Anda di halaman 1dari 10

ISSN : 1693-9883

Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. VI, No. 2, Agustus 2009, 97 - 106

RELEVANSI PERATURAN
DALAM MENDUKUNG PRAKTEK
PROFESI APOTEKER DI APOTEK
Yustina Sri Hartini
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

ABSTRACT
One of pharmacys duty is being the place of pharmacist to serve patient profesionally.
The fact, it was many report in mass media that pharmacist s performance is not
good enough. Many pharmacy regulation already issued, this review report and
discuss pharmacy regulations related to pharmacy. Regulation that have issued by
goverment about pharmacy ie: St. No.419 in 1949, Goverment regulations (PP)
No.25 in 1980, Rule of Minister of Health (Permenkes) No.26 in 1981, Kepmenkes
No. 278, 279 and 280 in 1981, Permenkes No.240 in 1990, Kepmenkes No.347 in
1990, Permenkes No.922 in 1993, Act (UU) No.5 in 1997, UU No.22 in 1997, PP
No.72 in 1998, UU No.8 in 1999, Kepmenkes No.1332 in 2002, UU No.29 in
2004, Kepmenkes No.1027 in 2004, and Permenkes No.384 in 2007. Pharmacy
regulations are enouh and relevance to support pharmacist practice, commitment to
adhere the regulations and enforcement its implementation still required.
Key words : regulation, pharmaceutical care, pharmacy.

ABSTRAK
Salah satu tugas dan fungsi apotek adalah sebagai tempat pengabdian profesi seorang
apoteker. Apoteker memiliki kompetensi keilmuan bidang farmasi, telah mengucapkan
sumpah/janji kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki kode etik sebagai pedoman
perilaku profesionalnya. Faktanya banyak laporan di media masa tentang kinerja
apoteker yang belum optimal. Artikel ini menyampaikan hasil penelusuran dan ulasan
tentang peraturan peraturan terkait apotek yang telah berlaku di Indonesia. Peraturan
perundang-undangan yang telah diberlakukan pemerintah terkait apotek meliputi
St. No.419 tahun 1949, PP No.25 tahun 1980, Permenkes No.26 tahun 1981,
Kepmenkes No. 278, 279 dan 280 tahun 1981, Permenkes No.240 tahun 1990,
Kepmenkes No.347 tahun 1990, Permenkes No.922 tahun 1993, UU No.5 tahun
1997, UU No.22 tahun 1997, PP No.72 tahun 1998, UU No.8 tahun 1999,
Kepmenkes No.1332 tahun 2002, UU No.29 tahun 2004, Kepmenkes No.1027 tahun
2004, dan Permenkes No.384 tahun 2007. Peraturan perundang-undangan terkait
apotek sudah memadai dan relevan dalam mendukung praktek profesional apoteker,
masih diperlukan komitmen dan penegakan dalam melaksanaan peraturan.
Kata kunci : peraturan terkait apotek, pelayanan kefarmasian.
Corresponding author : E-mail : yustinahartini@yahoo.com

