Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


CEDERA OTAK RINGAN DI RUANG GARDENA
RSD DR. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners (P2N)


Stase Keperawatan Medikal Bedah

oleh
Rofidatul Inayah, S.Kep
NIM 132311101025

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
Cedera Otak Ringan
oleh Rofidatul Inayah, S. Kep
NIM 132311101025

a. Definisi
Trauma atau cidera kepala dapat dikenal juga sebagai cidera otak adalah
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul ataupun
trauma tajam (Batticaca, 2008). Cedera kepala adalah cedera yang dapat
mengakibatkan kerusakan otak akibat perdarahan dan pembengkakan otak
sebagai respon terhadap cedera dan penyebab peningkatan tekanan intra kranial
(TIK) (Smeltzer & Bare, 2002). Cidera otak ringan merupakan suatu kondisi
dimana terjadi kehilangan fungsi neurologis sementara dan tanpa adanya
kerusakan struktur (Batticaca, 2008).

b. Anatomi
Sistem Saraf
Sistem saraf terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem saraf pusat (SSP) dan
sistem saraf tepi (SST). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis.
Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis
(SSS) dan neuron sistem saraf otonom/viseral (SSO) (Muttaqin, 2008).
a. Sistem Saraf Pusat
1. Otak
Bagian-bagian otak
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam
seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme
oksidasi glukosa. Otak manusia mengandung hampir 98% jaringan saraf
tubuh. Kisaran berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai isi sekitar 1200
cc. Secara ringkas fisiologis organ otak dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Ringkasan fungsional bagian-bagian sistem saraf pusat

Bagian otak terbagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut.


a) Meningen
Meningen merupakan selaput pembungkus otak paling luar. Jaringan
gelatinosa otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang tengkorak dan
tulang belakang, dan oleh tiga lapisan jaringan penyambung yaitu
piameter, araknoid, dan durameter (Gambar 2).

Gambar 2. Hubungan antara otak, tulang tengkorak, dan meningen


dilihat dari sisi lateral

1) Piameter, langsung berhubungan dengan otak dan jaringan spinal, dan


mengikuti kontur struktur eksternal otak dan jaringan spinal. Piameter
merupakan lapisan vaskular yang memiliki pembuluh darah yang
berjalan menuju struktur interna SSP untuk memberi nutrisi pada
jaringan saraf.
2) Araknoid, merupakan suatu membran fibrosa yang tipis, halus, dan
tidak mengandung pembuluh darah. Araknoid meliputi otak dan
medula spinalis, tetapi tidak mengikuti kontur luar seperti piameter.
Daerah antara araknoid dan piameter disebut ruang subaraknoid,
tempat arteri, vena serebral, trabekula araknoid, dan cairan
serebrospinal yang membasahi SSP.
3) Durameter, merupakan suatu jaringan liat, tidak elastis, dan mirip kulit
sapi yang terdiri atas dua lapisan, yaitu bagian luar yang disebut
duraendosteal dan bagian dalam yang disebut durameningeal.
b) Cairan serebrospinal
Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang disebut
pleksus koroideus, menyekresi cairan serebrospinal (cerebrospinal
fluidCSF) yang jernih dan tidak berwarna, yang merupakan bantal cairan
pelindung di sekitar SSP. CSF terdiri atas air, elektrolit, gas oksigen dan
karbondioksida yang terlarut, glukosa, beberapa leukosit (terutama
limfosit), dan sedikit protein. Cairan ini berbeda dari cairan ekstraseluler
lainnya karena cairan ini mengandung kadar natrium dan klorida yang
lebih tinggi, sedangkan kadar glukosa dan kaliumnya lebih rendah.
Gambar 3. Sirkulasi CSF (a) Arah panah menunjukkan rute sirkulasi CSF;
(b) Orientasi dari vili araknoid. CSF direabsorpsi oleh vili araknoidalis ke
dalam sinus-sinus dura

Setelah mencapai ruang subaraknoid, CSF akan bersirkulasi di sekitar otak


dan medula spinalis, lalu keluar menuju sistem vaskular (SSP tidak
mengandung sistem limfe). Sebagian besar CSF direabsorpsi ke dalam
darah melalui struktur khusus yang disebut vili araknoidalis atau
granulasio araknoidalis, yang menonjol dari ruang subaraknoid ke sinus
sagitalis superior otak (Gambar 3). Volume total CSF di seluruh rongga
serebrospinal sekitar 125 ml, sedangkan kecepatan sekresi pleksus
koroideus sekitar 500 sampai 750 ml.
c) Ventrikel
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang saling
berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel yang
membatasi semua rongga otak dan medula spinalis serta mengandung
CSF). Pada setiap hemisfer serebri terdapat satu ventrikel lateral. Ventrikel
ketiga terdapat dalam diensefalon. Ventrikel keempat dalam pons dan
medula oblongata. Ventrikel lateral mempunyai hubungan dengan
ventrikel ketiga melalui sepasang foramen-interventrikularis (foramen
monro). Ventrikel ketiga dan keempat dihubungkan melalui suatu saluran
sempit di dalam otak tengah yang disebut akueduktus sylvius. Pada
ventrikel keempat terdapat tiga lubang sepasang foramen luschka di lateral
dan satu foramen magendie di medial, yang berlanjut hingga ke ruang
subaraknoid otak dan medula spinalis.
d) Serebrum
Serebrum merupakan bagian otak yang paling besar dan paling menonjol.
Di sini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik
dan motorik, juga mengatur proses penalaran, memori, dan intelegensi.
Hemisfer serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer
serebri kiri mengatur bagian tubuh kanan. Konsep fungsional ini disebut
pengendalian kontralateral.
e) Korteks serebri
Korteks serebri atau mantel abu-abu (grey matter) dari serebrum
mempunyai banyak lipatan yang disebut giri (tunggal girus). Susunan
seperti ini memungkinkan permukaan otak menjadi luas (diperkirakan
seluas 2200 cm2) yang terkandung dalam rongga tengkorak yang sempit.
Korteks serebri adalah bagian otak yang paling maju dan bertanggung
jawab untuk mengindra lingkungan. Korteks serebri menentukan perilaku
yang bertujuan dan beralasan.

Gambar 4. Anatomi otak

1. Lobus frontal merupakan bagian dari korteks serebrum bagian depan


yaitu dari sulkus sentralis (suatu fisura atau alur) dan di dasar sulkus
lateralis. Bagian ini memiliki area motorik dan paramotorik. Area broca
terletak di lobus ini dan mengontrol ekspresi bicara. Area asosiasi
menerima informasi dari seluruh otak dan menggabungkan informasi-
informasi tersebut menjadi pikiran, rencana, dan perilaku. Lobus ini
bertanggung jawab untuk perilaku bertujuan, penentuan keputusan
moral, dan pemikiran yang kompleks. Lobus ini memodifikasi
dorongan-dorongan emosional yang dihasilkan oleh sistem limbik dan
refleks vegetatif dari batang otak.
2. Lobus parietal berada di tengah, daerah korteks yang terletak di
belakang sulkus sentralis di atas fisura lateralis, dan meluas ke belakang
ke fisura prieto-oksipitalis. Lobus ini merupakan area sensorik primer
otak untuk sensasi raba dan pendengaran. Lobus ini menyampaikan
infromasi sensorik ke banyak daerah lain di otak, termasuk area sosiasi
motorik dan visual di sebelahnya.
3. Lobus oksipital, ada di bagian paling belakang, terletak di sebelah
posterior dari lobus parietal dan di atas fisura parieto-oksipitalis, yang
memisahkan serebelum. Lobus ini adalah pusat asosiasi visual utama.
Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan
manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap
oleh retina mata.
4. Lobus temporal berada di bagian bawah, mencakup bagian korteks
serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura lateralis dan ke sebelah
posterior dari fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini adalah area asosisasi
primer untuk informasi auditorik dan mencakup area Wernicke tempat
interpretasi bahasa. Lobus ini juga terlibat dalam interpretasi bau dan
penyimpanan memori.
f) Serebelum
Serebelum atau otak kecil (Gambar 5) terletak di bagian belakang kepala,
dekat dengan ujung leher bagian atas, di dalam fosa kranii posterior dan
ditutupi oleh durameter yang menyerupai atap tenda, yaitu tentorium, yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Serebelum dihubungkan
dengan batang otak oleh tiga berkas serabut yang disebut pedunkulus. Ada
dua fungsi utama serebelum, meliputi: (1) mengatur otot-otot postural
tubuh dan (2) melakukan program akan gerakan-gerakan pada keadaan
sadar maupun bawah sadar. Serebelum mengoordinasi penyesuaian secara
cepat dan otomatis dengan memelihara keseimbangan tubuh. Serebelum
merupakan pusat refleks yang mengoordinasi dan memperhalus gerakan
otot, serta mengubah tonus, dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price, 1995 dalam
Muttaqin, 2008)
Gambar 5. (a) Serebelum; (b) Potongan melintang permukaan superior

g) Formasio retikularis
Fomasio retikularis terdiri atas jaringan kompleks badan sel dan serabut
yang saling terjalin membentuk inti sentral batang otak. Bagian ini
dihubungkan ke bawah dengan sel-sel intermunsial medula spinalis serta
meluas ke atas dan ke dalam diensefalon serta telensefalon. Fungsi utama
sistem retikularis antara lain: (1) integrasi berbagai proses kortikal dan
subkortikal yaitu penentuan status kesasaran dan keadaan bangun; (2)
modulasi transmisi informasi sensorik ke pusat-pusat yang lebih tinggi; (3)
modulasi aktivitas motorik; (4) pengaturan respons otonom dan siklus
tidur-bangun; (5) tempat asal sebagian besar monoamin yang disebarkan
ke seluruh SSP.

Batang otak
Bagian-bagian batang otak terdiri dari atas ke bawah adalah pons dan medula
oblongata.
a) Pons
Pons merupakan serabut yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta
menghubungkan mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah (Gambar 6). Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting
pada jaras kortikoserebelaris yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.
Bagian bawah pons berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf
kranial V (trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat di sini.

Gambar 6. Pons, medula oblongata, dan hubungannya dengan


formasi retikularis. (a) Nuklei yang berada dalam pons; (b) Nuklei
yang berada dalam medula oblongata.

b) Medula oblongata
Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung,
vasokonstriktor, pernapasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur, dan
muntah. Semua jaras asendens dan desendens medula spinalis dapat terlihat di
sini. Jaras-jaras ini menghantarkan tekanan, proprioseptif otot-otot sadar,
sensasi getar, dan diskriminasi taktil dua titik.

Mesensefalon
Mesensefalon (otak tengah) merupakan bagian pendek dari batang otak yang
letaknya di atas pons. Bagian ini mencakup bagian posterior, yaitu tektum yang
terdiri atas kolikuli superior dan kolikuli inferior serta bagian anterior, yaitu
pedunkulus serebri. Kolikuli superior berperan dalam refleks penglihatan dan
koordinasi gerakan penglihatan, kolikuli inferior berperan dalam refleks
pendengaran, misalnya menggerakkan kepala ke arah datangnya suara. Pedunkuli
serebri terdiri atas berkas serabut-serabut motorik yang berjalan turun dari
serebrum.
Substansia nigra dan nukleus ruber terletak dalam mesensefalon dan merupakan
bagian dari jaras ekstrapiramidal atau jaras impuls motorik involunter. Lesi pada
substansia nigra dapat mengakibatkan kekakuan otot, tremor halus pada waktu
istirahat, langkah yang lamban serta diseret, dan wajah seperti topeng. Nukleus
ruber berperan dalam refleks postural serta refleks untuk menegakkan badan pada
orientasi kepala seseorang terhadap ruang.

Diensefalon

Diensefalon adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan struktur-struktur di


sekitar ventrikel ketiga dan membentuk inti bagian dalam serebrum. Diensefalon
biasanya dibagi menjadi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus,
dan hipotalamus. Diensefalon memproses rangsang sensorik dan membantu
mencetuskan atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang-rangsang
tersebut.
a) Talamus
Talamus terdiri atas dua struktur ovoid yang besar (Gambar 7), masing-masing
mempunyai kompleks nukleus yang saling berhubungan dengan korteks serebri
ipsilateral, serebelum, dan dengan berbagai kompleks nuklear subkortikal
seperti yang ada dalam hipotalamus, formasio retikularis batang otak, ganglia
basalis, dan mungkin juga subtansia nigra. Semua jaras sensorik utama (kecuali
sistem olfaktorius) membentuk sinaps dengan nukleus talamus dalam
perjalanannya menuju korteks serebri. Bukti-bukti menunjukkan bahwa
talamus bertindak sebagai pusat sensasi primitif yang tidak kritis, yaitu
individu dapat samar-samar merasakan nyeri, tekanan, raba, getar, dan suhu
yang ekstrem.
Gambar 7. Hubungan anatomis diensefalon dengan batang otak. (a) Dari sisi
lateral; (b) Dari sisi posterior.

b) Subtalamus
Subtalamus merupakan nukleus ekstrapiramidal diensefalon yang penting.
Subtalamus mempunyai hubungan dengan nukleus ruber, subtansia nigra, dan
globus palidus dari ganglia basalis. Fungsinya belum diketahui sepenuhnya,
tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang
disebut hemibalismus.
c) Epitalamus
Epitalamus merupakan pita sempit jaringan daraf yang membentuk atap
diensefalon. Struktur utama area ini adalah nukleus habenular dan komisura,
komisura psoterior, striae medularis, dan epifisis. Epitalamus berhubungan
dengan sistem limbik dan berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan
integrasi informasi olfaktorius. Epifisis mensekresi melatonin dan membantu
mengatur irama sirkadian tubuh serta menghambat hormon gonadotropin.
d) Hipotalamus
Hipotalamus terletak di bawah talamus (Gambar 8). Hipotalamus berkaitan
dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang
menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi.

Gambar 8. Kiris hipotalamus dilihat ssecara melintang. Kanan: tabel komponen


dan fungsi hipotalamus.
Sistem limbik
Bagian yang termasuk dari sistem limbik adalah nukleus dan terusan batas traktus
antara serebri serta diensefalon yang mengelilingi korpus kalosum. Sistem ini
merupakan suatu pengelompokan fungsional bukan anatomis serta mencakup
komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Struktur kortikal utama
adalah girus singuili (kingulata), girus hipokampus, dan hipokampus. Bagian
subkortikal mencakup amigdala, traktus olfaktorius, dan septum (Gambar 9).

Gambar 9. (a) Diagram sistem limbik dengan gambaran melintang; (b)


Rekonstruksi dari gambaran tiga dimensi sistem limbik. Fungsi utamanya
berhubungan dengan bangkitan emosi.

Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal di bawah ini.


a) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah laku
individu.
b) Suatu respons sadar terhadap lingkungan.
c) Memberdayakan fungsi intelektual korteks serebri ssecara tidak sadar dan
mengfungsikan secara otomatis batang otak untuk merespons keadaan.
d) Memfasilitasi penyimpanan memori dan menggali kembali simpanan memori
yang diperlukan.
e) Merespons suatu pengalaman dan ekspresi alam perasaan, terutama reaksi
takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku seksual.
2. Medula spinalis
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem susunan saraf pusat. Medula
spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki
sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramina
intervertebrales. Terdapat 8 pasang saraf servikal (dan hanya 7 vertebra
servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf
sakralis, dan 1 pasang saraf koksigeal. Saraf spinal dilindungi oleh tulang
vertebra, ligament, meningen spinal, dan CSF.
Struktur internal medulla spinalis terdapat substansi abu abu dan substansi
putih. Substansi Abu-abu membentuk seperti kupu-kupu dikelilingi bagian
luarnya oleh substansi putih. Terbagi menjadi bagian kiri dan kanan oleh
anterior median fissure dan median septum yang disebut dengan posterior
median septum.Keluar dari medula spinalis merupakan akar ventral dan dorsal
dari saraf spinal. Substansi abu-abu mengandung badan sel, dendrit, neuron
efferen, akson tak bermyelin, saraf sensoris dan motoris, dan akson terminal
dari neuron. Substansi abu-abu membentuk seperti huruf H dan terdiri dari tiga
bagian yaitu: anterior, posterior dan comissura abu-abu. Bagian posterior
sebagai input/afferent, anterior sebagai output/efferent, comissura abu-abu
untuk refleks silang dan substansi putih merupakan kumpulan serat saraf
bermyelin.

