TINJAUAN PUSTAKA
A. Preeklampsia
B. Epidemiologi
C. Faktor Resiko
1. Usia
Peningkatan risiko preeklampsia hampir dua kali lipat pada wanita hamil berusia
40 tahun atau lebih, baik pada primipara maupun multipara. Usia muda tidak
meningkatkan risiko preeklampsia secara bermakna. Risiko preeklampsia pada
kehamilan kedua meningkat dengan usia ibu (1,3 setiap 5 tahun pertambahan
umur).
2. Nulipara
Wanita dengan kehamilan nulipara memiliki risiko preeklampsia hampir 3 kali
lipat.
7. Kehamilan multipel
Studi yang melibatkan 53.028 wanita hamil menunjukkan, kehamilan kembar
meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3 kali lipat. Analisa lebih lanjut
menunjukkan kehamilan triplet memiliki risiko hampir 3 kali lipat dibandingkan
kehamilan duplet .Kehamilan ganda memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi
untuk menjadi preeklampsia dibandingkan kehamilan normal.
9. Obesitas sebelum hamil dan Indeks Massa Tubuh (IMT) saat pertama kali
ANC
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin besar dengan
semakin besarnya IMT. Obesitas sangat berhubungan dengan resistensi insulin,
yang juga merupakan faktor risiko preeklampsia. Obesitas meningkatkan risiko
preeklampsia sebanyak 2, 47 kali lipat sedangkan wanita dengan IMT sebelum
hamil > 35 dibandingkan dengan IMT 19-27 memiliki risiko preeklampsia 4 kali
lipat.
Risiko Tinggi
Riwayat preeklampsia
Kehamilan multipel
Hipertensi kronis
Diabetes Mellitus tipe 1 atau 2
Penyakit ginjal
Penyakit autoimun (contoh: systemic lupus erythematous, antiphospholipid
syndrome)
Risiko Sedang
Nulipara
Obesitas (Indeks masa tubuh > 30 kg/m2)
Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
Usia 35 tahun
Riwayat khusus pasien (interval kehamilan > 10 tahun)
D. Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan The Diseases of Theories. Beberapa faktor
yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan terjadinya
Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini
didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik
setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada
kehamilan pertama pembentukan Blocking Antibodies terhadap antigen
plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak
menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan
berikutnya, pembentukan Blocking Antibodies akan lebih banyak akibat respon
imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron
antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan
retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
4. Faktor Genetik
Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian
Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-
Eklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.
5. Faktor Gizi
Faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak essensial terutama
asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan
Loss Angiotensin Refraktoriness yang memicu terjadinya preeklampsia.
E. Patofisiologi
F. Kriteria Diagnosis
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan /
diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya
didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan
peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat preeklampsia
tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin.
Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam
24 jam atau tes urin dipstik > positif 1. Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan
pemeriksaan yang akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi
protein pada sampel urin sewaktu bergantung pada beberapa faktor, termasuk
jumlah urin. Pemeriksaan tes urin dipstik memiliki angka positif palsu yang tinggi,
dengan tingkat positif palsu 67-83%. Positif palsu dapat disebabkan kontaminasi
duh vagina, cairan pembersih, dan urin yang bersifat basa. Konsensus Australian
Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ASSHP) dan panduan yang
dikeluarkan oleh Royal College of Obstetrics and Gynecology (RCOG)
menetapkan bahwa pemeriksaan proteinuria dipstik hanya dapat digunakan
sebagai tes skrining dengan angka positif palsu yang sangat tinggi, dan harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan protein urin tampung 24 jam atau rasio protein
banding kreatinin. Pemeriksaan rasio protein banding kreatinin dapat memprediksi
proteinuria dengan lebih baik.
POGI tahun 2016 merekomendasikan proteinuria ditegakkan jika
didapatkan secara kuantitatif produksi protein urin lebih dari 300 mg per 24 jam,
namun jika hal ini tidak dapat dilakukan, pemeriksaan dapat digantikan dengan
pemeriksaan semikuantitatif menggunakan dipstik urin > 1+.
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat.
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan,
dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam
waktu singkat. POGI sendiri membagi kriteria terbaru menjadi kriteria minimal
preeklampsia dan kriteria preeklampsia berat. Dapat dilihat pada tabel. 2
Tabel 2. Kriteria Minimal Preeklampsia
Hipertensi :Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
Dan
Protein urin : Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik
> positif 1
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu dibawah ini:
Trombositopeni : Trombosit < 100.000 / mikroliter
Gangguan ginjal : Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak
ada kelainan ginjal lainnya
Gangguan Liver : Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
Edema Paru
Gejala Neurologis : Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan Sirkulasi
Uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia adalah untuk
mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi
morbiditas dan mortalitas maternal serta perinatal. Cara kerja magnesium sulfat
adalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi otot polos, termasuk pembuluh
darah perifer dan uterus, sehingga selain sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat
juga berguna sebagai antihipertensi dan tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan
dalam menghambat reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila
teraktivasi akibat asfiksia, dapat menyebabkan masuknya kalsium ke dalam
neuron, yang mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang.
Cara Pemberian
a) Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV + IM, jika tidak
ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 %
dalam 20 cc) selama 4 menit (1 gr/menit) atau kemasan 20% dalam 25 cc
larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan
4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang
3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang
tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b) Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal, dosis ulangan
4 gram MgSO4 40% diberikan secara intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran
pada bokong kanan/kiri dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
Penghentian MgSO4
a) Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks
fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan
selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot
pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-
7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar
12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter
terjadi kematian jantung.
b) Setelah 24 jam pasca persalinan
c) 6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan luminal 3x30-60
mg
Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
a) Hentikan pemberian magnesium sulfat
b) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam
waktu 3 menit.
c) Berikan oksigen.
d) Lakukan pernapasan buatan.
3. Pemberian antihipertensi
Pemberian antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah memberikan efek
negatif pada perfusi uteroplasenta. Oleh karena itu, indikasi utama pemberian
obat antihipertensi pada kehamilan adalah untuk keselamatan ibu dalam mencegah
penyakit serebrovaskular. Meskipun demikian, penurunan tekanan darah
dilakukan secara bertahap tidak lebih dari 25% penurunan dalam waktu 1 jam.
Hal ini untuk mencegah terjadinya penurunan aliran darah uteroplasenter.
Tabel 5. Obat untuk kontrol cepat tekanan darah pada hipertensi dalam kehamilan
H. Komplikasi
I. Pencegahan
J. Prognosis
Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur gestasi janin,
ada tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan bagaimana proses bersalin
dilaksanakan, dan apakah terjadi eklampsia. Kematian ibu antara 9.8%-25.5%,
kematian bayi 42.2% -48.9%.