97
PENDAHULUAN yang semula hanya berfokus pada
pengelolaan obat sebagai komoditi
Apotek identik dengan tempat menjadi pelayanan yang kompre-
obat, tempat dimana masyarakat bisa hensif agar tercapai peningkatan
memperoleh berbagai obat dan in- kualitas hidup pasien (1). Apoteker
formasi terkait yang dibutuhkannya. wajib memberikan pelayanan kefar-
Apotek adalah tempat tertentu, masian. Seorang apoteker telah lulus
tempat dilakukan pekerjaan kefar- pendidikan profesi apoteker yang
masian dan penyaluran sediaan menjamin kompetensi keilmuan, telah
farmasi, perbekalan kesehatan lain- mengucapkan sumpah/janji kepada
nya kepada masyarakat (1). Pekerjaan Tuhan Yang Maha Esa untuk mem-
kefarmasian adalah pembuatan baktikan dirinya demi kepentingan
termasuk pengendalian mutu sediaan perikemanusiaan dalam bidang
farmasi, pengamanan pengadaan, kesehatan, dan memiliki kode etik
penyimpanan dan distribusi obat, yang berisi ungkapan komitmen
pengelolaan obat, pelayanan obat dalam berperilaku profesional seba-
atas resep dokter, pelayanan infor- gai tenaga kesehatan (1,4,5). Faktanya
masi obat, serta pengembangan obat, sampai saat ini pelayanan kefar-
bahan obat, dan obat tradisional (2). masian di apotek masih terbatas pada
Tugas dan fungsi apotek adalah penyiapan dan penyerahan obat.
sebagai tempat pengabdian profesi Apoteker masih kurang aktif dalam
seorang apoteker yang telah mengu- pelayanan resep maupun sebagai
capkan sumpah jabatan; sebagai mitra kerja profesi kesehatan lainnya,
sarana farmasi yang melaksanakan karena pelayanan yang diberikan
peracikan, pengubahan bentuk, hanya berorientasi pada komoditi
pencampuran dan penyerahan obat obat. Hasil penelitian terhadap
atau bahan obat dan sebagai sarana pelaksanaan Standar Pelayanan
penyalur perbekalan farmasi yang Kefarmasian di Apotek menunjukkan
harus menyebarkan obat yang bahwa belum semua apotek melak-
diperlukan masyarakat secara meluas sanakannya, hanya 10% (3 dari 31)
dan merata (3). butir standar yang ditanyakan telah
Pelayanan kefarmasian (pharma- dilaksanakan oleh 100% apotek sam-
ceutical care) merupakan bentuk pel (6). Beberapa peraturan per-
pelayanan dan tanggung jawab lang- undang-undangan telah diberlaku-
sung profesi apoteker dalam peker- kan, apakah isi peraturan perundang-
jaan kefarmasian untuk meningkat- undangan tersebut telah relevan
kan kualitas hidup pasien. Pelayanan dalam memberikan acuan bagi apo-
kefarmasian saat ini telah bergeser teker untuk melaksanakan praktek
orientasinya dari obat ke pasien, profesionalnya?

98 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


METODOLOGI perundang-undangan dinyatakan hal
yang berbeda tentang apotek mau-
Dilakukan penelusuran terhadap pun apoteker. Pada PP No.26 thn 1965
peraturan perundang-undangan disebutkan bahwa :
terkait bidang kesehatan, utamanya Apotik ialah suatu tempat ter-
terkait apotek. Hasil penelusuran tentu dimana dilakukan usaha-usaha
diurutkan secara hirarkis dan kro- dalam bidang farmasi dan pekerjaan
nologis ditetapkannya peraturan. kefarmasian,
Relevansi isi naskah peraturan
dianalisis terhadap kasus-kasus yang sedang pada PP No. 25 tahun 1980,
terjadi di apotek yang dilaporkan di Apotik adalah suatu tempat
media massa. tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran obat
HASIL DAN PEMBAHASAN kepada masyarakat.

Tahun 1953 diberlakukan UU Pada Permenkes No. 922 tahun


No.3 tentang Pembukaan Apotek 1993 disebutkan bahwa:
dan UU No. 4 tentang Apotek Daru- Apotik adalah suatu tempat
rat. Sekitar tahun 1960-1965, bebe- tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
rapa peraturan perundang-undangan kefarmasian dan penyaluran per-
yang penting dan berkaitan dengan bekalan farmasi kepada masyarakat,
kefarmasian yang dikeluarkan oleh
pemerintah antara lain UU No. 9 sedang pada Kepmenkes No. 1332
tahun 1960 tentang Pokok-pokok tahun 2002, Kepmenkes No.1027
Kesehatan, UU No. 7 tahun 1963 ten- tahun 2004, dan Permenkes No.284
tang Tenaga Kesehatan, dan Per- tahun 2007 dinyatakan bahwa:
aturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun Apotik adalah suatu tempat
1965 tentang Apotek. Dalam Surat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
Keputusan (SK) Menteri Kesehatan kefarmasian kefarmasian dan penya-
(Menkes) No. 33148/Kab/176 tang- luran sediaan farmasi, perbekalan
gal 8 Juni 1962, antara lain ditetapkan kesehatan lainnya kepada masya-
tidak dikeluarkan lagi izin baru rakat.
untuk pembukaan apotek-dokter,
dan semua izin apotek-dokter dinya- Batasan tentang apotek yang
takan tidak berlaku lagi sejak tanggal terakhir inilah yang berlaku, meski-
1 Januari 1963. Berakhirnya apotek pun secara hirarki lebih rendah dari
darurat ditetapkan dengan SK PP tetapi peraturan terbaru lebih
Menkes No. 770/Ph/63/b tanggal 29 relevan.
Oktober 1963. Pada UU No. 22 tahun 1997 di-
Pada bagian ketentuan umum tuliskan kata apotek yakni pada bab
(BAB I) dari beberapa peraturan III pasal 11 ayat 1 dan ayat 2, pasal

