Anda di halaman 1dari 12

MANAGEMENT PATIENT SAFETY

( Macam macam bahaya/ kecelakaan dan pencegahan


kecelakaan di Rumah Sakit )

BAB I

A. Latar Belakang
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh
masyarakat, tuntutan pengelolaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) di rumah sakit semakin tinggi. Tenaga kerja di rumah sakit, pasien, pengunjung,
pengantar pasien, peserta didik dan masyarakat disekitar rumah sakit ingin mendapatkan
perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik karena dampak
kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana di rumah
sakit yang tidak standar.
Agar dapat tercipta sistem manajemen K3 yang baik, dibutuhkan sumber daya
manusia yang mempunyai kompetensi yang baik pula terutama untuk mendeteksi dan
menangani risiko bahaya yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk dapat mencapai hal
tersebut karyawan rumah sakit harus mengetahui jenis-jenis resiko bahaya di rumah sakit
dan cara pengendaliannya, sehingga rumah sakit yang aman bagi tenaga kerja, pasien,
pengunjung, pengantar pasien, peserta didik dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat
terwujud.

B. Tujuan
1) Peserta pelatihan mampu mengenal resiko bahaya yang ada di rumah sakit.
2) Peserta pelatihan mampu mengidentifikasi resiko bahaya yang ada di satuan kerja
masing-masing.
3) Peserta pelatihan mampu mengenal sistem pengendalian resiko bahaya yang sudah
dilakukan di rumah sakit khususnya di satuan kerja masing-masing.
4) Peserta pelatihan mampu mengikuti prosedur pengendalian resiko bahaya dan
menerapkan kepada pengunjung, keluarga pasien dan peserta didik yang ada di
lingkungan rumah sakit.

1
BAB II

A. PENDAHULUAN
Resiko bahaya di rumah sakit yang disebabkan oleh faktor biologi, fisik,
kimia, fisiologi/ergonomi dan psikologi dapat menyebabkan penyakit dan kecelakaan
akibat kerja bagi pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat disekitar lingkungan
rumah sakit. Pekerja rumah sakit memiliki resiko kerja yang lebih tinggi dibanding
pekerja industri lain sehingga resiko bahaya tersebut harus dikendalikan.
Salah satu upaya pengendalian adalah dengan melakukan sosialisasi kepada
seluruh pekerja rumah sakit tentang resiko bahaya tersebut sehingga seluruh pekerja
mampu mengenal resiko bahaya tersebut. Dengan mengenal resiko bahaya diharapkan
pekerja mampu mengidentifikasi resiko bahaya yang ada disatuan kerjanya dan
mengetahui upaya pengendalian resiko bahaya yang sudah dilakukan oleh rumah sakit
sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap sistem pengendalian resiko
bahaya yang sudah dilakukan.
B. RESIKO BAHAYA DI RUMAH SAKIT
Resiko bahaya di rumah sakit tidak semuanya akan nampak kalau kita tidak
dapat mengenalinya, terutama resiko bahaya biologi, karena keberadaan micro
organisme patogen tidaklah nampak seperti resiko bahaya fisik atau kimia. Akan
tetapi dampak dari resiko bahaya biologi di rumah sakit jika tidak dikendalikan, maka
dapat berdampak serius baik terhadap kesehatan maupun terhadap keselamatan
pekerja dan pengunjung serta masyarakat disekitar rumah sakit.
a) Secara umum resiko bahaya di rumah sakit dapat dikelompokkan dalam 5
kelompok sebagai berikut:
1. Resiko Bahaya Fisik
Resiko bahaya fisik dikelompokkan lagi dalam 7 resiko bahaya fisik antara lain:
2. Resiko bahaya mekanik
Resiko bahaya ini dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu:
Benda-benda lancip, tajam dan panas dengan resiko bahaya tertusuk, terpotong,
tergores, dan lain-lain. Resiko bahaya ini termasuk salah satu yang paling sering
menimbulkan kecelakaan kerja yaitu tertusuk jarum suntik / jarum jahit bekas
pasien. Resiko bahaya ini sebenarnya bukan hanya resiko bahaya fisik karena
dimungkinkan jarum bekas yang menusuk tersebut terkontaminasi dengan kuman

2
dari pasien. Mengingat bahaya akibat tertular penyakit tersebut cukup besar, maka
harus ada prosedur tindak lanjut paska tertusuk jarum yang akan dibahas dibagian
lain dalam pelatihan ini.
b) Benda-benda bergerak yang dapat membentur. Seperti kita ketahui di rumah
sakit banyak digunakan kereta dorong untuk mengangkut pasien dan barang-
barang logistik. Resiko yang dapat muncul adalah pasien jatuh dari brankart/
tempat tidur, terjepit / tertabrak kereta dorong, dan lain-lain.Resiko terjepit,
tertimbun dan tenggelam.
c) Resiko ini dapat terjadi dimana saja meskiput kejadiannya tidak terlalu sering.
Hal-hal yang perlu diperhatikan terutama di ruang perawatan anak dan ruang
perawatan jiwa. Pastikan tidak ada pintu, jendela atau fasilitas lain yang
memiliki resiko untuk terjepit/tenggelam tersebut.
d) Resiko jatuh dari ketinggian yang sama; terpeleset, tersandung, dan lain-lain.
Resiko ini terutama pada lantai-lantai yang miring baik di koridor, ramp atau
batas lantai dengan halaman. Pastikan area yang beresiko licin sudah ditandai
dan jika perlu pasanglah handriil atau pemasangan alat lantai anti licin serta
rambu peringatan awas licin.
e) Jatuh dari ketinggian berbeda. Resiko ini pada ruang perawatan anak dan jiwa.
Selain itu perlu diperhatikan pada pekerjaan konstruksi bangunan atau
pembersihan kaca pada posisi yang cukup tinggi. Jika pekerjaan dilakukan
pada ketinggian lebih dari 2 meter sebaiknya pekerja tersebut menggunakan
abuk keselamatan. Pada ruang perawatan anak dan jiwa yang terletak di lantai
atas pastikan jendela yang ada sudah terpasang teralis pengaman dan anak-
anak selalu dalam pengawasan orang dewasa saat bermain.
3. Resiko bahaya radiasi
Resiko bahaya radiasi dapat dibedakan menjadi:
a) Bahaya radiasi pengion adalah radiasi elektromagnetik atau partikel yang mampu
menghasilkan ion langsung atau tidak langsung. Contoh di rumah sakit: di unit
radiodiagnostik, radiotherapi dan kedokteran nuklir.
b) Bahaya radiasi non pengion adalah Radiasi elektromagnetik dengan energi yang
tidak cukup untuk ionisasi, misal radiasi infra merah atau radiasi gelombang
mikro.
Pengendalian resiko bahaya radiasi dilakukan untuk pekerja radiasi, peserta
didik, pengunjung dan pasien hamil. Pekerja radiasi harus sudah mendapatkan

3
informasi tentang resiko bahaya radiasi dan cara pengendaliannya. Selain APD yang
baik, monitoring tingkat paparan radiasi dan kepatuhan petugas dalam pengendalian
bahaya radiasi merupakan hal yang penting. Sebagai indikator tingkat paparan,
semua pekerja radiasi harus memakai personal dosimetri untuk mengukur tingkat
paparan radiasi yang sudah diterima sehingga dapat dipantau dan tingkat paparan
tidak boleh melebihi ambang batas yang diijinkan. Untuk pengunjung dan pasien
hamil hendaknya setiap ruang pemerikasaan atau therapy radiasi terpasang rambu
peringatan Awas bahaya radiasi, bila hamil harus melapor kepada petugas.
Resiko bahaya akibat kebisingan adalah kebisingan akibat alat kerja atau
lingkungan kerja yang melebihi ambang batas tertentu. Resiko ini mungkin berada di
ruang boiler, generator listrik, dan peralatan yang menggunakan alat-alat cukup besar
dimana tingkat kebisingannya tidak dipantau dan dikendalikan. Berdasar peraturan
menteri kesehatan RI no 1204 tahun 2004 tentang pengendalian lingkungan fisik di
rumah sakit, seluruh area pelayanan pasien harus dipantau dan dikendalikan tingkat
kebisingannya minimal 3 bulan sekali.
Di rumah sakit pemantauan ini sudah dilakukan oleh ISLRS dan hasil temuan
yang tidak memenuhi persyaratan di analisa dan dikendalikan bersama IPSRS dan
Unit K3 serta dilaporkan kepada Manajemen rumah sakit.
Resiko bahaya akibat pencahayaan adalah pencahayaan pada lingkungan
kerja yang kurang atau berlebih. Tingkat pencahayaan diseluruh area rumah sakit
juga telah dipantau dan dilaporkan seperti resiko bahaya kebisingan tersebut. Hal
yang harus diperhatikan adalah jika terjadi kerusakan lampu, pastikan lampu
pengganti setara tingkat pencahayaannya dengan lampu sebelumnya, sehingga tidak
terjadi perubahan dalam tingkat pencahayaan pada area tersebut.
Resiko bahaya listrik adalah bahaya dari konsleting listrik dan kesetrum arus
listrik. Pengendalian yang telah dilakukan adalah melakukan preventif maintenance
seluruh peralatan elektrik yang dilakukan oleh IPSRS. Kalibrasi peralatan medis dan
penggantian peralatan yang telah out off date. Untuk mencegah bahaya kebakaran
akibat peralatan listrik yang dibawa peserta didik dan keluarga pasien dilakukan
sosialisasi kepada seluruh peserta didik pada saat orientasi dan untuk keluarga pasien
informasi diberikan pada saat pasien masuk rumah sakit khususnya pasien rawat
inap.
Resiko bahaya akibat iklim kerja adalah berupa suhu ruangan dan tingkat
kelembaban. Jika suhu dan kelembaban di rumah sakit tidak dikendalikan dapat

