Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengadaan perbekalan farmasi adalah penentu utama terhadap tersedianya
obat dan total biaya kesehatan. Proses pengadaan yang efektif adalah faktor yang
sangat menentukan dalam menjamin adanya ketersediaan obat yang diperlukan dalam
jumlah yang sesuai, dengan harga yang rasional dan tentunya dengan kualitas yang
memenuhi standar mutu yang jelas. Pengadaan perbekalan farmasi harus dapat
diterapkan sebaik mungkin sehingga pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu obat
dalam meningkatkan pelayanan kepada pasien dapat dilakukan secara efektif dan
efisien.
Apotek selain sebagai pusat pelayanan obat juga merupakan tempat bisnis
dan investasi. Sebagai aset bisnis apotek harus dikelola dengan manajemen yang baik.
Salah satu obyek manajemen di apotek adalah manajemen pengadaan dan persediaan
obat.Demi menyediakan pelayanan yang maksimal di apotek, maka harus ditunjang
dengan adanya kelengkapan barang yang dijual. Hal ini juga sebagai salah satu cara
memberi kepercayaan kepada pelanggan bahwaapotek yang dituju selalu akan
menyediakan segala kebutuhan obat-obatannya, apabila salah satu barang tidak
tersedia atau jumlahnya tidak mencukupi akan berdampak buruk pada citra apotek
dari segi kelengkapan barangnya dimata konsumen.

1.2 Rumusan Masalah


1. Obat apa saja yang disediakan di apotik?
2.Bagaimana cara pengelolaan obat di apotik?
3 Bagaimana cara pengendalian obat di apotik?

1
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui obat-obat yang tersedia di apotik
2. Untuk mengetahui pengeloaan obat di apotik
3. Unruk mengetahui pengendalian persediaan obat di apotik.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengelolaan Obat

Pengelolaan obat merupakan satu aspek manajemen yang penting, oleh


karena itu ketidak efisiensinya akan memberi dampak yang negatif terhadap sarana
kesehatan baik secara medis maupun ekonomis. Pengelolaan obat meliputi tahap-
tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian serta penggunaan yang
saling terkait satu sama lainnya, sehingga harus terkoordinasi dengan baik agar
masing-masing dapat berfungsi secara optimal. Ketidakterkaitan antara masing-
masing tahap akan mengakibatkan tidak efisiennya sistem suplai dan penggunaan
obat yang ada (Indrawati dkk, 2001).
Menurut Aditama (2003), bahwa fungsi manajemen obat membentuk sebuah
siklus pengelolaan, yang terdiri dari:
a. Fungsi perencanaan dan proses penentuan kebutuhan, mencakup aktifitas
menetapkan sasaran, pedoman dan pengukuran penyelenggaraan bidang
logistic
b. Fungsi penganggaran, merupakan usaha untuk merumuskan perincian
penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar
c. Fungsi pengadaan, merupakan kegiatan memenuhi kebutuhan operasional
sesuai fungsi perencanaan dan penentuan kepada instansi pelaksana.
d. Fungsi Penerimaan, penyimpanan dan penyaluran, diadakan melalui fungsi
pengadaan dilakukan oleh instansi pelaksana,
e. Fungsi pemeliharaan, merupakan proses kegiatan untuk mempertahankan
kondisi teknis, daya guna dan daya hasil barang inventaris.
f. Fungsi penghapusan berupa kegiatan dan usaha pembebasan barang dari
pertanggungjawaban yang berlaku.

3
g. Fungsi pengendalian, merupakan usaha untuk memonitor dan mengamankan
keseluruhan pengelolaan logistik.
Pengelolaan obat perlu dilakukan dari tahap perencanaan sampai dengan

penggunaan obat. Pengendalian dilakukan pada bagian perencanaan yaitu dalam

penentuan jumlah kebutuhan, rekapitulasi kebutuhan dan dana. Pengendalian juga

diperlukan pada bagian pengadaan yaitu dalam pemilihan metode pengadaan,

penentuan rekanan, penentuan spesifikasi perjanjian dan pemantauan status

pemesanan. Bagian penyimpanan pengendalian diperlukan dalam penerimaan dan

pemeriksaan obat. Pengendalian di bagian distribusi diperlukan dalam hal

pengumpulan informasi pemakaian dan review seleksi obat, sebagaimana

digambarkan dalam siklus berikut ini.

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2008) dbahwa pengelolaan obat terdiri


dari beberapa siklus kegiatan yaitu :
2.1.1 Perencanaan Obat
Perencanaan obat merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunkan metode yang dapat

4
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara
lain konsumsi, Epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (Kementerian kesehatan RI, 2004).
1. Metode konsumsi didasarkan atas analisis data konsumsi obat sebelumnya.
Perencanaan kebutuhan obat menurut pola konsumsi mempunyai langkah-
langkah sebagai berikut : pengumpulan dan pengolahan data, perhitungan
perkiraan kebutuhan obat dan penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan
alokasi dana. Jumlah kebutuhan obat menurut metode konsumsi dapat
dihitung dengan rumus berikut:
A = ( B+C+D ) - E
Keterangan : A = Rencana Pengadaan
B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan
C = Buffer stock (10% 20%)
D = Lead time 3 6 bulan
E = Sisa stok

5
Keunggulan metode konsumsi adalah data yang diperoleh akurat, metode paling
mudah, tidak memerlukan data penyakit maupun standar pengobatan. jika data
konsumsi lengkap pola penulisan tidak berubah dan kebutuhan relatif konstan maka
kemungkinan kekurangan atau kelebihan obat sangat kecil. Kekurangannya antara
lain tidak dapat untuk mengkaji penggunaan obat dalam perbaikan penulisan resep,
kekurangan dan kelebihan obat sulit diandalkan, tidak memerlukan pencatatan data
morbiditas yang baik (Depkes RI,2004).
2 Metode epidemiologi didasarkan pada jumlah kunjungan, frekuensi penyakit
dan standar pengobatan. Keunggulan metode epidemiologi adalah perkiraan
kebutuhan mendekati kebenaran, standar pengobatan mendukung usaha
memperbaiki pola penggunaan obat. Sedangkan kekurangannya antara lain
membutuhkan waktu dan tenaga yang terampil, data penyakit sulit diperoleh
secara pasti, diperlukan pencatatan dan pelaporan yang baik.
3 Metode kombinasi merupakan kombinasi metode konsumsi dan metode
epidemiologi.
Seleksi obat dalam rangka efisiensi dapat dilakukan dengan cara analisis VEN
dan analisis ABC. Analisis VEN adalah suatu cara untuk mengelompokkan
obat yang berdasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan, yaitu
sebagai berikut:
1. Kelompok V adalah kelompok obat-obatan yang sangat esensial, yang termasuk
dalam kelompok ini adalah obat-obat penyelamat (life saving drugs), obat-
obatan untuk pelayanan kesehatan pokok dan obat-obatan untuk mengatasi
penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.
2. Kelompok E adalah obat-obatan yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja
pada sumber penyebab penyakit.
3. Kelompok N adalah merupakan obat-obatan penunjang yaitu obat-obat yang
kerjanya ringan dan bisa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau
untuk mengatasi keluhan ringan (Ratnaninggrum, 2002)

6
Menurut Suciati (2006), analisa ABC dilakukan dengan mengelompokkan
item obat berdasarkan kebutuhan dananya yaitu:
a) Kelompok A: kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan.
b) Kelompok B: kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
c) Kelompok C: kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan.

Langkah-langkah menentukan kelompok A, B dan C:


1. Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara
kuantum obat x harga obat.
2. Tentukan rankingnya mulai dari dana terbesar sampai terkecil.
3. Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.
4. Hitung kumulasi persennya.
5. Obat kelompok A termasuk dalam 70%.
6. Obat kelompok B termasuk dalam 20%.
7. Obat kelompok C termasuk dalam 10%.

2.1.2 Pengadaan Obat


Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui. Pengadaan adalah sebuah tahapan yang penting dalam
manajemen obat dan menjadi sebuah prosedur rutin didalam sistem manajemen obat
yang berlalu di banyak negara. Sebuah proses pengadaan yang efektif akan menjamin
ketersediaan obat dalam jumlah yang benar dan harga yang pantas serta kualitas obat
yang terjamin (Kementerian Kesehatan RI, 2008).
Menurut WHO (1999), ada empat strategi dalam pengadaan obat yang baik
(a) Pengadaaan obat-obatan dengan harga mahal dengan jumlah yang tepat,

7
(b) Seleksi terhadap supplier yang dapat dipercaya dengan produk yang berkualitas,
(c) Pastikan ketepatan waktu pengiriman obat,
(d) Mencapai kemungkinan termurah dari harga Total.

