ACARA II
IDENTIFIKASI BENIH DAN KECAMBAH
Disusun oleh :
Nama : Devika Daniswara
NIM : 13736
Asisten : Nurul Fatimah
Golongan : C1
Abstraksi
Pada Proses pengujian kualitas benih dilakukan identifikasi benih/biji berdasar morfologi benih/biji. Identifikasi
dilakukan untuk dapat memisahkan biji dari kotoran benih berdasarkan perbedaan warna, ukuran, permukaan dan
berat jenis benih agar mutu benih meningkat. Praktikum acara II Identifikasi Benih dan Kecambah ini dilaksanakan
pada tanggal 14 Maret 2016 di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi benih berdasar atas sifat-sifat fisik, bentuk, warna,
ukuran, permukaan kulit, embrio, endosperm, serta warna dan bentuk kecambahnya. Metodologi dalam praktikum
ini ada tiga macam, yaitu pengamatan ciri fisik benih, pengamatan bentuk dan tipe embrio serta sand test benih
untuk mengamati bentuk kecambahnya. Setiap jenis benih memiliki bentuk, berat, warna, ukuran, dan permukaan
kulit yang berbeda-beda dan ciri khas masing-masing sehingga akan mudah untuk diidentifikasi. Pada biji pada
umumnya terdiri dari kulit biji, embrio dan endosperm dengan warna yang khas pada tiap jenis biji, namun pada
beberapa biji tanaman seperti legume itu tidak memiliki endosperm. Dari pengamatan bentuk kecambah dapat
disimpulkan bahwa terdapat dua tipe perkecambahan yaitu tipe epigeal pada benih kedelai dan mentimun dan tipe
hipogeal pada benih jagung
Kata kunci : morfologi, embrio, kecambah, dan benih
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman yang dibudidayakan yaitu
dengan memperbaiki kualitas benih melalui teknologi benih yang tepat. Teknologi benih
adalah suatu ilmu pengetahuan mengenai cara-cara untuk dapat memperbaiki sifat-sifat
genetik dan fisik benih yang mencangkup kegiatan-kegiatan seperti pengembangan varietas,
penilaian dan pelepasan varietas, produksi benih, pengolahan penyimpanan, pengujian dan
sertifikasi benih. Pengujian benih dilakukan dengan identifikasi benih/ biji secara morfologi,
fisiologis, dan biokimia.
Pada industri perbenihan, pengujian benih dilakukan dengan memisahkan benih dengan
kotoran benih yang benar-benar bermutu tinggi. Pemisahan benih dari kotoran benih ini
berdasarkan ciri-ciri fisik benih meliputi : warna, ukuran, embrio, berat jenis benih dan
bentuk kecambahnya. Dalam prosesing pemisahan benih masih sering ditemukan benih yang
tidak sesuai dan kotoran benih yang lolos sewaktu prosesing terutama sering terjadi pada
jenis-jenis benih yang memang berbentuk kecil. Benih-benih yang lolos tersebut hampir sama
dengan benih murni sehingga hanya analisis benih yang berkompeten dan berpengalaman
dalam perbenihan yang dapat membedakan benih baik secara morfologis maupun fisiologis.
Untuk itu praktikum ini dilakukan dengan harapan menambah pengetahuan dan pengalaman
cara pemilihan benih yang bermutu melalui identifikasi benih secara morfologis.
B. Tujuan
Mengidentifikasi benih berdasar atas sifat-sifat fisik, bentuk, warna, ukuran, permukaan
kulit, embrio, endosperm, serta warna dan bentuk kecambahnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Benih merupakan biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan
usaha tani serta memiliki fungsi agronomis (Kartasapoetra, 2003). Selanjutnya Sadjad (1997)
dalam Sutopo (1988) dalam Lesilolo (2013) menyatakan bahwa dalam konteks agronomi, benih
dituntut untuk bermutu tinggi atau benih unggul, sebab benih harus mampu menghasilkan
tanaman yang dapat berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang semakin maju. Biji
adalah ovule yang dewasa (mature ovule). Dalam keadaan normal, buah berisikan biji, satu atau
lebih. Pada kacang-kacangan sebagai contoh, polong kedelai, adalah buah, sedangkan kedelainya
adalah biji. Sedangkan pada serealia dan rumputan monocot yang disebut biji atau grain adalah dari
suatu buah sebenarnya yang ditutupi oleh pericarpnya yang tipis (mature ovary wall) sekeliling biji.