4
mempengaruhi lingkungan kerja dan kualitas hasil kerja. Pemantauan secara berkala
telah dilakukan oleh ISLRS dan jika ditemukan kondisi tidak memenuhi peresyaratan
akan dilakukan pengendalian oleh IPSRS, PPI, Unit K3RS dan ISLRS yang dipimpin
oleh Direktur Umum dan Operasional.
Resiko bahaya akibat getaran adalah resiko yang tidak banyak ditemukan di
rumah sakit tetapi mungkin masih ada terutama pada kedokteran gigi yang
menggunakan bor dengan motor listrik dan pada bagian housekeeping / rumah tangga
yang menggunakan mesin pemotong rumput (bagian taman).

4. Resiko Bahaya Biologi


1) Resiko dari kuman-kuman patogen dari pasien (nosokomial). Resiko ini di
rumah sakit sudah dikendalikan oleh bagian Petugas Pemantau Infeksi Rumah
Sakit (PPIRS) berkoordinasi dengan Unit K3, Instalasi Sanitasi Lingkungan RS
(ISLRS) dan Satuan kerja pemberi pelayanan langsung kepada pasien.
2) Resiko dari binatang (tikus, kecoa, lalat, kucing, dan lain-lain). Resiko ini
dikendalikan oleh ISLRS dan harus didukung dengan housekeeping yang baik
dari seluruh karyawan dan penghuni rumah sakit.

5. Resiko Bahaya Kimia


Resiko dari bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi yang meliputi:
1) Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk dekontaminasi
lingkungan dan peralatan di rumah sakit seperti; mengepel lantai, desinfeksi
peralatan dan permukaan peralatan dan ruangan, dan lain-lain.
2) Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci tangan dan mencuci
permukaan kulit pasien seperti alkohol, iodine povidone, dan lain-lain.
3) Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci linen dan peralatan
lainnya.
4) Reagen yaitu zat atau bahan yang dipergunakan untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium klinik dan patologi anatomi.
5) Obat-obat sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan untuk pengobatan
pasien.
6) Gas medis yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan dan bahan penunjang
pengobatan pasien seperti oksigen, karbon dioxide, nitrogen, nitrit oxide, nitrous
oxide, dan lain-lain.

5
Pengendalian bahan kimia dilakukan oleh Unit K3RS berkoordinasi dengan
seluruh satuan kerja. Hal-hal yang perludiperhatikan adalah pengadaan B3,
penyimpanan, pelabelan, pengemasan ulang /repacking, pemanfaatan dan
pembuangan limbahnya.
Pengadaan bahan beracun dan berbahaya harus sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Indonesia. Penyedia B3 wajib menyertakan Lembar Data Keselamatan
Bahan (Material Safety Data Sheet / MSDS), petugas yang mengelola harus sudah
mendapatkan pelatihan pengelolaan B3, serta mempunyai prosedur penanganan
tumpahan B3.
Penyimpanan B3 harus terpisah dengan bahan bukan B3, diletakkan diatas
palet atau didalam lemari B3, memiliki daftar B3 yang disimpan, tersedia MSDS,
safety shower, APD sesuai resiko bahaya dan Spill Kit untuk menangani tumpahan
B3 serta tersedia prosedur penanganan Kecelakaan Kerja akibat B3.
Pelabelan dan pengemasan ulang harus dilakukan oleh satruan kerja yang
kompeten untuk memjamin kualitas B3 dan keakuratan serta standar pelabelan.
Dilarang melakukan pelabelan tanpa kewenangan yang diberikan oleh pimpinan
rumah sakit.
Pemanfaatan B3 oleh satuan kerja harus dipantau kadar paparan ke
lingkungan serta kondisi kesehatan pekerja. Pekerja pengelola B3 harus memiliki
pelatihan teknis pengelolaan B3, jika belum harus segera diusulkan sesuai prosedur
yang berlaku
Pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran air kotor yang
akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah B3 padat harus
dibuang ke Tempat Pengumpulan Sementara Limbah B3 (TPS B3), untuk
selanjutnya diserahkan ke pihak pengolah limbah B3.
6. Resiko Bahaya Fisiologi / Ergonomi
Resiko ini terdapat pada hampir seluruh kegiatan di rumah sakit berupa
kegiatan: angkat dan angkut, posisi duduk, ketidak sesuaian antara peralatan kerja
dan ukuran fisik pekerja. Pengendalian dilakukan melalui sosialisasi secara berkala
oleh Unit K3.
7. Resiko Bahaya Psikologi
Resiko ini juga dapat terjadi di seluruh rumah sakit berupa ketidak
harmonisan hubungan antar manusia didalam rumah sakit, baik sesama pekerja,
pekerja dengan pelanggan, maupun pekerja dengan pimpinan.

6
C. HIERARCHY PENGENDALIAN RESIKO BAHAYA
Resiko-resiko bahaya tersebut semua dapat kita kendalikan melalui 5 hierarchy
sebagai berikut:
a. Eliminasi
Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada saat desain,
tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam
menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada desain. Penghilangan
bahaya merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak hanya
mengandalkan prilaku pekerja dalam menghindari resiko, namun demikian,
penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis.
Contohnya: resiko bahaya kimia akibat proses reuse hollow fiber HD dapat di
eliminasi ketika hollow fiber tidak perlu reuse lagi atau single use.
b. Substitusi
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi
ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan
pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko minimal melalui disain sistem
ataupun desain ulang. Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: Sistem
otomatisasi pada mesin untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya
dengan operator, menggunakan bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya,
mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan baku padat
yang menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah.
c. Rekayasa / Enginering.
Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja
serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang
dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan.
Contoh-contoh implementasi metode ini misal adalah sistem tekanan negatif pada
ruang perawatan air borne dissease, penggunaan laminar airflow, pemasangan
shield /sekat Pb pada pesawat fluoroscopy (X-Ray), dan lain-lain.
d. Administratif
Kontrol administratif ditujukan pengendalian dari sisi orang yang akan
melakukan pekerjaan. Dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang akan
mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan
pekerjaan secara aman. Jenis pengendalian ini antara lain seleksi karyawan,
adanya standar operasional Prosedur (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi

7
perilaku, jadwal kerja, rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal
istirahat, dan lain-lain.
e. Alat pelindung diri (APD)
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal yang
paling tidak efektif dalam pengendalian bahaya. APD hanya dipergunakan oleh
pekerja yang akan berhadapan langsung dengan resiko bahaya dengan
memperhatikan jarak dan waktu kontak dengan resiko bahaya tersebut. Semakin
jauh dengan resiko bahaya maka resiko yang didapat semakin kecil, begitu juga
semakin singkat kontak dengan resiko bahaya resiko yang didapat juga semakin
kecil.
Penggunaan beberapa APD kadang memiliki dampak negatif pada pekerja seperti
kurang leluasa dalam bekerja, keterbatasan komunikasi dengan pekerja lain,
alergi terhadap APD tertentu, dan lain-lain. Beberpa pekeerja yang kurang faham
terhadap dampak resiko bahaya dari pekerjaan yang dilakukan kadang kepatuhan
dalam penggunaan APD juga menjadi rendah. APD reuse memerlukan perawatan
dan penyimpanan yang baik sehingga kualitas perlindungan dari APD tersebut
tetap optimal.

Hierarchy pengendalian resiko bahaya tersebut dapat dilihat pada gambar di


bawah ini.

Gambar 1. Hierarchy pengendalian resiko bahaya.

8
D. PENGENDALIAN RESIKO BAHAYA.
Setelah kita ketahui jenis-jenis resiko bahaya di rumah sakit, ternyata seluruh resiko
bahaya tersebut terdapat di rumah sakit. Beberapa contoh sistem pengendalian resiko
bahaya yang telah dilakukan di rumah sakit adalah sebagai berikut:
1) Resiko bahaya fisik
Mekanik : resiko yang paling sering terjadi adalah tertusuk jarum dan terpeleset
atau menabrak dinding / pintu kaca. Pengendalian yang sudah dilakukan antara
lain: penggunaan safety box limbah tajam, kebijakan dilarang menutup kembali
jarum bekas, pemasangan keramik anti licin pada koridor dan lantai yang miring,
pemasangan rambu awas licin, pemasangan kaca film dan stiker pada dinding /
pintu kaca agar lebih kelihatan, kebijakan penggunaan sabuk keselamatan pada
pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian lebih dari 2 meter, dan lain-lain.
2) Resiko bahaya radiasi: resiko ini terdapat di ruang radiologi, radio therapi,
kedokteran nuklir, ruang cath lab dan beberapa kamar operasi yang memiliki
fluoroskopi / x-ray. Pengendalian yang sudah dilakukan antara lain: pemasangan
rambu peringatan bahaya radiasi, pelatihan proteksi bahaya radiasi, penyediaan
APD radiasi, pengecekan tingkat paparan radiasi secara berkala dan pemantauan
paparan radiasi pada petugas radiasi dengan personal dosimetri pada patugas
radiasi.
3) Resiko bahaya kebisingan: terdapat pada ruang boiler, generator listrik dan ruang
chiller. Pengendalian yang telah dilakukan antara lain: substitusi peralatan dengan
alat-alat baru dengan ambang kebisingan yang lebih rendah, penggunaan
pelindung telinga dan pemantauan tingkat kebisingan secara berkala oleh Instalasi
Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit (ISLRS).
4) Resiko bahaya pencahayaan: resiko bahaya ini terutama di satuan kerja dengan
pekerjaan teliti seperti di kamar operasi dan laboratorium. Pengendalian yang
sudah dilakukan adalah pemantauan tingkat pencahayaan secara berkala oleh
ISLRS dan hasil pemantauan dilaporkan ke Direktur, Teknik dan Unit K3 untuk
tindak lanjut ruangan yang tingkat pencahayaannya tidak memenuhi persyaratan.
5) Resiko bahaya listrik: resiko bahaya listrik terdiri dari konsleting dan kesetrum.
Pengendalian yang telah dilakukan adalah adanya kebijakan penggunaan
peralatan listrik harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan harus
dipasang oleh bagian IPSRS atau orang yang kompeten. Peralatan elektronik di
RSUP dr Sardjito secara berkala dilakukan maintenance oleh bagian IPSRS dan

9
seluruh peralatan yang layak pakai akan diberikan label layak pakai berupa stiker
warna hijau, sedangkan yang tidak layak pakai akan diberikan stiker merah dan
peralatan tersebut ditarik oleh bagian IPSRS. Selain itu unit K3 dan IPSRS secara
berkala melakukan sosialisasi ke seluruh satuan kerja tentang perilaku aman
dalam menggunakan listrik di rumah sakit.
6) Resiko bahaya akibat iklim kerja: resiko ini meliputi kondisi temperatur dan
kelembaban ruang kerja. Pemantauan temperatur dan kelembaban dilakukan oleh
ISLRS. Acuan dari standar temperatur dan kelembaban mengacu pada keputusan
menteri kesehatan RI no 1402 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit.

Masalah yang sering muncul adalah temperatur melebihi standar seperti


di Instalasi Binatu dan ruang produksi gizi, karena belum memungkinkan untuk
distandarkan pengendalian yang dilakukan dengan pemberian minum yang
cukup. Masalah kelembaban yang tinggi beresiko terjadinya kolonisasi kuman
patogen sehingga meningkatkan angka infeksi baik bagi pasien maupun bagi
pekerja. Pengendalian secara teknis telah dilakukan akan tetapi pada musim
tertentu kadang tidak memenuhi persyaratan. Upaya yang dilakukan untuk
menghambat kolonisasi kuman terutama pada ruang perawatan pasien, ICU dan
kamar operasi harus dilakukan desinfeksi ruangan lebih sering dan pemantauan
angka kuman secara berkala.
Resiko bahaya akibat getaran: resiko bahaya getaran tidak terlalu
signifikan. Dari telaah yang telah dilakukan unit K3, resiko bahaya getaran
ditemukan di bagian taman akibat dari mesin pemotong rumput dan di klinik gigi
akibat dari mesin bor gigi, tetapi tingkat getaran pada ke 2 lokasi tersebut masih
dalam batas yang diijinkan.
Resiko bahaya biologi : resiko bahaya biologi yang paling banyak adalah
akibat kuman patogen dari pasien yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh,
dropet dan udara. Pengendalian resiko ini telah dilakukan oleh Tim Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI) akan tetapi termasuk dalam area pemantauan Unit
K3. Resiko air borne dissease dikendalikan dengan rekayasa ruangan tekanan
negatif beserta peraturan administratif dan APD. Resiko penularan melalui
droplet dikendalikan dengan menyediakan masker bagi petugas, pengantar pasien
dan pasien yang batuk, serta sosialisasi etika batuk oleh PPI. Resiko blood borne

10
dissease dikendalikasn dengan penggunaan alat-alat single use beserta persturan
administratif dan APD. Selain itu untuk mencegah pe nularan penyakit blood
borne dissease khususnya Hepatitis B dilakukan Imunisasi Hepatitis B dengan
perioritas pada karyawan dengan kadar titer anti HBs < 0,2 u/L terutama yang
bekerja pada tindakan invasif terhadap pasien. Selain itu juga telah dilakukan
penanganan paska pajanan infeksi khususnya pada HIV dan Hepatitis B. Bila
pekerja atau peserta didik mengalami kecelakaan kerja berupa tertusuk jarum
bekas pasien atau terkena percikan darah dan cairan tubuh pada mukosa (mata,
mulut) atau terkena pada luka, maka wajib melaporkan kepada penanggung jawab
ruangan pada saat itu dan setelah melakukan pertolongan pertama harus segera
periksa ke IGD agar dilakukan telaah dan tindak lanjut paska pajanan sesuai
prosedur untuk mengurangi resiko tertular.
Resiko bahaya kimia: resiko ini terutama terhadap bahan kimia golongan
berbahaya dan beracun (B3). Pengendalian yang telah dilakukan adalah dengan
identifikasi bahan-bahan B3, pelabelan standar, penyimpanan standar, penyiapan
MSDS, penyiapan P3K, APD dan safety shower serta pelatihan teknis bagi
petugas pengelola B3. Rekayasa juga dilakukan dengan penggunaan Laminary
Airflow pada pengelolaan obat dan B3 lainnya.
Resiko bahaya ergonomi: resiko ini banyak terjadi pada pekerjaan angkat
dan angkut baik pasien maupun barang. Sosialisasi cara mengangkat dan
mengangkut yang benar selalu dilakukan. Selain itu dalam pemilihan sarana dan
prasarana rumah sakit juga harus mempertimbangkan faktor ergonomi tersebut
terutama peralatan yang dibeli dari negara lain yang secara fisik terdapat
perbedaan ukuran badan.
Resiko bahaya psikologi: resiko psikologi teidak terlalu kelihatan akan
tetapi selalu ada meskipun kadarnya tidak terlalu mencolok. Upaya yang
dilakukan antara lain dengan mengadakan pertemuan antar satuan kerja, antar
staff dan pimpinan dan pada acara-acara bersama seperti saat ulang tahun RS dan
lain-lain yang bertujuan agar terjalun komunikasi yang baik sehingga secara
psikologi menjadi lebih akrab denganharapan resiko bahaya psikologi dapat
ditekan seminimal mungkin.

11
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit
danfasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Jakarta : Departemen, Kesehatan RI.
Cetakan kedua, 2008.
Keputuan Menteri Kesehatan RI no 1204 tahun 2004, tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
Keputusan Menteri Kesehatan Ri no 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit.
Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

12

Anda mungkin juga menyukai