Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang digunakan sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992). Menurut WHO, rumah adalah
struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik demi kesehatan keluarga dan individu. (Komisi WHO Mengenai
Kesehatan dan Lingkungan, 2001).
Rumah sebagai tempat bernaung harus memenuhi kebutuhan ruang akan kegiatan bagi penghuninya. Terdapat beberapa ruang pokok yang ada pada sebuah rumah, yaitu ruang tidur, ruang belajar atau ruang kerja,
ruang keluarga, ruang services seperti dapur, dan teras atau ruang tamu. Makna yang terkandung didalam kebutuhan ruang-ruang tersebut mencerminkan bahwa rumah adalah tempat untuk istirahat, tempat untuk
mengaktualisasikan diri guna meningkatkan mutu kehidupan, rumah sebagai tempat sosialisasi utamanya dengan keluarga, rumah sebagai tempat menyediakan kebutuhan jasmani dan rohani, serta rumah sebagai
tempat bernaung.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah profesi adalah bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental
dan sosial dan tempat untuk melakukan segala aktifitas pekerjaan , sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif. Oleh karena itu, keberadaan perumahan profesi sangat diperlukan agar fungsi dan
kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik.
Pentingnya rumah profesi dalam kehidupan manusia, mendorong kami menyusun makalah ini untuk menciptakan rumah yang baik bagi penghuninya guna terpenuhinya kebutuhan, serta terciptanya kenyamanan
untuk para anggotanya dengan baik.

I.2 Pokok Permasalahan


Masyarakat menganggap rumah profesi tidak terlalu berdampak positif dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dalam membangun rumah masyarakat tidak memperhatikan kondisi rumah yang akan ditempatinya
nanti dari kesehatan rumahnya.
Untuk memahami rumah profesi didapatkan rumusan-rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan rumah profesi?
2. Apa syarat syarat rumah profesi?
3. Apa saja standar dan peraturan rumah profesi itu?
4. Bagaimana kondisi rumah yang disurvei?
5. Bagaimana perbandingan antara rumah yang disurvei dengan kriteria rumah profesi?
6. Apa saja analisa dan usulan perbaikan rumah yang disurvei agar menjadi rumah profesi?

I.3 Tujuan Penulisan


I.3.1 Tujuan Umum
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan kepada mahasiswa Teknik Arsitektur Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya untuk memahami lebih dalam tentang rumah profesi.

1
I.3.2 Tujuan Khusus
Dapat memahami definisi, syarat, kriteria rumah profesi serta standar dan peraturan yang digunakan dalam membangun rumah profesi.
Menambah ilmu pengetahuan kepada mahasiswa akan pentingnya rumah profesi dalam kehidupan manusia.
Mengasah kemampuan mahasiswa dalam menganalisa kondisi rumah berdasarkan hasil pengukuran dan visualisasi bangunan, aspek eksternal (lingkungan dan infrastruktur), aspek internal dan fisik (organisasi
ruangan, kualitas, utilitas bangunan), aspek teknik (material, denah eksisting, tampak bangunan), dan aspek ruangan/hubungan fungsi kegiatan (sirkulasi, penghawaan, pencahayaan)
Mengasah kemampuan mahasiswa dalam mendesain rumah profesi

I.4 Batasan Masalah


Dalam penyusunan makalah rumah profesi ini, ada beberapa batasan yang dibuat :
1. Usulan rumah profesi dilakukan untuk rumah yang telah disurvey oleh penyusun dan usulan rumah profesi berdasarkan data yang didapat dari suvey tersebut
2. Standar dan ketentuan yang diberlakukan berdasarkan standar dan ketentuan rumah profesi
I.5 Manfaat Kajian
Memberikan pengetahuan yang lebih luas pengertian rumah profesi dan belajar bagaimana mengaplikasikannya didalam kehidupan
I.6 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

COVER
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
I.2 Pokok Permasalahan
I.3 Tujuan Penulisan
I.3.1 Tujuan Umum
I.3.2 Tujuan Khusus
I.4 Batasan Masalah
I.5 Manfaat Kajian
I.6 Sistematika Penulisan

2
BAB II RUMAH PROFESI PENCAK SILAT
II.1 Definisi
II.2 Syarat-syarat dan Kriteria Bangunan
II.3 Standar dan Peraturan
II.3.1 Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Luar Bangunan (KLB)
II.3.2 Garis Sempadan Bangunan (GSB)
II.3.3 Garis Sempadan Jalan (GSJ)
II.3.4 Garis Jarak Bebas Samping (GJBS) dan Garis Jarak Bebas Belakang (GJBB)
II.3.5 Rasio/Perbandingan Luas Bangunan dengan Penghuni
II.3.6 Gambar tentang GSB, GSJ, GJBS, GJBB
II.4 Bangunan Tahan Gempa untuk Rumah Tinggal

BAB III HASIL PENGAMATAN


III.1 Kondisi Rumah Profesi Pencak Silat
Lokasi rumah survey
Luas tanah
Luas bangunan
Jumlah ruangan
Jumlah penghuni
Denah lokasi
Denah rumah eksisting
Tampak depan dan tampak samping rumah eksisting
III.2 Perbandingan dengan Rumah Profesi

BAB IV ANALISA DAN USULAN PERBAIKAN


IV.1 Analisa Rumah
IV.2 Usulan Perbaikan Rumah

BAB V PENUTUP
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran

3
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

4
BAB II
RUMAH PROFESI PENCAK SILAT

II. 1 Definisi
Setiap manusia di dunia memiliki kebutuhan primer akan papan, yaitu kebutuhan manusia untuk membuat tempat tinggal. Menurut UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perumahan dan Kawasan, rumah adalah bangunan
gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta asset bagi pemiliknya. Sementara itu, WHO mendefinisikan rumah sebagai
struktur fisik atau bangunan sebagai tempat berlindung, dimana lingkungan dari struktur tersebut berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu.
Rumah merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi
yang baik, kepadatan huanian rumah yang seusai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah (Depkes RI, 2003)

II. 2. Syarat-syarat dan Kriteria


Menurut Depkes RI (2007), prinsip standar rumah sehat (Pencak Silat) adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis, antara lain pencahayaan, penghawaan, ruang gerak yang cukup dan terhindar dari gangguan kebisingan.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis, antara lain privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antara anggota keluarga dalam rumah.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit, antara lain penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, antara lain persyaratan garis sepadan jalan, konstruksi yang kuat, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung menimbulkan kecelakaan bagi penghuninya.

Kriteria rumah profesi pencak silat didasarkan pada Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat Direktorat Jenderal Pendengalian Penyakit dan Penyehatan Lngkungan Depkes RI Tahun 2007. Komponen-komponen
yang dijadikan indicator terdiri dari tiga bagian antara lain, indicator komponen rumah, indicator sarana sanitasi, dan indicator penilaian perilaku penghuni.

Indikator komponen yang dijadikan dasar penilaian rumah sehat antara lain:
1. Langit-langit
Langit-langit berfungsi untuk utup seluruh konstruksi atap dan kuda-kuda agar terlihat rapih, menahan debu yang jatuh serta menahan tetesan air hujan yang menembus celah-celah atap dan untuk menahan panas
agar tidak mudah masuk ke ruangan yang dibawahnya. Langit-langit yang memenuhi persyaratan adalah langit-langit yang dapat menahan debu dan kotoran lain yang jatuh dari atap, harus menutup rata kerangka
atap serta mudah dibersihkan. Tinggi langit-langit minimal 2,4 meter dari permukaan lantai
2. Atap
Konstruksi atap harus didasrkan kepada perhitungan yang teliti sehingga dapat menahan semua beban yang ada seperti beban hujan dan beban angina. Fungsi dari atap adalah untuk melindungi bagian-bagian
dalam rumah dan semua penghuni dari panas dan hujan. Syarat atap yang baik antara lain:
a. Rapat air,padat dan tidak dapat bergeser
b. Tidak mudah terbakar, ringan dan dapat tahan lama
3. Dinding
Dinding harus tegak lurus dari lantai agar dapat menahan beban dinding sendiri. Selain itu, dinding juga harus menahan beban angina serta beban diatasnya seperti atap. Dinding juga harus terpisah dari pondasi
oleh lapisan kedap air agar air tanah tidak dapat meresap. Dinding tidak boleh basah, lembab dan harus bebas dari lumut.

