Tes darah
Tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan untuk
mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang
mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang
terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu
mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial,
anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu
dipertimbangkan.
31

Tabel 3.4 Perbedaan Jenis Stroke Dengan Menggunakan Alat Bantu.

Tabel 3.5 Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

Tabel 3.6 Karakteristik MRI Pada Stroke Hemoragik Dan Stroke Infark
32

3.9 Pengobatan
Pengobatan terhadap stroke dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (9; 11)
1) Medikamentosa
2) Operasi bedah saraf, bila keadaan memungkinkan.
A. Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa tetap dianjurkan pada pasien stroke, misalnya: (9)
1) Menjamin jalan napas
2) Pemberian oksigen
3) Pemberian cukup cairan, elektrolit dan nutrien
4) Pemberian hemostatika
5) Edema serebral yang terjadi di terapi dengan kortikosteroid,
diuretik/manitol
6) Menjaga alimentasi tetap baik
7) Pemberian stimulasi SSP, dan antikonvulsan bila perlu
8) Pengendalian tekanan intrakranial
9) Pengobatan terhadap faktor risiko (hipertensi, diabetes melitus, dan lain-
lain)
10) Pemeberian antibiotik bila ada infeksi
11) Penanganan segera terhadap komplikasi yang terjadi.

Pada kasus perdarahan intraserbral yang disebabkan oleh hipertensi,


penurunan tekanan arteri yang terlalu cepat harus dihindarkan karena autoregulasi
disekitar daerah yang mengalami perdarahan terganggu sehingga perfusi yang
sangat menurun akan menimbulkan iskemia jaringan, maka penurunan tekanan
darah sampai sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg atau tidak boleh lebih
dari 20% MAP semula dengan antihipertensi parenteral atau peroral bila mungkin.
Adanya edema diterapi dengan penggunaan zat hiperosmotik dan
hiperventilasi selain kortikosteroid. Abnormalitas koagulasi harus dikoreksi,
tergantung dari defisit koagulasinya, diberikan transfusi trombosit, vitamin K dan
FFP. Pada pasien dengan PIS sekunder karena pemakaian streptokinase, urokinase
33

atau tPA dg atau tanpa heparin, diberikan protamin dan asam amino kaproik-
epsilon.
B. Operasi
Pengobatan bedah saraf yang diletakkan secara integrasi dengan terapi
medikamentosa dalam pengelola pasien stroke memerlukan penilaian pasien
setiap saat secara kontinyu, guna mendapatkan hasil terapi yang maksimal.
Pertimbangan-pertimbangan tindakan bedah saraf meliputi usia, letak lesi, tingkat
kesadaran pasien, penampang dan besarnya hematoma, saat yang tepat untuk
tindakan operasi dan pemikiran-pemikiran indikasi kontra tindakan bedah saraf
tersebut. (9) Jenis-jenis operasi pada stroke hemoragik antara lain:
1. Kraniotomi
Mayoritas ahli bedah saraf masih memilih kraniotomi untuk evakuasi
hematoma. Secara umum, ahli bedah lebih memilih melakukan operasi jika
perdarahan intraserebral terletak pada hemisfer nondominan, keadaan pasien
memburuk, dan jika bekuan terletak pada lobus dan superfisial karena lebih
mudah dan kompresi yang lebih besar mungkin dilakukan dengan resiko yang
lebih kecil. Beberapa ahli bedah memilih kraniotomi luas untuk mempermudah
dekompresi eksternal jika terdapat udem serebri yang luas.
2. Endoskopi
Melalui penelitian Ayer dan kawan-kawan dikatakan bahwa evakuasi
hematoma melalui bantuan endoskopi memberikan hasil lebih baik. pada
laporan observasi lainnya penggunaan endoskopi dengan tuntunan stereotaktik
dan ultrasonografi memberikan hasil memuaskan dengan evakuasi hematoma
lebih sedikit (volume < 30 ml) namun teknik ini belum banyak diaplikasikan
dan validitasnya belum dibuktikan.
3. Aspirasi dengan bantuan USG
Hondo dan Lenan melaporkan keberhasilan penggunaan aspirator USG pada
aspirasi stereotaktik perdarahan intracerebral supratentorium, namun prosedur
ini masih diobservasi.
4. Trombolisis intracavitas
34