Setiap biji matang (mature seed) selalu terdiri atas 2 bagian yaitu embrio dan kulit biji (seed coat
atau testa). Embrio berebentuk atau berasal dari telur yang dibuahi (zygote) dengan mengalami
pembelahan sel di dalam embryo sac(Kamil, 1982).
Struktur biji kedelai terluar terdiri atas kulit, hilum, mikrofil, dan khalaza (alur kecil yang
ada pada ujung hilum membelakangi mikrofil). Kulit biji (testa) merupakan karakter morfologi
penting biji kedelai karena menentukan proses fisiologis embrio, sekaligus menjadi penutup dan
pelindung embrio. Kulit biji kedelai terdiri atas tiga lapisan, yakni epidermis, hipodermis, dan
parenkim. Kulit biji berperan dalam menentukan derajat dan kecepatan imbibisi air. Jumlah air
yang diserap benih menentukan kecepatan berkecambah benih. Kedelai sebagai bahan baku
industri tidak hanya ditentukan oleh warna kulit biji, namun juga oleh karakter kimiawi dan
morfologi (Ayda dan Adie, 2008).
Untuk tetap menjamin kelangsungan jenisnya, kelompok tumbuhan berbiji menghasilkan
biji yang merupakan propagul untuk tumbuh menjadi individu baru. Di dalam biji tersebut
terdapat berbagai komposisi kimia yang berperan sebagai embrio yang dapat aktif tumbuh
menjadi individu baru apabila berada pada kondisi lingkungan yang sesuai. Kondisi lingkungan
yang sesuai untuk perkecambahan biji ini mencakup kesesuaian akan air, udara, cahaya dan
panas (Aguilar-Bentez et al., 2014).
Perkecambahan merupakan suatu rangkaian komplek perubahan morfologi, fisiologi dan
biokimia benih tanaman. Tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses
penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi protoplasma. Tahap kedua
dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih.
Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat,
lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk terlarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh.
Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah
meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan sel-sel baru.
Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan
pembagian sel-sel pada titik tumbuh (Sutopo, 2002 cit Chariesma, dkk., 2011). Bibit yang baik
dan seragam sangat tergantung pada kecepatan berkecambah dan persentase berkecambah benih
yang digunakan yang dipengaruhi pula oleh kondisi fisiologis benih, umur benih dalam
simpanan, dan kesehatan pathogenisnya. Kekuatan tumbuh benih dipengaruhi oleh genetik dan
lingkungan pada saat proses pembentukan biji dan penyimpanan hingga kondisi saat
perkecambahan (Bambang, dkk., 2007). Faktor utama dalam perkecambahan yang sangat
penting antara lain : availability of seed production, heritability, viability and adaptability yang
sesuai dengan kondisi perkecambahan benih (Chen et al., 2012).
Proses pengaktifan komponen-komponen kimiawi dalam biji yang berperan sebagai
embrio dan selanjutnya tumbuh sebagai individu baru dalam bentuk seedling disebut sebagai
proses perkecambahan (Mudiana, 2007). Sebagaimana diketahui bahwa terdapat dua macam tipe
perkecambahan, yaitu : perkecambahan di atas tanah (epigeal) dan perkecambahan di bawah
tanah (hypogeal). Yang membedakan keduanya adalah keberadaan atau posisi daun lembaga
pada saat berkecambah, muncul di atas permukaan tanah atau tetap berada di bawah tanah
(Tjitrosoepomo, 1999). Epikotil selanjutnya akan tumbuh menjadi daun pertama, sementara
keping lembaganya yang berisi cadangan makanan akan menyusut seiring dengan terbentuknya
daun baru dan akar baru. Bagian akar terbentuk dari hipokotil, yang pada proses perkecambahan
tumbuh ke dalam tanah searah gaya grafitasi. Hipokotil inilah yang menjadi asal terbentuknya
akar tanaman.