Gambar 10. Struktur medula spinalis


Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi terdiri dari 12 saraf kranial dan 31 saraf spinal.
Saraf kranial
Saraf kranial langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan tengkorak
melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal, foramen).
Terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan
angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II),
okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abducens (VI), fasialis (VII),
vestibulokoklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), dan
hipoglosus (XII).
Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial
Saraf Kranial Komponen Fungsi
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas,
konstriksi pupil, sebagian besar
gerakan ekstraokular
IV Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke
dalam
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter
(menutup rahang dan mengunyah)
gerakan rahang ke lateral
Sensorik - Kulit wajah, 2/3 depan kulit
kepala, mukosa mata, mukosa
hidung dan rongga mulut, lidah
dan gigi
- Refleks kornea atau refleks
mengedip, komponen sensorik
dibawa oleh saraf kranial V,
respons motorik melalui saraf
kranial VI
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah termasuk
otot dahi, sekeliling mata serta
mulut, lakrimasi dan salivasi
Sensorik Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa,
manis, asam, dan asin)
VIIICabang Vestibularis Sensorik Keseimbangan

Cabang koklearis Sensorik Pendengaran


IX Glossofaringeus Motorik Faring: menelan, refleks muntah
Parotis: salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior, termasuk
rasa pahit
X Vagus Motorik Faring: menelan, refleks muntah,
fonasi; visera abdomen
Sensorik Faring, laring: refleks muntah,
visera leher, thoraks dan abdomen
XI Asesorius Motorik Otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas dari otot trapezius:
pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah
Sumber: Muttaqin, 2008

Gambar 10. Saraf kranial


c. Klasifikasi
Reimer (dalam Barbara (1999)), mengklasifikasikan cidera kepala akut sebagai
berikut:
a) Keadaan kulit kepala dan tulang tengkorak:
1) Trauma kepala tertutup
Keadaan truma kepala tertutup dapat mengakibatkan kondisi komosio,
kontusio, epidura hematoma, subdural hematoma, intrakranial
hematoma.
2) Trauma kepala terbuka
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk dalam
jaringan otak dna melukai atau merobek dura mater dan menyebabkan
Cairan Serebro Spinal (CSS) merembes, serta terjadi kerusakan syaraf
otak dan jaringan otak.
b) Trauma pada jaringan otak:
1) Konkusio (ditandai dengan adanya kehilangan kesadaran sementara tanpa
adanya kerusakan jaringan otak, dan terjadi edema serebral).
2) Kontusio (ditandai leh adanya perlukaan pada permukaan jaringan otak
yang menyebabkan perdarahan pada area yang terluka, perlukaan pada
permukaan jaringan otak ini dapat terjadi pada sisi yang terkena (coup)
atau pada sisi yang berlawanan (contra coup)
3) Laserasi (ditandai oleh adanya perdarahan ke ruang sub arakhnoid, ruang
epidural atau sub dural).

Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Mansjoer, 2000) dapat


diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan dikelompokkan
menjadi tiga yaitu :
1. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 15
a) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi
b) Tidak ada kehilangan kesadaran
c) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
d) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
e) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
2. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 13
a) Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi
respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan
b) Amnesia paska trauma
c) Muntah
d) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
e) Kejang
3. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8
a) Penurunan kesadaran sacara progresif
b) Tanda neorologis fokal
c) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
d) Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam
e) Disertai kontusio cerebral, laserasi, hematoma intrakrania

Berdasarkan morfologinya cidera kepala dibagi menjadi:


a) Fraktura tengkorak
1) Kalvaria
(i) Linear atau stelata
(ii) Depressed atau nondepressed
(iii) Terbuka atau tertutup
2) Dasar tengkorak
(i) Dengan atau tanpa kebocoran CNS
(ii) Dengan atau tanpa paresis N VII
b) Lesi intrakranial
1) Fokal
(i) Epidural
(ii) Subdural
(iii) Intraserebral
2) Difusa
(i) Komosio ringan
(ii) Komosio klasik
(iii) Cedera aksonal difusa

d. Etiologi
Cedera otak dapat disebabkan oleh trauma pada kepala akibat benda
tumpul dan benda tajam. Adapun mekanisme terjadinya cedera kepala
berdasarkan terjadinya benturan terbagi menjadi beberapa menurut Nurarif dan
Kusuma (2013), yaitu:
a. Cedera akselerasi
Jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak (seperti kepala
tertembak peluru)
b. Cedera deselerasi
Kepala yang membentur objek diam (seperti kepala yang membentur kaca
mobil saat kecelakaan lalu lintas)
c. Cedera akselerasi-deselerasi
Terjadi pada kecelakaan bermotor dengan kekerasan fisik antara tubuh dan
kendaraan yang berjalan
d. Cedera coup-counter coup
Jika kepala terbentur dan menyebabkan otak bergerak dalam ruang
intracranial dan menyebabkan cedera pada area yang berlawanan dengan
yang terbentur dan area yang pertama terbentur
e. Cedera rotasional
Benturan yang menyebabkan otak berputar dalam rongga tengkorak, yang
mengakibatkan meregang dan robeknya pembuluh darah dan neuron yang
memfiksasi otak dengan bagian dalam tengkorak.

Gambar 11. Penyebab Cedera Kepala

e. Tanda dan Gejala


Konkusio otak setelah cidera kepala adalah kehilangan fungsi neurologis
sementara tanpa adanya kerusakan struktural, umumnya terjadi periode
ketidaksadaran yang bersangsung beberapa detik sampai beberapa menit.
Getaran otak mungkin sangat ringan sehingga hanya manyebabakan pusing dan
mata berkunang-kunang. Jika mengenai lobus frontalis pasien mungkin
menunjukkan perilaku kacau (bizare) irasional. Jika terkena lobus temporalis,
pasien akan menunjukkan amnesia tempore atau disorientasi (Baughman &
Hackley, 2000).
Pada cidera kepala ringan terdapat tanda dan gejala yang mungkin muncul,
antara lain (Muttaqin, 2008) :
a) Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembal
b) Hilang kesadaran sementara, krang lebih 10-20 menit, beberapa literatur
menyebutkan sampai 30 menit
c) Nteri kepala
d) Pusing
e) Muntah
f) Disorientasi sementara
g) Tidak ada gejala sisa

f. Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera
primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala
sebagai akibat langsung dari trauma, dapat disebabkan benturan langsung
kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselarasi-deselarasi
gerakan kepala (Gennarelli, 1996). Dalam mekanisme cedera kepala dapat
terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh
adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi
coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi
yang disebut contrecoup (Perdosi, 2007).
Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara
mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang
tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan
tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi
dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada
tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup) (Hickey, 2003).
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses
patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer,
berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia,
peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.
g. Penatalaksanaan
a. Perawatan sebelum ke Rumah Sakit
1) Stabilisasi terhadap kondisi yang mengancam jiwa dan lakukan terapi
suportif dengan mengontrol jalan nafas dan tekanan darah.
2) Berikan O2 dan monitor
3) Berikan cairan kristaloid untuk menjaga tekanan darah sistolik tidak kurang
dari 90 mmHg.
4) Pakai intubasi, berikan sedasi dan blok neuromuskuler
5) Stop makanan dan minuman
6) Imobilisasi
7) Kirim kerumah sakit.

b. Perawatan di bagian Emergensi


1) Pasang oksigen (O2), monitor dan berikan cairan kristaloid untuk
mempertahankan tekanan sistolik diatas 90 mmHg.
2) Pakai intubasi, dengan menggunakan premedikasi lidokain dan obat-obatan
sedative misalnya etomidate serta blok neuromuskuler. Intubasi digunakan
sebagai fasilitas untuk oksigenasi, proteksi jalan nafas dan hiperventilasi
bila diperlukan.
3) Elevasikan kepala sekitar 30O setelah spinal dinyatakan aman atau gunakan
posis trendelenburg untuk mengurangi tekanan intra kranial dan untuk
menambah drainase vena.
4) Berikan manitol 0,25-1 gr/ kg iv. Bila tekanan darah sistolik turun sampai
90 mmHg dengan gejala klinis yang berkelanjutan akibat adanya
peningkatan tekanan intra kranial.
5) Hiperventilasi untuk tekanan parsial CO2 (PCO2) sekitar 30 mmHg apabila
sudah ada herniasi atau adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
(ICP).
6) Berikan phenitoin untuk kejang-kejang pada awal post trauma, karena
phenitoin tidak akan bermanfaat lagi apabila diberikan pada kejang dengan
onset lama atau keadaan kejang yang berkembang dari kelainan kejang
sebelumnya.

c. Terapi obat-obatan:
1) Gunakan Etonamid sebagai sedasi untuk induksi cepat, untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik, dan menurunkan tekanan
intrakranial dan metabolisme otak. Pemakaian tiophental tidak dianjurkan,
karena dapat menurunkan tekanan darah sistolik. Manitol dapat digunakan
untuk mengurangi tekanan intrakranial dan memperbaiki sirkulasi darah.
Phenitoin digunakan sebagai obat propilaksis untuk kejang kejang pada
awal post trauma. Pada beberapa pasien diperlukan terapi cairan yang cukup
adekuat yaitu pada keadaan tekanan vena sentral (CVP) > 6 cmH2O, dapat
digunakan norephinephrin untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya
diatas 90 mmHg.
2) Diuretik Osmotik
Misalnya Manitol : Dosis 0,25-1 gr/ kg BB iv.
Kontraindikasi pada penderita yang hipersensitiv, anuria, kongesti paru,
dehidrasi, perdarahan intrakranial yang progreasiv dan gagal jantung yang
progresiv.
Fungsi : Untuk mengurangi edema pada otak, peningkatan tekanan
intrakranial, dan mengurangi viskositas darah, memperbaiki sirkulasi darah
otak dan kebutuhan oksigen.
3) Antiepilepsi
Misalnya Phenitoin : Dosis 17 mg/ kgBB iv, tetesan tidak boleh berlebihan
dari 50 (Dilantin) mg/menit.
Kontraindikasi; pada penderita hipersensitif, pada penyakit dengan blok
sinoatrial, sinus bradikardi, dan sindrom Adam-Stokes. Fungsi : untuk
mencegah terjadinya kejang pada awal post trauma.