Blauw dan kawan-kawan melalui penelitian prospektif kecil meneliti


pasien perdarahan intraserebral supratentorial dengan memasukkan urokinase
pada kavitas serebri (perdarahan intraserebri) dan setelah menunggu periode
waktu tertentu kemudian melakukan aspirasi. Namun penelitian ini dinyatakan
tidak berpengaruh pada angka mortalitas, walaupun pada beberapa pasien
menunjukkan keberhasilan. Pasien perdarahan intraserebral dengan ruptur menuju
ke ventrikel drainase ventrikular eksternal mungkin berguna. Namun cara ini
belum melalui penelitian prospektif luas dan patut dicatat bahwa melalui
penelitian observasi menunjukkan prognosis buruk.
Perdarahan intraserebral dan subarakhnoid biasanya dikaitkan dengan
adanya malformasi arterivenous (AVM). Jika lesi dapat terlihat maka evakuasi
perdarahan harus dilakukan sehingga perdarahan tidak terkontrol dari AVM dapat
diatasi. Apabila perdarahan intraserebral di terapi secara konservatif biasanya ahli
bedah saraf memilih menunggu 6-8 minggu dahulu karena operasi dapat
mencetuskan AVM yang terletak pada dinding perdarahan intraserebral. Pilihan
penanganan operatif pada AVM antara lain: pengangkatan endovaskular, eksisi,
stereotaxic radiosurgery, dan kombinasi diantaranya:
1. Eksisi langsung AVM semakin berkembang dengan adanya mikroskop
operasi sehingga menurunkan resiko kecacatan dan kematian. Komplikasi
mayor eksisi langsung seperti kehilangan jaringan otak normal beserta
fungsi neurologisnya yang dikenal dengan breakthrough phenomenon.
2. Pengangkatan endovaskular menggunakan teknik embolisasi dapat
dilakukan sebelum ataupun saat berlangsungnya operasi. Penanganan ini
berguna untuk lesi yang tidak dapat terjangkau melalui operasi ataupun
tambahan pengangkatan pada operasi. Komplikasi yang dapat berkembang
yaitu perdarahan,iskemik, dan angionekrosis karena toksisitas materi
emboli.
3. Radioterapi, teknik ini menggunakan energi tinggi x-ray, gamma, dan
proton menginduksi deposisi kolagen subendotelial dan substansi hialin
yang menyempitkan lumen pembuluh darah kecil dan mengerutkan AVM
dalam beberapa bulan setelah terapi. komplikasi cara ini berupa
35

radionekrosis jaringan otak normal, perdarahan, hidrosefalus, kejang post


terapi, kehilangan regulasi temperatur, defisit fungsi kongnitif.

3.10 Prognosis
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat
buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi. (5)
Diperkirakan pada perdarahan intraserebral mortalitasnya 26-50%,
meningkat terutama pada perdarahan thalamus dan serebral yang diameternya
>3cm, dan pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Pada pasien dengan
penurunan kesadaran maka mortalitasnya 63%. Pada beberapa literatur
menyebutkan, pada pasien dengan ukuran perdarahan kurang dari 1 lobus maka
disebut perdarahan kecil, dan perdarahan besar bila ukurannya lebih dari 1 lobus.
Pada pasien dengan GCS saat masuk >9, perdarahan kecil dan tekanan nadi < 40
mmHg, maka probabilitas hidupnya 98%. Tapi pada pasien dengan GCS saat
masuk 3 atau koma, perdarahan besar dan tekanan nadinya >65 mmHg, maka
probabilitas hidupnya 8%.

3.11 Pencegahan
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup
dan mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat
maupun kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa
pencegahan yang dapat dilakukan adalah: (11)
o Mengatur pola makan yang sehat
o Melakukan olah raga yang teratur
o Menghentikan rokok
36

o Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat


o Memelihara berat badan yang layak
o Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
o Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
o Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
o Pemakaian antiplatelet

Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah


pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor
risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA,
dislipidemia, dan sebagainya. (11)
BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang pasien Tn. N usia 48 tahun datang dengan keluhan adanya


penurunan kesadaran sejak 4 hari SMRS disertai keluhan sakit kepala dan
kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan yang terjadi secara tiba-tiba.
Menurut penjelasan anak pasien. keluhan pasien dirasakan pada saat bekerja di
perkebunan karet. Pada saat kejadian pasien berada di tempat kerja dengan teman
kerjanya. Pasien merasa sakit kepala dan lemah pada anggota gerak kirinya,
kemudian pasien duduk istirahat beberapa menit hingga hilang kesadaran
sehingga dibawa ke rumah sakit DKT. Tiga hari kemudian pasien dirujuk ke
RSUD Raden Mattaher dan dirawat di bangsal karena tidak ada perbaikan. Pasien
ada riwayat hipertensi (tidak rutin kontrol), DMT2 (tidak rutin kontrol), riwayat
TIA pada tahun 2015.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran sopor dengan GCS 8. Tanda-
tanda vital nadi 120 kali/ menit, tekanan darah 190/120 mmHg, pernafasan 20
kali/ menit, dan suhu tubuh 37,2 0C. Ditemukan tanda-tanda lateralisasi dengan
ditandai oleh adanya kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah sebelah
kanan. Reflek fisiologis, tonus otot anggota gerak sebelah kanan meningkat.
Ditemukan juga reflek patologis babinsky pada kaki sebelah kanan. Dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut maka dibuat diagnosis klinis
hemiparese dekstra tipe spastik.
Dari pemeriksaan penunjang darah laboratorium didapatkan leukositosis
ringan (12,6 x109/L). Dari CT-scan didapatkan intracerebral hemmorhage pada
lobus temporalis dan kapsula interna sinistra. Maka dari hasil CT-Scan tersebut
dijadikan dasar diagnosis topik. Sesuai dengan teori, pemeriksaan Ct-Scan
berguna untuk menentukan jenis patologi, lokasi lesi, ukuran lesi dan
menyingkirkan lesi non vaskuler serta menentukan jenis terapi. Pemeriksaan
penunjang lain yang dapat dilakukan untuk mencari factor risiko adalah:

37
38

- Pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui apakah hematokrit meningkat dan


fibrinogen tinggi.
- Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui adakah DM,
hiperkolesterolemia dan berguna juga untuk penatalaksanaannya.
- EKG untuk mengetahui kelainan jantung berupa LVH (left ventricel
hypertrofi), atrial fibrilasi.

Pasien didiagnosis etiologik yaitu, stroke hemoragik, karena dari


anamnesis keluhan terjadi secara mendadak, saat sedang beraktivitas, adanya
penurunan kesadaran, nyeri kepala, dan reflek patologi. Hal ini juga sesuai dengan
Algoritma Stroke Gajah Mada, yaitu:

1. Penurunan kesadaran
2. Sakit kepala
3. Refleks patologi
Pada pasien ini : Penurunan kesadaran (+), sakit kepala (+), refleks patologi (+)
Stroke hemoragik.

Pasien juga memenuhi Siriraj Stroke Score yaitu, penurunan kesadaran


(+), nyeri kepala (+), tekanan darah diastolic tinggi (+), DM (+), Angina Pektoris
(-), maka total skornya adalah 16-12= 4, dan termasuk dalam stroke hemoragik.
Kemudian, pasien diterapi dengan pemberian O2 sungkup 8 liter, cairan
rumatan RL 20 tetes permenit, amlodipine 10 mg 1x1 sebagai antihipertensi,
injeksi Asam Traneksamat 3x500 mg untuk mengatasi perdarahan, injeksi
Citicoline 2x500 mg sebagai neuroprrotektor dan injeksi Ranitidin 2x 50 mg (iv)
untuk mencegah terjadinya stress ulcer. Manitol 3x 100 cc diberikan untuk
mengontrol edema serebri, karena edema serebri terjadi pada 15 persen pasien
dengan stroke dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke.
Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan
intrakranial dengan cepat. Penatalaksanaan stroke hemoragik yang pertama adalah
tetap menjaga jalan nafas dan oksigenasi, kemudian pada kasus perdarahan
intraserbral yang disebabkan oleh hipertensi, perlu dilakukan penurunan tekanan
39

darah sampai sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg atau tidak boleh lebih
dari 20% MAP semula dengan antihipertensi parenteral atau peroral bila mungkin.
Adanya penurunan perfusi pada otak, penurunan kesadaran serta kejang
dapat menimbulkan kerusakan diotak maka perlu diberikan neuroprotektor.
Citicoline adalah bentuk eksogen dari citydine-5-dihoshokoline yang digunakan
pada biosintesis membran, membatasi kematian/ disfungsi neuron setelah lesi SSP
dan mencoba untuk mempertahankan interaksi seluler di dalam otak sehingga
fungsi neuronal tidak terganggu dan meminiimalkan lesi dengan menstabilkan
membran dan mengurangi pembentukan radikal bebas. Sedangkan asam
traneksamat diberikan untuk mengatasi perdarahan yang terjadi. Asam
traneksamat adalah obat hemostatik yang menghambat aktivator plasminogen dan
menghambat plasmin, maka dapat mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis
yang berlebihan.
Pasien ini memiliki prognosis quo ad vitam dubia ad malam, qou ad
functionam dubia ad malam dan quo ad sanationam dubia ad malam. Hal ini
sesuai dengan teori dimana pada pasien dengan GCS saat masuk 3 atau koma,
perdarahan luas dan tekanan nadinya >65 mmHg, maka probabilitas hidupnya 8%.
BAB V
KESIMPULAN

Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat
gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila
lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke
dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan
perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke
iskemik, hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau
koma lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik.
Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus
dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, dkk. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak (GDPO). [penyunt.] Harsono. Kapita selekta neurologi.
Edisi ke-2. Yogyakarta : UGM Press, 2009.
2. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, et al. Harrison's principles of internal
medicine. 19th Ed. New York : McGraw-Hill, 2015. ISBN 978-0-07-180216-1.
3. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta : Dian Rakyat, 2006.
4. RTF, Cheung. A sytematic approach to the definition of stroke. . : Austin J
Cerebrovasc Dis & Stroke, 2014;1(5): 1024.
5. Nasissi dan Denisse. Hemorrhagic stroke emedicine. Medscape. [Online] 2010.
[Dikutip: 3 Februari 2017.] http://emedicine.medscape.com/article/793821-
overview.
6. Intercollegiate Stroke Working Party. National clinical guideline for stroke.
4th edition. London : Royal College of Physicians, 2012.
7. Riskesdes. Proporsi penyebab kematian pada kelompok umur 55-64 tahun
menurut tipe daerah. Jakarta : Depkes RI, 2008.
8. Miscbah, J dan Ali, W. Stroke in Indonesia: a fisrt large prospective hospital
based study of acute stroke in 28 hospitals in Indonesia. 2000 8(3):245-9. s.l. :
Journal of Clinical Neuroscience, 2000;8(3): 245-9.
9. Hadinoto S, Setiawan, Soetedjo. Stroke: pengelolaan mutakhir. Semarang :
Universitas Diponegoro, 1992.
10. Misbach, Jusuf. Stroke: aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
11. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guideline stroke edisi revisi tahun 2011. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia, 2011.

41

Anda mungkin juga menyukai