PENDAHULUAN
1
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui obat-obat yang tersedia di apotik
2. Untuk mengetahui pengeloaan obat di apotik
3. Unruk mengetahui pengendalian persediaan obat di apotik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
g. Fungsi pengendalian, merupakan usaha untuk memonitor dan mengamankan
keseluruhan pengelolaan logistik.
Pengelolaan obat perlu dilakukan dari tahap perencanaan sampai dengan
4
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara
lain konsumsi, Epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (Kementerian kesehatan RI, 2004).
1. Metode konsumsi didasarkan atas analisis data konsumsi obat sebelumnya.
Perencanaan kebutuhan obat menurut pola konsumsi mempunyai langkah-
langkah sebagai berikut : pengumpulan dan pengolahan data, perhitungan
perkiraan kebutuhan obat dan penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan
alokasi dana. Jumlah kebutuhan obat menurut metode konsumsi dapat
dihitung dengan rumus berikut:
A = ( B+C+D ) - E
Keterangan : A = Rencana Pengadaan
B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan
C = Buffer stock (10% 20%)
D = Lead time 3 6 bulan
E = Sisa stok
5
Keunggulan metode konsumsi adalah data yang diperoleh akurat, metode paling
mudah, tidak memerlukan data penyakit maupun standar pengobatan. jika data
konsumsi lengkap pola penulisan tidak berubah dan kebutuhan relatif konstan maka
kemungkinan kekurangan atau kelebihan obat sangat kecil. Kekurangannya antara
lain tidak dapat untuk mengkaji penggunaan obat dalam perbaikan penulisan resep,
kekurangan dan kelebihan obat sulit diandalkan, tidak memerlukan pencatatan data
morbiditas yang baik (Depkes RI,2004).
2 Metode epidemiologi didasarkan pada jumlah kunjungan, frekuensi penyakit
dan standar pengobatan. Keunggulan metode epidemiologi adalah perkiraan
kebutuhan mendekati kebenaran, standar pengobatan mendukung usaha
memperbaiki pola penggunaan obat. Sedangkan kekurangannya antara lain
membutuhkan waktu dan tenaga yang terampil, data penyakit sulit diperoleh
secara pasti, diperlukan pencatatan dan pelaporan yang baik.
3 Metode kombinasi merupakan kombinasi metode konsumsi dan metode
epidemiologi.
Seleksi obat dalam rangka efisiensi dapat dilakukan dengan cara analisis VEN
dan analisis ABC. Analisis VEN adalah suatu cara untuk mengelompokkan
obat yang berdasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan, yaitu
sebagai berikut:
1. Kelompok V adalah kelompok obat-obatan yang sangat esensial, yang termasuk
dalam kelompok ini adalah obat-obat penyelamat (life saving drugs), obat-
obatan untuk pelayanan kesehatan pokok dan obat-obatan untuk mengatasi
penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.
2. Kelompok E adalah obat-obatan yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja
pada sumber penyebab penyakit.
3. Kelompok N adalah merupakan obat-obatan penunjang yaitu obat-obat yang
kerjanya ringan dan bisa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau
untuk mengatasi keluhan ringan (Ratnaninggrum, 2002)
6
Menurut Suciati (2006), analisa ABC dilakukan dengan mengelompokkan
item obat berdasarkan kebutuhan dananya yaitu:
a) Kelompok A: kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan.
b) Kelompok B: kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
c) Kelompok C: kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan.
7
(b) Seleksi terhadap supplier yang dapat dipercaya dengan produk yang berkualitas,
(c) Pastikan ketepatan waktu pengiriman obat,
(d) Mencapai kemungkinan termurah dari harga Total.
Salah satu metode dalam melakukan pengadaan obat adalah analisis ABC.
Analisis ABC digunakan untuk menentukan persediaan obat. Analisis ABC di
lakukan dengan mengklasifikasikan jenis obat menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Golongan A ( jumlah sedikit, harga total tinggi)
Contoh: vaksin, hormone, sediaan- sediaan injeksi.
2. Golongan B ( jumlah sedang, harga total sedang)
Contoh: sediaan drop( eyes drop, oral drop,ear drop), sediaan inhaler/ spray.
3. Golongan C ( jumlah banyak, harga total rendah)
Contoh: obat- obat bebas yang sering digunakan secara swamedikasi ( obat batuk,
diare, flu, sakit kepala, demam, vitamin, obat luka dll)
Analisis ABC bermanfaat untuk menekan frekuensi pemesanan, mengurangi
biaya total pengiriman obat dan menekan jumlah persediaan sehingga mengurangi
biaya total penyimpanan di gudang ( Seto S, 2004).
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 untuk menjamin
kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur
resmi. Pengadaan barang dapat melalui 2 cara yaitu pembelian dan konsinyasi.
Pembelian barang di apotek sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan
setempat. Prosedur pembelian meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
1. Persiapan
Pengumpulan data obat dan perbekalan farmasi yang akan dipesan
berdasarkan bukudefecta (buku barang habis) baik dari bagian penerimaan resep,
obat bebas maupun dari gudang.
2. Pemesanan
Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pemesanan (SP) untuk setiap
supplier. Surat pemesanan di Apotek ada tiga macam yaitu surat pesanan narkotika,
8
surat pesanan psikotropika, dan surat pesanan untuk obat selain narkotika dan
psikotropika. SP minimal dibuat 2 rangkap (untuk supplier dan arsip apotek) dan
ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama dan nomor SP serta cap
apotek. SP pembelian Narkotik dibuat 5 rangkap, 1 lembar merupakan arsip untuk
administrasi apotek dan 4 lembar dikirim ke PBF Kimia Farma, selanjutnya PBF
Kimia Farma menyalurkan kepada kepala Dinas kesehatan Kota/Kabupaten, BPOM
dan penanggungjawab Narkotika di Depot Kimia Farma Pusat. Satu lembar surat
pesanan untuk memesan satu jenis narkotika. SP untuk psikotropika, format telah
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan, dibuat rangkap 3, satu lembar (asli) untuk PBF dan
dua lembar (tembusan) untuk arsip apotek dan pengecekan barang datang. Dalam satu
SP dapat memuat lebih dari satu item obat, pemesanan bisa dilakukan selain PT.
Kimia Farma.
3. Barang yang datang dicocokkan dengan faktur dan SP (Surat Pesanan).
Faktur tersebut rangkap 4-5 lembar, dimana untuk apotek diberikan 1 lembar sebagai
arsip, sedangkan yang lainnya termasuk yang asli dikembalikan ke PBF yang akan
digunakan untuk penagihan dan arsip PBF. Faktur tersebut berisikan nama obat,
jumlah obat, harga obat, bonus atau potongan harga, tanggal kadaluarsa, dan tanggal
jatuh tempo. Faktur ini dibuat sebagai bukti yang sah dari pihak kreditur mengenai
transaksi penjualan (Hartini dan Sulasmono, 2007).
Konsinyasi merupakan suatu bentuk kerja sama antara Apotek dengan suatu
perusahaan atau distributor yang menitipkan produknya untuk dijual di apotek,
misalnya alat kesehatan, obat-obat baru, suplemen kesehatan, atau sediaan farmasi,
dan perbekalan kesehatan yang baru beredar di pasaran. Setiap dua bulan sekali
perusahaan yang menitipkan produknya akan memeriksa produk yang dititipkan di
apotek, hal ini bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah produk yang terjual pada
setiap dua bulannya. Pembayaran yang dilakukan oleh apotek sesuai jumlah barang
yang laku. Apabila barang konsinyasi tidak laku, maka dapat diretur/dikembalikan ke
distributor/perusahaan yang menitipkan.
9
Golongan Obat yang disediakan di Apotik
Jenis- jenis perbekalan farmasi (khususnya obat) yang terdapat di apotik
terdiri dari beberapa macam golongan obat sesuai dengan fungsi dan efek yang
ditimbulkannya, yang apa bila tidak ada tanda perbedaan dan kata peringatan yang
melekat pada wadah obat, maka bisa jadi penggunaan obat oleh masyarakat menjadi
tidak tepat. Penggunaan obat dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat itu
sendiri, yang pada akhirnya juga menjadi tanggung jawab pemerintah. Begitu juga
halnya dengan cara penyerahan obat dari apotik atau took obat pada konsumen.
1. Obat Bebas
Obat Bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep
dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi
hitam, contohnya paracetamol, antasida, asam mefenamat.
10
Logo Obat Bebas Terbatas
11
5. Obat Narkotik
Obat Narkotik adalah zat auatu obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Penandaannya lingkaran berwarna
merahyang didalamnya terdapat palang berwarna merah. Obat Narkotik dibagi 3
golongan.
a. Golongan I antara lain:Tanaman Papaver Somniverum, opium mentah,
tanaman Cannabis (ganja).
b. Golongan II antara lain: fentanil, morphin, pethidin.
c. Golongan III antara lain: Kodein.
12
lembar surat pesanan dapat digunakan untuk memesan lebih dari satu macam obat
asalkan pemesanan tersebut ditujukan untuk satu distributor atau PBF saja.
Penggunaannya pada apotek harus dilaporkan setiap bulan (selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya) ke Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur BBPOM Surabaya,
Kepala BPOM Propinsi Jawa Timur dan arsip apotek (Umar, 2005).