III. METODOLOGI
Praktikum Teknologi Benih Acara II adalah Identifikasi Benih dan Kecambah. Praktikum
dilaksanakan pada hari Senin, 14 Maret 2016 di Laboratorium Teknologi Benih, Departemen
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat-alat yang
digunakan pada praktikum ini adalah skalpel, pinset, magnifier, bak perkecambahan dna pasir.
Bahan yang dibutuhkan meliputi benih padi, kedelai, jagung, gandum, sorghum, bayam, selada,
caisin, kecipir, buncis, kacang hijau, kangkung, wortel, mentimun, terong, bengkoang, gambas,
semangka, pare, kacang panjang, cabai, tomat dan kacang tanah.
Pelaksanaan Praktikum Identifikasi benih dan kecambah ini terdiri dari 3 tahapan yaitu :
identifikasi benih secara fisik, identifikasi embrio, dan sand test benih. Contoh benih diambil
secukupnya dan diamati ciri-ciri fisik benih meliputi bentuk, warna, ukuran, kondisi permukaan
kulit, dan bobot 100 butirnya. Identifikasi embrio dilakukan dengan sebelumnya benih
dilembabkan atau direndam agar kulitnya lunak dan benih dapat dibelah serta dapat diamati
bentuk dan tipe embrionya. Pada sand test (uji perkecambahan pada bak pasir) benihdi
kecambahkan dalam media pasir selama 2 minggu. Perkembangan perkecambahannya diamati
setiap dua hari sekali untuk dapat mengetahui bentuk kecambah selama proses
perkecambahannya.
8. Caisim
Deskripsi benih :
Benih caisin berbentuk bulat dengan warna hitam abu-
abu dan permukaan halus. Ukuran dari benih caisin yaitu
panjang 0,1 cm, lebar 0,1 cm, dan tebal 0,1 cm. Berat dari
100 butir benih adalah 0,17 gram.
(Dokumentasi pribadi, 2016)
(Dokumentasi pribadi, 2016) dari benih kacang panjang yaitu panjang 1,3 cm, lebar
0,6 cm, dan tebal 0,31 cm. Berat dari 100 butir benih
adalah 17,48 gram.
10
12
14
Dari tabel diatas dapat diketahui tahapan perkecambahan dari benih Kedelai, Mentimun
dan Jagung. Pengamatan dilakukan tiap 2 hari sekali selama 14 hari, sehingga ada 7 gambar
hasil pengamatan pada tiap-tiap tanaman. Benih kedelai yang dikecambahkan pertama kali yang
mulai tumbuh adalah radikula pada hari ke -2, lalu pada hari ke-4 hipokotil (bagian antara
kotiledon dan radikula) memanjang dan agak besar serta agak membengkok. Pada hari ke-6
kotiledon kedelai terangkat keatas permukaan tanah dan pada hari ke 8 terbentuk sistem
perakaran seperti akar primer dan lateral. Pada pengamatan hari ke- 10 hingga terakhir tanaman
kedelai sudah memiliki sistem perakaran yang permanen yang membuat pertumbuhan tanaman
untuk selanjutnya menjadi bibit tanaman kedelai. Pada perkecambahan benih mentimun hari ke-
2 juga mulai muncul radikula seperti pada kecambah benih kedelai dan pada hari ke-4 hipokotil
mulai memanjang dan kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah. Kemudian pada pengamatan
hari ke-6 mentimun sudah memiliki sistem perakaran dan mulai ada plumula atau daun yang
sebenarnya pada pengamatan hari ke-12, sehingga pada pengamatan hari-hari sebelumnya yang
nampak seperti daun itu adalah kotiledon. Benih ketiga yang dikecambahkan adalah benih
jagung.
