PENDAHULUAN
Stroke telah dikenal sejak dulu kala, bahkan sebelum jaman Hippocrates.
Istilah kuno, apopleksia serebri sama maknanya dengan cerebro-vaskular
accidents/ attack (CVA) dan stroke. Soranus dari Ephesus (98-138) di Eropa telah
mengamati berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya stroke. (1)
Stroke diartikan sebagai suatu defisit neurologis mendadak yang
disebabkan oleh gangguan vaskular fokal. (2) Adapun penyakit atau kelainan dan
penyakit pembuluh darah otak yang mendasari terjadinya stroke, misalnya
arteriosklerosis otak, aneurisma, angioma pembuluh darah otak dan sebagainya,
disebut sebagai cerebro-vaskular disease (CVD). (1) Lesi vaskular di susunan saraf
bisa berarti lesi di otak dan batang otak di satu pihak dan lesi di medula spinalis di
lain pihak. (3)
Penyakit yang timbul akibat lesi vaskular di susunan saraf merupakan
penyebab kematian nomor tiga dalam urutan daftar penyebab kematian di
Amerika Serikat. Sebagai masalah kesehatan masyarakat, penyakit itu merupakan
juga penyebab utama cacat menahun. (3) Setiap tahunnya, 200 dari tiap 100.000
orang di Eropa menderita stroke, dan menyebabkan kematian 275.000-300.000
(1)
orang Amerika. Di pusat-pusat pelayanan neurologi di Indonesia jumlah
penderita gangguan peredaran darah otak (GDPO) selalu menempati urutan
pertama dari seluruh penderita rawat inap. (1)
Manifestasi klinis dari stroke sangat bervariasi karena anatomi yang
komplek dari otak dan vaskularisasinya. Pendarahan intrakranial disebabkan oleh
pendarahan langsung disekitar otak, yang menghasilkan manifestasi neurologis
oleh karena efek massa pada struktur saraf, efek toksik darah itu sendiri, atau
karena meningkatnya tekanan intrakranial. (2) Sampai saat ini stroke merupakan
salah satu penyakit saraf yang paling banyak menarik perhatian. (1)
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2
3
Jantung : - Inspeksi
Ictus cordis tidak terlihat, thrill (-).
- Palpasi
Ictus cordis teraba di ICS V sebelah medial LMCS, tidak
kuat angkat.
- Perkusi
Batas kanan bawah: ICS IV LS Dekstra
Batas atas: ICS II LS Sinistra
Batas pinggang jantung: ICS III LPS Sinistra
Batas kiri bawah: ICS V LMC Sinistra.
- Auskultasi
S1S2 reg, gallop (-), mur-mur (-).
Paru : - Inspeksi
Pergerakan simetris, retraksi (-), jenis pernafasan abdomino-
thorakal.
- Palpasi
Pergerakan simetris, taktil fremitus simetris, krepitasi (-).
- Perkusi
Sonor di kedua lapang paru..
- Auskultasi
Vesikular, rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Perut : - Inspeksi
Datar, bekas operasi (+).
- Auskultasi
Bising usus (+) normal.
- Palpasi
Soepel, hepar, lien, dan ginjal tidak membesar, massa (-).
- Perkusi
Timpani di seluruh lapang perut, asites (-).
6
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata ke Dalam batas normal Dalam batas normal
bawah-luar
Sikap bulbus Dalam batas normal Dalam batas normal
Diplopia Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N V (Trigeminus)
Membuka mulut Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Mengunyah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Menggigit Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Reflek kornea Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Sensibilitas muka Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
(lateral)
Diplopia Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Kesan Simetris Kesan Simetris
Menutup mata Kesan Simetris Kesan Simetris
Memperlihatkan gigi Kesan Simetris Kesan Simetris
Bersiul Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Detik arloji Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Rinne test Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Weber test Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Swabach test Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Nistagmus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Refleks muntah (+) (+)
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Tidak dapat dinilai
Menelan Tidak dapat dinilai
Refleks muntah (+)
Nadi Dalam batas normal
N XI (Assesorius)
Memalingkan kepala Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Mengangkat bahu Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N XII (Hipoglosus)
Pergerakan lidah Tidak dapat dinilai
Tremor lidah (-)
Artikulasi Tidak dapat dinilai
8
Atrofi (-)
Fasikulasi (-)
Sensibilitas
Raba Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Nyeri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Thermi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Reflek
Reflek kulit perut atas (-) (-)
Reflek kulit perut tengah (+) (+)
Reflek kulit perut bawah (+) (+)
Reflek kremaster (+) (+)
Sensibilitas
Raba Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Nyeri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Thermi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Refleks
Biseps + +
Triseps + +
Radius + +
Ulna + +
Hoffman-Tromner - -
Sensibilitas
Raba Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Nyeri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Thermi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Refleks
Patella + +
Achilles + +
Babinsky - +
Oppenheim - -
Chaddock - -
Schaefer - -
10
Rosolimo - -
Mendel-Bechtrew - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -
Test Laseque - -
Test Kernig - -
Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)
Alat Vegetatif
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan
Ereksi : tidak dilakukan
Test Tambahan
Test Nafziger : Tidak dapat dinilai
Test Valsava : Tidak dapat dinilai
11
2. Kimia darah
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI NORMAL
GDS 184 mg/dl <200
12
3. Radiologi
2.4 Ringkasan
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak beberapa jam
sebelum masuk Rumah Sakit DKT. Penurunan kesadaran didahului oleh sakit
kepala dan kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah sebelah kanan yang
terjadi secara tiba-tiba. Menurut penjelasan anak pasien, keluhan pasien dirasakan
pada saat bekerja di perkebunan karet. Pada saat kejadian pasien berada di tempat
kerja dengan teman kerjanya. Pasien merasa sakit kepala dan lemah pada anggota
gerak kirinya, kemudian pasien duduk istirahat beberapa menit hingga hilang
kesadaran sehingga dibawa ke rumah sakit DKT. Tiga hari kemudian pasien
dirujuk ke RSUD Raden Mattaher dan dirawat di bangsal karena tidak ada
perbaikan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran sopor dengan GCS 8. Tanda-
tanda vital nadi 120 kali/ menit, tekanan darah 190/120 mmHg, pernafasan 20
kali/ menit, dan suhu tubuh 37,2 0C. Ditemukan tanda-tanda lateralisasi dengan
ditandai oleh adanya kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah sebelah
kanan. Reflek fisiologis, tonus otot anggota gerak sebelah kanan meningkat.
Ditemukan juga reflek patologis babinsky pada kaki sebelah kanan.
Dari pemeriksaan penunjang darah laboratorium didapatkan leukositosis
ringan (12,6 x109/L). Dari CT-scan didapatkan intracerebral hemmorhage yang
luas pada lobus temporalis dan kapsula interna sinistra.
2.5 Diagnosis
Diagnosis Klinis: Hemiparese dekstra tipe spastik + Hipertensi
Diagnosis Topis: Lobus temporalis dan kapsula interna sinistra
Diagnosis Etiologi: Intracerebral hemorrhage
Ex: Beri penjelasan kepada keluarga dan pasien mengenai keadaan pasien dan
penatalaksanaannya.
Prognosis:
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
15
Follow Up
Tanggal S O A P
- Gelisah KU: sakit berat O2
Selasa, 10/1/17
3.1 Definisi
Menurut definisi WHO di tahun 1970, stroke adalah suatu manifestasi
klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal atau global, yang berkembang
dengan cepat dan berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskular.
Stroke juga didefinisikan sebagai gangguan vaskular fokal non-traumatik
dalam bentuk infark serebral, pendarahan intraserebral, dan/ atau pendarahan
subarachnoid di sistem saraf pusat yang biasanya berakibat pada kerusakan
permanen sehingga menimbukan gejala yang persisten. (4)
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila pembuluh darah
intraserebral mengalami ruptur sehingga terjadi pendarahan ke dalam ruang
subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
3.2 Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian paling sering nomor dua di dunia. Pada
tahun 2011 stroke menyebabkan 6,2 juta kematian di dunia. Di Amerika serikat
stroke menyebabkan sekitar 200.000 kematian setiap tahunnya dan menjadi
penyebab utama kecacatan. Insidensi dari penyakit serebrovaskular meningkat
dengan bertambahnya usia, dan jumlah penderita stroke diperkirakan meningkat
seiring bertumbuhnya populasi lansia, dengan peningkatan kematian sebanyak
dua kali lipat di Amerika Serikat pada tahun 2030. (2)
Penyakit serebrovaskular dapat mengenai semua umur, tetapi insidensinya
secara keseluruhan mulai meningkat pada usia dekade ke-5. Perdarahan
subaraknoid primer sudah mulai timbul pada usia dekade ke-3 sampai ke-5 dan
setelah usia 60 tahun. Pendarahan intraserebral sering didapati mulai pada usia
dekade ke-5 sampai ke-8. Sedangkan trombosis lebih sering pada usia dekade ke-
6 sampai ke-8. (1)
16
17
3.5 Patogenesis
Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah
infark otak. Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya
atas perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Pada perdarahan
intraserebral, pembuluh darah yang pecah terdapat di dalam otak atau pada massa
otak, sedangkan pada perdarahan subarakhnoid, disekitar sirkulus arteriosus
Willisi. (10)
19
3.6 Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah
tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan
gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini
20
adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga
menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya. (10)
Defisiensi energi menyebabkan kegagalan pompa Na+/K+-ATPase,
sehingga terjadi penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan
konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi
menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel.
Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian
sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+. (10)
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian
sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik
(penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah
yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. (10)
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya
adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,
gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect. (10)
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika
korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik
kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan
apatis karena kerusakan dari sistem limbik. (10)
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan
terjadi kehilangan memori. (10)
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis),
21
dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri
komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik. (10)
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri
basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan
medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan: (10)
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan
traktus spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang
terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri
dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan
preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika
belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri,
kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang
visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian
dan kekurangan perhatian pada sisi kiri. (5)
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat
kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau
batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan
muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari
semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau
nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan
kontralateral tubuh. (5)
A. Pendarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari
jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama
aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada.
Gejala disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk
sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya
sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang
mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau
hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,
muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam
beberapa detik untuk menit. (5)
B. Pendarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala
kecuali menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya
23
Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama.
Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan
fisik, perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital pasien, melakukan tes
darah dan melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan
skala stroke. The American Heart Association telah mempublikasikan suatu
pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk membantu penyedia perawatan
menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi agresif mungkin
diperlukan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non
hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan
pemeriksaan penunjang.
A. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan
anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1 Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark (Anamnesis)
26
B. Pemeriksaan Neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 3.2 Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark (Tanda-Tanda)
27
MRI scan
Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik
untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail
jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan
untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu
lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika
29
detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut.
Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di
dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu
MRI.
Conventional angiogram
Angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang digunakan untuk melihat
pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam arteri (biasanya
di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x secara
bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi
pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang
invasif dan digunakan hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram
dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui dengan
30
pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat
kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh
darah dipertimbangkan untuk dilakukan.
Tes jantung
Tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada
pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan
gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone
pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk
melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG),
tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama
untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah
Tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan untuk
mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang
mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang
terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu
mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial,
anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu
dipertimbangkan.
31
Tabel 3.6 Karakteristik MRI Pada Stroke Hemoragik Dan Stroke Infark
32
3.9 Pengobatan
Pengobatan terhadap stroke dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (9; 11)
1) Medikamentosa
2) Operasi bedah saraf, bila keadaan memungkinkan.
A. Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa tetap dianjurkan pada pasien stroke, misalnya: (9)
1) Menjamin jalan napas
2) Pemberian oksigen
3) Pemberian cukup cairan, elektrolit dan nutrien
4) Pemberian hemostatika
5) Edema serebral yang terjadi di terapi dengan kortikosteroid,
diuretik/manitol
6) Menjaga alimentasi tetap baik
7) Pemberian stimulasi SSP, dan antikonvulsan bila perlu
8) Pengendalian tekanan intrakranial
9) Pengobatan terhadap faktor risiko (hipertensi, diabetes melitus, dan lain-
lain)
10) Pemeberian antibiotik bila ada infeksi
11) Penanganan segera terhadap komplikasi yang terjadi.
atau tPA dg atau tanpa heparin, diberikan protamin dan asam amino kaproik-
epsilon.
B. Operasi
Pengobatan bedah saraf yang diletakkan secara integrasi dengan terapi
medikamentosa dalam pengelola pasien stroke memerlukan penilaian pasien
setiap saat secara kontinyu, guna mendapatkan hasil terapi yang maksimal.
Pertimbangan-pertimbangan tindakan bedah saraf meliputi usia, letak lesi, tingkat
kesadaran pasien, penampang dan besarnya hematoma, saat yang tepat untuk
tindakan operasi dan pemikiran-pemikiran indikasi kontra tindakan bedah saraf
tersebut. (9) Jenis-jenis operasi pada stroke hemoragik antara lain:
1. Kraniotomi
Mayoritas ahli bedah saraf masih memilih kraniotomi untuk evakuasi
hematoma. Secara umum, ahli bedah lebih memilih melakukan operasi jika
perdarahan intraserebral terletak pada hemisfer nondominan, keadaan pasien
memburuk, dan jika bekuan terletak pada lobus dan superfisial karena lebih
mudah dan kompresi yang lebih besar mungkin dilakukan dengan resiko yang
lebih kecil. Beberapa ahli bedah memilih kraniotomi luas untuk mempermudah
dekompresi eksternal jika terdapat udem serebri yang luas.
2. Endoskopi
Melalui penelitian Ayer dan kawan-kawan dikatakan bahwa evakuasi
hematoma melalui bantuan endoskopi memberikan hasil lebih baik. pada
laporan observasi lainnya penggunaan endoskopi dengan tuntunan stereotaktik
dan ultrasonografi memberikan hasil memuaskan dengan evakuasi hematoma
lebih sedikit (volume < 30 ml) namun teknik ini belum banyak diaplikasikan
dan validitasnya belum dibuktikan.
3. Aspirasi dengan bantuan USG
Hondo dan Lenan melaporkan keberhasilan penggunaan aspirator USG pada
aspirasi stereotaktik perdarahan intracerebral supratentorium, namun prosedur
ini masih diobservasi.
4. Trombolisis intracavitas
34
3.10 Prognosis
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat
buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi. (5)
Diperkirakan pada perdarahan intraserebral mortalitasnya 26-50%,
meningkat terutama pada perdarahan thalamus dan serebral yang diameternya
>3cm, dan pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Pada pasien dengan
penurunan kesadaran maka mortalitasnya 63%. Pada beberapa literatur
menyebutkan, pada pasien dengan ukuran perdarahan kurang dari 1 lobus maka
disebut perdarahan kecil, dan perdarahan besar bila ukurannya lebih dari 1 lobus.
Pada pasien dengan GCS saat masuk >9, perdarahan kecil dan tekanan nadi < 40
mmHg, maka probabilitas hidupnya 98%. Tapi pada pasien dengan GCS saat
masuk 3 atau koma, perdarahan besar dan tekanan nadinya >65 mmHg, maka
probabilitas hidupnya 8%.
3.11 Pencegahan
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup
dan mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat
maupun kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa
pencegahan yang dapat dilakukan adalah: (11)
o Mengatur pola makan yang sehat
o Melakukan olah raga yang teratur
o Menghentikan rokok
36
37
38
1. Penurunan kesadaran
2. Sakit kepala
3. Refleks patologi
Pada pasien ini : Penurunan kesadaran (+), sakit kepala (+), refleks patologi (+)
Stroke hemoragik.
darah sampai sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg atau tidak boleh lebih
dari 20% MAP semula dengan antihipertensi parenteral atau peroral bila mungkin.
Adanya penurunan perfusi pada otak, penurunan kesadaran serta kejang
dapat menimbulkan kerusakan diotak maka perlu diberikan neuroprotektor.
Citicoline adalah bentuk eksogen dari citydine-5-dihoshokoline yang digunakan
pada biosintesis membran, membatasi kematian/ disfungsi neuron setelah lesi SSP
dan mencoba untuk mempertahankan interaksi seluler di dalam otak sehingga
fungsi neuronal tidak terganggu dan meminiimalkan lesi dengan menstabilkan
membran dan mengurangi pembentukan radikal bebas. Sedangkan asam
traneksamat diberikan untuk mengatasi perdarahan yang terjadi. Asam
traneksamat adalah obat hemostatik yang menghambat aktivator plasminogen dan
menghambat plasmin, maka dapat mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis
yang berlebihan.
Pasien ini memiliki prognosis quo ad vitam dubia ad malam, qou ad
functionam dubia ad malam dan quo ad sanationam dubia ad malam. Hal ini
sesuai dengan teori dimana pada pasien dengan GCS saat masuk 3 atau koma,
perdarahan luas dan tekanan nadinya >65 mmHg, maka probabilitas hidupnya 8%.
BAB V
KESIMPULAN
Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat
gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila
lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke
dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan
perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke
iskemik, hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau
koma lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik.
Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus
dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, dkk. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak (GDPO). [penyunt.] Harsono. Kapita selekta neurologi.
Edisi ke-2. Yogyakarta : UGM Press, 2009.
2. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, et al. Harrison's principles of internal
medicine. 19th Ed. New York : McGraw-Hill, 2015. ISBN 978-0-07-180216-1.
3. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta : Dian Rakyat, 2006.
4. RTF, Cheung. A sytematic approach to the definition of stroke. . : Austin J
Cerebrovasc Dis & Stroke, 2014;1(5): 1024.
5. Nasissi dan Denisse. Hemorrhagic stroke emedicine. Medscape. [Online] 2010.
[Dikutip: 3 Februari 2017.] http://emedicine.medscape.com/article/793821-
overview.
6. Intercollegiate Stroke Working Party. National clinical guideline for stroke.
4th edition. London : Royal College of Physicians, 2012.
7. Riskesdes. Proporsi penyebab kematian pada kelompok umur 55-64 tahun
menurut tipe daerah. Jakarta : Depkes RI, 2008.
8. Miscbah, J dan Ali, W. Stroke in Indonesia: a fisrt large prospective hospital
based study of acute stroke in 28 hospitals in Indonesia. 2000 8(3):245-9. s.l. :
Journal of Clinical Neuroscience, 2000;8(3): 245-9.
9. Hadinoto S, Setiawan, Soetedjo. Stroke: pengelolaan mutakhir. Semarang :
Universitas Diponegoro, 1992.
10. Misbach, Jusuf. Stroke: aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
11. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guideline stroke edisi revisi tahun 2011. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia, 2011.
41