2. Azas Kelestarian
Pendekatan ini dikembangkan dari aspek fisik/lingkungan dari konsep
pembangunan yang berlanjut. Pemilihan lokasi Pengembangan Sentra
Produksi Tanaman seyogyanya memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya
lahan dan lingkungan dari kawasan pengembangan. Beberapa komoditas
tanaman cocok dikembangkan pada suatu kawasan tanpa memberikan
tekanan yang berarti terhadap lingkungan hidup, tetapi sebaliknya mungkin
tidak sesuai dikembangkan pada kawasan lain. Metode-metode dan proses
analisis yang akan digunakan dalam proses alokasi pemanfaatan lahan untuk
kegiatan pertanian setidaknya memcerminkan kedua azas tersebut diatas.
3.3.2. Kelembagaan
Kelembagaan yang dimaksud disini meliputi baik kelemba gaan formal
yang dibentuk oleh pemerintah maupun kelembagaan non-formal yang
dibentuk dan dikelola oleh masyarakat setempat. Jenis kelembagaan yang
dibutuhkan untuk menunjang program Pengembangan Sentra Produksi antara
lain kelembagaan yang berkaitan dengan proses produksi, pemasaran dan
keuangan.
Lembaga yang berkaitan dengan proses produksi selain berfungsi
untuk membantu masyarakat setempat mengatasi hambatan -hambatan yang
berhubungan dengan kegiatan produksi (mulai dari pemilihan benih sampai
pada kegiatan pasca panen) juga merupakan sarana bagi pemerintah untuk
memasukkan/memperkenalkan ide-ide atau teknologi baru yang berkaitan
dengan usaha-usaha untuk meningkatkan produktifitas pertanian di wilayah
yang ditinjau.
Jenis kelembagaan ini telah dikenal oleh masyarakat Jawa Timur,
misalnya : KUD. Analisis kinerja lembaga jenis ini dilakukan secara deskriptif,
karena belum dikenal adanya metoda analisis kuantitatif yang handal untuk
dipakai mengukur kinerja dimaksud. Lembaga pemasaran diperlukan untuk
mengorganir kegiatan pemasaran hasil-hasil produksi pertanian sehingga
mampu menekan ongkos pemasaran.
Koperasi Unit Desa (KUD) merupakan salah satu contoh lemabaga jenis
ini.Sampai seberapa jauh peranan KUD untuk memasarkan hasil produksi
warganya juga dianalisis secara deskriptif atau dengan menggunakan metoda
pembobotan.
8
3.3.3. Teknologi
Peranan teknologi merupakan salah satu faktor penentu untuk
menaikkan tingkat produktifitas, bahkan daya saaing unbtuk komo-ditas
tanaman Teknologi tepat guna perlu dikaji pada perguruan tinggi dan balai-
balai penelitian pertanian yang ada di daerah Jawa Timur. Untuk
meningkatkan daya guna penelitian pada instansi BAPPEDA Tingkat I bersama-
sama dengan lembaga-lembaga penelitian pada instansi yang
disebutkandiatas perlu menyusun suatu blue print kegiatan penelitian,
meliputi penentuan jenis penelitian apa yang diperlukan, instansi mana yang
melakukan, jumlah dan sumber dana yang diperlukan, dan sebagainya.
Implementasi dari teknologi tepat guna yang berhasil dikem bangkan
dimasyarakatkan melalui sistem kelembagaan yang ada di pedsesaan dan atau
memanfaatkan program-program pengabdian masyarakat yang dilakukan,
jumlah dan Perguruan Tinggi, seperti KKN dan kegiatan pengabdian lainnya.
hanya terdapat di Jawa Timur. Hal ini selain menyulitkan praktikum siswa, juga
menimbulkan hambatan bagi transfer ketrampilan dan pengetahuan siswa ke
masyarakat umum dan juga menghambat umpan balik dari masyarakat yang
diperlukan untuk peningkatan materi pendidikan/pelatihan.
Peningkatan ketrampilan masyaraakat juga dapat dilakukan dengan
memanfaatkan sistem kelambagaan yang sudah ada, dan memanfaatkan
program pengabdian masyarakat yang diselengga rakan secara periodik oleh
Perguruan Tinggi, seperti KKN, dan kegiatan sejenis lainnya.
Faktor ini banyak berkaitan dengan usaha-usaha pengalihan teknologi
yang disebutkan pada butir c diatas kepada masyarakat pedesaan, untuk
meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan mereka.
