Anda di halaman 1dari 24

TUMOR OTAK

(SPACE OCCUPYING LESSION (SOL))

Neoplasma merupakan pertumbuhan sel-sel baru dan abnormal, secara khusus


dapat diartikan sebagai suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dan progresif.
Neoplasma ganas dibedakan dengan neoplasma jinak. Neoplasma ganas
menunjukan derajat anaplasia yang lebih besar dan mempunyai sifat invasi
serta metastasis. Disebut juga tumor.

Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun
ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra
cranial) atau di medulla spinalis (Gillroy, 2002). Neoplasma pada jaringan
otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila
sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer
dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker paru,
payudara, prostate, ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder.(Mayer.
SA, 2002).

1
INSIDENSI

Insiden Tumor Otak:

Insiden tumor otak primer lebih tinggi daripada akibat metastasis


Insiden tumor otak primer telah dilaporkan meningkat pada beberapa
sumber. Hal ini berhubungan dengan diagnosis yang lebih awal dan lebih
baik, atau mungkin berhubungan dengan faktor lain meliputi paparan
terhadap radiasi elektromagnetik (EMR) pada penggunaan telepon selular.
Di Amerika, statistik yang didapat:
o Insiden tumor SSP rata-rata sekitar 15 per 100.000
o Setiap tahun terdapat 40.000 50.000 kasus baru tumor SSP
primer
o Insidens tumor otak lebih sering dijumpai pada laki-laki (6,3 dari
100.000 penduduk) dibanding perempuan (4,4 dari 100.000
penduduk), dengan kelompok usia terbanyak sekitar 65 79 tahun.
(R. Soffieti, 2003).
o Tumor SSP menyebabkan kematian akibat kanker pada anak-anak
dan dewasa muda dan penyebab kedua kematian akibat kanker
pada pada pria umur 20-40 tahun.
o 40% Tumor system saraf pusat adalah "gliomas" (astrocytoma,
oligodendroglioma, ependymoma, mixed glioma)
o 80% keganasan tumor SSP adalah glioma
Untuk setiap orang yang baru terdiagnosis oleh Glioma rata-rata 50% akan
terdapat bentuk ganas dari glioma (Glioblastoma multiforme or GBM)
pada saat diagnosis.
Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan.

EPIDEMIOLOGI

Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak 10% dari neoplasma seluruh
tubuh, dengan frekuensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam
kanalis spinalis. Surveillance Epidemiology & End Result Registry USA
dari tahun 1973-1995 dilaporkan bahwa; setiap tahunnya di USA dijumpai

2
38.000 kasus-kasus baru tumor otak primer, dan pada tahun 2001 dijumpai
lebih dari 180.000 kasus tumor otak, dimana 38.000 diantaranya adalah tumor
primer dengan 18.000 bersifat ganas dan selebihnya, 150.000 adalah tumor
sekunder yang merupakan metastase dari tumor paru, tumor payudara, tumor
prostate dan tumor-tumor lainnya. Insidens tumor otak lebih sering dijumpai
pada laki-laki (6,3 dari 100.000 penduduk) dibanding perempuan (4,4 dari
100.000 penduduk), dengan kelompok usia terbanyak sekitar 65 79 tahun.
(R. Soffieti, 2003).

ETIOLOGI

Penyebab dari brain tumor belum dapat diketahui secara pasti, walaupun
genetik dan faktor lingkungan dapat berperan dalam perkembangannya.
Faktor resiko meliputi :

a. Faktor Genetik

Faktor keturunan memainkan peran yang kecil dalam penyebab brain


tumor. Dibawah 5% penderita glioma mempunyai sejarah keluarga yang
menderita brain tumor. Beberapa penyakit warisan seperti tuberous
sclerosis, neurofibriomatosis tipe I, Turcot syndrome dan Li-Fraumeni
cancer syndrome, mempengaruhi pasien menjadi penderita glioma.
Bagaimanapun juga, tumor-tumor tersebut cenderung terjadi pada anak-
anak dan orang dewasa dan tidak terjadi pada mayoritas penderita
glioma.

b. Faktor Lingkungan

1. Iradiasi Kranial: Pengamatan jangka panjang setelah radiasi kepala


menyeluruh (antaranya untuk tinea kapitis) memperlihatkan
peninggian insiden tumor jinak maupun ganas; astrositoma,
meningioma.
2. Substansi-substansi karsinogenik. Bahan-bahan kimia seperti vinyl-
chloride

3
c. Karakteristik Gaya Hidup

Brain tumor penggunaan ponsel.

d. Metastase

Pasien dengan riwayat melanoma, kanker paru, mammae, colon, atau

kanker ginjal beresiko besar terhadap tumor otak sekunder.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

a. Anatomi

Susunan saraf pusat terdiri dari otak besar (cerebrum), batang otak, otak
kecil (cerebellum) dan sumsum tulang belakang (medulla spinalis) dan
diliputi oleh selaput otak (meningen). Otak dipisahkan oleh fisura media
menjadi dua hemisfer.

Permukaan lateral masing-masing hcmisfer dibedakan menjadi lobus


frontal, parietal, temporal, dan oksipital. Otak mempunyai sistem
perhubungan, yaitu ventrikel. Ventrikel lateral masuk ke dalam lobus
frontal, temporal dan oksipital. Cairan serebrospinal dibentuk setiap hari
oleh plexus choroid pada ventrikel, melalui ventrikel III dan IV terus ke
subarachnoid dan medulla spinalis. Otak diliputi oleh leptomening,
membrana arachnoid dan piameter dan bagian paling luar durameter.
Durameter berlapis dua, sebagai lapisan dalam periosteum dari tulang
tengkorak, dan pada garis tengah sebagai falx cerebri, pada fosa posterior
terbentang seperti tenda membentuk tentorium cerebri, memisahkan lobus
oksipital dan serebellum. Aspek ventral dari otak adalah batang otak dan
serebellum, menutupi aspek posterior (otak tengah) yaitu : pons dan
medula oblongata yang mengelilingi ventrikel IV.Otak mendapat darah
dari a. carotis interna dan a. vertebralis.

4
b. Fisiologi

Menurut neuroanatomi kita ketahui bahwa; otak terletak dalam cavum


cranii (rongga kepala) yang bersambung dengan medulla spinalis melalui
foramen magnum dan dikelilingi oleh lapisan meningen yang terdiri dari
duramater, arachnoid dan piamater (Richard S.Snell, 1996).

Di dalam tengkorak kepala didapati 3 komponen yaitu:


1). Parenkim otak (berat1100-1200 gram), terdiri dari 2 kompartemen;
a) kompartemenintraseluler (ruang yang berada didalam neuron dan
sel glia);
b) kompartemen interseluler disebut juga interstitial / ekstraseluler
(ruang yang terdapat antara neuron, sel-sel glia dan pembuluh
darah). Pembatas antara parenkim otak dengan kompartemen
likuor adalah Sawar Otak-Likuor (Brain-CSF Barrier). Sedangkan
pembatas antara parenkim otak dengan isi pembuluh darah yang
berfungsi untuk mencegah masuknya metabolit/ bahan toksik
kedalam parenkim otak dan melindungi otak dari perubahan kimia
darah agar neuron terlindung dari perubahan-perubahan ion adalah
Sawar Darah-Otak (Blood-Brain Barrier). (Padmosantjojo, Daryo,
2000)

2). Likuor serebro spinalis (LSS) adalah cairan yang dihasilkan oleh
pleksus choroideus di ventrikel lateral III bervolume 150 ml, (70-80
persen) yang merupakan transudat plasma darah dan sisanya
merupakan filtrasi langsung dari jaringan otak transependim dan
transpial. LSS berfungsi untuk menopang dan bantalan bagi otak,
batang otak serta medulla spinalis, juga bantalan terhadap trauma yang
menimbulkan gaya akselerasi/deselerasi. Disamping itu LSS juga
berfungsi untuk mengangkut bahan-bahan sisa metabolisme sel saraf,
bahan-bahan toksik yang masuk ke otak lalu diekskresikan ke
pembuluh darah. Komponen LSS pada pleksus khoroideus dengan

5
komponen darah dibatasi Sawar Darah-Liquor (Blood-CSFBarrier)
(Padmosantjojo, Daryo, 2000)

3). Komponen vaskuler yang terdiri dari pembuluh darah besar seperti
arteri carotis interna dan circulus willisi, pembuluh darah sedang dan
arteriole yang merupakan pembuluh darah otak yang sangat berperan
dalam autoregulasi dan berinteraksi dengan tekanan intra cranial serta
dapat mengembang sampai 200-300 persen dari ukuran semula (50
um) sehingga mampu menambah volume darah dari sekitar 150 ml
hingga 400-900 persen.

Kemampuan autoregulasi ini sifatnya regional yang artinya; setiap


pembuluh darah otak mampu mengadakan reaksi yang berbeda antara satu
kompartemen dengan lainnya. Mekanisme ini dapat berjalan normal
sejauh tekanan arteri rata-rata berkisar antara 50-150 mm Hg dan tidak ada
kondisi lain yang mempengaruhi mekanisme autoregulasi ini, seperti;
trauma, iskhemi otak, atau pengaruh obat vasodilatansia. Dengan adanya
sifat rigid dari tulang kranio-spinal yang menjadi pelindung susunan saraf
pusat tersebut, membuat volume ruang kranio-spinal relatif tidak berubah.

Akibat pembatasan volume ruang kranio-spinal tersebut, maka volume


satu komponen SSP dengan lainnya perlu selalu menyeimbangkan diri
agar volume total dari seluruh SSP tidak melebihi kapasitas volume
ruangan. Konsep keseimbangan ini dikenal sebagai Doktrin Monro-
Kellie yaitu; Vk = V darah + V lss + V parenkim.
Vk adalah volume total kranio-spinal (Thapar.K,Rutka.JT,Law fr.ER,
1995)

Apabila terjadi peningkatan volume dari salah satu dari ke tiga komponen
tersebut (darah, LSS dan parenkim), maka tekanan intra kranial akan
meninggi (tekanan normal 10-15 mmHg). Hal ini diakibatkan oleh adanya;
ketidak seimbangan antara volume intra kranial dengan isi kranium.

6
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi volume total dari keseluruhan
komponen intra kranial adalah;
a). Kecepatan terjadinya edema, Translokasi likwor serebro spinalis (LSS)
dan posisi kepala.
b). Tekanan darah arteri rata-rata (mean arterial blood pressure), Pa CO2,
posisi kepala serta obat-obat yang mempengaruhi aliran darah otak.
c). Kecepatan ekspansi dari Massa Butuh Ruang (MBR) atau Space
Occupying Lesion (SOL).

Sejauh mana kelainan ini akan mengakibatkan ketidak seimbangan antara


volume intra kranial dengan isi kranium, perlu mempertimbangkan faktor-
faktor lain seperti;
Letak dan besarnya MBR; jika ditengah dekat system ventrikel dengan
ukuran besar, akan lebih mudah mengakibatkan herniasi.
Kemampuan kompensasi; jika anak-anak komplians kraniumnya lebih
tinggi dari orang dewasa, sedangkan pada orang tua dimana otak telah
atrofi, ruang subarakhnoid lebih lebar sehingga buffer ruang lebih
besar.

Untuk dapat berlangsungnya fungsi otak, dibutuhkan Cerebral Perfusion


Pressure/ CPP 80 mmHg, penurunan CPP < 50 mm Hg, membahayakan
fungsi otak sehingga terjadi peninggian TIK. Reaksi tubuh dalam
mempertahankan CPP adalah mekanisme kompensasi dengan
meninggikan MAP (Mean Arterial Pressure), secara klinis, tampak
hipertensi dan tachikardi. Bila mekanisme kompensasi gagal, maka timbul
Cushing Reflex yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan keadaan
hipertensi dan brakhikardi (pulsasi nadi lambat). Jika terus berlanjut, akan
terjadi gangguan respirasi sampai kegagalan seluruh fungsi tubuh.

7
PATOFISIOLOGI

Tumor secara langsung dapat memusnahkan sel-sel otak dan secara tidak langsung
memusnahkan sel-sel apabila terjadi peradangan, penyumbatan akibat
pertumbuhan tumor, pembengkakan dan peningkatan tekanan dalam otak (tekanan
intrakranium). Tumor ini dapat menyerang baik serebrum serebelum ataupun
pangkal otak.

Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gejala gejalanya


terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan
penderita. Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan
oleh dua faktor : gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan
intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan
otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan
jaringan neuron, misalnya glioblastoma multiforme.

Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada
umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin
dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskular primer.

Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan


dengan kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa
tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga
memperberat gangguan neurologis fokal.