Vol. VI, No.2, Agustus 2009 99


Tabel 1. Daftar peraturan perundang-undangan terkait apotek
Tingkat Nama peraturan
Undang- 1. UU Obat Keras (St. No.419 tgl 22 Desember 1949)
undang (UU) 2. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
3. UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
4. UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika
5. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
6. UU No. 29 Tahun 2004 tentang: Praktik Kedokteran

Peraturan 1. PP No. 20 Tahun 1962 tentang: Lafal Sumpah/Janji


Pemerintah Apoteker
(PP) 2. PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotik
3. PP No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26
tahun 1965 tentang Apotik
4. PP No. 32 Tahun 1996 tentang: Tenaga Kesehatan
5. PP No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan

Peraturan 1. Reglement D.V.G. (St. 1882 No.97, sebagaimana dirobah


Menteri terakhir menurut St.1949 No.228) tentang Menjalankan
Kesehatan Peracikan Obat
(Permenkes) 2. Permenkes No.28/Menkes/PER/I/1978 tentang
Penyimpanan Narkotika
3. Permenkes No.26/Menkes/Per/I/1981 tentang Pengelolaan
dan Perizinan Apotik
4. Permenkes No.244/Menkes/Per/V/1990 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik
5. Permenkes No. 918/ Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang
Besar Farmasi
6. Permenkes No. 919/ Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria
Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep
7. Permenkes No. 922/ Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik
8. Permenkes No. 924/ Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar
Obat Wajib Apotik No.2
9. Permenkes No. 925/ Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar
Perubahan Golongan Obat No. 1
10. Permenkes No. 688/Menkes/PER/VII/1997 tentang
Peredaran Psikotropika

Keputusan 1. Kepmenkes No.278/Menkes/SK/V/1981 tentang


Menteri Persyaratan Apotik
Kesehatan 2. Kepmenkes No.279/Menkes/SK/V/1981 tentang Ketentuan
(Kepmenkes) dan Tata Cara Perizinan Apotik

100 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


3. Kepmenkes No.280/Menkes/SK/V/1981 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pengelolaan Apotik
4. Kepmenkes No.347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat
Wajib Apotik
5. Kepmenkes No. 1176/ Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar
Obat Wajib Apotik No. 3
6. Kepmenkes No. 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang:
Registrasi dan Praktik Bidan
7. Kepmenkes No.1191/Menkes/PSK/IX/2002 tentang
Perubahan atas Kepmenkes No.918/Menkes/Per/X/1993
tentang Pedagang Besar Farmasi
8. Kepmenkes No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang
Perubahan atas Permenkes No. 922/ Menkes/Per/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik
9. Kepmenkes No.: 679/MENKES/S/IV/2003 tentang:
Registrasi dan Izin Kerja Asisten Apoteker
10. Kepmenkes No.1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek
11. Kepmenkes No. 069/Menkes/SK/II/2006 tentang
Pencantuman Harga Eceran tertinggi (HET) Pada Label
Obat

36 ayat 2 dan 3, pasal 39 ayat 1, 2, 3, selain itu menurut buku Pedoman


4 dan 5; demikian juga pada bab IV Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
pasal 12 ayat 2 butir a, pasal 33 ayat Disempurnakan tulisan yang benar
1, pasal 34, dan pasal 51 dari UU adalah apotek bukan apotik (7).
No. 5 tahun 1997. Kata apotek, juga Ketentuan tentang apoteker juga
tertulis pada pada UU No. 23 tahun mengalami perubahan dari peraturan
1992 bab V pasal 56 ayat 1 serta yang satu ke yang lain. Batasan
Kepmenkes No.1027 tahun 2004. tentang apoteker muncul pada UU
Pada PP No. 26 tahun 65, PP No. 25 Obat Keras tahun 1949 yakni :
tahun 1980, Permenkes No. 922 tahun Apoteker adalah mereka yang
1993, Kepmenkes 1332 tahun 2002 sesuai dengan peraturan-peraturan
dan Permenkes No.284 tahun 2007 yang berlaku mempunyai wewenang
dituliskan kata apotik. Penulisan untuk menjalankan praktek peracik-
kata yang berbeda satu huruf ter- an obat di Indonesia sebagai Apo-
sebut, sejauh ini tidak menimbulkan teker sambil memimpin sebuah
makna yang berbeda. Karena makna Apotek.
kata tidak berkaitan dengan rele- Pada Permenkes No.922 tahun
vansi, maka penulisan pada pera- 1993, disebutkan bahwa:
turan yang secara hirarki tertinggilah Apoteker adalah mereka yang
yang diacu, yakni kata apotek., berdasarkan peraturan perundang-

Vol. VI, No.2, Agustus 2009 101


undangan yang berlaku berhak sehingga batasan tentang apoteker
melakukan pekerjaan kefarmasian di perlu diperbaiki (8).
Indonesia sebagai Apoteker, Pada PP 25 tahun 1980 dinyata-
kan bahwa salah satu tugas/fungsi
sedang pada Kepmenkes No. 1332 apotek adalah tempat pengabdian
tahun 2002 dinyatakan bahwa: profesi seorang apoteker yang telah
Apoteker adalah Sarjana Far- mengucapkan sumpah jabatan, oleh
masi yang telah lulus dan telah meng- karena itu apotek yang pada waktu
ucapkan sumpah jabatan apoteker buka tidak ada apotekernya (9) me-
mereka yang berdasarkan peraturan langgar ketentuan ini. Salah satu ciri
perundang-undangan yang berlaku profesi yakni tidak tergantikan,
berhak melakukan pekerjaan kefar- maka kehadiran apoteker untuk
masian di Indonesia sebagai Apo- melakukan praktek profesinya di
teker. apotek tidak dapat digantikan oleh
Asisten Apoteker atau tenaga lain
Pada Kepmenkes No.1027 tahun yang bukan berprofesi apoteker.
2004 dan Permenkes No.284 tahun Dalam Permenkes No.919 tahun
2007 dinyatakan bahwa: 1993, Menteri Kesehatan mengatur
Apoteker adalah sarjana farmasi tentang Kriteria Obat Yang Dapat
yang telah lulus pendidikan profesi Diserahkan Tanpa Resep, maka dalam
dan telah mengucapkan sumpah kasus apotek yang menjual obat
berdasarkan peraturan perundangan keras tanpa dasar resep (8) sejauh
yang berlaku dan berhak melakukan obat yang diserahkan memenuhi kri-
pekerjaan kefarmasian di Indonesia teria yang disebutkan dalam pera-
sebagai Apoteker. turan tersebut atau obat tersebut
merupakan obat dalam daftar OWA,
Tampak bahwa isi batasan penyerahan obat tersebut tidak me-
tentang apoteker tersebut berbeda nyimpang dari ketentuan yang ber-
dalam hal pendidikan. Peraturan laku. Pada UU kesehatan disebutkan
tahun 2004 menyebutkan tentang bahwa pekerjaan kefarmasian dalam
sarjana farmasi maupun lulus pen- pengadaan, produksi, distribusi dan
didikan profesi, tahun 2002 menye- pelayanan sediaan farmasi harus
butkan sarjana farmasi saja, dan dilakukan oleh tenaga kesehatan
tahun 1993 tidak menyebutkan yang mempunyai keahlian dan ke-
keduanya. Persamaan isi ada pada wenangan untuk itu. Apoteker adalah
penyebutan hak/kewenangan mela- tenaga kesehatan yang mempunyai
kukan pekerjaan kefarmasian di In- kewenangan melakukan pekerjaan
donesia sebagai Apoteker. Semua kefarmasian.
batasan tersebut masih mengandung Di berbagai tempat sering di-
kata apoteker, mestinya isi batasan jumpai apotek buka tanpa ada tenaga
tidak berisi kata yang dibatasi, kefarmasian baik Apoteker maupun

102 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


Asisten Apoteker (AA) (9). Permen- terhadap tidak dilaksanakannya
kes No.922 tahun 1993 menyatakan pemberian informasi obat diatur
bahwa dalam melaksanakan penge- dalam PP No.32 tahun 1996 pasal 35
lolaan apotek, Apoteker Pengelola yakni dipidana denda paling banyak
Apotek (APA) dapat dibantu oleh Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah).
AA, ketentuan ini sangat membantu Kepmenkes No.1332 tahun 2002
Apoteker untuk dapat mengoptimal- mengatur bahwa apabila APA ber-
kan pelayanannya. Satu apoteker halangan melaksanakan tugasnya
akan kewalahan kalau melakukan pada jam buka apotek, harus menun-
pelayanan bagi banyak pasien sekali- juk Apoteker Pendamping. Untuk
gus, sementara semua pasien ingin pendirian sebuah apotek, saat ini di
dilayani secepatnya. Permasalahan beberapa kabupaten/kota telah men-
terjadi karena kemudian justru apo- syaratkan minimal harus ada 2 apo-
teker menyerahkan semua pekerjaan- teker yang bekerja penuh di apotek
nya pada AA bahkan kepada tenaga tersebut.
yang bukan tenaga kefarmasian. Apotek mengganti obat dalam
Kehadiran apoteker di apotek di- resep (9) tanpa sepengetahuan pasien
tuntut oleh kewajiban profesional adalah penyimpangan terhadap UU
sehingga dapat melaksanakan atau No.8 tahun 1999, apalagi bila obat
memastikan bahwa apotek menye- yang diberikan obat murah tetapi
diakan, menyimpan dan menyerah- harga yang dikenakan tetap untuk
kan perbekalan farmasi yang ber- obat yang lebih mahal. Permenkes
mutu baik dan keabsahannya ter- No.922 tahun 1993 pasal 15 ayat 2
jamin dan memusnahkannya apabila menyebutkan bahwa:
karena sesuatu hal perbekalan tidak Apoteker tidak diijinkan untuk
dapat lagi digunakan atau dilarang mengganti obat generik yang ditulis
digunakan. Apoteker harus hadir di dalam resep dengan obat paten
karena berkewajiban memberikan Pada pasal 16 ayat 1, ayat 2 dan
informasi yang berkaitan dengan ayat 3, berturut-turut tertulis :
penggunaan obat yang diserahkan- Sedang dalam hal pasien tidak
nya kepada pasien agar tepat, aman mampu menebus obat yang tertulis
dan rasional. Kewajiban apoteker di dalam resep, apoteker wajib ber-
dalam memberikan informasi obat konsultasi dengan dokter untuk
diatur dalam UU No.23 tahun 1992 pemilihan obat yang lebih tepat
tentang kesehatan pada penjelasan Apabila dalam hal tersebut (ayat
pasal 53, UU No.8 tahun 1999 tentang 1) karena pertimbangan tertentu
perlindungan konsumen pasal 7, PP dokter penulis resep tetap pada pen-
No.32 tahun 1996 tentang tenaga diriannya, dokter wajib menyatakan-
kesehatan pasal 22, Permenkes No. nya secara tertulis atau membubuh-
922 tahun 1993 pasal 15 ayat 4 dan kan tanda tangan yang lazim di atas
Kepmenkes No.1027 thn 2004. Sanksi resep.

Vol. VI, No.2, Agustus 2009 103


Apabila Apoteker menganggap pelayanan kesehatan yang bersang-
bahwa dalam resep terdapat keke- kutan.
liruan atau penulisan resep yang Dalam UU No. 8 tahun 1998
tidak tepat, Apoteker harus mem- disebutkan bahwa hak konsumen
beritahukan kepada dokter penulis antara lain adalah hak untuk memilih
resep . barang dan/jasa serta mendapatkan
Pada ayat 2 Menurut PP No. 72 barang dan/atau jasa tersebut sesuai
tahun 1998 pasal 61 ayat 3: dengan nilai tukar dan kondisi serta
Dalam rangka pelayanan kese- jaminan yang dijanjikan, hak atas
hatan, penggantian penyerahan informasi yang benar, jelas dan jujur
sediaan farmasi yang berupa obat mengenai kondisi dan jaminan barang
berdasarkan resep dokter dengan dan/jasa. Mengacu dari hak konsu-
padanannya berupa obat generik, men tersebut, pasien sebagai konsu-
dapat dilakukan dengan persetujuan men obat berhak mendapat informasi
dokter yang mengeluarkan resep dan tentang adanya obat sepadan yang
dilaksanakan dengan memperhati- lebih murah dengan obat dalam
kan kemampuan ekonomi penerima resep, tanpa memandang bagaimana
pelayanan kesehatan kemampuan ekonominya. Pasien
Pada bagian penjelasan dari ayat berhak pula memilih obat yang akan
tersebut dinyatakan bahwa: dibelinya sepanjang obat tersebut
Pada dasarnya sediaan farmasi sepadan baik mutu keamanan mau-
yang berupa obat berdasarkan resep pun manfaatnya. Kewajiban apo-
dokter tidak dapat diganti dengan teker/apotek selaku pelaku usaha
padanannya, tetapi dengan memper- antar lain adalah memberikan infor-
timbangkan faktor keadaan ekonomi masi yang benar, jelas, dan jujur
yang bersangkutan dari pengunaan mengenai kondisi dan jaminan barang
sediaan farmasi yang berupa obat dan/atau jasa serta memberi pen-
yang tidak tepat sehingga dapat jelasan, perbaikan, dan pemeliharaan,
membahayakan kesehatan atau jiwa, memperlakukan atau melayani kon-
maka dapat dimungkinkan peng- sumen secara benar dan jujur serta
gantian sediaan farmasi yang berupa tidak diskriminatif dan menjamin
obat berdasarkan resep dokter mutu barang dan/atau jasa yang
dengan padanannya berupa obat diproduksi dan/atau diperdagang-
generik, sepanjang hal tersebut kan berdasarkan ketentuan standar
disetujui atau atas sepengetahuan mutu barang dan/atau jasa yang
dokter yang mengeluarkan resep berlaku.
penggunaaan sediaan farmasi yang Praktek distribusi obat oleh
berupa obat yang tidak tepat dalam apotek berupa penyerahan obat keras
hal ini adalah berkaitan dengan yang bukan berdasar resep, akan
jumlah sediaan farmasi yang berupa tetapi berdasarkan kesepakatan an-
obat yang harus digunakan dalam tara apotek, Pedagang Besar Farmasi

104 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


(PBF) dan dokter (9), sering terjadi. ter gigi dari apoteker yang memiliki
Fenomena seperti ini dikatakan izin mengelola apotek. Jumlah obat
sebagai apotek panel, dimana apotek yang disediakan terbatas pada ke-
bekerjasama dengan PBF dalam butuhan pelayanan
mendistribusikan obat keras kepada Dalam UU No.22 tahun 1997
pihak-pihak yang diinginkan PBF bagian penjelasan pasal 39 ayat 4 di-
misalnya dokter, dengan kata lain nyatakan bahwa
apotik panel menjadi perpanjangan Penyerahan narkotika oleh dok-
fungsi dari PBF dalam menjual obat ter yang menjalankan tugas di daerah
ke dokter. Kegiatan apotek ini me- terpencil yang tidak ada apotek me-
langgar ketentuan karena obat keras merlukan surat izin menyimpan nar-
keluar dari apotek bukan berdasar kotika dari Menteri Kesehatan atau
resep. Resep adalah permintaan ter- pejabat yang diberi wewenang. Izin
tulis dari dokter, dokter gigi, dokter tersebut melekat pada surat kepu-
hewan kepada apoteker untuk tusan penempatan di daerah terpencil
menyediakan dan menyerahkan obat yang tidak ada apotek
bagi pasien sesuai peraturan per- Mengacu ketentuan ini maka
undangan yang berlaku (1). Kewe- dokter yang praktek di daerah ter-
nangan dokter untuk menyimpan dan pencil otomatis mendapat izin simpan
menyerahkan obat diatur dalam UU obat, sedang dokter yang praktek di
No. 29 tahun 2004 yang menyebut- tempat di luar daerah terpencil tidak
kan bahwa: dibenarkan untuk menyimpan obat.
Dokter atau dokter gigi yang
telah memiliki surat tanda registrasi KESIMPULAN
mempunyai wewenang melakukan
praktik kedokteran sesuai dengan Peraturan perundang-undangan
pendidikan dan kompetensi yang terkait apotek sudah memadai dalam
dimiliki, yang antara lain adalah mendukung praktek profesional
menyimpan obat dalam jumlah dan apoteker di apotek, tetapi masih di-
jenis yang diijinkan, dan meracik dan perlukan komitmen dan penegakan
menyerahkan obat kepada pasien, pelaksanaan peraturan.
bagi yang praktik di daerah terpencil
yang tidak ada apotek DAFTAR PUSTAKA
Pada penjelasan pasal 35 butir i
UU tersebut dinyatakan bahwa 1. Anonim. 2004. UU No. 24
Ketentuan ini dimaksud untuk tentang Praktek Kedokteran.
memberikan kewenangan bagi dok- Departemen Kesehatan RI,
ter dan dokter gigi untuk menyimpan Jakarta.
obat selain obat suntik sebagai upaya 2. Anonim. 1992. UU No. 23 ten-
untuk menyelamatkan pasien. Obat tang Kesehatan. Departemen
tersebut diperoleh dokter atau dok- Kesehatan RI, Jakarta.

Vol. VI, No.2, Agustus 2009 105


3. Anonim. 1980. PP No. 25 tentang 7. Anonim. 2009. Pedoman Umum
Perubahan atas PP No. 26 tahun Ejaan Bahasa Indonesia yang Di-
1965 tentang Apotik. Depar- sempurnakan dan Pedoman Umum
temen Kesehatan RI, Jakarta. Pembentukan Istilah, cetakan XVIII.
4. Anonim. 1962. PP No. 20 tentang: Yrama Widya, Bandung.
Lafal Sumpah/Janji Apoteker. 8. Hartini YS dan Sulasmono. 2007.
Departemen Kesehatan RI, Apotek, ulasan beserta naskah
Jakarta. peraturan perundang-undangan
5. Anonim. 2005. Kode Etik Apo- terkait apotek. Universitas Sanata
teker Indonesia. Keputusan Dharma Press, Yogyakarta.
Kongres Nasional XVII No.007/ 9. Sofiani R, Sugianto E, Astuti
Kongres XVII/ISFI/2005 tanggal PDY. 2006. Laporan Hasil Pene-
19 Juni 2005. lusuran Kasus di Apotek. Tugas
6. Hartini YS. 2008. Sebuah Potret Matakuliah Etika & Perundang-
tentang Pelaksanaan Standar undangan. Fakultas Farmasi,
Pelayanan Kefarmasian di Apo- Univ. Sanata Dharma, Yogya-
tek. Medisina, edisi 4, Vol.II. April- karta.
Juni 2008, PT ISFI Penerbitan,
Jakarta.

106 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN

Anda mungkin juga menyukai