Pada pengamatan hari ke-2, benih jagung belum mulai berkecambah, lalu pada hari ke-4
radikula muncul terlebih dahulu dan ada plumula (bagian berwarna hijau) serta serabut akar
(seminal roots) disekitar radikula. Pengamatan perkecambahan benih jagung hari ke-6
didapatkan bahwa plumula terus memanjang dan daun mulai keluar, namun biji jagung tetap
tinggal di dalam tanah atau tidak terangkat ke permukaan tanah. Kemudian pada pengamatan
hari- hari selanjutnya, sudah terbentuk perakaran dan tumbuh daun pada tanaman jagung. Dari
hasil pengamatan perkecambahan ketiga jenis benih tersebut, dapat diketahui bahwa benih
kedelai dan benih mentimun memiliki kesamaan proses perkecambahannya yaitu kotiledon
terangkat ke permukaan tanah, sedangkan benih jagung sangat berbeda dari kedua benih tersebut
karena kotiledon tetap berada di dalam tanah. Perkecambahan benih kedelai dan mentimun dapat
digolongkan menjadi tipe epigeal karena hipokotil mengalami perpanjangan dan kotiledon
terangat ke atas permukaan tanah, sedangkan perkecambahan benih jagung termasuk tipe
hipogeal karena hipokotil tidak memanjang dan kotiledon tetap berada di dalam tanah.
V. KESIMPULAN
Setiap jenis benih memiliki bentuk, berat, warna, ukuran, dan permukaan kulit yang
berbeda-beda dan ciri khas masing-masing sehingga akan mudah untuk diidentifikasi. Pada biji
pada umumnya terdiri dari kulit biji, embrio dan endosperm dengan warna yang khas pada tiap
jenis biji, namun pada beberapa biji tanaman seperti legume itu tidak memiliki endosperm. Dari
pengamatan bentuk kecambah dapat disimpulkan bahwa terdapat dua tipe perkecambahan yaitu
tipe epigeal pada benih kedelai dan mentimun dan tipe hipogeal pada benih jagung.
DAFTAR PUSTAKA
Aguilar-Bentez B., Cecilia B., Jaime Ruiz and Hugo M. 2014. Seed Germination and Early
Root Growth in Common Bean and Maize Landraces and Improved Cultivars at
Different Water Stress Levels. International Journal of Applied Science and
Technology 4(4) : 118-128.
Ayda Krisnawati dan M.M. Adie. 2008. Ragam Karakter Morfologi Kulit Biji Beberapa
Genotipe Plasma Nutfah Kedelai. Buletin Plasma Nutfah 14 (1) : 14-19.
Chen Fangqing, Lei Liu, Faju Chen, and Guomei Jia. 2012. The Ecological Characteristics of
Seed Germination and Seedling Establishment of Manglietia patungensis: Implication
for Species Conservation. American Journal of Plant Sciences 3 : 1455-1461.
Dicko, M.H., H. Gruppen, A.S. Traor, W.J.H van Berkel, and A.G.J Voragen. 2005.
Evaluation of the effect of germination on content of phenolic compounds and
antioxidant activities in sorghum varieties. J. Agric. Food Chem. 53:2581-2588.
Hardman and Gunsolus. 1998. Corn growth and development. Extension Service. University
of Minesota. p.5. cit Subekti N.A., Syafruddin, Roy Efendi, dan Sri S. 2010. Morfologi
Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia : 16 28.
Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum.
Rineka Cipta, Jakarta.
Lesilolo, J. Riry dan E.A. Matatula. 2013. Pengujian viabilitas dan vigor benih beberapa jenis
tanaman yang beredar di pasaran Kota Ambon. Agrologia 2(1) : 1-9.
Mudiana D. 2007. Perkecambahan Syzygium cumini (L.) Skeels. Biodiversitas 8 (1) : 39 42.
Mudjisihono dan Suprapto. 1987. Budidaya dan pengolahan sorgum. Penebar Swadaya,
Jakarta cit Andriani A. dan Muzdalifah Isnaini. 2013. Morfologi dan Fase Pertumbuhan
Sorgum. Balai Penelitian Tanaman Serealia
Santoso B., Hariyadi, dan Bambang S. 2007. Tinjauan Agro-Morfologi Perkecambahan Biji
Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal Penelitian UNRAM 2 (12) : 69-76.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. 5th Ed. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta cit
Chariesma.T, Andhi.W.A, Aziz Purwantoro dan Prapto Yudono. 2011. Studi aspek
fisiologis dan biokimia perkecambahan benih jagung (Zea mays l.) pada umur
penyimpanan benih yang berbeda. Penelitian Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah
Mada .