4. METODOLOGI
4.3.1. Pemetaan
Hasil analisis yang dilakukan dirangkum dan ditayangkan pada suatu
peta yang disebut Peta Pengembangan Sentra Produksi yang memuat
kawasan-kawasan pengembangan yang diprioritaskan bagi komoditas
tanaman tertentu.
Peta dimaksud dibuat berjenjang, mulai dari Peta Pengem bangan
Sentra Produksi tingkat Propinsi, Tingkat Kabupaten, Keca matan dan Tingkat
Desa. Tingkat kedalaman analisis yang diperlu kan untuk setiap peta
tersebut juga berbeda. Makin rendah jenjangnya makin detail data yang
dibutuhkan dan makin dalam pula analisis yang dilakukan. Produk rencana
dan kedalaman analisis yang dibutuhkan untuk menyusun setiap produk
rencana tersebut adalah sebagai berikut .
(2). Kawasan hutan produksi tetap adalah : kawasan yang memiliki index
lokasi > 174 dan berada diluar hutan suaka alam, hutan wisata dan hutan
konversi lainnya.
(3). Kawasan hutan produksi konversi adalah : kawasan yang memiliki index
lokasi < 124 dan berada di luar hutan suaka alam, hutan wisata dan hutan
produksi tetap, hutan produksi terbatas dan hutan konversi lainnya.
tingkat ketelitian 1:250.000, dan informasi lainnya yang lebih detail (misalnya
peta-peta kesesuaian lahan yang memiliki ketelitian yang lebih tinggi).
Kawasan pengembangan budidaya pertanian dirinci secara makro,
yaitu menurut :
(1). Kawasan pengembangan padi
(2). Pengembangan kawasan palawija dan tanaman pangan
(3). Kawasan pengembangan hortikultura
(4). Kawasan pengembangan padang rumput
(5). Kawasan pengembangan tanaman perkebunan/industri
(6). Kawasan pengembangan perikanan darat : tambak dan danau.
(7). Kawasan pengembangan perikanan laut.
Sasaran produksi ditetapkan menurut sub sektor, yaitu sub sektor padi,
tanaman pangan,perkebunan,perikanan darat dan laut, dan peternakan.
Rencana konsevasi sumberdaya air, dikaitkan dengan keberadaan hutan
lindung, pada setiap DAS perlu disusun pula.
(1). Order S :
15
Lahan sesuai untuk digunakan bagi suatu usaha tani tertentu secara
berkesinambungan, tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap
sumber daya lahannya. Keuntungan yang diharapkan dari penggunaan
lahan ini akan memberikan nilai tambah bagi masukan yang diberikan.
(2). Order N :
Lahan tidak sesuai untuk suatu penggunaan tertentu karena mempunyai
faktor pembatas sedemikian rupa, sehingga mencegah suatu penggunaan
secara berkesinambungan.
Kesesuaian lahan pada kategori kelas merupakan pembagian lebih
lanjut dari masing-masing order kesesuaian, yaitu dengan memberi nomor
urut dibelakang simbol order. Nomor urut ini menunjukkan tingkatan kelas
yang menurun dalam satu order. Jumlah kelas dalam order tidak terbatas,
tetpai dalam studi ini hanya ditentukan 3 kelas untuk order S dan 1 kelas
untuk order N, yaitu:
(1). Kelas S1 :
Sangat sesuai (highly suitable), merupakan lahan yang tidak mempunyai
batas yang berat untuk suatu penggunaan yang berkesinambungan, atau
hanya mempunyai faktor pembatas yang tidak berarti dan tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap produksi serta tidak akan
menaikkan masukan dari yang umum diberikan.
(2). Kelas S1.5 :
Sesuai (suitable), merupakan lahan yang mempunyai pembatas ringan
untuk suatu penggunaan yang berkesinambungan. Pembatas ini sedikit
mengurangi produktivitas. Dengan sedikit masukan, produktivitas dan
keuntungan dapat ditingkatkan.
(3). Kelas S2 :
Cukup sesuai (moderately suitable), merupakan lahan yang mempunyai
beberapa pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari.
Pembatas akan mengurangi produk tifitas dan keuntungan, serta
menghendaki peningkatan masukan dari yang umum diberikan pada
lahan yang bersangkutan.
