Anda di halaman 1dari 17

Hafizah Gani

Kamis, 09 Februari 2012


Asumsi dalam Filsafat Ilmu

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam buku Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer yang ditulis oleh Jujun
S. Suriasumantri, didalamnya ia mendeskripsikan asumsi secara rinci dengan
menghadirkan sebuah cerita dengan lakon dua tokoh penembak yang memiliki latar
belakang yang berbeda, pertama seorang penembak ulung dan yang kedua seorang
petani yang tidak mempunyai pengalaman dalam dunia tembak, lalu keduanya
dipertemukan dalam sebuah arena adu tembak, dan dari sinilah asumsi mulai
bermunculan dari berbagai pihak untuk mengambil peruntungan siapa yang akan
mereka jagokan? Mereka pun mulai berspekulasi agar tidak salah dalam memilih
orang yang akan mereka jagokan. Kemungkinan yang pertama tentunya kemenangan
sangat jelas berpihak kepada si penembak ulung jika dilihat dari pengalaman yang
telah dia jalani dalam dunia tembak, dan kemungkinan tersebut sangatlah besar
peluangnya untuk lolos menjadi pemenang. Lalu disana pun masih ada kemungkinan
kedua yaitu keberuntungan si petani untuk lolos menjadi pemenang, walaupun
keahlian menembak tak dia kuasai, tetapi paling tidak masih ada sedikit peluang
untuknya agar menjadi pemenang dalam adu tembak ini. Setelah menyimak cerita
tersebut kita pun mulai ikut berasumsi (menduga-duga) manakah yang akan lolos
menjadi pemenang? Si jago tembak kah sesuai dengan hukum alam yang berlaku?
Atau si petani kah karena peluang yang dimilikinya membawa dia kepada
keberuntungan?
Asumsi dalam kajian filsafat ilmu tergolong ke dalam kelompok ontologi,
yaitu bab yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality
baik yang berbentuk konkret atau abstrak (Bakhtiar; 2004)[1]. Asumsi berperan
sebagai dugaan/ andaian terhadap objek empiris untuk memperoleh pengetahuan. Ia
diperlukan sebagai arah atau landasan bagi kegiatan penelitian sebelum sesuatu yang
diteliti tersebut terbukti kebenarannya.

[1] http://hilda08.wordpress.com/filsafat-ilmu_ontologi-pengetahuan/
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ontologi
Secara bahasa Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu yang terdiri dari
dua kata, yaitu on yang merupakan bentuk netral dari oon dengan bentuk
genitifnya ontos yang bermakna yang ada atau pengada, dan logos yang
bermakna ilmu.[2] Maka dapat disimpulkan bahwa ontologi merupakan ilmu yang
mengkaji tentang yang ada.
Sedangkan pengertian Ontologi secara istilah dikemukakan oleh beberapa
ahli filsafat, seperti Suriasumantri yang mendefinisikan ontologi sebagai ilmu yang
membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh yang kita ingin tahu,
atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang ada.[3]
Suriasumantri juga menyatakan bahwa ontologi itu adalah penjelasan tentang
keberadaan atau eksistensi yang mempermasalahkan akar-akar atau hal yang paling
mendasar tentang apa yang disebut dengan ilmu.[4] Sedangkan menurut Tim Dosen
Filsafat Ilmu UGM (2003), ontologi adalah ilmu yang membahas tentang apa hakikat
ilmu itu, dan apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan
ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana yang
ada itu.[5]

[2] Anton Bakker, Ontologi: Metafisika Umum, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991),

hal. 16

[3] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2001), hal. 5

[4] Soetriono dan SRDm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian
(Yogyakarta: Andi, 2007), hlm 61.

[5] Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta, 2003), hal. 12
Maka dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa ontologi
adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada serta mengkaji hakikat
kebenaran dari yang ada itu dengan tidak mengabaikan bukti yang empiris dan
persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana yang ada itu.
Ontologi dalam filsafat merupakan bidang yang mencoba untuk mencari
hakikat tentang sesuatu, di dalam proses pencariannya ini maka asumsi dibutuhkan
untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan tersebut menjadi meluas. Asumsi
menjadi suatu landasan berfikir sebelum hakikat kebenaran dalam pengetahuan
tersebut tampak adanya.