d. Terapi yang perlu diperhatikan


a. Airway dan Breathing
Perhatikan adanya apneu. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen
100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat
terhadap FiO2.Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi
asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil
yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg.
b. Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya
perburukan pada cedera otak sedang. Hipotensi merupakan petunjuk adanya
kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi
hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan
darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang
sementara penyebab hipotensi dicari.
c. Disability (pemeriksaan neurologis)
Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dinilai sebagai
data akurat, karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon
terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan
darahnya normal. Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan
reflek cahaya pupil. GCS diukur untuk menilai respon pasien yang
menunjukkan tingkat kesadaran pasien. GCS didapat dengan berinteraksi
dengan pasien, secara verbal atau dengan rangsang nyeri pada pangkal kuku
atau anterior ketiak. Pada pasien dengan cedera otak sedang perlu dilakukan
pemeriksaan GCS setiap setengah jam sekali idealnya. Untuk mendapatkan
keseragaman dari penilaian tingkat kesadaran secara kwantitatif (yang
sebelumnya tingkat kesadaran diukur secara kwalitas seperti apatis,
somnolen dimana pengukuran seperti ini didapatkan hasil yang tidak
seragam antara satu pemeriksaan dengan pemeriksa yang lain) maka
dilakukan pemeriksaan dengan skala kesadaran secara glasgow, ada 3
macam indikator yang diperiksa yaitu reaksi membuka mata, reaksi verbal,
reaksi motorik.
Gambar 12. Glasgow Coma Scale

h. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Adapun pemeriksaan laboratorium darah yang berguna pada kasus cedera
kepala yaitu :
a) Hemoglobin sebagai salah satu fungsi adanya perdarahan yang berat
b) Leukositosis untuk salah satu indikator berat ringannya cedera
kepala yang terjadi.
c) Golongan Darah persiapan bila diperlukan transfusi darah pada
kasus perdarahan yang berat.
d) GDS memonitor agar jangan sampai terjadi hipoglikemia maupun
hiperglikemia.
e) Fungsi Ginjal memeriksa fungsi ginjal, pemberian manitol tidak
boleh dilakukan pada fungsi ginjal yang tidak baik.
f) Analisa Gas Darah PCO2 yang tinggi dan PO2 yang rendah akan
memberikan prognosis yang kurang baik, oleh karenanya perlu
dikontrol PO2 tetap > 90 mmHg, SaO2 > 95 % dan PCO2 30-50
mmHg. Atau mengetahui adanya masalah ventilasi perfusi atau
oksigenisasi yang dapat meningkatkan TIK.
g) Elektrolit adanya gangguan elektrolit menyebabkan penurunan
kesadaran.
h) Toksikologi mendeteksi obat yang mungkin menimbulkan
penurunan kesadaran.

2) Pemeriksaan Radiologi
a) CT Scan adanya nyeri kepala, mual, muntah, kejang, penurunan kesadaran,
mengidentifikasi adanya hemoragi, pergeseran jaringan otak.
b) Angiografi Serebral menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral seperti
pergeseran cairan otak akibat oedema, perdarahan, trauma.
c) EEG (Electro Encephalografi) memperlihatkan keberadaan/perkembangan
gelombang patologis.
d) MRI (Magnetic Resonance Imaging) mengidentifikasi perfusi jaringan
otak, misalnya daerah infark, hemoragik.
e) Sinar X mendeteksi adanya perubahan struktur tulang tengkorak.
f) Test Orientasi dan Amnesia Galveston (TOAG) untuk menentukan apakah
pasien trauma kepala sudah pulih daya ingatnya.

Gambar 12. Contoh gambar CT Scan cedera otak

i. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada cedera kepala menurut Smeltzer &
Bare (2002) adalah:
a. Perluasan hematoma intracranial
b. Edema serebral dan herniasi, edema serebral adalah penyebab paling umum
dari peningkatan tekanan intracranial pada pasien yang mendapat cedera
kepala, puncak pembengkakan yang terjadi pada cedera kepala kurang lebih
72 jam pasaca cedera. Tekanan intrkranial meningkat akibat
ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan volume
oleh pembengkakan otak akibat trauma.Tekanan intrakranial dinilai
berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg. Akibat dari peningkatan TIK
dan edema adalah penyebaran tekanan pada jaringan otak dan struktur
internal otak yang kaku. Bergantung pada area pembengkakan, perubahan
posisi ke bawah atau lateral otak (herniasi) melalui atau terhadap struktur
kakau akan mengakibatkan iskemia, infark, kerusakan otak ireversibel dan
kematian.
Sedangkan komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut
(Markam, 1999) pada cedera kepala meliputi :
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada
situasi ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu,
setelahmasa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus
lainnya memasuki vegetatife state. Walaupun demikian penderita masih
tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada
vegetatife state lebih dari satu tahun jarang sembuh.
b. Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-
kurangnya sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera.
Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy
c. Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya
berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system
saraf yang lain.
d. Hilangnya kemampuan kognitif.
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala
mengalami masalah kesadaran.
e. Penyakit Alzheimer dan Parkinson.
Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit
Alzheimer tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi
tergantung frekuensi dan keparahan cedera.
Clinical Pathway
Cedera akselerasi Cedera deselerasi Cedera coup-counter coup Cedera rotasional

Trauma kepala

Terputusnya kontinuitas
jaringan tulang, jaringan kulit,
Resiko Infeksi Nyeri akut
otot, dan laserasi pembuluh
darah
Perdarahan atau Gangguan suplai darah
hematoma

Perubahan sirkulasi Mual-muntah Kekurangan iskemia


CSS volume cairan

Peningkatan TIK Pandangan kabur Hipoksia

Penurunan fungsi
pendengaran Risiko ketidakefektifan
Penurunan
perfusi jaringan
kesadaran
Nyeri kepala serebral

Jaringan otak
rusak
Imobilisasi Resiko
Penumpukan
cedera
sekret Rangsangan simpatis
meningkat
Penekanan area
tubuh
Tahanan vaskuler sistemik
Ketidakfektifan
dan tekanan darah meningkat
bersihan jalan
nafas Kerusakan
integritas kulit
Menurunkan tekanan
pembuluh darah
pulmonal

Kebocoran cairan
Oedem paru Tekanan hidrostatik meningkat
kapiler

Difusi oksigen Ketidakefektifan


Kompensasi
terhambat pola nafas
peningkatan RR
j. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Identitas pasien, meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, No. RM, dan tanggal
MRS
2. Keluhan utama
Nyeri akut pada kepala dan mata berkunang-kunang.
3. Riwayat penyakit sekarang
COR biasanya terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, cedera
olah raga, dll.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit
degeneratif pada kepala dan persyarafan.
5. Pemeriksaan fisik
a) Breathing (B1)
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada
jalan napas.
b) Blood (B2)
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia)
c) Brain (B3)
otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia
seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran,
baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai
batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat
terjadi :
1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori).
2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada
mata.
4) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
d) Blader (B4)
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia
uri, ketidakmampuan menahan miksi.
e) Bowel (B5)
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera.
Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
f) Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi.
Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan
dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot
antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara
pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula
terjadi penurunan tonus otot.
k. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
kompresi diafragma, ekspansi paru tidak maksimal
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret
3. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan aliran darah ke otak
4. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan,
penekanan reseptor nyeri
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah yang terus
menerus
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi dalam waktu
yang lama
7. Resiko infeksi berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang,
jaringan kulit, otot, dan laserasi pembuluh darah
8. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
l. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
adekuat
Deviasi
Deviasi Deviasi
Deviasi yang Tidak
sedang ringan
berat dari cukup adadeviasi
dari dari
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil kisaran berat dari dari kisaran
kisaran kisaran
normal kisaran normal
normal normal
normal
1 2 3 4 5
0415 Status 041501 Frekuensi pernafasan
pernafasan 041502 Irama pernafasan
041504 Suara auskultasi nafas
041508 Saturasi oksigen
Sangat
Berat Cukup Ringan Tidak ada
Berat
1 2 3 4 5
0403 Status Penggunaan alat bantu
040309
pernafasan: nafas
ventilasi 040310 Suara nafas tambahan
Pernafasan dengan bibir
040312
mengerucut
040313 Dispnea saat istirahat
040314 Dispnea saat latihan
No. NIC Intervensi Rasional
3140 Manajemen 1. Posisikan pasien untuk maksimalkan ventilasi Menjaga jalan nafas pasien
jalan nafas 2. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau tetap paten
menyedotan lendir
3. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
4. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan,sebagaimana mestinya
3320 Terapi 1. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem humidifier Membantu pemenuhan
oksigen 2. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan kebutuhan oksigen pasien
3. Monitor aliran oksigen
4. Monitor kemampuan pasien untuk mentolerir pengangkatan oksigen saat
makan
5. Sediakan oksigen ketika pasien dibawa/dipindahkan
3350 Monitor 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas Memantau pemenuhan
pernafasan 2. Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi oksigen pasien
3. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi (seperti SaO2, SvO2,
SpO2) sesuai dengan protokol yang ada
4. Monitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan
atau memperburuk sesak nafas tersebut
5. Monitor hasil foto thoraks

No.D
Diagnosa Keperawatan
x
2. Ketidaefektifan bersihan jalan nafas (00031) Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi
dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas
Deviasi Deviasi Deviasi Deviasi Tidak ada
No.Indikat berat dari cukup sedang ringan dari deviasi
No. NOC Kriteria Hasil
or kisaran berat dari kisaran berat dari
normal dari kisaran normal kisaran
kisaran normal normal
normal
1 2 3 4 5
0410 Status 041004 Frekuensi pernafasan
pernafasan : 041005 Irama pernafasan
kepatenan
jalan nafass 041017 Kedalaman inspirasi
Kemampuan untuk
041012
mengeluarkan sekret
Sangat
Berat Cukup Ringan Tidak ada
berat
041002 Ansietas
041011 Ketakutan
041003 Tersedak
041007 Suara nafas tambahan
041013 Pernafasan cuping hidung
041014 Mendesah
041015 Dipsnea saat istirahat
Dipsnea dengan aktivitas
041016
ringan
Penggunaan otot bantu
041018
pernafasan
041019 Batuk
041020 Akumulasi sputum
041021 Respirasi agonal
Deviasi
Deviasi Tidak ada
Deviasi cukup Deviasi
sedang deviasi
berat dari berat ringan dari
dari berat dari
kisaran dari kisaran
kisaran kisaran
normal kisaran normal
normal normal
normal
1 2 3 4 5
0403 Status 040301 Frekuensi pernafasan
pernafasan : 040302 Irama pernafasan
ventilasi
040303 Kedalaman inspirasi
040318 Suara perkusi nafas
040324 Volume tidal
040325 Kapasitas vital
040326 Hasil rontgen dada
040327 Tes faal paru
Sangat
Berat Cukup Ringan Tidak ada
berat
Penggunaan otot bantu
040309
pernafasan
040310 Suara nafas tambahan
040311 Retraksi dinding dada
Pernafasan dengan bibir
040312
mengerucut
040313 Dipsnea saat istirahat
040314 Dipsnea saat latihan
040315 Orthopnea
040317 Taktil fremitus
Pengembangan dinding dada
040329
tidak simetris
040330 Gangguan vokalisasi
040331 Akumulasi sputum
040332 Gangguan ekspirasi
Gangguan suara saat
040333
auskultasi
040334 Atelektasis
No. NIC Intervensi Rasional
3140 Manajemen 1. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust Membuka jalan nafas klien
jalan nafas 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi agar tidak ada hambatan
3. Identifikasi kebutuhan aktual/ potensial pasien untuk memasukan alat membuka jalan nafas
jalan nafas
4. Lakukan fisioterapi dada
5. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, dan batuk
6. Instruksikan bagaimana agar dapat melakukan batuk efektif
7. Kelola pemberian bronkidilator
8. Monitor status pernafasan dan oksigenasi

3302 Manajemen 1. Monitor perkembangan pasien sesuai dengan pengaturan ventilator non infasif Memantau klien sehingga
ventilasi 2. Monitor klien dan kesesuaian ventilator dengan suara nafas pasien terhindar dari hal hal
mekanin: 3. Monitor kerusakan mukosa mulut, nasal, trakea, atau jaringan laring yang tidak diinginkan
non invasif 4. Tempatkan pasien pada posisi semi fowler selama diberikan ventilasi
5. Lakukan fisioterapi dada yang tepat non invasif
Tidak Kadang Secara
Sering
pernah Jarang kadang konsisten
No. menunjukk
No. NOC Kriteria Hasil menunjuk menunjukkan menunjukka menunjukk
indikator an
an n an
1 2 3 4 5
3103 Manajemen 310301 Menerima diagnosis
diri: penyakit Mencari informasi
paru tentang cara
obstruktif 310302
mencegah kemajuan
kronik penyakit
Mencari informasi
310303 tentang cara
mencegah komplikasi
Berpartisipasi dalam
310304 pengambilan
keputusan kesehatan
Menjalankan aturan
310305 pengobatan setiap
resep
Berpartisipasi dalam
310307
rehabilitasi paru
Memantau denyut dan
310308
irama nadi
Memantau kecepatan
310309
dan irama nafas
310310 Memantau suhu tubuh
Memantau saturasi
310311
oksigen
Memantau pemicu
310314
gejala
Memantau frekuensi
310317
gejala
Memantau efek terapi
310324
obat
Menggunakan teeknik
310333
relaksasi
Tidak Kadang Dilakukan
Jarang Sering
No. pernah kadang secara
No. NOC Kriteria Hasil dilakukan dilakukan
indikator dilakukan dilakukan konsisten
1 2 3 4 5
1918 Pencegahan Mengidentifikasi
191801
Aspirasi faktor faktor risiko
Menghindari faktor
191802
faktor risiko
Mempertahankan
191809
kebersihan mulut
Memposisikan tubuh
untuk tetap tegak
191803
ketika makan dan
minum
Memposisikan tubuh
191805 miring ketika makan
dab minum
191804 Memilih makanan
sesuai dengan
kemampuan menelan
Memilih makanan
191806 dan cairan dengan
konsistensi yang tepat
Menggunakan cairan
191808 yang dipadatkan, jika
dibutuhkan
Mempertahankan
tubuh dalam posisi
191810
tegak selama 30 menit
setelah makan
No. NIC Intervensi Rasional
3200 Pencegahan 1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, gag reflek, kemampuan menelan Pencegahan atau
aspirasi 2. Skrining adakah disfagia, dengan tepat menimalkan terjadinya
3. Pertahankan kepatenan jalan nafas aspirasi pada pasien yang
4. Meminimalisir penggunaan narkotik dan sedatif beresiko
5. Meminimalisir penggunaan obat obatan yang diketahui memperlambat
pengosongan lambung
6. Monitor status pernafasan
7. Monitor kebutuhan perawatan terhadap saluran cerna
8. Beri makanan dalam jumlah sedikit
9. Hindari pemberian cairan atau zat zat kental
10. Tawarkanan makanan atau minuman dalam bentuk bolus
11. Berikan perawatan mulut
3. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral Definisi : berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah pada
perifer yang dapat mengganggu kesehatan
Deviasi
Tidak ada
Deviasi cukup Deviasi Deviasi
deviasi
berat dari berat sedang dari ringan dari
dari
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil kisaran dari kisaran kisaran
kisaran
normal kisaran normal normal
normal
normal
1 2 3 4 5
0406 Perfusi 040602 Tekanan intrakranial
jaringan : 040613 Tekanan darah sistolik
serebral
040614 Tekanan darah diastolik
Nilai rata-rata tekanan
040617
darah
040615 Hasil serebral angiogram

No. NIC Intervensi Rasional


2080 Manajemen 1. Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing, pingsan Keterbatasan injuri
edema 2. Monitor status neurologi dengan ketat dan bandingkan dengan nilai normal serebral sekunder
serebral 3. Monitor tanda-tanda vital akibat dari
4. Monitor karakteristik cairan serebrospinal: warna, kejernihan, konsistensi pembengkakan
5. Catat cairan serebrospinal jaringan otak
6. Monitor CVP, PAWP, dan PAP, sesuai kebutuhan
7. Monitor TIK dan CPP
8. Analisa pola TIK
9. Monitor status pernapasan: frekuensi, irama, kedalaman pernapasan, PaO2, PCO2,
pH, bikarbonat
10. Biarkan TIK kembali ke nilai normal
11. Monitor TIK pasien dan respon neurologi terhadap aktivitas perawatan
12. Kurangi stimulus dalam lingkungan pasien
13. Rencanakan asuhan keperawatan untuk memberikan periode istirahat
14. Berikan sedasi, sesuai kebutuhan
15. Catat perubahan pasien dalam berespon terhadap stimulus
16. Berikan ati kejang, sesuai kebutuhan
17. Hindari fleksi leher, atau fleksi ekstrem pada lutut/panggul
18. Hindari valsava manuver
19. Berikan pelunak feses
20. Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30 derajat atau lebih
21. Hindari penggunaan PEEP
22. Dorong keluarga/orang yang penting untuk bicara pada pasien
23. Batasi cairan
24. Hindari cairan IV hipotonik
25. Sesuaikan pengaturan ventilator untuk menjaga PaCO2 pada level yang diresepkan
26. Batasi suksion kurang dari 15 detik
27. Monitor nilai-nilai laboratorium: osmolalitas serum dan urin, natrium, kalium
28. Lakukan latihan ROM pasif
29. Monitor intake dan output
30. Pertahankan suhu normal
31. Berikan diuretik osmotik atau active loop
32. Lakukan tindakan pencegahan terjadinya kejang
4130 Monitor 1. Bantu menyisipkan perangkat pemantauan TIK Pengukuran dan
Tekanan 2. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga/orang penting lainnya interpretasi data
Intra 3. Kalibrasi transduser pasien untuk
Kranial 4. Buat tingkat transduser eksternal sampai ke titik referensi anatomi konsisten pengaturan tekanan
(TIK) 5. Rekam pembacaan tekanan TIK intrakranial
6. Monitor kualitas dan karakteristik gelombang TIK
7. Monitor tekanan aliran darah otak
8. Monitor status neurologis
9. Monitor pasien TIK dan reaksi perawatan neurologis serta rangsang lingkungan
10. Monitor jumlah, nilai, dan karakteristik pengeluaran cairan serebrospinal (CSF)
11. Jaga posisi ruang koleksi CSF, seperti yang diperintahkan
12. Monitor intake dan output
13. Monitor tekanan selang untuk gelembung udara, puing-puing, atau darah beku
14. Ambil sampel pengeluaran CSF
15. Monitor suhu dan jumlah WBC
16. Periksa pasien terkait ada tidaknya gejala kaku kuduk
17. Berikan antibiotik
18. Letakkan kepala dan leher pasien dalam posisi netral, hindari fleksi pinggang yang
berlebihan
19. Sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan perfusi serebral
20. Monitor efek rangsangan lingkungan pada TIK
21. Berikan ruang untuk perawatan agar meminimalkan elevasi TIK
22. Monitor tingkat CO2 dan pertahankan dalam parameter yang ditentukan
23. Jaga tekanan arteri sistemik dalam jangkauan tertentu
24. Berikan agen farmakolohis untuk mempertahankan TIK dalam jangkauan tertentu

No.Dx DiagnosaKeperawatan
4. Nyeri Akut Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual ataupun potensial
atau yang digambarkan sebagai kerusakan (Internasional
Assosiation fot the Study of Pain; awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di
antisipasi atau diprediksi.
Tidakper Kadang- Secara
Jarang Sering
nah kadang konsisten
menunju menunjukka
No. NOC No.Indikator KriteriaHasil menunjuk menunjuk menunjuk
kkan n
kan kan kan
1 2 3 4 5
1605 160502 Mengenali kapan nyeri terjadi
Menggambarkan faktor
Kontrol 160501
penyebab
Nyeri Menggunakan tindakan
160504 pengurangan nyeri tanpa
analgesik
Menggunakan analgesik yang
160505
di rekomendasikan
Melaporkan perubahan
160513 terhadap gejala nyeri pada
profesional kesehatan
Mengenali apa yang terkait
160511 dengan gejala nyeri

Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5
2102 Tingkat 210201 Nyeri yang dilaporkan
nyeri 210204 Panjangnya periode nyeri
Menggosok area yang terkena
210221
dampak
210217 Mengerang dan menangis
210206 Ekspresi nyeri wajah
210208 Tidak bisa beristirahat
210224 Mengerinyit
Mengeluarkan keringat
210225
berlebih
210218 Mondar mandir
210219 Focus menyempit
210209 Ketegangan otot
210215 Kehilangan nafsu makan
210227 Mual
210228 Intoleransi makanan
No. NIC Intervensi Rasional
1400 Manajem 9. Lakukan pengkajian yang komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, Membantupasien untuk
en nyeri onsert/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya dan faktor pencetus. mengenal nyeri dan
10. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada mengurangi nyerinya
merek yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif dalam bentuk
11. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemamtauan yang ketat nonfamakologis
12. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri maupun farmakologis.
13. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya:
tidur, nafsu makan, performa kerja, perasaaan, pengertian, hubungan, tanggung jawab
peran)
14. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan dan antisipasi akan ketidaknyamanan akibat prosedur.
15. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
16. Ajarkan teknik non farmakologis (seperti: biofeeback, TENS, hypnosis,
relaksasi,bimbingan antisipatif, terapi music, terapi bermain, terapi aktifitas,
akupresur, aplikasi panas/dingin dan pijatan)
17. Berikan penurun nyeri yang optimal dengan resepan analgesik dari dokter.
6482 Manajem 1. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola lingkungan dan kenyamanan Memanipulasilingkunga
enlingkun yang optimal. npasienuntukmendapatk
gan: 2. Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk beristirahat ankenyamanan yang
kenyaman 3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung optimal
an 4. Sediakan lingkungan yang aman dan bersih
5. Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan, seperti balutan lembab, posisi
selang, balutan yang tertekan, seprei kusut, maupun lingkungan yang menggangggu.
6. Posisikan pasien untuk memfasilitasi kenyamanan

5. Kekurangan volume cairan Definisi : penurunan cairan intravascular, interstitial, daana tau
intraselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja
tanpa perubahan pada natrium
Deviasi
Deviasi cukup Deviasi Deviasi Tidak ada
berat dari berat sedang dari ringan dari deviasi dari
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil kisaran dari kisaran kisaran kisaran
normal kisaran normal normal normal
normal
1 2 3 4 5
0802 Tanda tanda 080201 Suhu tubuh
vital 080202 Denyut jantung apical
080208 Irama jantung apikal
080203 Denyut nadi radial
080204 Tingkat pernapasan
080210 Irama pernapasan
080205 Tekanan darah sistolik
080206 Tekanan darah diastolik
080209 Tekanan nadi
080211 Kedalaman inspirasi
Banyak
Sangat Cukup Sedikit Tidak
tergangg
terganggu terganggu terganggu terganggu
u
1 2 3 4 5
0503 Eliminasi 050301 Pola eliminasi
urin 050303 Jumlah urin
050304 Warna urin
050307 Intake cairan
No. NIC Intervensi Rasional
2080 Manajemen 1. Berikan cairan sesuai resep Untuk meningkatkan
elektrolit 2. Tingkatkan intake cairan per oral intake cairanklien
3. Minimalkan asupan makanan dan minuman dengan diuretic atau pencahar sehingga tidak timbul
4. Jaga pencatatan intake atau asupan dan output yang akurat dehidrasi
5. Pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan
6. Instruksikan pasien da keluarga mengenai alasan untuk pembatasan cairan,
tindakan hidrasi, atau administrasi elektrolit tambahan, sepesrti yang ditunjukkan
4130 Monitor 1. Tentukan jumlah dan jenis intake/asupan cairan serta kebiasaan eliminasi Untuk memonitor
cairan 2. Tentukan apakah pasienmengalami kehausan atau gejala perubahan cairan luaran cairan klien
3. Periksa turgor kulit dengan memegang jaringan sekitar tulang seperti tangan atau
tulang kering, mencubit kulit dengan lembut, pegang dengan kedua tangan
kemudan lepaskan
4. Monitor asupan dan pengeluaran
5. Monitor membrane mukosa turgor kulit dan respon haus
6. Monitor warna, kuantitas, dan berat jenis urine
Tidak ada
Deviasi cukup Deviasi Deviasi
Deviasi berat deviasi
berat dari sedang dari ringan dari
dari kisaran dari
No. NOC No. indikator Kriteria Hasil kisaran kisaran kisaran
normal kisaran
normal normal normal
normal
1 2 3 4 5
0407 Perfusi Pengisian
040715
jaringan kapiler jari
perifer Suhu kulit
040710 ujung kaki dan
tangan
Tekanan darah
040727
sistolik
Tekanan darah
040728
diastolik
Nilai rata
040740 rata tekanan
darah
Sangat Banyak Cukup Tergangg Tidak
terganggu terganggu terganggu u terganggu
1 2 3 4 5
Termoregula Berkeringat
0800 080010
si saat panas
Menggigil saat
080011
dingin
Tingkat
080013
pernafasan
No. NIC Intervensi Rasional
1. Pantau TTV Demam dapat
2. Monitor warna kulit dan suhu memperparah dehidrasi,
3. Monitor asupan dan keluaran, sadari kehilangan cairan yang tidak dirasakan sehingga perlu dipantau
Perawatan
3740 4. Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan tergantung pada fase demam
demam
5. Dorong konsumsi cairan
6. Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas
7. Tingkatkan sirkulasi udara
Pencegahan 1. Monitor adanya respon kompensasi awal syok Menghindari adantya
syok 2. Monitor kemungkinan penyebab kehilangan cairan syok akibat kekurangan
3. Catat warna, jumlah, dan frekuensi BAB, muntah, dan drainase nasogastric cairan
4. Periksa urine terhadap adanya darah dan protein
5. Berikan pasien posisi supine dengan posisi kaki ditinggikan
6. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai factor-faktor pemicu syok
7. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai tanda/gejala syok yang mengancam jiwa

No.D
Diagnosa Keperawatan
x
6. Kerusakan integritas kulit Definisi : Kerusakan pada epidermis dan/atau dermis.
Banyak
Sangat Cukup Sedikit Tidak
tergangg
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil terganggu terganggu terganggu terganggu
u
1 2 3 4 5
1101 Integritas 110101 Suhu kulit
Jaringan: 110102 sensasi
kulit &
110103 Elastisitas
membrane
mukosa 110104 Hidrasi
110106 Keringat
110108 Tekstur
110109 Ketebalan
110113 Integritas kulit
No. NIC Intervensi Rasional
1720 Pengecekan 1. Periksa kulit dan selaput lender terkait dengan adanya kemerahan, kehangatan, Membantu klien
kulit ekstrim, edema, atau drainase mengumpulkan dan
2. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi pada menganalisis data klien
ekstremitas untuk menjaga kulit dan
3. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet integritas membrane
4. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan dan kelembaban mukosa
5. Monitor infeksi, terutama dari daerah edema
6. Dokumentasikan perubahan membrane mukosa
7. Ajarkan anggota keluarga/pemberu asuhan mengenai tanda-tanda kerusakan
kulit, dengan tepat
Sangat
No. NOC No. indikator Kriteria Hasil Tidak ada Terbatas Sedang Besar
besar
1 2 3 4 5
1102 Penyembuha Memperkirakan [kondisi]
110201
n Luka: kulit
Primer Memperkirakan [kondisi]
100803
tepi luka
100804 Pembentukan bekas luka
No. NIC Intervensi Rasional
3660 Perawatan 1. Angkat balutan dan plester perekat Membantu klien
luka 2. Cukur rambut disekitar daerah yang terkena, sesuai kebutuhan mencegah komplikasi luka
3. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran, dan bau dan peningkatan
4. Ukur luas luka yang sesuai penyembuhan luka
5. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak beracun dengan tepat
6. Tepatkan area yang terkena pada air yang mengalir, dengan tepat
7. Berikan perawatan insisi pada luka, yang diperlukan
8. Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi
9. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
10. Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan drainase
11. Periksa luka setiap kali perubahan baluta
12. Bandingkan dan catat setiap perubahan luka
13. Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenal tanda dan gejala infeksi
14. Dokumentasikan lokasi luka, ukuran, dan tampilan

No.D
Diagnosa Keperawatan
x
7. Risiko Infesksi Definisi : Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik
yang dapat mengganggu kesehatan
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil Berat Cukup berat Sedang Ringan Tidak ada
1 2 3 4 5
0703 Keparahan 070301 Kemerahan
Infeksi Vesikel yang tidak
070302 mengeras
permukaannya
Cairan (luka) yang
070303
berbau busuk
070307 Demam
070330 Ketidakstabilan shuhu
070333 Nyeri
Tidak ada Terbatas Sedang Besar Sangat besar
1 2 3 4 5
1106 Penyembuha Persentase
n Luka 110601 kesembuhan area
Bakar transplantasi
Persentase
110602 kesembuhan area luka
bakar
110603 Granulasi jaringan
Pergerakan sendi yang
110604
terkena
Perfusi jaringan area
110605 luka bakar

Terbata
Sangat besar Besar Sedang Tidak ada
s
1 2 3 4 5
1106 Penyembuha 110606 Nyeri
n Luka 110608 Kulit melepuh
Bakar
110609 Drainase bernanah
Edema pada area
110611
terbakar
No. NIC Intervensi Rasional
6540 Kontrol 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap pasien. Meminimalkan
Infeksi 2. Ganti peralatan perawatan pasien sesuai protokol institusi. penerimaan dan transmisi
3. Isolasi orang yang terkena penyakit menular. agen infeksi
4. Batasi jumlah pengunjung
5. Anjurkan kepada klien menganai teknik cuci tangan yang tepat.
6. Cuci tangan sebelum dan setelah perawatan pasien.
7. Pakai sarung tangan steril yang tepat.
8. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
9. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
10. Ajarkan pasien mengenai tanda dan gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada pelayanan kesehatan.
11. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana menghindari infeksi
6550 Perlindungan 1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Pencegahan dan deteksi
infeksi 2. Monitor kerentanan terhadap infeksi dini pada pasien berisiko
3. Batasi jumlah pengunjung, yang sesuai.
4. Hindari kontak dekat dengan hewan peliharaan dan penjamu dengan imunitas
yang membahayakan.
5. Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area edema
6. Periksa kulit dan selaput lender untuk adanya kemerahan, kehangatan ekstrim,
atau drainase.
7. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup.
8. Anjurkan asupan cairan yang tepat.
9. Anjurkan istirahat.
Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
menyimpang menyimpang menyimpang menyimpang menyimpang
Kriteria dari rentang dari rentang dari rentang dari rentang dari rentang
No. NOC No.Indikator
Hasil normal normal normal normal normal
1 2 3 4 5
1004 Status 100401 Asupan Gizi
Nutrisi Asupan
100402
makan
Asupan
100408
cairan
100403 Energi
100405 Rasio BB/TB
100411 Hidrasi
No. NIC Intervensi Rasional
1400 Manajemen 1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan Menyediakan dan
nutrisi gizi meningkatkan intake
2. Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien nutrisi yang seimbang
3. Intruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi (piramida makanan)
4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan gizi.
5. Berikan pilihan makanan dan bimbingan terhadap pilihan makanan.
6. Ciptakan lingkungan yang bersih, berventilasi, santai dan bebas dari bau
menyengat.
1120 Terapi 15. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai kebutuhan Membantu klien memilih
nutrisi 16. Monitor asupan makanan harian makanan yang mampu
17. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang diperlukan untuk memenuhi memenuhi kebutuhan
kebutuhan nutrisi dengan kolaborasi dengan ahli gizi metabolik.
18. Motivasi klien untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang bernutrisi,
tinggi protein, kalori dan mudah dikonsumsi serta sesuai kebutuhan

