Tuberkulosis telah dan masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini. Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang berefek pada paru-paru, kelenjar getah bening, tulang dan persendian, kulit, ususdan organ lainnya. Salah satu dari jenis tuberkulosis ini adalah tuberkulosis kutis. Tuberkulosis kutis adalah tuberkulosis pada kulit yangdisebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan mikobakteria atipikal. Kadang-kadang dapat juga
disebabkan oleh vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG). 1,2
Skrofuloderma merupakan bentuk Tuberkulosis Kutis yang
tersering di indonesia. Sekitar 84% menurut data dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), disusul Tuberkulosis Kutis Verukosa yaitu 13%, sedangkan bentuk tuberkulosis kutis lainnya jarang ditemukan. Lupus Vulgaris merupakan bentuk yang paling jarang
ditemukan.1,2
Meskipun tuberkulosis kutis merupakan bagian kecil dari
tuberkulosis ekstrapulmoner, namun di negara berkembang termasuk Indonesia masih sering dijumpai, seperti halnya tuberkulosis paru. Manifestasi klinisnya beragam, bergantung pada cara inokulasinya di
kulit yang dapat bersifat internal maupun eksternal.2
Penegakan diagnosis skrofuloderma dibangun berdasarkan
gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gambaran klinis skrofuloderma awalnya ditandai dengan limfadenitis tuberkulosis, lalu timbul nodul subkutan, likuifaksi hingga terbentuknya jaringan parut.. Pengobatan dengan obat antituberkulosis (OAT) menjadi pilihan utama terapi skrofuloderma disamping terapi pembedahan.2
1 Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat laporan kasus mengenai scofuloderma di bagian Departemen Kulit dan Kelamin RSUD palembang BARI.