Peningkatan tekanan kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :


1. massa dalam tengkorak
2. terbentuknya edema sekitar tumor, dan
3. perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.

Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan


mengambil tempat dalam ruang yang relatif tetap dari ruangan tengkorak yang
kaku. Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak sekitarnya.

8
Mekanismenya belum seluruhnya dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh selisih
osmotik yang menyebabkan penyerapan cairan tumor. Beberapa tumor dapat
menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh
kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume
intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikal lateral ke
ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.

Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat


akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme
kompensasi memerlukan waktu berharihari atau berbulanbulan untuk menjadi
efekif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah
intrakranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan
mengurangi selsel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati
mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum.

Herniasi unkus timbul bila girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior
melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan
mesensefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran, dan menekan saraf otak ketiga.
Pada herniasi serebelum, tonsi serebelum tergeser ke bawah melalui foramen
magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula oblongata dan henti
pernapasan terjadi dengan cepat.

Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan intrakranial yang cepat
adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi) dan
gangguan pernapasan.

MANIFESTASI KLINIS

Tumor otak menunjukan gejala dan tanda baik spesifik maupun nonspesifik.

a. Gejala dan tanda nonspesifik


Meliputi sakit kepala, yang ditemukan pada sekitar separuh pasien, mual
dan muntah yang disebabkan oleh bertambahnya tekanan intracranial.

9
Karena semakin berkembangnya kemampuan CT Scan dan MRI, sekarang
papiledema dapat dilihat pada kurang dari 10% pasien, bahkan ketika
symptoms tekanan intracranial meningkat.

b. Gejala dan tanda spesifik


Biasanya menunjukan pada keterangan lokasi intracranial tumor.

10
LOKASI GEJALA KLINIS
Supratentorial
Lobus Frontal Perubahan kepribadian : apatis, masa bodoh, euforia
Hemiparesis kontralateral
Disfasia ekspresif (hemisfer dominan)
Inkontinensia uri (permukaan medial)
Sindrom foster-kennedy (basis frontal)

Lobus Parietal Ganguan sensasi


Disfasia reseptif, agrafia, finger agnosia (hemisfer dominan)
Apraksia, agnosia (hemisfer non-domina)
Defek lapang pandang, kuadrantanopia homonim bawah
Sindrom gerstmanns (gyrus angularis)

Lobus Temporal Hemianopsia kontralatral


Kejang dengan aura (aura-olfaktorius)
Bila letak lebih dalam: afasia atau disfasia serta hemiparesis
Bila terletak dekat ganglia basal: choreoathetosis,
parkinsonism.
Quadratanopsia homonim atas

Lobus Oksipital Defek lapangan pandang, hemianopia homonim


Kejang disertai aura visual

Korpus kalosum Sindroma diskoneksi, apraksia

Hipotalamus Disfungsi endokrin

Infratentorial
Batang otak Lesi saraf kranial III XII
Lesi traktus motoris dan sensoris
Perburukan tingkat kesadaran
Muntah, Tersedu
Tumor batang otak intrinsik berlawanan dengan yang
ekstrinsik, lebih sering menimbulkan tanda traktus panjang
(motor dan sensori) pada awal perjalanan penyakit.

Langkah ataksik, tremor intensi, inkoordinasi, disarti,


Serebellum nistagmus
Nyeri kepala khas menjalar ke leher dan spasme otot servikal

Menimbulkan obstruksi LCS pada pergerakan kepala


Ventrikel III TTIK mendadak
Tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, penurunan
kesadaran

Serebello-pontin angle Tersering berasal dari N.VIII (acoustic neurinoma)

11
KLASIFIKASI

a. Klasifikasi menurut World Health Organization (Cushing in WHO, 2000) :

Pada tahun 1993 memberikan klasifikasi baru yang lebih lengkap mengenai
neoplasma pada system saraf pusat. Klasifikasi tumor otak berdasarkan pada
asal masing-masing tipe sel yang spesifik yang tumbuh secara abnormal.
Perkembangan sifat tumor berkaitan dengan tipe sel dasar tumor, klasifikasi
tumor menentukan terapi dan prognosis. Sistem WHO yang baru bermanfaat
dalam hal ini dengan beberapa pengecualian misalnya semua atau hampir
semua gemistocyt astrocytoma merupakan bentuk anaplastik dan memacu
menjadi grade III atau grade IV yang lebih baik dari pada grade II). Klasifikasi
WHO juga memberikan system grading secara paralel untuk setiap tipe tumor.
Dalam system grading ini kebanyakan dinamakan tumor-tumor dengan grade
tunggal. Klasifikasi WHO yang baru memberikan standar untuk komunikasi
diantara perbedaan pusat-pusat di USA dan diseluruh dunia.

Tumor neuroeptelial pada sistem saraf pusat


1) Tumor astrosit (tumor glial, kategori I V, dapat juga di subklasifikasikan
sebagai invasive atau non invasive, meskipun hal ini bukan merupakan hal
formal pada sebagian system WHO, tipe tumor non invasive diindikasikan
di bawah ini. Kategori yang bercetak miring bukan merupakan system
klasifikasi WHO tetapi sering digunakan.
a) Astrocytoma (WHO grade II)
i) variants: protoplasmic, gemistocytic, fibrillary, mixed
b) Anaplastic (malignant) astrocytoma (WHO grade III)
i) hemispheric
ii) diencephalic
iii) optic
iv) brain stem
v) cerebellar
c) Glioblastoma multiforme (WHO grade IV)
i) variants: giant cell glioblastoma, gliosarcoma

12
d) Pilocytic astrocytoma [non-invasive, WHO grade I]
i) hemispheric
ii) diencephalic
iii) optic
iv) brain stem
v) cerebellar
e) Subependymal giant cell astrocytoma [non-invasive, WHO grade I]
f) Pleomorphic xanthoastrocytoma [non-invasive, WHO grade I]
2) Oligodendroglial tumors
a) Oligodendroglioma (WHO grade II)
b) Anaplastic (malignant) oligodendroglioma (WHO grade III)
3) Ependymal cell tumors
a) Ependymoma (WHO grade II)
i) variants: cellular, papillary, epithelial, clear cell, mixed
b) Anaplastic ependymoma (WHO grade III)
c) Myxopapillary ependymoma
d) Subependymoma (WHO grade I)
4) Mixed gliomas
a) Mixed oligoastrocytoma (WHO grade II)
b) Anaplastic (malignant) oligoastrocytoma (WHO grade III)
c) Others (e.g. ependymo-astrocytomas)
5) Neuroepithelial tumors of uncertain origin
a) Polar spongioblastoma (WHO grade IV)
b) Astroblastoma (WHO grade IV)
c) Gliomatosis cerebri (WHO grade IV)
6) Tumors of the choroid plexus
a) Choroid plexus papilloma
b) Choroid plexus carcinoma (anaplastic choroid plexus papilloma)
7) Neuronal and mixed neuronal-glial tumors
a) Gangliocytoma
b) Dysplastic gangliocytoma of cerebellum (Lhermitte-Duclos)
c) Ganglioglioma

13
d) Anaplastic (malignant) ganglioglioma
e) Desmoplastic infantile ganglioglioma
i) desmoplastic infantile astrocytoma
f) Central neurocytoma
g) Dysembryoplastic neuroepithelial tumor
h) Olfactory neuroblastoma (esthesioneuroblastoma)
i) variant: olfactory neuroepithelioma
8) Pineal Parenchyma Tumors
a) Pineocytoma
b) Pineoblastoma
c) Mixed pineocytoma/pineoblastoma
9) Tumors with neuroblastic or glioblastic elements (embryonal tumors)
a) Medulloepithelioma
b) Primitive neuroectodermal tumors with multipotent differentiation
i) medulloblastoma
(1) variants: medullomyoblastoma, melanocytic medulloblastoma,
desmoplastic medulloblastoma
ii) cerebral primitive neuroectodermal tumor
c) Neuroblastoma
i) variant: ganglioneuroblastoma
d) Retinoblastoma
e) Ependymoblastoma

Neoplasma system saraf pusat yang lain


1) Tumor-tumor yang ada di bagian sela tursika
a) Pituitary adenoma
b) Pituitary carcinoma
c) Craniopharyngioma
2) Hematopoietic tumors
a) Primary malignant lymphomas
b) Plasmacytoma
c) Granulocytic sarcoma
d) Others

14
3) Germ Cell Tumors
a) Germinoma
b) Embryonal carcinoma
c) Yolk sac tumor (endodermal sinus tumor)
d) Choriocarcinoma
e) Teratoma
f) Mixed germ cell tumors
4) Tumors of the Meninges
a) Meningioma
i) variants: meningothelial, fibrous (fibroblastic), transitional
(mixed), psammomatous, angiomatous, microcystic, secretory,
clear cell, chordoid, lymphoplasmacyte-rich, and metaplastic
subtypes
b) Atypical meningioma
c) Anaplastic (malignant) meningioma
5) Non-menigothelial tumors of the meninges
a) Benign Mesenchymal
i) osteocartilaginous tumors
ii) lipoma
iii) fibrous histiocytoma
iv) others
b) Malignant Mesenchymal
i) chondrosarcoma
ii) hemangiopericytoma
iii) rhabdomyosarcoma
iv) meningeal sarcomatosis
v) others
c) Primary Melanocytic Lesions
i) diffuse melanosis
ii) melanocytoma
iii) maliganant melanoma
d) Hemopoietic Neoplasms

15
i) malignant lymphoma
ii) plasmactoma
iii) granulocytic sarcoma
e) Tumors of Uncertain Histogenesis
i) hemangioblastoma (capillary hemangioblastoma)
6) Tumors of Cranial and Spinal Nerves
a) Schwannoma (neurinoma, neurilemoma)
i) cellular, plexiform, and melanotic subtypes
b) Neurofibroma
i) circumscribed (solitary) neurofibroma
ii) plexiform neurofibroma
c) Malignant peripheral nerve sheath tumor (Malignant schwannoma)
i) epithelioid
ii) divergent mesenchymal or epithelial differentiation
iii) melanotic
7) Local Extensions from Regional Tumors
a) Paraganglioma (chemodectoma)
b) Chordoma
c) Chodroma
d) Chondrosarcoma
e) Carcinoma
8) Metastatic tumours
9) Unclassified Tumors
10) Cysts and Tumor-like Lesions
a) Rathke cleft cyst
b) Epidermoid
c) Dermoid
d) Colloid cyst of the third ventricle
e) Enterogenous cyst
f) Neuroglial cyst
g) Granular cell tumor (choristoma, pituicytoma)
h) hypothalamic neuronal hamartoma

16
i) nasal glial herterotopia
j) plasma cell granuloma

b. Klasifikasi tumor otak berdasarkan lokasi tumor

17
LOCATION ADULTS CHILDREN
cerebrum meningioma astrocytoma
glioblastoma multiforme ependymoma
astrocytoma
metastatic tumor
pituitary region pituitary adenoma craniopharyngoma
craniopharyngoma optic tract glioma
meningioma pituitary adenoma
cerebellum hemangioblastoma medulloblastoma
cerebellar astrocytoma cerebellar astrocytoma
metastatic tumor ependymoma
cerebellopontine acoustic neurinoma ependymoma
angle meningioma choroid plexus
papilloma
epidermoids
brainstem astrocytoma astrocytoma
glioblastoma multiforme glioblastoma
multiforme

c. Klasifikasi tumor otak berdasarkan karakteristik imaging

18
Karakteristik Gambaran Jenis tumor
imaging
Menyangat Homogen Juvenile pilocytic astrocytoma
kontras Glioblastoma
Metastasis
Heterogen, ireguler Glioblastoma
Anaplastik astrositoma
Oligodendroglioma
Metastasis
Fokal noduler Oligodendroglioma
Ganglioglioma

Sinyal T2 Hipo isointens Meningioma


substansia grisea Limfoma serebri primer
Ependimoma
Meduloblastoma
Pineoblastoma
Metastasis (mucinous variant)
Hiperintens substansia Tumor glial
grisea
Kistik Juvenile pilocytic astrocytoma
Ganglioglioma
Oligodendroglioma
Hemganioblastoma
Pleomorphic
xanthoastrocytoma
Perdarahan Glioblastoma
Anaplastik astrositoma
Ependimoma
Oligodendroglioma
Kalsifikasi Oligodendroglioma
Ependimoma
Nekrotik Glioblastoma
Metastasis
PEMERIKSAAN

Pemeriksaan radiologist yang paling utama adalah:

a. Computerized tomography (CT or CAT) scan kepala, dengan atau tanpa


kontras

CT Scan adalah pemeriksaan yang menggunakan sinar-X dan dengan


penggunaan komputer yang akan menghasilkan gambar organ-organ tubuh
manusia. CT Scan dapat digunakan apabila MRI tidak tersedia. Namun, low-
grade tumor pada posterior fossa dapat terlewatkan oleh CT Scan.

19
b. Magnetic resonance imaging (MRI) kepala, dengan atau tanpa kontras

Diagnosis terbaik pada brain tumor adalah dengan penggunaan cranial MRI.
MRI harus menjadi pemeriksaan pertama pada pasien dengan tanda dan gejala
kelainan pada intracranial. MRI menggunakan magnetic field bertenaga untuk
menentukan nuclear magnetic spin dan resonansi yang tepat pada sebuah
jaringan bervolume kecil. Jaringan yang berbeda memiliki nuclear magnetic
spin dan resonansi yang berbeda pula.

Pemeriksaan khusus lainnya tergantung jenis tumor. Dapat meliputi satu atau lebih
pemeiksaan dibawah ini :

a. Positron emission spectroscopy (PET) scanning atau contrast-CT


chest/abdomen/pelvis (untuk pasien yang diduga dengan tumor metastasis)
b. Cerebral angiography untuk pasien dengan tumor-tumor vascular seperti
paraganglioma, hemangiopericytoma atau angiofibroma
c. Functional MRI (fMRI) untuk menentukan hubungan dengn area oatak
tertentu sperti area bicara dan puast motoris dan MR spectroscopy (MRS)
untuk menentukan asal biokimiawi dari tumor (atau untuk mendiferensiasikan
apakah tumor tersebut berasal dari lesi non tumor seperti abses atau nekrosis
radiasi).

Jangan lakukan punksi lumbal (selain bersifat nondiagnostik, juga terdapat resiko
yang signifikan untuk terjadinya "herniation" atau "coning")

MANAJEMEN
Pengobatan pada brain tumor dapat berupa initial supportive dan definitive
therapy.

a. Supportive Therapy
Supportive treatment berfokus pada meringankan gejala dan meningkatkan
fungsi neuroligik pasien. Supportive treatment yang utama digunakan adalah
anticonvulsants dan corticosteroid.

20
Anticonvulsants
Anticonvulsants diberikan pada pasien yang menunjukan tanda-tanda seizure.
Phenytoin (300-400mg/d) adalah yang paling umum digunakan, tapi
carbamazepine (600-1000mg/h), Phenobarbital (90-150mg/h), dan valproic
acid (750-1500mg/h) juga dapat digunakan.

Corticosteroids
Corticosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangi tekanan
intracranial.Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone
adalah corticosteroid yang dipilih karena aktivitas mineralocorticoid yang
minimal. Dosisinya dapat diberikan mulai dari 16 mg/h, tetapi dosis ini dapat
ditambahkan maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang dibutuhkan untuk
mengontrol gejala neurologik.

b. Definitive Therapy
Definitive treatment intracranial tumor meliputi pembedahan, radiotherapy,
kemoterapi dan yang sedang dikembangkan yaitu immunotherapy.

Pembedahan
Berbagai pilihan pembedahan telah tersedia, dan pendekatan pembedahan
yang dipilih harus berhati-hati untuk meminimalisir resiko deficit neurologic
setelah operasi. Tujuan pembedahan : (1) menghasilkan diagnosis histologic
yang akurat, (2) mengurangi tumor pokok, (3) memberikan jalan untuk CSF
mengalir, (4) mencapai potensial penyembuhan.

Terapi Radiasi
Terapi radiasi memainkan peran penting dalam pengobatan brain tumor pada
orang dewasa. Terapi radiasi adalah terapi nonpembedahan yang paling efektif
untuk pasien dengan malignant glioma dan juga sangat penting bagi
pengobatan pasien dengan low-grade glioma.

Kemoterapi
Kemoterapi hanya sedikit bermanfaat dalam treatment pasien dengan
malignant glioma. Kemoterapi tidak memperpanjang rata-rata pertahanan

21
semua pasien, tetapi sebuah subgroup tertentu nampaknya bertahan lebih lama
dengan penambahan kemoterapi dan radioterapi. Kemoterapi juga tidak
berperan banyak dalam pengobatan pasien dengan low-grade astrocytoma.
Sebaliknya, kemoterapi disarankan untuk pengobatan pasien dengan
oligodendroglioma.

Imunoterapi
Imunoterapi merupakan pengobatan baru yang masih perlu diteliti lebih lanjut.
Dasar pemikiran bahwa sistem imun dapat menolak tumor, khususnya
allograft, telah didemonstrasikan lebih dari 50 tahun yang lalu. Hal itu hanya
sebuah contoh bagaimana sistem imun dapat mengendalikan pertumbuhan
tumor. Tumor umumnya menghasilkan level protein yang berbeda
(dibandingkan protein normal) disekitar jaringan, dan beberapa protein
mengandung asam amino substitusi atau deletions, atau mengubah
phosphorylation atau glycosylation. Beberapa perubahan protein oleh tumor
sudah mencukupi bagi sistem imun untuk mengenal protein yang dihasilkan
tumor sebagai antigenik, dan memunculkan imun respon untuk melawan
protein-protein tersebut.

PROGNOSIS
Tergantung jenis tumor spesifik. Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita
kanker otak yang bertahan hidup setelah 2 tahun. Prognosis yang lebih baik
ditemukan pada astrositoma dan oligodendroglioma, dimana kanker biasanya
tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah pengobatan. Sekitar 50% penderita
meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun.

Pengobatan untuk kanker otak lebih efektif dilakukan pada:


- penderita yang berusia dibawah 45 tahun
- penderita astrositoma anaplastik
- penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat
melalui pembedahan.

Tabel 4. Rata-rata lama bertahan hidup pada berbagai jenis tumor otak

22
Tumor type Median survival
Glioblastoma multiforme 12 bulan (1.0 tahun)
Anaplastic astrocytoma 25 bulan (2.1 tahun)
Astrocytoma (low grade) 95 bulan (7.9 tahun)
Oligodendroglioma 74 bulan (6.2 tahun)
Mixed glioma 65 bulan (5.4 tahun)
Medulloblastoma 109 bulan (9.1 tahun)
Brain stem tumors 9 bulan (0.8 tahun)
Pineal region tumors 60 bulan (5.0 tahun)

Menurut AJCC CANCER STAGING HANDBOOK (2002) terdapat faktor


prognostik pada tumor otak, antara lain :
1. Histologi asal tumor
2. Usia pasien
3. Jenis reseksi tumor
4. Lokasi tumor
5. Fungsi status neurology saat diagnosis
6. Metastase

KESIMPULAN

Neoplasma menyebabkan 13% kematian dari semua faktor-faktor penyebab


kematian. Brain tumor merupakan salah satu neoplasma yang sering menyerang
manusia. Brain tumor dapat menyerang anak-anak maupun dewasa. Penyebab
brain tumor masih belum diketahui secara pasti, meskipun faktor genetic dan
faktor lingkungan turut mendukung perkembangan brain tumor.

MRI dan CT Scan dapat digunakan dalam penegakan diagnosis pada brain tumor.
MRI lebih dianjurkan untuk digunakan daripada CT Scan karena low-grade tumor
pada posterior fossa dapat terlewatkan oleh CT Scan.

Pengobatan brain tumor dapat berupa initial supportive dan definitive therapy.
Supportive treatment berfokus pada meringankan gejala dan meningkatkan fungsi
neuroligic pasien sedangkan Definitive treatment intracranial tumor meliputi

23
pembedahan, radiotherapy, chemotherapy dan yang sedang dikembangkan yaitu
immunotherapy.

Faktor prognosis berhubungan dengan beberapa faktor-faktor penting seperti


tingkat pathologic, usia pasien dan keseluruhan kondisi klinis pada diagnosis.
Beberapa tanda-tanda molecular yang berhubungan dengan prognosis telah
diidentifikasi seperti hilangnya heterozygesity (LOH) pada kromosom 1p dan 19q
pada anaplastic oligodendroglioma.

DAFTAR PUSTAKA

Ovedoff, David. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Binarupa Aksara.


Jakarta.

The Oncology Group. 2003. Cancer Management : A Multidiciplinary Approach.


Oncology. News Interantional. New York.

Curr Top Med Chem. 2005. 5(12) : 1151-1170. Combining Cytotoxic and
Immune-Mediated Gene Therapy to Traet Brain Tumors.

Neuro-oncol. 2005. 10. 1215/S1152851704000584. Well-differentiated


Neurocytoma : What Is The Best Avialable Treatment?

24

Anda mungkin juga menyukai