No.D
Diagnosa Keperawatan
x
8. Risiko Cedera Definisi :Rentan mengalami cedera fisik aibat kondisi lingkungan
yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensif
individu, yang dapat mengganggu kesehatan.
10 dan lebih 7-9 4-6 1-3 Tidak ada
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil
1 2 3 4 5
1912 191201 Jatuh saat berdiri
191202 Jatuh saat berjalan
191203 Jatuh saat duduk
191204 Jatuh dari tempat tidur
Kejadian Jatuh saat dipindahkan
191205
jatuh
191206 Jatuh saat naik tangga
191207 Jatuh saat turun tangga
191209 Jatuh saat ke kamar mandi
191210 Jatuh saat membungkuk
Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5
1913 191301 Lecet pada kulit
191302 Memar
191303 Luka gores
Keparahan 191304 Luka bakar
cedera fisik 191305 Ekstremitas keseleo
191306 Keseleo tulang punggung
191307 Fraktur ekstremitas
191308 Fraktur pelvis
191309 Fraktur panggul
191310 Fraktur tulang punggung
191311 Fraktur tulang tengkorak
191312 Fraktur muka
191313 Cedera gigi
191314 Cedera kepala terbuka
191315 Cedera kepala tertutup
191316 Gangguan mobilitas
191319 Kerusakan kognisi
Penurunan tingkat
191320
kesadaran
191321 Trauma liver
191322 Limfa pecah
191323 Perdarahan
191324 Trauma perut
No. NIC Intervensi Rasional
6486 Manajemen 1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan fungsi fisik dan kognitif Memonitor dan
Lingkungan serta riwayat perilaku di masa lalu memanipulasi
: 2. Identifikasi hal-hal yang membahayakan di lingkungan (misalnya, [bahaya] fisik, lingkungan fisik untuk
Keselamata biologi dan kimiawi) meningkatkan
n 3. Singkirkan bahan berbahaya dari lingkungan jika diperlukan keamanan
4. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahan berbahaya dan berisiko
5. Sediakan alat untuk beradatasi (misalnya, kursi untuk pijakan dan pegangan
tangan)
6. Gunakan peralatan perlindungan (misalnya, pengekangan, pegangan pada sisi,
kunci intu, pagar, dan gerbang) untuk emmbatasi mobilitas fisik atau akses pada
situasi yang membahayakan
7. Beritahu pada lembaga yang berwenang untuk melakukan perlindugan
lingkungan (misalnya, dinas kesehatan, pelayanan lingkungan, badan lingkungan
hidup dan polisi)
8. Siapkan nomor telefon emergensi untuk pasien (misalnya, [nomor] polisi, dinas
kesehatan lokal dan pusat kontrol racun)
9. Monitor lingkungan terhadap terjadinya terjadinya perubahan status keselamatan
10. Bantu pasien saat melakukan perpindahan ke lingkungan yang lebih aman
(misalnya, rujukan status asisten rumah tangga)
11. Inisiasi danatau lakukan program skrining terhadap bahan yang membahayakan
lingkungan (misalnya, logam berat dan randon)
12. Edukasi individu dan kelompok yang berisiko tinggi terhadap bahan berbahaya
yang ada dilingkungan
13. Kolaborasi dengan lembaga lain untuk meningkatkan keselamatan lingkungan
(misalnya, dinas kesehatan, polisi, badan perlindungan lingkungan)
Pencegahan 1. Identifikasi kekurangan kgnisi atau fisik yang mungkin mungkin meningkatkan Melaksanakan
Jatuh potensi jatuh pada lingkungan tertentu pencegahan khusus
2. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh dengan pasien yang
3. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang mungkin meningkatkan otensi memilki risiko cedera
jatuh (misalnya, lantai licin dan tangga terbuka) karena jatuh
4. Monitor gaya berjalan (terutama kecepatan), keseimbangan dan tingkat kelelahan
dengan ambulasi
5. Bantu ambulasi individu yang memiliki ketidakseimbangan
6. Sediakan alat bantu (misalnya, tongkat dan walker) untuk menyeimbangkan gaya
berjalan (terutama kecepatan)
7. Instruksikan pasien menggenai penggunaan tongkat atau walker dengan tempat
8. Letakkan benda-benda dalam jangkauan yang mudah bagi pasien
9. Berikan tanda untuk mengingatkan pasien agar memita bantuan saat keluar dari
tempat tidur, dengan tepat
10. Gunakan pegangan tangan dengan panjang dan tinggi yang tepat untuk mencegah
jatuh dari tempat tidur, sesuai kebutuhan
11. Sediakan pencahayaan yang cukup dalamrangka meningkatkan pandangan
12. Sediakan permukaan lantai yang tidak licin dan anti selip
13. Pastikan bahwa pasien menggunakan sepatu yang pas, terkait dengan aman,dan
sol anti selip
14. Berikan penanda untuk memberikan peringatan kepada staff bahwa pasien
berisiko tinggi jatuh
Identifikasi 1. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu dan dokumentasikan bukti yang Analisis faktor risiko
Risiko menunjukkanadanya penyakit medis, diagnosa keerawatan, serta perawatannya potensial, pertimbankan
2. Kaji ulang data yang didapatkan dari pengkajian risiko secara rutin risko-risiko kesehatan
3. Pertimbangkan kesediaan dan kualitas sumebr yang ada (misalnya, psikologis, dan memprioritaskan
finansial, tingkat pendidikan, keluarga, dan komunitas) strategi pengurangan
4. Identifikasi sumber-sumber agensi untuk membantu menurunkan faktor risiko risiko bagi individu
5. Identifikasi risiko biologis, lingkungan dan perilaku serta hubungan timbal balik maupun kelompok
6. Pertimbangkan status pemenuhan kebutuhan sehari-hari
7. Pertimbangkan kriteria yang berguna dalam memprioritaskan area-area untuk
mengurangi faktor risko (misalnya, tingkat kesadaran dan motivasi, efektifitas,
biaya, kelayakan, pilihan-pilihan, kesetaraan, stigma, dan keparahan hasiljika
faktor risiko masih belum terselesaikan)
8. Diskusikan dan rencanakan aktivitas-aktivitas pengurangan risiko berkolaborasi
dengan individu atau kelompok
9. Implementasikan aktivitas-aktivitas pengurangan risiko
10. Rencanakan monitor risiko kesehatan dalam jangka panjang
11. Rencanakan tindak lanjut strategi dan aktivitas engurangan risiko jangka panjang
m. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
menilai keefektifan perawatan dan untuk mengkomunikasikan status pasien
dari hasil tindakan keperawatan. Evaluasi memberikan informasi sehingga
memungkinkan revisi perawatan. Disamping evaluasi merupakan proses yang
kontinue untuk menjamin kualitas dan ketepatan perawat yang diberikan,
dilakukan dengan meninjau respon pasien untuk menentukan kefektifan
rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Yang perlu
dievaluasi adalah sebagai berikut :
a. Apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum.
b. Apakah masalah yang ada sudah terpecahkan atau belum.
c. Apakah perlu pengkajian kembali.
Hasil yang diharapakan :
1. Mencapai atau memperthankan tingkat kesadaran agar membaik serta fungsi
sensorik dan motoriknya.
2. Mencapai atau mempertahankan latihan jalan nafas yang efektif, ventilasi
dan oksigenasi otak agar tercapainya nilai gas darah normal dan bunyi nafas
normal saat diauskultasi.
3. Agar tercapainya keseimbangan cairan dan elektrolit yang memuaskan
a. Memperlihatkan elektrolit serum dalam nilai normal.
b. Menunjukkan tanda klinis dehidrasi dan kelebihan hidrasi.
4. Mencapai status nutrisi yang adekuat
a. Terdapat kurang dari 50 cc isi lambung saat diaspirasi sebelum
pemberian makan melalui cairan lambung
b. Bebas dari distensi lambung dan muntah.
c. Memperlihatkan penurunan berat badan minimal
5. Pasien dan anggota keluarga berpartisipasi dalam proses rehabilitasi
n. Discharge Planning
1. Jelaskan tentang kondisi klien yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
2. Ajarkan keluarga untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya
kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan
perubahan bicara.
3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi
dari pemberian obat.
4. Ajarkan keluarga untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip
lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang.
5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas
sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum.
Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila klien mengalami gangguan
mobilitas fisik.
6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman.
7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.
8. Ajarkan pada keluarga bagaimana mengurangi peningkatan tekanan
intrakranial.
9. Jelaskan kepada keluarga, bahwa perubahan yang terjadi pada pasien bukan
merupakan bentuk kelainan jiwa, tetapi adalah komplikasi dari benturan
yang dialami pasien.
10. Anjurkan pada keluarga agar tidak merubah posisi/letak barang-barang
yang ada di rumah khususnya kamar pasien.
11. Anjurkan pada keluarga untuk membantu pasien dalam perawatan diri dan
pemenuhan kebutuhan dasar.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, Engram. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Alih


bahasa suharyati samba. Jakarta: EGC.
Baticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klian Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Bauhgman, Diane C., & Hackley. Joann C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah,
Buku Saku Untuk Brunner Dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth, 2002. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.
Bulechek, G., et al. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Elsevier
Singapore Pre Ltd.
Gennarelli TA, Meaney DF. 1996. Mechanism of Primary Head Injury. Dalam:
Neurosurgery 2nd edition. New York : McGraw Hill.
Herdman, Heather dan Kamitsuru, Shigemi. 2015. Diagnosis Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Aesculapius.
Moorhead, S., et al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Elsevier
Singapore Pre Ltd.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salmeba Medika.
Perdossi cabang Pekanbaru. 2007. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3
November. Pekanbaru.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddarth. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai

  • csd,j fn
    csd,j fn
    Dokumen1 halaman
    csd,j fn
    Uphie Luphy
    Belum ada peringkat
  • Asdhjhu
    Asdhjhu
    Dokumen1 halaman
    Asdhjhu
    Uphie Luphy
    Belum ada peringkat
  • ,NJLBVN, M
    ,NJLBVN, M
    Dokumen18 halaman
    ,NJLBVN, M
    Uphie Luphy
    Belum ada peringkat
  • JBNNJKM
    JBNNJKM
    Dokumen29 halaman
    JBNNJKM
    Uphie Luphy
    Belum ada peringkat
  • MBJL LK
    MBJL LK
    Dokumen28 halaman
    MBJL LK
    Uphie Luphy
    Belum ada peringkat
  • Hjbigyu
    Hjbigyu
    Dokumen3 halaman
    Hjbigyu
    Uphie Luphy
    Belum ada peringkat
  • RPS ASIIN Biostatistik
    RPS ASIIN Biostatistik
    Dokumen2 halaman
    RPS ASIIN Biostatistik
    Uphie Luphy
    Belum ada peringkat
  • Audjamnbcksj
    Audjamnbcksj
    Dokumen7 halaman
    Audjamnbcksj
    Uphie Luphy
    Belum ada peringkat
  • KXCN, Ojsdiljkv
    KXCN, Ojsdiljkv
    Dokumen14 halaman
    KXCN, Ojsdiljkv
    Uphie Luphy
    Belum ada peringkat