5
4. Lantai
Lantai sebaiknya tidak terbuat oleh tanah karena ketika musim hujan dapat menjadi lembab dan menimbulkan penyakit bagi penghuninya. Oleh karena itu, lantai sebaiknya dibuat oleh bahan yang kedap air seperti
disemen dan kemudian dilapisi oleh keramik.
5. Jendela
Luas jendela yang baik paling sdikit mempunyai luas 10-20% dari luas lantai. Jika luas jendela melebihi 20% dari luas lantai, dapat menimbulkan kesilauan dan panas, sedangkan jika kurang dari 10% dapat
menimbulkan suasana pengap dan gelap.

6. Ventilasi
Ventilasi digunakan untuk menyediakan udara segar dari luar kepada setiap ruang di dalam kamar dan untuk menyalurkan udara kotor ke luar. Ventilasi yang baik memiliki syarat-syarat antara lain:
a. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5% dari luas lantai ruangan
b. Udara yang masuk harus udara bersih yang tidak dicemari oleh asap kendaraan, pabrik, sampah maupun asap lainnya.
c. Aliran udara diusahakan cross ventilation sehingga proses aliran udara lebih lancar.
7. Pencahayaan
Cahaya yang cukup merupakan suatu kebutuhan manusia agar terhindar dari penyakit dan kerugian-kerugian lainnya. Terdapat dua jenis pencahayaan:
a. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami diperoleh melalui sinar matahari yang masuk melalui lubang jendela, celah, maupun bagian lain dari rumah yang terbuka. Fungsi dari sinar matahari adalah untuk penerangan dan untuk
mengurangi kelembaban ruangan, mengusir nyamuk dan serangga lainnya serta membunuh kuman-kuman (Azwar, 1996).
b. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan merupakan penerangan dengan menggunakan sumber cahaya buatan seperti lampu.
8. Pembagian Ruangan/Tata Ruang
Setiap bagian dalam rumah harus sesuai dengan fungsinya dan memiliki tata ruang yang baik agar memudahkan komunikasi antara ruangan di dalam rumah dengan menjamin kerahasiaan pribadi masing-masing
penghuni.
Untuk ruang tidur, harus ada pemisah antara ruang kamar tidur orang tua dan kamar tidur anak. Kemudian, luas ruangan minimal 8m2 dengan kapasitas orang maksimal 2 orang.
Untuk dapur, ruang dapur harus memiliki ventilasi yang baik agar asap hasil kegiatan masak dapat dialirkan keluar. Luas dapur minimal 3m2. Selain itu, di dapur harus tersedia alat-alat pengolahan makanan,
alat-alat masak, tempat cuci peralatan dan air bersih dan tempat penyimpanan bahan makanan.
Untuk kamar mandi harus memiliki minimal 1 lubang ventilasi yang berhubungan dengan udara luar.
9. Luas Bangunan Rumah
Luas bangunan rumah harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya tidak terjadi kepadatan penghuni. Ika suatu rumah terlalu padat, maka akan menyebabkan kurangnya oksigen dan mudahnya penyebaran
penyakit. Permenkes mensyaratkan rumah sehat memenuhi syarat luas lebih dari 8m2 untuk tiap orang.

6
Sementara itu, indicator sarana sanitasi yang dijadikan dasar penilaian rumah sehat adalah:
1. Sarana Air Bersih
Air bersih adalah air yang dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari dan jika dimasak dapat diminum. Sementara itu, air minum adalah air yang syaratnya memenuhirat kesehatan dan dapat langsung
diminum (Depkes RI, 2002).
Air dikatakan bersih jika memenuji 3 syarat yaitu:
a. Syarat Fisik
Air tidak berwarna, tidak berbau, jernih dan memiliki suhu di bawah suhu udara sehingga nyaman untuk digunakan
b. Syarat Kimia
Air tersebut tidak tercemar oleh zat kimia yang berbahaya untuk kesehatan
c. Syarat Bakterial
Air tidak boleh mengandung mikrooganisme, sebagai contoh adanya bakteri E.Coli.

Dalam penyediaan air bersih, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:
a. Jarak antara sumber air bersih dengan sumber air kotor (septik tank dan resapan) minimal 10 meter
b. Sumur gali minimal 3 meter dari permukaan tanah dan dilengkapi dengan cincin dan bibir sumur
c. Penampungan air dan sumur gali dijaga kebersihannya dan dipelihara secara rutin

2. Jamban (Sarana pembuangan Kotoran)


Pembuangan kotoran adalah system pembuangan yang digunakan oleh rumah untuk kotoran buang air besar. Tujuan dilakukannya pembuangan tinja secara aniter adalah untuk menampung dan mengisolir
tinja sehingga hubungan langsung maupun tidak langsung antara tinja dan manjsuia dapat dihindarkan.
Syarat sarana pembuangan tinja yang baik adalah:
a. Tidak terjadi kontaminasi tanah permukaan
b. Tidak terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin masuk ke sumur
c. Tidak terjadi kontaminasi pada air permukaan
d. Tidak terjangkau oleh lalat dan kuman
e. Harus bebas dari bau serta kondisi yang tidak sedap
Menurut Azwar (1996), terdapat 4 cara pembuangan tinja, dimana yang paling dianjurkan adalah dengan menggunakan septic tank. Septic tank terdiri dari tank sedimentasi yang kedap air dimana tinja dan air
masuk dan mengalami proses dekomposisi.
3. Sarana pembuangan air limbah
Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industry dan tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan atau zat yang membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu
kelestarian lingkungan (Chandra, 2007). Air limbah dari rumah tangga adalah air yang berasal dari kamar mandi dan dapur.

7
4. Sarana pembuangan sampah
Sampah merupakan semua produk sisa dalam bentuk padat akibat aktifitas manusia dan sudah dianggap tidak bermangaat. Agar sampah tidak membahayakan kesehatan manusia, diperlukan pengaturan
pembuangannya. Syarat tempat sampah yang baik adalah:
a. Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat dan tidak mudah bocor
b. Harus dituutp rapat sehingga tidak menarik serangga atau binatang-binatang lainnya serperti tikus, kucing dan sebagainya.

Penilaian perilaku penghuni rumah meliputi komponen sebagai berikut:


1. Perilaku pemeliharaan kesehatan
Perilaku pemeliharaan kesehatan merupakan usaha seseorang untuk menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk sembuh jika sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek yaitu:
a. Perilaku pencegahan penyakit
b. Perilaku peningkatan kesehatan
c. Perilaku gizi
2. Perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan atau perilaku pencarian pengobatan
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Perilaku kesehatan lingkungan merupukan respon seseorang terhadap lingkungannya sehinggan lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Perilaku ini mencakup perilaku sehubungan dengan air
bersih, pembuangan air kotor, limbah, rumah yang sehat, serta pembersihan sarang-sarang nyamuk.