B. Asumsi
Idealnya ilmu pengetahuan bebas asumsi. Ini dikarenakan ilmu pengetahuan
sebenarnya berasal dari kritik terhadap filsafat idealisme yang selalu terjebak dalam
asumsi. Ilmu pengetahuan ingin membuang asumsi-asumsi yang tak berdasar dan
menggantikannya dengan sebuah pemikiran yang murni Induksi. Berasal dari
pengamatan yang jelas tanpa terjebak dengan teori-teori lalu yang bisa salah. Semua
pernyataan harus dibuktikan secara empiris.
Sayangnya hal semacam ini sangat tidak mungkin. Ilmu pengetahuan akan
selalu menyimpan asumsi di dalamnya. Dalam sebuah percobaan seorang ilmuan
tidak bisa tidak terperangkap dalam sebuah kondisi sosio-historis-kultural. Misal,
dalam sebuah percobaan beberapa orang ilmuan mencoba mengetahui apa saja yang
mempengaruhi titik didih sebuah benda. Dia kemudian meletakkan air di sebuah teko
besi dan merebus benda itu dengan api. Kemudian berturut-turut mereka memakai
teko perunggu, teko emas, teko perak. Ini untuk menentukan apakah wadah
mempengaruhi titik didih air. Salah seorang filsuf lewat sambil mengorek-orek
hidungnya. Eh, kenapa kalian merebus benda itu?. Ilmuan-ilmuan itu kemudian
menjawab Eh, kami sedang mengadakan percobaan dengan merebus benda itu?
Sang filsuf kemudian bertanya Tidakkah kalian pikir bahwa warna juga
mempengaruhi, bagaimana kalau kalian coba wadah dengan berbagai warna. Para
ilmuan tertawa Mana mungkin warna mempengaruhi titik didih. Ini menunjukkan
bahwa sebelum melakukan penelitian ilmuan sudah memiliki asumsi. Asumsi itu
adalah bahwa beda jenis wadah akan mempengaruhi titik didih api, bukan warna.
Mereka juga tidak memilih penelitian dalam berbagai bentuk wadah. Ini artinya
sebelum penelitian dilakukan, mereka sudah memiliki asumsi sehingga akan
berpengaruh dengan penelitian.
Dari cerita di atas, asumsi dapat diartikan sebagai dugaan yang diterima
sebagai dasar atau landasan berfikir karena dianggap benar. Sedangkan pengertian
asumsi dalam filsafat ilmu ini merupakan anggapan/ andaian dasar tentang realitas
suatu objek yang menjadi pusat penelaahan atau pondasi bagi penyusunan
pengetahuan ilmiah yang diperlukan dalam pengembangan ilmu. Tanpa asumsi
anggapan orang atau pihak tentang realitas bisa berbeda, tergantung dari sudut
pandang dan kacamata apa. Ernan McMullin seorang Professor Emeritus filsafat di
Universitas of Notre Dame, USA (2002) pun menyatakan tentang pentingnya
keberadaan asumsi dalam suatu ilmu pengetahuan, ia mengatakan bahwa hal yang
mendasar yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan
asumsi pokok (the standard presumption) keberadaan suatu objek sebelum
melakukan penelitian[6].
Dalam mendapatkan pengetahuan seorang ilmuwan/ peneliti harus membuat
bermacam asumsi mengenai objek-objek empiris karena dalam menentukan asumsi
hanya bisa dilakukan oleh si ilmuwan/ peneliti sendiri sebelum melakukan kegiatan
penelitian, apakah sebenarnya yang ingin dipelajari dari suatu ilmu yang akan
ditelitinya. Semakin banyak asumsi akan semakin sempit ruang gerak penelitiannya.
Asumsi diperlukan karena pernyataan asumtif inilah yang memberi arah dan landasan
bagi kegiatan penelaahan. Suriasumantri menyatakan bahwa sebuah pengetahuan
baru dianggap benar selama bisa menerima asumsi yang dikemukakan.[7] Semua
ilmu mempunyai asumsi-asumsi ini, baik yang dinyatakan secara tersirat maupun
secara tersurat. Secara garis besar kita mengambil contoh dua bidang ilmu yang

[6] http://naomiputri.blogspot.com/2009/01/asumsi.html

[7] Jujun S. Suriasumantri, opcit, hlm 6.


berbeda yaitu antara ilmu social dan sains. Petama, dalam ilmu ekonomi (salah satu
cabang ilmu social), asumsi dikenal dengan istilah Cateris Paribus, istilah ini
seringkali digunakan sebagai suatu asumsi yang menyederhanakan beragam
formulasi dan deskripsi dari berbagai anggapan ekonomi,[8] contohnya asumsi akan
harga suatu barang, dinyatakan bahwa harga barang akan meningkat ketika
permintaan terhadap barang tersebut meningkat. Kedua, dalam ilmu sains, asumsi
disebut dengan istilah Kausalitas, yaitu suatu asumsi dasar yang dibangun oleh
hubungan antara suatu kejadian (sebab) dan kejadian kedua (akibat/ dampak) yang
mana kejadian kedua dipahami sebagai konsekuensi dari yang pertama[9], contohnya
asumsi tentang hujan, dinyatakan bahwa adanya awan tebal dan langit gelap/
mendung merupakan pertanda akan turun hujan, hal tersubut bukanlah suatu
kebetulan tetapi memang polanya sudah demikian, kejadian tersebut akan terus
berulang dengan pola yang sama.
Dalam mengembangkan ilmu, kita harus bertolak dengan mempunyai asumsi/
anggapan yang sama mengenai hukum-hukum alam dan objek yang akan ditelaah
oleh ilmu baik itu dalam ilmu alam ataupun ilmu-ilmu sosial. Ilmu alam membahas
asumsi mengenai zat, ruang, dan waktu. Ilmu sosial mengedepankan membahas
asumsi mengenai manusia.

1. Asumsi Mengenai Hukum Alam


Suatu peristiwa alam tak luput dari adanya asumsi, semuanya tidaklah terjadi
secara kebetulan saja, namun memiliki pola yang tetap dan teratur, seperti langit
mendung pertanda akan turun hujan walaupun masih terdapat peluang kecil disana
bahwa hujan pun terkadang tidak turun meski langit telah berubah menjadi mendung,
akan tetapi kejadian langit mendung kemudian turun hujan sering kali terulang dan

[8] http://id.m.wikipedia.org/wiki/Cateris_paribus

[9] http://id.m.wikipedia.org/wiki/Kausalitas
menjadi suatu sistem yang teratur. Asumsi terhadap hukum alam ini pun berbeda-
beda menurut kelompok penganut paham berikut ini:
a. Deterministik
Kelompok penganut paham ini menganggap hukum alam tunduk kepada hukum alam
yang bersifat universal (determinisme). William Hamilton dan Thomas Hobbes dua
orang tokoh yang menyimpulkan bahwa pengetahuan bersifat empiris yang
dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal. Pada kenyataannya ilmu
sains lebih kental dengan sifat deterministik ini jika dibandingkan dengan ilmu
social, contohnya perhitungan tahun dinyatakan bahwa dalam satu tahun terdapat 12
bulan, 365 hari, 8760 jam, dst.
b. Pilihan bebas
Kelompok penganut paham ini menganggap hukum yang mengatur itu tanpa sebab
karena setiap gejala alam merupakan pilihan bebas. Penganut ini menyatakan bahwa
manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya tanpa terikat hukum
alam. Kebalikan dari deterministik bahwa ilmu social menemukan banyak
karakteristiknya disini dibandingkan dengan ilmu sains, contohnya seorang
pengusaha baju ingin membuka satu cabang perusahaan di wilayah pedalaman Irian
Jaya yang penduduknya tidak mengetahui tentang fashion serta belum mengetahui
cara berpakaian, apakah perusahaannya akan mengalami kesuksesan disana? tentunya
dia dihadapkan diantara dua pilihan ya atau tidak. Asumsi yang pertama, ya dia
akan mengalami kesuksesan karena dia menjadi pelopor di wilayah tersebut, dia akan
memperkenalkan kepada penduduk setempat apa itu pakaian, bagaimana
penggunaannya, serta apa keuntungannya, bahkan dia menjadi satu-satunya
trendsetter di tempat itu, sehingga seluruh penduduk disana hanya akan membeli
pakaian hanya dari hasil produksinya. Asumsi yang kedua, tidak akan mengalami
kesuksesan karena dia akan menghadapi kerugian besar disebabkan tak ada satu
penduduk pun yang akan membeli produknya, memang karena mereka telah terbiasa
menggunakan koteka saja tanpa pakaian lengkap atau trendy. Dari kedua asumsi
tersebut, keduanya adalah pilihan bebas dan orang bisa bebas memilih salah satu
diantaranya sesuai dengan asumsi yang diyakininya.
c. Probabilistik
Kelompok penganut paham ini berada diantara deterministik dan pilihan bebas yang
menyatakan bahwa gejala umum yang universal itu memang ada namun sifatnya
berupa peluang (probabilistik). Seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa hukum
alam tunduk kepada hukum alam (deterministik) akan tetapi suatu kejadian tertentu
tidak harus selalu mengikuti pola tersebut. Jujun (1992) memaparkan bahwa ilmu itu
tidak mengemukakan kalau X selalu mengakibatkan Y, melainkan X memiliki
peluang yang besar untuk mengakibatkan terjadinya Y[10]. Sebagai contoh
sederhananya, langit mendung pertanda akan turun hujan (sebagaimana yang
dipaparkan sebelumnya), memang disana terdapat peluang besar akan datangnya
hujan, tetapi masih ada peluang kecil didalamnya bahwa tidak akan datang hujan
walaupun langit telah mendung.

Ilmu mempelajari tentang hukum alam. Agar ilmu itu ada kita harus
mengasumsikan bahwa hukum yang mengatur semua kejadian itu ada. Tanpa asumsi
itu berbagai ilmu tidak bisa lahir. Hukum diartikan sebagai aturan main atau pola
kejadian yang diikuti sebagian besar orang, gejalanya berulang kali dapat diamati dan
menghasilkan hasil yang sama. Ilmu tidak mempelajari kejadian yang seharusnya
melainkan mempelajari kejadian sebagaimana adanya.
Aliran determinisme ini berlawanan dan ditentang oleh penganut paham
fatalisme dan penganut paham pilihan bebas. Menurut aliran fatalisme bahwa semua
kejadian ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan lebih dulu. Jika kita ingin
hukum kejadian itu berlaku bagi seluruh manusia maka kita bertolak dari paham
determinisme. Jika kita ingin hukum kejadian yang pas bagi tiap individu kita
berpaling pada paham pilihan bebas. Sedangkan jika kita memilih posisi di tengah
mengantarkan kita pada paham probabilistik. Jika kita menginginkan hukum yang
bersifat mutlak dan universal, kesulitannya adalah dalam kemampuan manusia untuk

[10] Jujun S. Suriasumantri, opcit, hal. 8


memenuhi semua kejadian. Misalnya matahari selalu terbit dari timur, beranikah kita
menyimpulkan bahwa kapan matahari akan terbit dari barat?
Di lain pihak jika menginginkan keunikan individual seperti yang diikuti
paham pilihan bebas, maka akan ada kesulitan dalam hal praktis dan ekonomis.
Kompromi di antara kutub determinisme dan paham pilihan bebas, ilmu menjatuhkan
pilihannya pada asumsi atau penafsiran probabilistik (bersifat peluang).

2. Asumsi dalam Ilmu


Ilmu yang paling maju yaitu fisika karena mempunyai cakupan objek zat,
gerak, ruang, dan waktu. Newton dalam bukunya Philosophiae Naturalis Principia
Mathematica (1686) berasumsi bahwa keempat komponen ini bersifat absolut. Zat
bersifat absolut dan dengan demikian berbeda secara substantif dengan energi.
Sedangkan Einstein berbeda pendapat dengan Newton, dalam The Special Theory of
Relativity (1905) berasumsi bahwa keempat komponen itu bersifat relatif. Tidak
mungkin kita mengukur gerak secara absolut.
Asumsi dalam ilmu sosial lebih rumit. Masing-masing ilmu sosial mempunya
berbagai asumsi mengenai manusia. Siapa sebenarnya manusia? Jawabnya tergantung
kepada situasinya : dalam kegiatan ekonomis maka dia makhluk ekonomi, dalam
politik maka dia political animal, dalam pendidikan dia homo educandum. Hal hal
yang harus diperhatikan dalam pengembangan asumsi:
a. Asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disipin keilmuan.
b. Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar bagi pengkajian teoretis.
c. Asumsi harus positif bukan normatif.
d. Asumsi harus disimpulkan dari keadaan sebagaimana adanya bukan bagaimana
keadaan yang seharusnya.

Dalam kegiatan ekonomis manusia yang berperan adalah manusia yang


mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya dan
inilah yang dijadikan sebagai pegangan. Asumsi seperti ini dipakai dalam
penyusunan kebijaksanaan atau strategi, serta penjabaran peraturan lainnya, Namun
penetapan asumsi yang berdasarkan keadaan yang seharusnya ini seyogyanya tidak
dilakukan dalam analisis teori keilmuan sebab metafisika keilmuan berdasarkan
kenyataan sesungguhnya berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Seseorang ilmuwan
harus benar-benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya,
sebab mempergunakan asumsi yang berbeda, maka akan berbeda pula konsep
pemikiran yang dipergunakan.

3. Asumsi Mengenai Objek Empiris


Dalam mendapatkan pengetahuan, seorang ilmuwan melakukan berbagai
macam asumsi mengenai objek-objek empiris. Asumsi diperlukan sebagai landasan
dan penunjuk arah dalam kegiatan penelaahan mereka. Asumsi yang benar akan
menjembatani tujuan penelitian sampai penarikan kesimpulan dari hasil pengujian
hipotesis. Bahkan asumsi berguna sebagai jembatan untuk melompat suatu bagian
jalur penalaran yang sedikit atau hampa fakta dan data sekalipun[11].
Adapun beberapa ilmu yang mengemukakan beberapa asumsi mengenai objek
empiris, yaitu:
a. Menganggap bahwa objek-objek tertentu mempunyai kesamaan satu sama lain.
Seperti dalam hal bentuk, struktur, dan sifat. Berdasarkan ini, maka dapat
dikelompokkan beberapa objek yang serupa ke dalam satu golongan. Klasifikasi
merupakan pendekatan keilmuan yang pertama terhadap objek-objek yang
ditelaahnya dan taksonomi merupakan cabang keilmuan pertama yang menggunakan
teori ini. Setelah taksonomi, mulai berkembang konsep perbandingan atau
komparatif. Dengan klasifikasi ini, maka individu dalam satu kelas tertentu
mempunyai ciri-ciri yang serupa. Contohnya seperti yang dilakukan oleh Linnaeus
(1707-1778), seorang biolog yang mengklasifikasikan hewan dan tumbuhan sesuai
dengan kelas tertentu.

[11] http://amrull4h99.wordpress.com/2009/10/01/ontologi-metafisika-asumsi-
dan-peluang/
b. Menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu
tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam
keadaan tertentu. Kegiatan ini tidak mungkin dilakukan apabila objek selalu berubah-
ubah tiap waktu. Walaupun tidak mungkin menuntut adanya kelestarian yang relatif
atau sifat-sifat pokok suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu,
misalnya ilmu yang mempelajari tentang benda-benda ruang angkasa, planet-planet
memperlihatkan perubahannya dalam jangka waktu yang relativ lama.
c. Menganggap bahwa setiap gejala bukan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap
gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan-urutan yang sama
dan gejala itu akan mengikiti pola yang ada. Misalnya sate yang dibakar akan
mengeluarkan bau sedap yang menggugah selera makan. Ini bukanlah suatu
kebetulan sebab memang sudah seperti itu hakekatnya suatu pola, karena sate apabila
dibakar akan selalu menimbulkan bau yang merangsang selera. [12]

[12] Jujun S. Suriasumantri, opcit, hlm 7.


BAB III
KESIMPULAN

Keberadaan asumsi sebagai bagian dari filsafat ilmu merupakan hal yang
sangat penting karena asumsi berfungsi sebagai bagian yang mendasar yang harus
ada. Asumsi memiliki posisi di berbagai bidang disiplin keilmuwan bahkan
keberadaan asumsi pun ada dalam hukum alam sekalipun karena segala yang terjadi
di alam ini bukanlah suatu kebetulan semata akan tetapi terdapat pola-pola tertentu
yang terus terulang. Sedangkan dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan menentukan
asumsi pokok (the standard presumption) dari keberadaan suatu objek penelitian
dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian oleh si peneliti itu sendiri, karena asumsi
akan dapat memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan.
Dalam mendapatkan pengetahuan seorang ilmuwan harus dapat melakukan
berbagai macam asumsi mengenai objek-objek empiris. Asumsi ini akan menjadi
penunjuk arah baginya dalam kegiatan penelaahan. Semakin banyak asumsi akan
semakin sempit ruang gerak penelitiannya.
Jika si peneliti mendapatkan asumsi yang benar maka asumsi tersebut akan
menjembatani tujuan penelitiannya sampai kepada penarikan kesimpulan dari hasil
pengujian hipotesis. Bahkan asumsi tersebut berguna sebagai jembatan untuk
melompat dari suatu bagian jalur penalaran yang sedikit atau hampa fakta dan data
sekalipun.
DAFTAR PUSTAKA
Bakker, Anton. 1991. Ontologi: Metafisika Umum. Yogyakarta: Kanisius.

Suriasumantri, Jujun S. 1984. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Percetakan Sinar
Agape Press.

__________________. 2001. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Soetriono, dkk. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi.

Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM. 2003. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta

Amrull4h99. Ontologi (Metafisika, Asumsi, dan Peluang).


http://amrull4h99.wordpress.com/2009/10/01/ontologi-metafisika-asumsi-dan-
peluang/. 10/09/2011.

Bintarawati, Dwining. Asumsi dalam Ilmu (Ontologi Filsafat Ilmu bag. 3)


http://catatannana.blogspot.com/2010/12/ontologi-dalam-filsafat-ilmu-
rangkuman.html. 10/09/2011.

Fendy, Ridwan. Asumsi dan Ilmu. http://www.filsafatilmu.com/artikel/objek-kajian/asumsi-dan-


ilmu-2. 10/09/2011.

____________. Asumsi dan ilmu (3) Asumsi Dasar Ilmu.


http://www.filsafatilmu.com/artikel/objek-kajian/asumsi-dan-ilmu-3-
asumsi-dasar-ilmu. 10/09/2011.

Hilda. Ontologi Pengetahuan. http://hilda08.wordpress.com/filsafatilmu_ontologi-


pengetahuan/.10/09/2011.

Jannah, Miftahul. Ontologi (Asumsi). http://naomiputri.blogspot.com/2009/01/asumsi.html.


10/09/2011.

Wikipedia. Cateris Paribus. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Cateris_paribus. 10/09/2011.

Wikipedia. Kausalitas. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Kausalitas. 10/09/2011.

Diposting oleh hafizah gani di 04.09


1] http://hilda08.wordpress.com/filsafat-ilmu_ontologi-pengetahuan/

[2] Anton Bakker, Ontologi: Metafisika Umum, (Yogyakarta: Penerbit


Kanisius, 1991),
hal. 16
[3] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2001), hal. 5
[4] Soetriono dan SRDm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi
Penelitian (Yogyakarta: Andi, 2007), hlm 61.
[5] Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu,
(Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2003), hal. 12
[6] http://naomiputri.blogspot.com/2009/01/asumsi.html
[7] Jujun S. Suriasumantri, opcit, hlm 6.
[8] http://id.m.wikipedia.org/wiki/Cateris_paribus
[9] http://id.m.wikipedia.org/wiki/Kausalitas

[10] Jujun S. Suriasumantri, opcit, hal. 8


[11] http://amrull4h99.wordpress.com/2009/10/01/ontologi-metafisika-asumsi-
dan-peluang/
[12] Jujun S. Suriasumantri, opcit, hlm 7.

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan


ke Pinterest

1 komentar:

1.

just for shared!10 Mei 2014 00.18

thanks ^^

Balas

Muat yang lain...


Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Pengikut
Arsip Blog
2012 (5)
o Februari (5)
RESUME MATA KULIAH TEKNOLOGI INFORMASI
DAN KOMUNIK...
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
DAN MEDIA P...
JUDUL PENELITIAN BAHASA BERBASIS TIK
Asumsi dalam Filsafat Ilmu
PEMBELAJARAN JARAK JAUH

Mengenai Saya

hafizah gani
Lihat profil lengkapku

Free Music at divine-music.info

Ada kesalahan di dalam gadget ini


Tema Perjalanan. Gambar tema oleh borchee. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai