Bahaya Skip Challenge
Bahaya Skip Challenge
Aksi yang marak di kalangan remaja sekolah ini harus mendapat banyak perhatian
dari pihak sekolah, khususnya Unit Kesehatan Sekolah (UKS).
"Kami baru tahu soal ini, dan akan kami sosialisasikan untuk UKS. Kebetulan
kami mau ada pelatihan petugas UKS di Jakarta dan perlu dijelaskan ke anak
bahwa otak itu sangat penting," kata Eni, dikutip dari detik Health.
Bukan cuma pendekatan dan penjelasan dari sekolah tapi orang tua juga harus
punya pendekatan tersendiri untuk berkomunikasi dengan anak. Orang tua harus
bisa berkomunikasi baik dengan anak.
Pasalnya, biasanya orang tua cenderung lepas kendali atas anak remajanya. Banyak
orang tua yang merasa anaknya sudah cukup umur untuk bisa berpikir soal hal baik
dan buruk sendiri. Selain itu kesibukan orang tua juga sering membuat mereka
minim pengetahuan tentang aktvitas anaknya.
"Paling penting itu komunikasi dengan anak. Jangan hanya tanya soal PR, tapi
tanya juga tentang apa yang sudah dilakukan hari ini, biarkan dia cerita, jadi ada
keterbukaan dan tidak merasa dilepas," tutur Eni.
Bukan Tren Baru, Skip Challenge Sudah Muncul Sejak 1995
Christina Andhika Setyanti, CNN Indonesia
Jumat, 10/03/2017 13:43 WIB
ilustrasi: Skip challenge dilakukan dengan cara menekan dada sekeras-kerasnya
untuk menghentikan pernapasan.(Thinkstock/Tharakorn)
Jakarta, CNN Indonesia -- Skip Challenge sekarang ini tengah jadi tren remaja di
dunia maya. Mereka menyebut 'permainan' ini sebagai space monkey, the pass out
challenge, atau choking game.
'Permainan' viral ini dilakukan dengan 'mencekik' sampai tak sadarkan diri.
Ironisnya, dalam banyak kasus akan berakhir dengan kematian.
Pada intinya, tantangan ini dilakukan dengan menekan dada dan menghambat
pernapasan. Terhambatnya pernapasan ini membuat si pelaku kehabisan napas dan
akhirnya kejang serta pingsan seketika.
Terhambatnya oksigen ke otak ini disebut sebagai hypoxic-anoxic brain injury
(HAI). Selain menyebabkan masalah seketika (sesak napas dan lainnya), aksi ini
juga menyebabkan efek jangka panjang untuk tubuh. Aksi ini akan menyebabkan
kematian sel tubuh, masalah penglihatan, kerusakan fungsi motorik tubuh.
Dokter Anak, Dr Michael McKenna mengatakan aksi ini akan mengubah denyut
jantung secara drastis.
"Mereka mencoba mengondisikan saraf vagus yang mengontrol detak jantung
memberikan sinyal untuk memperlambat detak jantung. Ini akan menyebabkan
denyut jantung berhenti beberapa detik dan membuat Anda pingsan," katanya
dikutip dari Fox59.
"Setiap kali Anda mengacau asupan oksigen ke otak, Anda akan menempatkan diri
pada kondisi bahaya dan risiko ekstrem. Bisa jadi risiko kematian atau risiko
kerusakan otak."