II.3 Standar dan Peraturan


II.3.1 Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Luar Bangunan (KLB)
Penetapan besarnya kepadatan dan ketinggian bangunan ditetapkan dengan mempertimbangkan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan
dan keserasian lingkungan.
Apabila KDB dan KLB belum ditetapkan dalam rencana tata ruang, rencana tata bangunan dan lingkungan, peraturan bangunan setempat, maka Kepala Daerah dapat menetapkan berdasarkan berbagai
pertimbangan dan setelah mendengarkan pendapat teknis para ahli terkait.
Ketentuan besarnya KDB dan KLB dapat diperbarui
Sejalan dengan pertimbangan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas pembangunan, daya dukung lahan/lingkungan, dan setelah mendengarkan pendapat teknis para ahli terkait.
Dengan pertimbangan kepentingan umum dan ketertiban pembangunan, Kepala Daerah dapat menetapkan rencana perpetakan dalam suatu kawasan/lingkungan dengan persyaratan:
(1) Setiap bangunan yang didirikan harus sesuai dengan rencana perpetakan yang telah diatur di dalam rencana tata ruang;
(2) Apabila perpetakan tidak ditetapkan, maka KDB dan KLB diperhitungkan berdasarkan luas tanah di belakang garis sempadan jalan (GSJ) yang dimiliki;
(3) Untuk persil-persil sudut bilamana sudut persil tersebut dilengkungkan atau disikukan, untuk memudahkan lalu lintas, maka lebar dan panjang persil tersebut diukur dari titik pertemuan garis perpanjangan pada
sudut tersebut dan luas persil diperhitungkan berdasarkan lebar dan panjangnya;
(4) Penggabungan atau pemecahan perpetakan dimungkinkan dengan ketentuan KDB dan KLB tidak dilampaui, dan dengan memperhitungkan keadaan lapangan, keserasian dan keamanan lingkungan serta memenuhi
persyaratan teknis yang telah ditetapkan;
(5) Dimungkinkan adanya pemberian dan penerimaan besaran KDB/KLB diantara perpetakan yang berdekatan, dengan tetap menjaga keseimbangan daya dukung lahan dan keserasian lingkungan.

8
(6) Dimungkinkan adanya kompensasi berupa penambahan besarnya KDB. KLB bagi perpetakan tanah yang memberikan sebagian luas tanahnya untuk kepentingan umum.
(7) Penetapan besarnya KDB, KLB untuk pembangunan bangunan gedung di atas fasilitas umum adalah setelah mempertimbangkan keserasian, keseimbangan dan persyaratan teknis serta mendengarkan pendapat
teknis para ahli terkait.

Perhitungan KDB dan KLB


Perhitungan KDB maupun KLB ditentukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Perhitungan luas lantai bangunan adalah jumlah luas lantai yang diperhitungkan sampai batas dinding terluar;
b. Luas lantai ruangan beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding yang tingginya lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan tersebut dihitung penuh 100 %;
c. Luas lantai ruangan beratap yang bersifat terbuka atau yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan dihitung 50 %, selama tidak melebihi 10 % dari luas denah yang
diperhitungkan sesuai dengan KDB yang ditetapkan;
d. Overstek atap yang melebihi lebar 1,50 m maka luas mendatar kelebihannya tersebut dianggap sebagai luas lantai denah;
e. Teras tidak beratap yang mempunyai tinggi dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas lantai teras tidak diperhitungkan sebagai luas lantai;
f. Luas lantai bangunan yang diperhitungkan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam perhitungan KLB, asal tidak melebihi 50 % dari KLB yang ditetapkan, selebihnya diperhitungkan 50 % terhadap KLB;
g. Ram dan tangga terbuka dihitung 50 %, selama tidak melebihi 10 % dari luas lantai dasar yang diperkenankan;
h. Dalam perhitungan KDB dan KLB, luas tapak yang diperhitungkan adalah yang dibelakang GSJ;
i. Batasan perhitungan luas ruang bawah tanah (besmen) ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan pertimbangan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan pendapat teknis para ahli terkait;
j. Untuk pembangunan yang berskala kawasan (superblock), perhitungan KDB dan KLB adalah dihitung terhadap total seluruh lantai dasar bangunan, dan total keseluruhan luas lantai bangunan dalam kawasan
tersebut terhadap total keseluruhan luas kawasan;
k. Dalam perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh ke lantai penuh berikutnya lebih dari 5 m, maka ketinggian bangunan tersebut dianggap sebagai dua lantai;
l. Mezanin yang luasnya melebihi 50 % dari luas lantai dasar dianggap sebagai lantai penuh.

II.3.2 Garis Sempadan Bangunan Gedung (GSB)


Garis Sempadan Bangunan ditetapkan dalam rencana tata ruang, rencana tata bangunan dan lingkungan, serta peraturan bangunan setempat. Penetapan Garis Sempadan Bangunan didasarkan pada pertimbangan
keamanan, kesehatan, kenyamanan, dan keserasian dengan lingkungan serta ketinggian bangunan. Daerah menentukan garis-garis sempadan pagar, garis sempadan muka bangunan, garis sempadan loteng, garis
sempadan podium, garis sempadan menara, begitu pula garis-garis sempadan untuk pantai, sungai, danau, jaringan umum dan lapangan umum.
Pada suatu kawasan/lingkungan yang diperkenankan adanya beberapa klas bangunan dan di dalam kawasan peruntukan campuran, untuk tiap-tiap klas bangunan dapat ditetapkan garis-garis sempadannya masing-
masing.
Dalam hal garis sempadan pagar dan garis sempadan muka bangunan berimpit (GSB sama dengan nol), maka bagian muka bangunan harus ditempatkan pada garis tersebut.
Ketentuan besarnya GSB dapat diperbarui dengan pertimbangan perkembangan kota, kepentingan umum, keserasian dengan lingkungan, maupun pertimbangan lain dengan mendengarkan pendapat teknis para
ahli terkait.
Kepala Daerah dengan pertimbangan keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan, juga menetapkan garis sempadan samping kiri dan kanan, serta belakang bangunan terhadap batas persil, yang diatur di dalam
rencana tata ruang, rencana tata bangunan dan lingkungan, dan peraturan bangunan setempat.

9
Sepanjang tidak ada jarak bebas samping maupun belakang bangunan yang ditetapkan, maka Kepala Daerah menetapkan besarnya garis sempadan tersebut dengan setelah mempertimbangkan keamanan, kesehatan
dan kenyamanan, yang ditetapkan pada setiap permohonan perizinan mendirikan bangunan.
Untuk bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan-bahan/benda-benda yang mudah terbakar dan/atau bahan berbahaya, maka Kepala Daerah dapat menetapkan syarat-syarat lebih lanjut mengenai
jarak-jarak yang harus dipatuhi.
Pada daerah intensitas bangunan padat/rapat, maka garis sempadan samping dan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan:
(1) bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan;
(2) struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya 10 cm kearah dalam dari batas pekarangan, kecuali untuk bangunan rumah tinggal;
(3) untuk perbaikan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri disamping dinding
batas terdahulu;
(4) pada bangunan rumah tinggal rapat tidak terdapat jarak bebas samping, sedangkan jarak bebas belakang ditentukan minimal setengah dari besarnya garis sempadan muka bangunan.

II.3.3 Garis Sempadan Jalan (GSJ)


Garis sempadan jalan (GSJ) adalah garis batas pekarangan terdepan. GSJ merupakan batas terdepan pagar halaman yang boleh didirikan. Oleh karena itu biasanya di muka GSJ terdapat jalur untuk instalasi air,
listrik, gas, serta saluran-saluran pembuangan.
Pada GSJ tidak boleh didirikan bangunan rumah, terkecuali jika GSJ berimpit dengan garis sempadan bangunan (GSB). Ketentuan mengenai GSJ biasanya sudah terdapat dalam dokumen rencana tata ruang kota
setempat, bisa didapat di dinas tata kota atau Bappeda.
GSJ dimaksudkan mengatur lingkungan hunian memiliki kualitas visual yang baik, selain itu juga mengatur jarak pandang yang cukup antara lalu lintas di jalan dan bangunan. Ketentuan besarnya GSJ ditentukan
dengan pertimbangan perkembangan kota, kepentingan umum, keserasian dengan lingkungan, maupun pertimbangan lain dengan mendengarkan pendapat teknis para ahli terkait.

II.3.4 Garis Jarak Bebas Samping (GJBS) dan Garis Jarak Bebas Belakang (GJBB)
Pada daerah intensitas bangunan rendah/renggang, maka jarak bebas samping dan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan:
(1) jarak bebas samping dan jarak bebas belakang ditetapkan minimum 4 m pada lantai dasar, dan pada setiap penambahan lantai/tingkat bangunan, jarak bebas di atasnya ditambah 0,50 m dari jarak bebas lantai di
bawahnya sampai mencapai jarak bebas terjauh 12,5 m, kecuali untuk bangunan rumah tinggal, dan sedangkan untuk bangunan gudang serta industri dapat diatur tersendiri;
(2) sisi bangunan yang didirikan harus mempunyai jarak bebas yang tidak dibangun pada kedua sisi samping kiri dan kanan serta bagian belakang yang berbatasan dengan pekarangan.
Pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam bentuk apapun.
Jarak bebas antara dua bangunan dalam suatu tapak diatur sebagai berikut:
(1) dalam hal kedua-duanya memiliki bidang bukaan yang saling berhadapan, maka jarak antara dinding atau bidang tersebut minimal dua kali jarak bebas yang ditetapkan;
(2) dalam hal salah satu dinding yang berhadapan merupakan dinding tembok tertutup dan yang lain merupakan bidang terbuka dan/atau berlubang, maka jarak antara dinding tersebut minimal satu kali jarak bebas
yang ditetapkan;
(3) dalam hal kedua-duanya memiliki bidang tertutup yang saling berhadapan, maka jarak dinding terluar minimal setengah kali jarak bebas yang ditetapkan.

10
II.3.5 Perbandingan Luas Bangunan dengan Penghuni
Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak
lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2,80 m. Rumah sederhana sehat memungkinkan penghuni untuk dapat hidup sehat dan
menjalankan kegiatan hidup sehari-hari secara layak. Kebutuhan minimum ruangan pada rumah sederhana sehat perlu memperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:

(1) kebutuhan luas per jiwa


(2) kebutuhan luas per Kepala Keluarga (KK)
(3) kebutuhan luas bangunan per kepala Keluarga (KK)
(4) kebutuhan luas lahan per unit bangunan

Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 1. Kebutuhan Luas Minimum Bangunan dan Lahan


untuk Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat)

Gambar GSB, GSJ, GJBS, GJBB

Gambar 1. Garis-Garis Bangunan

11
II.4 Bangunan Tahan Gempa untuk Rumah Tinggal

Bangunan tahan gempa pada dasarnya adalah upaya untuk membuat seluruh elemen rumah menjadi satu kesatuan yang utuh, yang tidak lepas/runtuh akibat gempa. Penerapan konsep tahan gempa antara lain
dengan cara membuat sambungan yag cukup kuat diantara berbagai elemen tersebut serta pemilihan material dan pelaksanaan yang tepat. Konsep rumah contoh yang dikembangkan Kantor Menteri Negara Riset dan
Teknologi (KMNRT) tidak hanya mengacu kepada konsep desain tahan gempa saja, akan tetapi mencakup konsep pemanfaatan material setempat, budaya masyarakat dalam membangun rumah, serta aspek kemudahan
pelaksanaan.
Kadar kecocokan sistem struktur terhadap gempa yang dinyatakan sangat cocok, bila bangunan gedung dan rumah dibuat dengan mengunakan sistem struktur rangka kaku, baik menggunakan bahan beton bertulang,
baja, dan kayu dengan perkuatan silang. Bangunan gedung dan rumah tinggal yang dibangun dengan sistem struktur ini memberikan karakteristik berat bangunan ringan dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap
beban gempa.
Beberapa konsep utama dalam konstruksi bangunan tahan gempa antara lain:
1. Denah Bangunan yang Simetris
Khusus pada bangunan tahan gempa denah bangunan perlu didesain secara simetris. Berdasarkan pengamatan pada kerusakan bangunan akibat gempa, diketahui bahwa struktur bangunan yang demikian dapat
menahan gaya gempa. Struktur seperti ini juga mengurangi efek gaya torsi yang ditimbulkan saat terjadi gempa. Denah yang simetris memungkinkan pembagian kekuatan yang merata pada setiap bagian bangunan.
Dengan adanya pemerataan tersebut, maka bangunan tidak akan mudah roboh saat terjadi gempa.
2. Material Bangunan yang Ringan
Alam semesta telah menyediakan material-material yang mampu dimanfaatkan dalam proses perancangan bangunan. Akan tetapi manusia harus tetap mengasah kreativitasnya untuk menciptakan material-material
yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Dalam proses pemilihan material bagi rancangan bangunan tahan gempa perlu memperhatikan faktor berat material tersebut. Material yang sebaiknya digunakan adalah material
yang ringan namun kuat. Hal ini sesuai dengan konsep bahwa beban inersia gempa sebanding dengan berat bahan bangunan tersebut.
3. Sistem Konstruksi Penahan Beban yang Memadai
Agar suatu bangunan dapat menahan gempa, maka bangunan trsebut harus mampu menyalurkan setiap gaya inersia akibat gempa dari elemen-elemen struktur bangunan utama kemudian memindahkannya ke
pondasi yang ada di dalam tanah. Struktur utama penahan gaya horizontal akibat gempa harus elastis, karena jika batas kekuatan elastisitas telah dilampaui maka tidak akan terjadi keruntuhan getas secara tiba-tiba,
melainkan pada beberapa tempat terlebih dahulu. Dalam proses menyalurkan gaya dari elemen struktur ke pondasi terdapat sebuah jalur yang disebut lintasan gaya. Setiap bangunan harus memiliki lintasan gaya yang
cukup kuat untuk dapat menahan gaya gempa horizontal.
Taraf keamanan minimum untuk bangunan gedung dan rumah tinggal yang masuk dalam kategori bangunan tahan gempa, yaitu yang memenuhi berikut ini:
a. Bila terkena gempa bumi yang lemah, bangunan tersebut tidak mengalami kerusakan sama sekali.
b. Bila terkena gempa bumi sedang, bangunan tersebut boleh rusak pada elemen-elemen non-struktural, tetapi tidak boleh rusak pada elemen-elemen struktur.
c. Bila terkena gempa bumi yang sangat kuat: bangunan tersebut tidak boleh runtuh baik sebagian maupun seluruhnya; bangunan tersebut tidak boleh mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
Berdasarkan acuan normative SNI 03-1726-2002, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan, Bangunan rumah dan gedung lainnya yang dibuat atau direncanakan mengikuti pedoman teknis ini
harus mengikuti ketentuan-ketentuan berikut:

12
1. Pondasi
a. Pondasi harus ditempatkan pada tanah keras.
b. Penampang melintang pondasi harus simetris seperti terlihat pada Gambar 2

Gambar 2. Penampang melintang pondasi batu kali


c. Harus dihindarkan penempatan pondasi pada sebagian tanah keras dan sebagian tanah lunak.

Gambar 3. Pondasi menerus yang diletakkan pada sebagian tanah keras dan sebagian tanah lunak.
d. Sangat disarankan menggunakan pondasi menerus, mengikuti panjang denah bangunan, seperti ditunjukan oleh Gambar 4.

Gambar 4. Pondasi menerus


e. Pondasi dibuat menerus pada kedalaman yang sama, pondasi bertangga seperti ditunjukan oleh gambar 5 berikut tidak diperkenankan.

Gambar 5. Pondasi bertangga yang tidak diperkenankan

13
f. Penggunaan pondasi pada kondisi tanah lunak dapat digunakan pondasi pelat beton atau jenis pondasi alternatif lainnya.

2. Dinding Rumah tahan Gempa


Dinding yang dipakai merupakan perpaduan antara kebiasaan masyarakat setempat yang menggunakan material kayu dan dinding yang terbuat dari batu-bata. Untuk menyatukan dinding dengan kolom maupun
sloof, dipergunakan angker yang dipasang pada jarak 0.3 meter. Untuk mengatasi adanya gaya horisontal akibat gempa, maka pada dinding di pasang pengikat silang sebagai pengaku. Setiap bukaan yang cukup lebar
seperti : pintu, jendela harus dipasang balok lintel. Dalam desain bangunan ini balok lintel disatukan dengan kayu kusen atas.
Dalam dinding terdapat penguat-penguat yang disebut kolom. Kolom menggunakan material kayu dengan ukuran yang ada di pasaran yaitu ukuran 2 x 5/10. Dengan menggunakan ukuran yang ada dipasaran,
dimaksudkan untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh material tersebut. Untuk menahan gaya geser akibat gempa, maka pada ujung bawah kolom dipasang plat berbentuk U yang ditanam dalam adukan
beton sloof.
3. Kolom : Rumah Tahan Gempa
Kolom menggunakan material kayu dengan ukuran yang ada di pasaran yaitu ukuran 2 x 5/10. Pemakaian ukuran yang ada dipasaran, dimaksudkan untuk memudahkan masyarakat dalam mencontoh. Untuk
menahan gaya geser akibat gempa, maka pada ujung bawah kolom dipasang plat berbentu U yang ditanam dalam adukan beton sloof.
Untuk menjamin adanya satu kesatuan antara kolom dengan rangka kuda-kuda, maka salah satu batang diagonal kuda-kuda dipanjangkan sampai ke kolom. Sementara itu untuk menghindari terlepasnya kusen
pintu/jendela, maka batang horisontal kusen pintu/jendela.
4. Struktur Atap dan Kuda-kuda
Pada struktur atap yang menahan beban gempa dalam arah horizontal, jika tidak terdapat batang pengaku di dalamnya maka bangunan tersebut akan runtuh jika terjadi gempa bumi. Apabila bangunan tersebut
cukup lebar maka diperlukan setidaknya 2 hingga 3 batang pengaku pada tiap-tiap ujung bangunan. Tetapi perlu diperhatikan bahwa batang pengaku ini harus memiliki sistem menerus sehingga gaya dapat dialirkan
ke ring balok pada ketinggian langit-langit. Gaya-gaya dari batang pengaku dan beban saling tegak lurus bidang pada dinding sehingga menghasilkan momen lentur pada ring balok. Apabila panjang dinding pada
arah lebar lebih besar dari 4 meter, maka diperlukan batang pengaku horizontal pada sudut untuk memindahkan beban dari batang pengaku pada bidang tegak dinding dalam yang merupakan elemen-elemen struktur
yang menahan beban gempa utama.
Material atap yang digunakan harus material yang ringan namun kuat. Kuda-kuda menggunakan material dari kayu sedangkan atap menggunakan seng. Metode sambungan yang digunakan sangat sederhana, hal
ini untuk mempermudah masyarakat dalam mencontoh metode tersebut. Untuk memperkuat hubungan antara batang serta menjaga stabilitasnya, maka hubungan antara batang membentuk segitiga. Hubungan antara
kuda-kuda yang satu dengan kuda-kuda lainnya menggunakan batang pengaku dan batang pengaku di badan bangunan yang biasa disebut dengan batang lintel. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah
sambungan antar batang horizontal jangan terletak pada titik kritis, hal ini untuk menghindari terjadinya lendutan antara sambungan tarik dan sambungan tekan.
Kuda-kuda untuk bangunan gedung dan rumah tahan gempa disarankan menggunakan kuda-kuda papan paku. Kuda-kuda ini cukup ringan dan pembuatannya cukup sederhana. Ukuran kayu yang digunakan 2 cm
x 10 cm, dan jumlah paku yang digunakan minimum 4 buah paku dengan panjang 2,5 kali tebal kayu.

14
Gambar 9. Detail Struktur Kuda-Kuda Atap

15
BAB III
HASIL PENGAMATAN

III.1 Kondisi Rumah Tidak Sehat


Lokasi Rumah Survei (Alamat) : Jl. Raya Srengseng Sawah No. 33
Luas Tanah : 13 m x 12 m = 156 m2
Luas Bangunan : 156 m2
Jumlah Ruangan:
Rumah ini terdiri dari 7 (empat) ruangan yang terdiri dari
a. 4 (empat) kamar tidur
b. 1 (satu) ruang tamu / ruang keluarga
c. 1 (satu) dapur
d. 2 (satu) kamar mandi
e. 1 (satu) Gudang
f. 1 (satu) ruang cuci / latihan
g. 1 (satu) toko
Jumlah Penghuni: 4 orang
Denah Lokasi (Site Layout) : terlampir
Denah Rumah Eksisting : terlampir
Tampak Depan dan Tampak Samping Rumah Eksisting : terlampir

III.2 Perbandingan dengan Rumah Sehat untuk olahragawanpencak silat

No. Faktor Pembanding Rumah Hasil Survei Rumah Profesi

- Kamar anak tidak ada jendela lubang ventilasi cenderung - Luas lubang ventilasi tetap minimal 5% dari luas lantai ruangan
kurang memadai - Udara yang masuk harus udara bersih yang tidak dicemari oleh asap kendaraan, pabrik,
Penghawaan - Jendela depan ruang tamu jarang difungsikan dan tertutup sampah maupun asap lainnya.
1.
(sirkulasi udara) sofa - Menfungsikan jendela sebangai tempat pertukaran sirkulasi udara sebenarnya
- Jendela dapur tidak berfungsi -
- Kamar mandi tidak memiliki ventilasi

- Pencahayaan dapur cenderung minim disamping jendela - Pencahayaan yang baik berasal dari sinar matahari langsung ketika siang hari,
2. Pencahayaan sudah tidak berfungsi, dibagian belakang dapur ditutupi (penghematan energy)
kerai bambu sehingga cahaya dari luar terhalangi - Luas jendela yang baik paling sedikit mempunyai luas 10-20% dari luas lantai

16
- Pencahayaan kamar anak pada siang hari juga cenderung
kurang karena berada ditengah-tengah tanpa jendela
satupun
- Air tidak berwarna, tidak berbau, jernih dan memiliki suhu di bawah suhu udara
sehingga nyaman untuk digunakan
3. Sumur air bersih Sumber air bersih (sumur) berada di dekat septic tank didekat
- Jarak antara sumber air bersih dengan sumber air kotor (septik tank dan resapan)
dapur dan tidak ada reservoir. minimal 10 meter
- Jarak septic tank dengan sumur harus diletakkan jauh kurang lebih 8 meter.
- Jarak septic tank dengan sumber air sangat dekat (di - Septic tank harus memiliki lubang hawa dan lubang pipa untuk keperluan kebersihan.
wilayah dapur), hal ini sangat memungkinkan tercemarnya - Memberikan tempat pembuangan sampah
sumber air minum oleh air pembuangan - Tidak terjadi kontaminasi tanah permukaan
Pengolahan limbah
4. - septik tank juga tidak memiliki lubang penghawaan, - Tidak terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin masuk ke sumur
cair dan padat
maupun lubang pipa untuk keperluan - Tidak terjadi kontaminasi pada air permukaan
pembersihan(penyedotan jika penuh). - Tidak terjangkau oleh lalat dan kuman
- Tidak ada tempat sampah pada rumah yang disurvey - Harus bebas dari bau serta kondisi yang tidak sedap
- Ruang tamu dan keluarga yang dijadikan satu dengan
mable rumah tangga yang penuh sesak menambah tata
ruang tidak sesuai fungsinya (terdapat kasur juga di ruang - harus ada pemisah antara ruang kamar tidur orang tua dan kamar tidur anak. Kemudian,
tamu ini) luas ruangan minimal 8m2 dengan kapasitas orang maksimal 2 orang.
- Untuk dapur, ruang dapur harus memiliki ventilasi yang baik agar asap hasil kegiatan
5 Tata Ruang - Dapur yang langsung terlihat dari ruang tamu dengan sekat
masak dapat dialirkan keluar. Luas dapur minimal 3m2.
setengah
- Untuk kamar mandi harus memiliki minimal 1 lubang ventilasi yang berhubungan
- Perabotan rumah tangga (mable) yang memakan tempat dengan udara luar.
seperti sofa besar terdapat dua dan terdapat bangku juga
yang sangat menyulitkan ruang gerak penghuni
- Ruang hijau (taman) dapat memberikan penghawaan yang sejuk
6 Ruang hijau - Tidak ada tanaman pada rumah ini - Memberikan tanaman gantung atau tanaman dalam pot dibagian teras rumah agar
sirkulasi udara lebih baik
- Menggunakan atap genteng karena dengan lahan yang kecil penggunaan asbes
7 Konstruksi rumah - Atap yang digunakan adalah asbes menambah penghawaan rumah semakin panas, maka digunakan genteng

Tabel 2. Perbandingan Rumah Hasil Survei dengan Rumah Sehat

17
BAB IV

ANALISA DAN USULAN PERBAIKAN

IV.1 Analisa Rumah

IV.1.1 Aspek Eksternal


a. Lingkungan
Rumah yang kami survei berada di sebuah gang dimana lingkungan tersebut padat oleh rumah warga sehingga tidak terdapat ruang terbuka hijau. Terdapat rumah warga lain tepat di sebelah kiri rumah
yang kami survei, sedangkan di sebelah kanan rumah terdapat sebuah gang kecil selebar 1 m. Gang tersebut hanya cukup untuk dilewati oleh satu orang dan tidak dapat dilewati oleh motor. Di belakang rumah
terdapat sebuah lapangan voli milik masyarakat sekitar sedangkan di depan rumah adalah jalan akses ke rumah tersebut. Jalan di depan rumah tersebut terbuat dari aspal dan selebar 2 m sehingga hanya motor
dan orang yang dapat melewatinya. Secara keseluruhan, lingkungan dimana rumah tersebut berada cukup bersih, namun tidak terdapat penghijauan di sekitarnya.
b. Infrastruktur
Rumah yang kami survei berada di dalam gang kecil namun tidak berjarak terlalu jauh dari jalan raya sehingga akses ke fasilitas lain seperti transportasi umum dan warung tidak terlalu sulit. Jarak dari
rumah ke jalan raya hanya sekitar 100 m sehingga jarak dapat ditempuh dengan jalan kaki.

IV.1.2 Aspek Internal dan Fisik


a. Organisasi Ruangan
Rumah yang kami survei hanya terdiri dari 4 ruangan terpisah yang terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dan 1 ruangan yang merangkap sebagai dapur, ruang tamu dan ruang keluarga.
Ruang keluarga dan ruang tamu disatukan menjadi satu di dekat pintu masuk sehingga ketika tamu masuk, mereka akan berada di ruang keluarga juga. Pintu depan rumah membentuk sudut terhadap dinding
depan sehingga membuat ruang tamu tersebut semakin kecil. Selain itu, rumah tersebut terkesan sempit karena pemilik rumah memiliki banyak barang yang tidak diatur dengan rapih. Sebagai contoh, terdapat
sebuah sofa persis di smaping pintu masuk sehingga menyulitkan tamu untuk masuk ke dalam rumah. Selain itu, terdapat sebuah meja kecil di depan meja lainnya di ruang tamu.
Ruang keluarga dan dapur hanya dipisahkan oleh sebuah sekat sehingga ruangan tersebut tidak dipisahkan secara menyeluruh. Sekat tersebut hanya setinggi 1.2 m dari lantai. Dapur dalam rumah yang
kami survei berukuran 7,91m2. Luas ini sudah diatas persyaratan rumah sehat. Dapur rumah tersebut juga sudah dilengkapi alat-alat pengolahan makanan, alat-alat masak, tempat cuci peralatan dan air bersih
serta tempat penyimpanan bahan makanan.
Kamar tidur depan berfungsi sebagai kamar tidur induk untuk kedua orang tua. Ukuran kamar tidur tersebut adalah 9m2 sehingga sesuai dengan standar rumah sehat. Namun, kamar tidur tersebut terlihat
sangat sempit dikarenakan banyaknya barang yang ada di ruang tersebut. Terdapat dua lemari besar yang menutupi satu sisi dinding, sedangkan barang-barang lainnya terdapat di lantai sekitar lemari tersebut.
Kamar tidur untuk kedua anak terpisah dari kamar tidur orang tua dan berada di sebelah kamar tidur induk berukuran 7,95m2. Ukuran ini masih terlalu sempit untuk ditempatkan 2 orang sesuai dengan
persyaratan rumah sehat. Seperti halnya dengan ruang tidur induk, kamar tidur untuk anak terkesan sempit. Dalam hal ini, ruang tidur anak terkesan sempit karena kasur besar yang ada di ruangan tersebut.
Selain itu juga terdapat meja belajar dan lemari.

b. Kualitas dan Utilitas Bangunan


Kualitas bangunan dapat dilihat dari bahan dan material yang digunakan juga dalam proses pembangunannya. Digunakan atap dengan bahan asbes yang kurang baik. Utilitas bangunan meliputi instalasi
listrik dan instalasi air bersih.

18
IV.1.3 Aspek Teknik
a. Material
Rumah yang kami survei memiliki atap yang terbuat dari asbes dan ketinggian rumah 2.5 m. Langit-langit rumah terbuat dari triplek. Lantai rumah sudah terbuat oleh keramik sedangkan dinding rumah
adalah setengah pasang batu-bata yang dilapisi oleh plaster. Pintu dan kusen jendela terbuat dari kayu, sedangkan pintu kamar mandi terbuat dari PVC.

b. Denah Eksisting (terlampir)

c. Tampak Bangunan (terlampir)


Pada bagian depan rumah terdapat 4 jendela, 2 pintu utama yang dijadikan satu, serta atap menghadap ke depan yang terbuat dari asbes. Tampak kanan rumah hanya berupa semen dan tidak ada lapisan
tambahan cet. Sebelah kiri rumah tidak dapat terlihat karena bersebelahan dengan rumah tetangga. Pada bagian belakang rumah terdapat 1 jendela dan 1 pintu belakang serta atap yang menghadap ke depan
dan terbuat dari asbes. Di bagian atas terdapat lubang ventilasi dan sama halnya dengan tampak kanan, hanya berupa semen dan tidak ada lapisan tambahan cet.

d. KDB : 89.4%
e. KLB : 0.89
f. GSB : 50 cm
g. GSJ : 50 cm
h. GJBS : 50 cm ke kanan
i. GJBB : 1,5 m
j. Rasio/Perbandingan Luas Bangunan dengan Penghuni : 10,825

IV.1.4 Aspek Ruang/Hubungan Fungsi Kegiatan


a. Sirkulasi Udara (Penghawaan)
Ventilasi yang terdapat di rumah tersebut berupa ventilasi alami dan ventilasi buatan. Ventilasi alami yang dimaksud berupa celah-celah di atas pintu dan jendela, sementara ventilasi buatan adalah kipas
angina. Kedua ventilasi tersebut berfungsi untuk mensirkulasikan udara agar udara di rumah di kotor dan pengap.
Di ruang keluarga, ventilasi alami berada di atas pintu dan jendela berupa celah-celah persegi panjang. Luas ventilasi pada ruang tersebut adalah 0.46m2 atau 3.4%. Hal ini menunjukan bahwa ventilasi
yang ada pada ruang tersebut masih dibawah persyaratan minimal 5%. Selain itu, terdapat satu kipas angin di langit-langit dan satu kipas angin yang ditempatkan di lantai yang berfungsi untuk menjaga suhu
ruang tersebut agar tidak terlalu panas.
Sama halnya dengan ruang keluarga, pada kamar tidur digunakan ventilasi berupa celah persegi panjang diatas pintu dan jendela. Ventilasi yang berada pada jendela menyalurkan udara segar dari luar
sedangkan ventilasi yang berada pada pintu menyalurkan udara dari ruang keluarga. Luas ventilasi pada kamar tersebut adalah 0,49m2 atau 5.4% dari luas lantai sehingga sudah sesuai dengan persyaratan
rumah sehat.

19
Pada kamar tidur anak hanya terdapat ventilasi di atas pintu. Namun, luas tersebut adalah 0.17m2 dan sudah sesuai dengan persyaratan rumah sehat.
Ventilasi pada dapur berasal dari celah diatas jendela dan pintu belakang. Luas ventilasi tersebut adalah 0.32m2 atau 4% dari luas lantai ruangan. Hal ini menunjukan bahwa ventilasi pada dapur masih
dibawah persyaratan rumah sehat.
Sementara itu, pada kamar mandi hanya terdapat ventilasi pada bagian bawah pintu sebesar 0.49m2. Luas tersebut sudah sesuai dengan persyaratan rumah sehat, namun ventilasi tersebut hanya mengalirkan
udara ke dapur dan bukan udara segar dari luar.

b. Pencahayaan
Terdapat dua jenis pencahayaan dalam rumah yang kami survei, pencahayaan alami yang berasal dari jendela, serta pencahayaan buatan yang berasal dari lampu pijar.
Di ruang keluarga terdapat dua jendela yang menghadap ke depan rumah. Luas jendela tersebut adalah 1.15m2 sehingga hanya mencakup 9% dari luas lantai ruangan. Ukuran tersebut masih dibawah
persyaratan rumah sehat yang mensyaratkan ukuran jendela minimal 10% dari luas lantai. Untuk pencahayaan buatan, terdapat dua lampu di langit-langit yang berfungsi untuk memberikan penerangan saat
malam hari. Namun, satu dari kedua lampu tersebut tidak berfungsi dan rusak.
Pada kamar tidur induk juga terdapat dua buah jendela yang menghadap ke depan rumah. Luas jendela tersebut adalah 1.04m2, yaitu 11.5% dari luas lantai ruangan sehingga sudah memenuhi persyaratan
rumah sehat. Selain itu, juga terdapat satu lampu untuk penerangan pada malam hari.
Berbeda dengan kamar tidur induk, kamar tidur anak tidak memiliki pencahayaan alami dikarenakan dinding yang menghadap ke luar rumah bersebelahan dengan dinding rumah tetangga. Oleh karena itu,
pencahayaan di kamar ini hanya mengandalkan pencahayaan buatan dengan menggunakan lampu.
Pada bagian dapur, terdapat satu buah jendela yang menghadap ke belakang rumah yang berfungsi sebagai pencahayaan alami. Luas jendela tersebut adalah 0.49m2 atau 6.1% dari luas lantai ruangan. Luas
tersebut masih jauh dibawah persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Selain pencahayaan alami, dapur tersebut juga memiliki pencahayaan buatan berupa satu lampu.
Kamar mandi pada rumah yang kami survei tidak memiliki jendela. Oleh karena itu, penerangan untuk kamar mandi menggunakan pencahayaan buatan.

c. Air Bersih dan Sanitasi


Air bersih pada rumah yang kami survei disalurkan ke 2 kran yaitu di tempat cuci piring dapur serta di bak penampungan air kamar mandi. Air yang terdapat dalam rumah tersebut sudah cukup bersih.
Airnya jernih, tidak keruh serta tidak berbau sehingga dapat dikatakan air bersih. Sementara itu, septik tank rumah tersebut berada di bawah kamar mandi sedangkan resapan berada di luar rumah dekat dapur.
Di rumah tersebut hanya terdapat satu keranjang sampah, yaitu di dapur.

IV.2 Usulan Perbaikan Rumah


IV.2.1 Aspek Eksternal
a. Lingkungan
Rumah yang kami survei berada di sebuah gang dimana lingkungan tersebut padat oleh rumah warga sehingga tidak terdapat ruang terbuka hijau. Usulan kami ditambahkan tanaman-tanaman hias untuk
penghijauan dan juga untuk keindahan lingkungan.
b. Infrastruktur
Rumah yang kami survei berada di dalam gang kecil namun tidak berjarak terlalu jauh dari jalan raya sehingga akses ke fasilitas lain seperti transportasi umum dan warung tidak terlalu sulit. Jarak dari
rumah ke jalan raya hanya sekitar 100 m sehingga jarak dapat ditempuh dengan jalan kaki.

20
IV.2.2 Aspek Internal dan Fisik
a. Organisasi Ruangan
Berdasarkan denah usulan, kami tidak menambah maupun mengurangi jumlah ruangan yang telah ada namun mengubah letak ruangan yang ada untuk mengefektifkan luas bangunan yang cukup sempit.
Ruang tamu kami perluas dengan cara mengubah letak pintu dan tembok depan rumah menjadi tidak membentuk sudut agar luas ruang tamu efektif. Juga mengganti perabot ruang tamu seperti sofa dan
meja tamu yang lebih sesuai dengan luas ruang tamu.
Kamar tidur anak dipindahkan menjadi berseberangan dengan kamar tidur utama. Tujuan dari pemindahan kamar tidur anak adalah sebagai pembatas ruang tamu untuk menjaga privasi keluarga juga
sebagai pembatas dapur, selain itu luas bekas kamar tidur anak difungsikan sebagai ruang keluarga, sehingga lahan rumah yang sempit bisa di efektifkan.
Kamar mandi dipindahkan ke seberang letak kamar mandi sebelumnya. Tujuan dari pemindahan kamar mandi adalah agar tembok kamar mandi dapat ditambahkan ventilasi sebagai sirkulasi udara didalam
kamar mandi.

b. Kualitas dan Utilitas Bangunan


Kualitas bangunan dapat dilihat dari bahan dan material yang digunakan juga dalam proses pembangunannya. Untuk rumah usulan kami memperhatikan bahan dan material yang digunakan aman dan tidak
berdampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan.
Utilitas bangunan yang meliputi instalasi listrik dan instalasi air bersih. Untuk instalasi air kami memisahkan antara perpipaan untuk air kotor dan air bersih. Sumur sebagai sumber air bersih diletakkan di
teras depan rumah sehingga tidak tercemar dengan tempat pembuangan air kotor dan septic tank yang berada di teras belakang rumah. Untuk pemasangan kabel listrik kami bekerja sama dengan pihak PLN
dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan PLN demi keselamatan dan kenyamanan penghuni rumah.

IV.2.3 Aspek Teknik


a. Material
Material atap kami ubah menjadi terbuat dari tanah liat karena atap asbes berbahaya bagi kesehatan dan efek jangka panjang dari menghirup serat asbes adalah dapat menyebabkan kanker paru-paru,
sedangkan atap tanah liat tidak menimbulkan efek negatif bagi kesehatan juga perawatan yang mudah dan ramah lingkungan. Langit-langit rumah terbuat dari triplek. Lantai rumah sudah terbuat oleh keramik
sedangkan dinding rumah adalah setengah pasang batu-bata yang dilapisi oleh plaster. Pintu dan kusen jendela terbuat dari kayu, sedangkan pintu kamar mandi terbuat dari PVC. Tembok rumah kami tinggikan
menjadi 3 meter dengan tujuan untuk memperbaiki sistem penghawaan agar tidak pengap, mempengaruhi suhu ruangan agar tidak terlalu panas, dan dari aspek kenyamanan dan keindahan.

b. Denah Renovasi (terlampir)

c. Tampak Bangunan (terlampir)


Pada bagian depan rumah terdapat 4 jendela, 2 pintu utama yang dijadikan satu yang sudah tidak membentuk sudut, serta atap menghadap ke depan yang terbuat dari tanah liat. Tampak kanan rumah
ditambahkan 2 jendela dari kamar tidur anak dan ventilasi dari kamar mandi. Sebelah kiri rumah tidak dapat terlihat karena bersebelahan dengan rumah tetangga. Pada bagian belakang rumah terdapat 2 jendela,
1 ventilasi dan 1 pintu belakang serta atap yang menghadap ke depan dan terbuat dari tanah liat. Dinding luar pada tampak belakang dan tampak kanan di cet untuk estetika dan keawetan.

d. KDB : 89.4%
e. KLB : 0.89

21
f. GSB : 50 cm
g. GSJ : 50 cm
h. GJBS : 50 cm ke kanan
i. GJBB : 1,5 m
j. Rasio/Perbandingan Luas Bangunan dengan Penghuni : 10,825
Karena luas lahan yang tidak dapat diperbesar, tidak terdapat perubahan terhadap KDB, KLB, GSB, GSJ, GJBS, GJBB serta rasio luas bangunan dengan penghuni.
k. Gempa
Untuk kekuatan bangunan dalam segi gempa, sesuai dengan SNI 03-1726-2002, pondasi yang digunakan dalam usulan rumah kami adalah pondasi menerus, simetris serta kedalaman yang sama. Selain itu,
pada dinding dipasang kolom lintel untuk mengatasi adanya gaya horizontal akibat gempa yang letaknya ada di kusen-kusen. Pada setiap kolom terdapat beton sloof untuk menahan gaya geser akibat gempa.
Untuk struktur atap, digunakan material yang ringan namun kuat, yaitu kayu.

IV.2.4 Aspek Ruang/Hubungan Fungsi Kegiatan


a. Sirkulasi Udara (Penghawaan)
Penambahan ventilasi alami pada dinding rumah tersebut. Ventilasi tersebut berfungsi untuk mensirkulasikan udara agar udara di rumah tidak kotor dan pengap. Semua ventilasi dibuat berdasarkan standar
yaitu minimal 5% dari luas lantai.
Pada ruang tamu, ventilasi alami terdapat 1 di atas pintu dan 2 di atas jendela berupa celah-celah persegi panjang. Standar luas ventilasi pada ruang tamu adalah 0.216 m2, kami membuat luas ventilasi pada
ruang tersebut menjadi 0.55 m2 sehingga sudah memenuhi standar ventilasi yaitu 5% dari luas lantai. Kipas angin yang terdapat pada ruang tamu tidak kami pindahkan karena sudah sesuai dengan fungsinya.
Pada kamar tidur induk digunakan ventilasi berupa celah persegi panjang diatas pintu dan jendela. Ventilasi yang berada pada jendela menyalurkan udara segar dari luar sedangkan ventilasi yang berada
pada pintu menyalurkan udara dari ruang keluarga. Standar luas ventilasi pada kamar tidur induk adalah 0.45 m2, kami membuat luas ventilasi pada kamar tersebut menjadi 0.675 m2 sehingga sudah memenuhi
standar.
Pada kamar tidur anak terdapat 1 ventilasi di atas pintu dan 2 ventilasi di atas jendela. Standar luas ventilasi pada kamar tidur anak adalah 0.434 m2, kami membuat luas ventilasi pada kamar tidur anak
menjadi 0.675 m2 sehingga sudah memenuhi standar 5% dari luas lantai.
Pada ruang keluarga, sirkuasi udara didapatkan dari ventilasi yang berada di dapur dan juga kipas angin berdiri.
Pada dapur terdapat ventiasi dari celah diatas pintu belakang, diatas jendela dan disebelah jendela. Standar luas ventilasi pada dapur adalah 0.166 m2, kami membuat luas ventilasi dapur menjadi 0.795 m2
sehingga sudah memenuhi standar.
Pada kamar mandi terdapat ventilasi pada bagian bawah pintu dan juga pada dinding kamar mandi yang terlihat pada tampak kanan rumah. Standar luas ventilasi pada kamar mandi adalah 0.124 m2, kami
membuat luas ventilasi pada kamar mandi menjadi 0.875 m2 sehingga sudah memenuhi standar.

b. Pencahayaan
Pencahayaan dalam rumah berasal dari jendela dan juga lampu pijar. Pada ruang tamu terdapat dua jendela yang menghadap ke depan rumah. Standar luas jendela pada ruang tamu adalah 0.432 m2 0.864
m2, kami membuat luas jendela pada ruang tamu menjadi 0.814 m2 sehingga sudah memenuhi standar luas jendela 10%-20% dari luas ruangan. Untuk pencahayaan buatan pada ruang tamu adalah lampu hias
gantung yang tidak terlalu besar dan cukup untuk penerangan di malam hari.
Pada kamar tidur induk juga terdapat dua buah jendela yang menghadap ke depan rumah. Standar luas jendela pada kamar tidur induk adalah 0.9 m2 1.8 m2, kami membuat luas jendela pada kamar tidur
induk menjadi 1.125 m2 sehingga sudah memenuhi standar luas jendela. Selain itu, juga terdapat satu lampu untuk penerangan pada malam hari.

22
Pada kamar tidur anak terdapat 2 jendela yang terlihat pada tampak kanan rumah yang akan menjadi pencahayaan alami. Standar luas jendela pada kamar tidur anak adalah 0.868 m2 - 1.736 m2, kami
membuat luas jendela pada kamar tidur anak menjadi 1.125 m2 sehingga sudah memenuhi standar luas jendela .Terdapat juga pencahayaan buatan berupa lampu pijar untuk penerangan pada malam hari.
Pada bagian dapur, terdapat satu buah jendela yang menghadap ke belakang rumah yang berfungsi sebagai pencahayaan alami. Standar luas jendela pada dapur adalah 0.3315 m2 - 0.663 m2, kami membuat
luas jendela pada dapur menjadi 0.814 m2 sehingga sudah memenuhi standar luas jendela. Sela
in pencahayaan alami, dapur tersebut juga memiliki pencahayaan buatan berupa satu lampu.
Pada ruang keluarga, terdapat pencahayaan buatan berupa lampu pijar juga mendapatkan pencahayaan dari kaca yang berada di bagian dinding dapur.
Pada Kamar mandi, terdapat penerangan dari jendela kecil yang berada persis diatas ventilasi seluas 0.0462 m2 dan ventilasi yang terlihat pada tampak kanan rumah juga penerangan buatan dari lampu
pijar.

c. Air Bersih dan Sanitasi


Sumur yang berfungsi sebagai sumber air bersih berada dibawah teras depan rumah dan dialirkan melalui pipa menuju 2 keran yang berada di kamar mandi dan juga 1 keran yang berada di dapur. Letak
septiktank kami tempatkan di taman belakang karena lebih mudah saat penyedotan WC dan dapat diletakkan lubang penghawaan. Septiktank disambungkan dengan sumur resapan di sebelah septiktank.

23
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan
a. Rumah sehat merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah,
ventilasi yang baik, kepadatan huanian rumah yang seusai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah
b. Aspek-aspek yang ditijau dari rumah sehat antara lain pencahayaan, penghawaan, tata ruang, material bangunan, sanitasi, luas bangunan, serta aspek ekonomi
c. Rumah yang berada pada Jalan Raya Srengseng Sawah No. 13 tidak memenuhi kriteria-kriteria untuk dikategorikan sebagai rumah sehat karena beberapa hal yaitu, pencahayaan yang kurang, penghawaan yang
kurang baik, tata ruang yang tidak efektif, serta material bangunan yang kurang baik.
d. Untuk memenuhi persyaratan rumah sehat, rumah yang berada pada Jalan Raya Srengseng Sawah No. 13 dapat direnovasi. Renovasi yang dilakukan adalah:
1. Menambahkan jendela dan ventilasi
2. Mengubah tata ruang
3. Meninggikan langit-langit untuk penghawaan
4. Mengubah material atap dari asbes menjadi genteng tanah liat
e. Ada beberapa aspek dari rumah sehat yang tidak dapat diubah karena kondisinya yang tidak memungkinkan yaitu luas bangunan, KDB, KLB, GSB, GSJ, GJBS, GJBB serta rasio luas bangunan dengan
penghuni
V.2 Saran
Selain aspek dan standar-standar yang berlaku untuk rumah sehat, segi estetika dan kenyamanan dapat diperhatikan. Pemilik rumah dapat menambahkan tanaman-tanaman di teras maupun di belakang rumah
untuk meningkatkan keindahan rumah. Selain itu, pemilik juga dapat merapihkan barang-barang agar tidak berantakan di dalam rumah. Selain lebih enak untuk dipandang, hal ini juga akan membuat penghuni merasa
lebih nyaman serta kebersihan lebih mudah untuk dijaga. Kebersihan pangkal kesehatan adalah pepatah yang benar adanya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Chandra. (2007). Pengantar Kesehatan Lingkugan. Jakarta: EGC

Puspantoro, Benny. (1996). Konstruksi Bangunan Gedung Tidak Bertingkat. Yogyakarta: Penerbitan Universitas Mahasiswa Atma Jaya.

Febri, Suryo. (2004). Akses pada 29 Oktober 2014 dari http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/20/jhptump-ump-gdl-suryofebri-969-2-babii.pdf

Kusuma, Astuti. (2010). Akses pada 1 November 2014 dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23722/4/Chapter%20II.pdf

Permen PU. (2007). Akses pada 5 November 2014 dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/01%20perencanaan%20bangunan%20dan%20lingkungan.pdf.

Depkes RI Ditjen PPM dan PL (2002) Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat.

Kepmenkes RI No.403/KPTS/M/2002 ttg Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat)

Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 ttg Persyaratan Kesehatan Perumahan.

UU RI No.4 Tahun 1992 ttg Perumahan dan Pemukiman.

25
LAMPIRAN

26

Anda mungkin juga menyukai