13
c. Simpan obat tanpa tanggal kadaluwarsa dengan menggunakan prosedur FIFO
(First In First Out). Barang yang baru diterima ditempatkan dibelakang barang
yang sudah ada
d. Buang obat yang kadaluwarsa dan rusak dengan dibuatkan catatan pemusnahan
obat, termasuk tanggal, jam, saksi dan cara pemusnahan.
14
1. Masalah keamanan dan bahaya kebakaran merupakan resiko terbesar
dari penyimpanan.
2. Pemberdayaan karyawan seefektif mungkin untuk menghindari pemborosan waktu
yang berdampak pula pada keuangan.
3. Penggunaan ruangan yang tersedia seefisien mungkin, baik dari segi
besarnya ruangan dan pembagian ruangan.
4. Pemeliharaan gedung dan peralatan sebaik mungkin.
15
perencanaan obat karena akan manjadi acuan dokter dalam memberikan
terapinya.
16
periode, atau dikenal dengan istilah volume tahunan rupiah. Suatu item tertentu
dikatakan lebih penting dari item yang lain, karena item itu memiliki niali investasi
yang lebih tinggi. Konsekuensinya, item itu mendapat perhatian yang lebih besar
dibandingklan item yang lain yang memiliki nilai investasi lebih rendah. Kriteria
masing-masing kelas dalam klasifikasi ABC, sebagai berikut :
1. Kelas A persediaan yang memeiliki nilai volume tahunan rupiah yangv tinggi.
Kelas ini mewakilisekitar 70% dari total nilai persediaan, meskipun
jumlahnya hanya sedikit, bisa 20% dari seluruh item. Persediaan yang
termasuk dalam kelas ini memerlukan perhatian yang tinggi dalam
pengadaannya karena berdampak biaya yang tinggi. Pemeriksaan dilakukan
2. Kelas B persediaan dengan nilai volume tahunan rupiah yang m,enegah.
Kelompok ini mewakili sekitar 20% dari nilai persediaan tahunan, dan sekitar
30% dari jumlah item. Disini diperlukan teknik pengendalian yang moderat.
3. Kelas C barang yang nilai volume tahunan rupiahnya rendah,yang hanya
mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 50%
dari jumlah item persediaan. Disini diperlukan teknik pengendalian yang
sederhana, pemeriksaan hanya dilakukan sekali-kali. Nilai persentase diatas
tidak mutlak, namun tergantung dari kebijakan perusahaan. Demikian pula
jumlah kelas, tidak terbatas pada tiga kelas,
(Rangkuti,1996)
17
2. Barang medium moving, merupakan barang - barang yang aliran barangnya
sedang sedang saja, yang berarti tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
Biasanya barang ini akan berada di gudang dalam waktu yang relative lebih
lama jika dibandingkan dengan barang-barang fast moving.
3. Barang slow moving, merupakan barang barang dengan aliran barang yang
sangat lambat, sehingga biasanya barang-barang yang slow moving ini akan
tersedia di gudang dalam jangka waktu lebih lama di bandingkan dengan
medium moving.
Aliran barang ini harus sangat diperhatikan dalam menjalankan management
persediaan. Dengan memperhatikan kecepatan aliran barang tersebut diharapkan
alinea barang yang ada di gudang menjadi lanacar. Untuk barang fast moving dijaga
agar persediaan di gudang tidak kehabisan sehingga tidak mengecewakan konsumen,
sedangkan untuk barang slow moving dijaga agar tidak terjadi penumpukan barang
yang tidak perlu digudang.
18
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Pada makalah ini pengenai penggelolaan dan pengendalian persediaan apotek,
sebagai beriku:
1. Obat-obat yang disediakan di apotik antara lain: obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras, obat psikotropika, dan obat narkotika.
2. Pengelolaan obat dilakukan dengan cara perencaan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat.
3. Pengendalian persediaan dapat dilakukan dalam berbagai cara, antara lain
dengan menggunakan analisis nilai persediaan, biasanya dibedakan
menjadi tiga kelas yaitu A, B, dan C.
4. Pengelolaan dan pengandalian sediaan obat di apotik bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan konsumen dalam pelayanan obat yang efektif dan
efesien.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami paparkan bahwa,dalam pengendalian dan
pengelolaan persediaan apotek haruslah diawasi dengan benar, hal ini dapat
mengahambat proses pelayanan kepada pasien.
19
DAFTAR PUSTAKA
20
10. Suciati, S., Wiku, A., 2006, Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC
Indeks Kritis di Gudang Farmasi, Universitas Indonesia, Jakarta
11. Rangkuti, Freddy. 1996. Manajemen Persediaan : Aplikasi di Bidang Bisnis.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
12. Umar, M., Drs., Apt., MM., 2005, Manajemen Apotek Praktis. Cetakan I. CV.
Ar-Rohman, Solo
13. Warman. Jhon., 2004. Management pergudangan. Pustaka sinar harapan.
Jakarta.
21