(4). Kelas S3 :
Hampir sesuai (marginally suitable), merupakan lahan yang mempunyai
beberapa faktor pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan
secara berkesinambungan. Pembatas akan mengurangi produktifitas
atau keuntungan sehingga perlu peningkatan masukan yang dibutuhkan.
(5). Kelas N :
Tidak sesuai (not suitable), merupakan lahan yang faktor pembatas
sangat serius serta sukar untuk diperbaiki. Jika digunakan untuk suatu
usahatani, secara ekonomis tidak menguntungkan karena lebih banyak
resiko kerusakan atau kerugian yang akan terjadi.
16
kerja yang mampu menyediakan pendapatan bagi para buruh tani, (iii)
terkendalinya erosi dan limpasan permukaan di seluruh lahan desa sehingga
tidak mengancam kelestarian sumberdaya lahan dan bangunan serbaguna
seperti Bendungan Karangkates
.
.
.
.
.
.
.
, Analisis Kebutuhan
, Formulasi Permasalahan
, Identifikasi Sistem
, Pemodelan Sistem
, Validasi Model
, Eksperimentasi
, Pemantauan
pertanian, (ii) masalah erosi dan limpasan permukaan, dan (iii) masalah alokasi
sumberdaya. Masalah produksi pertanian dapat dijabarkan menjadi beberapa
hal, yaitu (i) kemampuan (capability) dan kesesuaian (suitability) sumberdaya
lahan, (ii) neraca lengas lahan potensial, (iii) sumberdaya genetik (varietas-
varietas unggul), dan (iv) sarana produksi. Masalah erosi dan limpasan
permukaan dapat dirinci menjadi dua , yaitu (i) kendala tanah dan (ii) kendala
iklim. Sedangkan masalah alokasi mempunyai dua aspek penting, yaitu (i)
alokasi masukan komersial termasuk tenagakerja dan teknologi, dan (ii)
alokasi sumberdaya lahan secara spasial.
.
.
.
.
.
.
Mulai
20
Selesai
A = besarnya erosi yang diprakirakan akan terjadi dari suatu tanah dalam ton
per hektar per tahun,
R = faktor curah hujan dan aliran permukaan, adalah in-deks erosi hujan yang
menyatakan kekuatan erosi (erosivitas) hujan,
K = faktor erodibilitas tanah, adalah laju erosi tanah per satuan indeks erosi
hujan yang diukur pada petak baku yaitu petak percobaan yang
panjangnya 22 m pada kecuraman lereng 9% yang bersih dan tidak
ditanami,
.
.
22
Modul tanah
L = faktor panjang lereng adalah nisbah erosi dari tanah dengan panjang
lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah dengan panjang
lereng 22 m di bawah kondisi yang identik,
S = faktor kecuraman lereng adalah nisbah besarnya erosi dari tanah dengan
kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah dengan
kecu-raman lereng 9%, di bawah kondisi yang identik,
C = faktor penutup tanah dan pengelolaan vegetasi, adalah nisbah besarnya
erosi dari suatu areal dengan penutup tanah dan pengelolaan tertentu
terhadap besarnya erosi dari suatu areal yang identik yang diolah tanpa
penutup tanah. Faktor C juga sering disebut sebagai faktor pengelolaan
tanaman,
23
Data yang diperlukan adalah: (i) kandungan debu, (ii) kandungan liat,
(iii) kandungan bahan organik, (iv) perme- abilitas tanah, dan (v) struktur
tanah.
T adalah rataan suhu udara bulanan (oC), N adalah faktor panjang hari
untuk setiap bulan di lokasi analisis.
.
(b). Satuan analisis lahan
Satuan analisis ini disusun berdasarkan tiga kriteria utama, yaitu (i)
jenis tanah, (ii) kemiringan lahan, dan (iii) tipe agroklimat (Soemarno, 1988)
5. Evaluasi dugaan kehilangan tanah potensial dan in-deks bahaya erosi serta
faktor-CP maksimum untuk setiap satuan lereng ,
6. Penyusunan Peta Penggunaan Lahan Aktual ,
7. Penyusunan Peta Satuan Analisis Lahan ,
8. Beberapa alternatif agroteknologi untuk lahan sawah dan tegalan
Penentuan panjangnya periode pertumbuhan potensial (length of
growing period = LGP) dilakukan berdasarkan perbe daan antara hujan
dengan evapotranspirasi potensial (Wood dan Dent, 1983).