Salah satu metode dalam melakukan pengadaan obat adalah analisis ABC.
Analisis ABC digunakan untuk menentukan persediaan obat. Analisis ABC di
lakukan dengan mengklasifikasikan jenis obat menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Golongan A ( jumlah sedikit, harga total tinggi)
Contoh: vaksin, hormone, sediaan- sediaan injeksi.
2. Golongan B ( jumlah sedang, harga total sedang)
Contoh: sediaan drop( eyes drop, oral drop,ear drop), sediaan inhaler/ spray.
3. Golongan C ( jumlah banyak, harga total rendah)
Contoh: obat- obat bebas yang sering digunakan secara swamedikasi ( obat batuk,
diare, flu, sakit kepala, demam, vitamin, obat luka dll)
Analisis ABC bermanfaat untuk menekan frekuensi pemesanan, mengurangi
biaya total pengiriman obat dan menekan jumlah persediaan sehingga mengurangi
biaya total penyimpanan di gudang ( Seto S, 2004).
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 untuk menjamin
kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur
resmi. Pengadaan barang dapat melalui 2 cara yaitu pembelian dan konsinyasi.
Pembelian barang di apotek sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan
setempat. Prosedur pembelian meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
1. Persiapan
Pengumpulan data obat dan perbekalan farmasi yang akan dipesan
berdasarkan bukudefecta (buku barang habis) baik dari bagian penerimaan resep,
obat bebas maupun dari gudang.
2. Pemesanan
Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pemesanan (SP) untuk setiap
supplier. Surat pemesanan di Apotek ada tiga macam yaitu surat pesanan narkotika,

8
surat pesanan psikotropika, dan surat pesanan untuk obat selain narkotika dan
psikotropika. SP minimal dibuat 2 rangkap (untuk supplier dan arsip apotek) dan
ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama dan nomor SP serta cap
apotek. SP pembelian Narkotik dibuat 5 rangkap, 1 lembar merupakan arsip untuk
administrasi apotek dan 4 lembar dikirim ke PBF Kimia Farma, selanjutnya PBF
Kimia Farma menyalurkan kepada kepala Dinas kesehatan Kota/Kabupaten, BPOM
dan penanggungjawab Narkotika di Depot Kimia Farma Pusat. Satu lembar surat
pesanan untuk memesan satu jenis narkotika. SP untuk psikotropika, format telah
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan, dibuat rangkap 3, satu lembar (asli) untuk PBF dan
dua lembar (tembusan) untuk arsip apotek dan pengecekan barang datang. Dalam satu
SP dapat memuat lebih dari satu item obat, pemesanan bisa dilakukan selain PT.
Kimia Farma.
3. Barang yang datang dicocokkan dengan faktur dan SP (Surat Pesanan).
Faktur tersebut rangkap 4-5 lembar, dimana untuk apotek diberikan 1 lembar sebagai
arsip, sedangkan yang lainnya termasuk yang asli dikembalikan ke PBF yang akan
digunakan untuk penagihan dan arsip PBF. Faktur tersebut berisikan nama obat,
jumlah obat, harga obat, bonus atau potongan harga, tanggal kadaluarsa, dan tanggal
jatuh tempo. Faktur ini dibuat sebagai bukti yang sah dari pihak kreditur mengenai
transaksi penjualan (Hartini dan Sulasmono, 2007).
Konsinyasi merupakan suatu bentuk kerja sama antara Apotek dengan suatu
perusahaan atau distributor yang menitipkan produknya untuk dijual di apotek,
misalnya alat kesehatan, obat-obat baru, suplemen kesehatan, atau sediaan farmasi,
dan perbekalan kesehatan yang baru beredar di pasaran. Setiap dua bulan sekali
perusahaan yang menitipkan produknya akan memeriksa produk yang dititipkan di
apotek, hal ini bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah produk yang terjual pada
setiap dua bulannya. Pembayaran yang dilakukan oleh apotek sesuai jumlah barang
yang laku. Apabila barang konsinyasi tidak laku, maka dapat diretur/dikembalikan ke
distributor/perusahaan yang menitipkan.

9
Golongan Obat yang disediakan di Apotik
Jenis- jenis perbekalan farmasi (khususnya obat) yang terdapat di apotik
terdiri dari beberapa macam golongan obat sesuai dengan fungsi dan efek yang
ditimbulkannya, yang apa bila tidak ada tanda perbedaan dan kata peringatan yang
melekat pada wadah obat, maka bisa jadi penggunaan obat oleh masyarakat menjadi
tidak tepat. Penggunaan obat dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat itu
sendiri, yang pada akhirnya juga menjadi tanggung jawab pemerintah. Begitu juga
halnya dengan cara penyerahan obat dari apotik atau took obat pada konsumen.

Jenis obat yang disediakan di apotik antara lain:

1. Obat Bebas
Obat Bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep
dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi
hitam, contohnya paracetamol, antasida, asam mefenamat.

Logo Obat bebas

2. Obat Bebas Terbatas


Obat Bebas Terbatas adalah obat dengan peringatan yang dapat diperoleh
tanpa resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna biru, dengan garis
tepi berwarna hitam, contohnya theophyllin, asam asetil salisilat,
pseudoephedrine hcl.

10
Logo Obat Bebas Terbatas

3. Obat Keras Daftar G


Obat Keras Daftar G adalah obat yang dapat diperoleh dengan resep dokter.
Tandanya lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam, dengan huruf
K yang menyentuh garis tepi, contohnya: loratadin, fluoxetin, amitriptylin.

Logo Obat Keras


4. Obat Psikotropik
Obat Psikotropik adalah zat atau obat baik alamiah atau sintetis, bukan narkotika
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas aktifitas mental dan perilaku. Tandanya
lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam, dengan huruf K yang
menyentuh garis tepi. Obat Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan
a. Golongan 1 antara lain: lisergida, katinona, meskalina.
b. Golongan 2 antara lain: amphetamin, metamfetamin, metakualon.
c. Golongan 3 antara lain: phenobarbital, amobarbital, cyclobarbital.
d. Golongan 4 antara lain: diazepam, alprazolam, triazolam.

Logo Obat Psikotropik

11
5. Obat Narkotik
Obat Narkotik adalah zat auatu obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Penandaannya lingkaran berwarna
merahyang didalamnya terdapat palang berwarna merah. Obat Narkotik dibagi 3
golongan.
a. Golongan I antara lain:Tanaman Papaver Somniverum, opium mentah,
tanaman Cannabis (ganja).
b. Golongan II antara lain: fentanil, morphin, pethidin.
c. Golongan III antara lain: Kodein.

Logo Obat Psikotropik


(Umar, 2005)

Pengadaan Obat Narkotika dan Psikotropika


Pemesanan obat golongan narkotika harus di Pedagang Besar Farmasi
(PBF) Kimia Farma. Pemesanan ini menggunakan surat pesanan khusus model N-9
yang terdiri dari empat lembar yaitu warna putih, kuning, merah, dan biru. SP warna
kuning, putih, merah diserahkan ke PBF, sedangkan SP biru digunakan sebagai arsip
pembelian. Khusus untuk narkotik, satu lembar pesanan untuk satu jenis obat dan
harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama dengan SIK, alamat,
serta stempel apotek. Pengadaan obat psikotropika menggunakan surat pesanan
model khusus yang dibuat rangkap dua dan ditandatangani oleh APA dimana tiap

12
lembar surat pesanan dapat digunakan untuk memesan lebih dari satu macam obat
asalkan pemesanan tersebut ditujukan untuk satu distributor atau PBF saja.
Penggunaannya pada apotek harus dilaporkan setiap bulan (selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya) ke Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur BBPOM Surabaya,
Kepala BPOM Propinsi Jawa Timur dan arsip apotek (Umar, 2005).

2.1.3 Penyimpanan Obat


Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang
ditetapkan : 1) dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, 2) dibedakan
menurut suhunya, kesetabilannya, 3) mudah tidaknya meledak/terbakar, 4) tahan
Pengaturan penyimpanan obat dan persediaan adalah sebagai berikut :
a. Simpan obat-obatan yang mempunyai kesamaan secara bersamaan di atas rak.
Kesamaan berarti dalam cara pemberian obat (luar,oral,suntikan) dan bentuk
ramuannya (obat kering atau cair)
b. Simpan obat sesuai tanggal kadaluwarsa dengan menggunakan prosedur FEFO
(First Expired First Out). Obat dengan tanggal kadaluwarsa yang lebih pendek
ditempatkan di depan obat yang berkadaluwarsa lebih lama. Bila obat
mempunyai tanggal kadaluwarsa sama, tempatkan obat yang baru diterima
dibelakang obat yang sudah ada.

13
c. Simpan obat tanpa tanggal kadaluwarsa dengan menggunakan prosedur FIFO
(First In First Out). Barang yang baru diterima ditempatkan dibelakang barang
yang sudah ada
d. Buang obat yang kadaluwarsa dan rusak dengan dibuatkan catatan pemusnahan
obat, termasuk tanggal, jam, saksi dan cara pemusnahan.

Indikator penyimpanan obat yaitu:


1) Kecocokan antara barang dan kartu stok,indikator ini digunakan untuk
mengetahui ketelitian petugas gudang dan mempermudah dalam pengecekan
obat, membantu dalam perencanaan dan pengadaan obat sehingga tidak
menyebabkan terjadinya akumulasi obat dan kekosongan obat.
2) Turn Over Ratio (TOR), indikator ini digunakan untuk mengetahui kecepatan
perputaran obat, yaitu seberapa cepat obat dibeli, didistribusi, sampai dipesan
kembali, dengan demikian nilai TOR akan berpengaruh pada ketersediaan obat.
TOR yang tinggi berarti mempunyai pengendalian persediaan yang baik,
demikian pula sebaliknya, sehingga biaya penyimpanan akan menjadi minimal,
3) Persentase obat yang sampai kadaluwarsa dan atau rusak, indikator ini digunakan
untuk menilai kerugian apotek,
4) Sistem penataan gudang, indikator ini digunakan untuk menilai sistem penataan
gudang standar adalah FIFO dan FEFO,
5) Persentase stok mati, stok mati merupakan istilah yang digunakan untuk
menunjukkan item persediaan obat di gudang yang tidak mengalami transaksi
dalam waktu minimal 3 bulan,
6) Persentase nilai stok akhir, nilai stok akhir adalah nilai yang menunjukkan berapa
besar persentase jumlah barang yang tersisa pada periode tertentu, nilai
persentese stok akhir berbanding terbalik dengan nilai TOR

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan di dalam fungsi penyimpanan dan


gudang adalah :

14
1. Masalah keamanan dan bahaya kebakaran merupakan resiko terbesar
dari penyimpanan.
2. Pemberdayaan karyawan seefektif mungkin untuk menghindari pemborosan waktu
yang berdampak pula pada keuangan.
3. Penggunaan ruangan yang tersedia seefisien mungkin, baik dari segi
besarnya ruangan dan pembagian ruangan.
4. Pemeliharaan gedung dan peralatan sebaik mungkin.

2.2.4 Pendistribusian Obat


Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di RS untuk
pelayanani individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta
untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas dasar
kemudahan untuk di jangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan :
1) Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada,
2) Metode sentralisasi atau desantrilisasi,
3) Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi

Suciati dan Adisasmito (2006) dalam penelitiannya dapat diambil kesimpulan


antara lain :
1. Aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan obat yaitu standarisasi
obat atau formularium, anggaran, pemakaian periode sebelumnya, stok akhir
dan kapasitas gudang, lead time dan stok pengaman, jumlah kunjungan dan
pola penyakit, standar terapi, penetapan kebutuhan obat dengan menggunakan
ABC Indeks Kritis.
2. Penggunaan ABC Indeks Kritis secara efektif dapat membantu dalam
membuat perencanaan obat dengan mempertimbangkan aspek pemakaian,
nilai investasi, kekritisan obat dalam hal penggolongan obat vital, essensial
dan non essensial. Standar terapi merupakan aspek penting lain dalam

15
perencanaan obat karena akan manjadi acuan dokter dalam memberikan
terapinya.

2.2 Pengendalian Persediaan Obat


Manajemen persediaan merupakan suatu cara mengendalikan persediaan agar
dapat melakukan pemesanan yang tepat yaitu dengan biaya yang optimal. Oleh
karena itu konsep mengelola sangat penting diterapkan agar tujuan efektifitas dan
efisiensi tercapai. Manajemen persediaan yang baik merupakan salah satu faktor
keberhasilan suatu perusahaan untuk melayani kebutuhan konsumen dalam
menghasilkan suatu produk layanan yang berkualitas dan tepat waktu. Permasalahan
tidak tepatnya waktu kedatangan barang yang telah dijadualkan dapat membuat suatu
kepanikan apabila stok persediaan habis, sebaliknya kelebihan persediaan
menimbulkan biaya tambahan seperti biaya keamanan, biaya gudang, resiko
penyusutan yang kerap kali kurang diperhatikan pihak manajemen
Pengendalian persediaan dapat dilakukan dalam berbagai cara, antara lain
dengan menggunakan analisis nilai persediaan. Dalam analisis ini, persediaan
dibedajkan berdasarkan nilai investasi yang terpakai dalam satu periode. Biasanya,
persediaan dibedakan dalam tiga kelas, yaitu A, B, dan C, sehingga analisis ini
dikenala sebagai klasifikasi ABC. Klasifikasi ABC diperkenalkan oleh HF Dickie
pada tahun 1950-an. Klasifikasi ABC merupakan aplikasi persediaan yang
menggunakan prinsip Pareto :the critical few and the triuvial many.Idenya untuk
memfokuskan pengendalian persediaan kepada item(jenis) persediaan yang bernilai
tinggi(critical) daripada yang lebih rendah (trivial). Klasifikasi ABC membagi
persediaan dalam tiga kelas berdasarkan atas nilai persediaan. Dengan mengetahui
kelas-kelas itu, dapat diketahui item persediaan tertentu yang harus mendapat
perhatian lebih intensif serius dibandingkan item yang lain. Yang dimaksud dengan
niali dalam klasifikasi ABC bukan harga persediaan perunit, melainkan volume
persediaan yang dibutuhkan dalam sartu periode (biasanya satu tahun) dikalikan
dengan harga per unit. Jadi, nilai investasi adalah jumlah nilai seluruh item pada satu

16
periode, atau dikenal dengan istilah volume tahunan rupiah. Suatu item tertentu
dikatakan lebih penting dari item yang lain, karena item itu memiliki niali investasi
yang lebih tinggi. Konsekuensinya, item itu mendapat perhatian yang lebih besar
dibandingklan item yang lain yang memiliki nilai investasi lebih rendah. Kriteria
masing-masing kelas dalam klasifikasi ABC, sebagai berikut :
1. Kelas A persediaan yang memeiliki nilai volume tahunan rupiah yangv tinggi.
Kelas ini mewakilisekitar 70% dari total nilai persediaan, meskipun
jumlahnya hanya sedikit, bisa 20% dari seluruh item. Persediaan yang
termasuk dalam kelas ini memerlukan perhatian yang tinggi dalam
pengadaannya karena berdampak biaya yang tinggi. Pemeriksaan dilakukan
2. Kelas B persediaan dengan nilai volume tahunan rupiah yang m,enegah.
Kelompok ini mewakili sekitar 20% dari nilai persediaan tahunan, dan sekitar
30% dari jumlah item. Disini diperlukan teknik pengendalian yang moderat.
3. Kelas C barang yang nilai volume tahunan rupiahnya rendah,yang hanya
mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 50%
dari jumlah item persediaan. Disini diperlukan teknik pengendalian yang
sederhana, pemeriksaan hanya dilakukan sekali-kali. Nilai persentase diatas
tidak mutlak, namun tergantung dari kebijakan perusahaan. Demikian pula
jumlah kelas, tidak terbatas pada tiga kelas,
(Rangkuti,1996)

Gudang seperti kegunaannya secara umum merupakan suatu tempat untuk


menyimpan benda, benda yang disimpan didalam gudang ini disebut sebagai
persediaan atau inventory, berdasarkan aliran arus barang, persediaan
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu (Warman, 2004):
1. Barang fast moving, merupakan barang-barang dengan aliran yang sangat
cepat atau dengan kata lain barang fast moving ini akan berada didalam
gudang dalam waktu yang sangant singkat.

17
2. Barang medium moving, merupakan barang - barang yang aliran barangnya
sedang sedang saja, yang berarti tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
Biasanya barang ini akan berada di gudang dalam waktu yang relative lebih
lama jika dibandingkan dengan barang-barang fast moving.
3. Barang slow moving, merupakan barang barang dengan aliran barang yang
sangat lambat, sehingga biasanya barang-barang yang slow moving ini akan
tersedia di gudang dalam jangka waktu lebih lama di bandingkan dengan
medium moving.
Aliran barang ini harus sangat diperhatikan dalam menjalankan management
persediaan. Dengan memperhatikan kecepatan aliran barang tersebut diharapkan
alinea barang yang ada di gudang menjadi lanacar. Untuk barang fast moving dijaga
agar persediaan di gudang tidak kehabisan sehingga tidak mengecewakan konsumen,
sedangkan untuk barang slow moving dijaga agar tidak terjadi penumpukan barang
yang tidak perlu digudang.

18
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Pada makalah ini pengenai penggelolaan dan pengendalian persediaan apotek,
sebagai beriku:
1. Obat-obat yang disediakan di apotik antara lain: obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras, obat psikotropika, dan obat narkotika.
2. Pengelolaan obat dilakukan dengan cara perencaan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat.
3. Pengendalian persediaan dapat dilakukan dalam berbagai cara, antara lain
dengan menggunakan analisis nilai persediaan, biasanya dibedakan
menjadi tiga kelas yaitu A, B, dan C.
4. Pengelolaan dan pengandalian sediaan obat di apotik bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan konsumen dalam pelayanan obat yang efektif dan
efesien.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami paparkan bahwa,dalam pengendalian dan
pengelolaan persediaan apotek haruslah diawasi dengan benar, hal ini dapat
mengahambat proses pelayanan kepada pasien.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Anief, Mohammad. 2003. Manajemen Farmasi. Penerbit Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.
2. Aditama, Candra Yoga. 2003. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Penerbit
Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta
3. Depkes RI, 2004. Keputusan mentri kesehatan RI no 1197/Menkes/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta
4. Hartini, Yustina, & Sulasmono, 2007, Apotek : Ulasan Beserta Naskah
Peraturan Perundang-Undangan terkait Apotek Termasuk Naskah dan Ulasan
Permenkes tentang Apotek Rakyat, Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma.
5. Indrawati, C. S. Suryawati, S. Pudjaningsih (2001). Analisis Pengelolaan Obat
Di Rumah Sakit Umum Daerah Wates. Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan. 2001; 4: 173-18, sumber http://www.jmpk-online.net/files/01-
indrawati.pdf, diakses tanggal 7 september 2017.
6. Joko Waluyo.2006. Pengaruh Pembiayaan Defisit Anggaran Terhadap Inflasi
dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Suatu Simulasi Model Makro 1970-
2003. Jurnal Ekonomi Pembangunan Indonesia. Vol. VII. No.01.
7. Kementerian Kesehatan, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1197/Menkes/Sk/X/2004 Tentang Standar Pelayanan
Farmasi Di Rumah Sakit, Jakarta
8. Kementrian Kesehatan, (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di
Rumah Sakit.Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI Bekerja
sama dengan Japan International Cooperation Agency.
9. Seto, S., Nita, Y., Triana, L., 2008. Manajemen Farmasi: Lingkup Apotek,
Farmasi Rumah Sakit, Pedagang Besar Farmasi, Industri Farmasi. Edisi II.
Airlangga University Press, Surabaya.

20
10. Suciati, S., Wiku, A., 2006, Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC
Indeks Kritis di Gudang Farmasi, Universitas Indonesia, Jakarta
11. Rangkuti, Freddy. 1996. Manajemen Persediaan : Aplikasi di Bidang Bisnis.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
12. Umar, M., Drs., Apt., MM., 2005, Manajemen Apotek Praktis. Cetakan I. CV.
Ar-Rohman, Solo
13. Warman. Jhon., 2004. Management pergudangan. Pustaka sinar harapan.
Jakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai