Anda di halaman 1dari 8

33

BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Puri Mojokerto yang

beralamat di Jl.Jayanegara No.2 Kec.Puri Kab Mojokerto. SMA Negeri 1

Puri merupakan unit pelaksana pendidikan Negeri yang berada dibawah

naungan Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto yang merupakan cikal

bakal adanya sekolah umum tingkat atas di Kabupaten dan Kota Madya

Mojokerto yang berdiri tahun 1960 yang dulunya disebut dengan SMA

Negeri Mojokerto.

SMA Negeri 1 Puri Mojokerto memeiliki Visi Beriman,

Bertaqwa, Berprestasi, Berbudaya Santun, Berwawasan Adiwiyata dan

Lingkungan Sehat, serta Berkreasi dengan Semangat Mentari dan

Memiliki Daya Saing Tinggi di Era Globalisasi. SMA Negeri 1 Puri

Mojokerto memiliki tingkatan kelas dari kelas X sampai kelas XII dengan

jumlah siswa keseluruhan 800 siswa-siswi yang terdiri dari 275 siswa dan

525 siswi. Memiliki Fasilitas kelas yaitu:

Kelas X.

1. X MIPA 6 kelas : 135 siswa-siswi.


2. X IPS 4 kelas : 92 siswa-siswi.
3. BHS 1 kelas : 23 siswa-siswi.

Kelas XI

1. XI MIPA 7 kelas : 191 siswa-siswi.


2. IPS 3 kelas : 82 siswa-siswi.
3. BHS 1 kelas. : 27 siswa-siswi.
34

Kelas XII.

1. XII MIPA 6 kelas : 138 siswa-siswi.


2. XII IPS 4 Kelas : 90 siswa-siswi.
3. BHS 1 kelas : 22 siswa-siswi.
4.1.2 Data Umum
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia di


SMA Negeri 1 Puri Mojokerto pada bulan Agustus
2016

No. Usia Frekuensi (f) Prosentase (%)


1 15 Tahun 36 45,0
2 16 Tahun 28 35,0
3 17 Tahun 16 20,0
Jumlah 80 100
Sumber data : data primer bulan Agustus 2016

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa hampir setengah

responden berusia 15 tahun yaitu sebanyak 36 orang (45%).

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis


kelamin di SMA Negeri 1 Puri Mojokerto pada bulan
Agustus 2016

No. Jenis Kelamin Frekuensi (f) Prosentase (%)


1 Laki-laki 30 37,5
2 Perempuan 50 62,5
Jumlah 80 100
Sumber data : data primer bulan Agustus 2016

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 50 orang

(62,5%).

4.1.3 Data Khusus


Data berikut menampilkan hasil penelitian tentang persepsi remaja

tentang perkawinan usia muda SMA Negeri 1 Puri Mojokerto


35

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan persepsi


remaja tentang pernikahan dini di SMA Negeri 1 Puri
Mojokerto pada bulan Agustus 2016

No. Persepsi Frekuensi (f) Prosentase (%)


1 Positif 39 48,8
2 Negatif 41 51,3
Jumlah 80 100
Sumber data : data primer bulan Agustus 2016

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berpersepsi negative atau tidak mendukung pernikahan dini yaitu

sebanyak 41 responden (51,3%).

4.2 Pembahasan

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden

berpersepsi negative tentang pernikahan dini yaitu sebanyak 41 responden

(51,3%).
Responden penelitian berpersepsi negatif terhadap pernikahan dini,

yang dimaksud negatif dalam hal ini adalah mereka bahwa tidak mendukung

pernikahan dini ditinjau dari segi kesehatan berdasarkan penelitian ini.

Banyak factor yang mempengaruhi persepsi remaja, utamanya

pengalaman mereka, remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku,

sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan.

Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan

mempertimbangkan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan

lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan

hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar

para remaja mulai melihat adanya kenyataan lain di luar dari yang selama ini
36

diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam

melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain.(Setiono, 2002)

Tingginya pernikahan dini menggambarkan ketidakberdayaan anak

dalam menentukan jalan hidupnya. Mereka dipaksa oleh orang tua karena

orang tua ingin segera terbebas dari beban ekonomi, khawatir anaknya tidak

dapat jodoh, segera ingin mendapat cucu dan lain sebagainya. Sementara

orang tua cenderung tidak memaksakan hal ini kepada anak laki-lakinya.

Akibat dari pernikahan dini tersebut membawa resiko tinggi bagi perempuan

yang melahirkan seperti resiko kematian ibu dan bayinya. Faktor sosial

budaya yang membedakan nilai anak laki-laki dan perempuan menyebabkan

perempuan hampir tidak mempunyai peluang untuk memperoleh pendidikan

dan peran dalam sektor publik. Hal ini mendorong terjadinya perkawinan usia

muda (Parweningrum, 2007).


Persepsi remaja dapat diidentifikasi berdasarkan kuesioner penelitian.

Menurut indikator pengertian pada kuesioner nomor 15 didapatkan sebagian

besar responden (56 anak 70%) sangat tidak setuju bila remaja yang sudah

mengalami menstruasi sudah siap untuk menikah walaupun masih berumur

14 tahun. Menurut tinjauan psikologi dan kesehatan pernyataan tersebut benar

karena, psikologi anak usia 14 tahun yang cenderung pada masa remaja awal

masih sangat labil dalam berfikir dan bertindak dan akan membahayakan

kelangsungan perkawinan bila perkawinan sudah terjadi. Sedangkan dari segi

kesehatan organ-organ reproduksi sudah matang namun masih belum cukup

matang untuk bereproduksi yang dimungkinkan akan terjadi banyaknya

komplikasi kehamilan bila kehamilan itu terjadi.


37

Berdasarkan indikator penyebab pernikahan dini pada kuesioner

nomor 14 didapatkan sebagian besar responden (46 anak 57,5%) tidak setuju

anak perempuan yang telah putus sekolah sebaiknya segera menikah untuk

mengurangi beban keluarga walaupun masih berusia dibawah 16 tahun.

Pernyataan responden tersebut tepat, jika ditinjau dari segi kesehatan, karena

dari kesehatan jiwa anak tersebut masih labil dan belum siap untuk menjadi

orang tua, sedangkan dari kesehatan organ reproduksinya masih belum

sepenuhnya siap dan masih dimungkinkan bahaya kehamilan di usia muda

seperti syndrom down pada anak. Namun jika ditinjau dari segi ekonomi

orang tua, hal tersebut bisa jadi menguntungkan orang tua wanita, karena

sudah tidak terbebani dengan biaya pengasuhan anak, namun kenyataan tidak

selalu demikian, bahkan yang banyak terjadi adalah kekerasan dalam rumah

tangga karena kurang dewasanya suami istri dalam membina rumah tangga.
Berdasarkan indikator resiko pernikahan dini pada kuesioner nomor

16 didapatkan sebagian besar responden (49 anak 61,3%) sangat setuju usia

pernikahan yang ideal 21-25 tahun untuk perempuan, 25-28 tahun untuk laki-

laki. Pernyataan responden tersebut tepat, karena sesuai pasal 7 Undang-

Undang no 1 tentang perkawinan tahun 1974 menetapkan bahwa perkawinan

diizinkan bila pria berusia 19 tahun dan wanita berusia 16 tahun, tetapi ada

gerakan pendewasaan usia perkawinan (PUP) untuk meningkatkan rata-rata

usia kawin pertama (UKP) wanita secara ideal, perempuan usia 20 tahun dan

laki-laki usia 25 tahun. Jika terjadi penyimpangan terhadap pasal 7 ayat (1)

ini, dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang

ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita (pasal 7 ayat
38

2). Banyaknya angka perawinan usia muda itu sangat berpengaruh pada

kesehatan reproduksi, jumlah kematian ibu melahirkan, tingkat kesejahteraan

ekonomi keluarga.
Berdasarkan indikator pencegahan resiko pernikahan dini pada

kuesioner nomor 9 didapatkan sebagian besar responden (58 anak 72,5%)

sangat setuju adanya pembelajaran tentang pendidikan kesehatan diperlukan

untuk mencegah bahaya dari pernikahan usia dini. Menurut pemahaman

peneliti pendidikan kesehatan tentang reproduksi harus dipadukan dengan

ilmu kesehatan modern dengan ilmu agama islam karena dalam agama islam

telah di sebutkan dengan detail masalah reproduksi bahkan sebelum ilmu

kesehatan modern ada. Perpaduan tersebut dimaksudkan untuk

menyeimbangkan karena ilmu kesehatan modern untuk membentuk kognitif

yang baik dan ilmu dari sumber agama untuk membentuk sikap dan perilaku

yang baik.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi

remaja tentang pernikahan dini di SMA Negeri 1 Puri Mojokerto tahun 2016

sebagian besar adalah positif yaitu sebanyak 41 responden (51,3%).

Responden penelitian menyatakan positif terhadap pernikahan dini, yang

dimaksud negatif dalam hal ini adalah mereka bahwa tidak mendukung

pernikahan dini ditinjau dari segi kesehatan berdasarkan penelitian ini.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Siswa

Diharapkan siswa lebih meningkatkan prestasi dibidang pengetahuan

umum maupun pengetahuan agama serta mempelajari tentang bahaya dari

pernikahan dini dan menghindari perilaku-perilaku yang menjadi

penyabab pernikahan dini seperti seks pranikah.

5.2.2 Bagi Sekolah

Diharapkan meningkatkan fungsi bimbingan dan konseling serta

bekerja sama dengan dinas kesehatan untuk rutin mengadakan pendidikan

kesehatan reproduksi remaja supaya anak dapat lebih bertanggung jawab

dengan organ reproduksinya dan menghindari pernikahan usia dini.

5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya mampu menggali faktor-faktor yang

mempengaruhi pernikahan dini pada remaja khususnya pada usia kurang

39
40

dari 16 tahun seperti faktor rendahnya pengetahuan tentang kesehatan

reproduksi remaja.

Anda mungkin juga menyukai