Anda di halaman 1dari 12

REVISI

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II

Topik : Penuangan Logam (Casting)


Kelompok : A6
Tgl. Praktikum : Senin, 11 September 2017
Pembimbing : Moh.Yogiartono, drg., M.Kes.

Penyusun :
NO. NAMA NIM
1. NATASHA WINONA A. 021611133027
2. FIKA AISYAH YURIKE DALU 021611133028
3. AILANI SABRINA 021611133029
4. JESICA CEREN KRISTIANE P. 021611133030
5. AYULFA PUTRI ARDANTI 021611133031

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017

1
1. TUJUAN
Tujuan dari praktikum penuangan logam (casting) adalah sebagai berikut:
- Mahasiswa mampu melakukan penuangan logam campur dengan benar
- Mahasiswa mampu menganalisa hasil tuangan berdasarkan pengamatan.
2. BAHAN DAN ALAT
2.1 Bahan
a. Logam campur Cu alloy
2.2 Alat
a. Glas Slab
b. Kompor
c. Oven
d. Alat tuang sentrifugal dan crucible casting
e. Blow torch
f. Penjepit bumbung tuang
g. Pinset kecil
h. Pisau model
i. Pisau malam
j. Kaliper
k. Master die

Gambar 2.1 Alat Penuangan Logam (Casting)

3. CARA KERJA
3.1. Persiapan Alat
a. Kompor sudah siap dinyalakan.

2
b. Glass slab dalam keadaan bersih.
c. Pinset besar dan kecil disediakan.
d. Preheating furnace (oven) sudah dinyalakan.
e. Alat casting setrifugal sudah dalam keadaan siap dengan cara diputar
sebanyak 3 putaran.
f. Crucible casting dimasukan ke dalam preheating furnace.
3.2. Burn Out dan Preheating
a. Bumbung tuang yang berisi bahan tanam dilepas dari crucible former.
b. Buang malam dengan cara : bumbung tuang diletakkan di atas kompor
dengan posisi bagian datar dari bumbung tuang menghadap ke atas,
sedangkan bagian yang cekung menghadap ke bawah api) dengan sudut
45o .
c. Api kompor dinyalakan, bumbung ruang dibiarkan terbakar hingga malam
habis.
d. Setelah malam diperkirakan telah habis, bumbung tuang diambil dan
diletakkanterbalik dengan posisi bagian cekung diatas. Pastikan malam ter
bakar habis.Pengecekan dilakukan dengan cara segera menutupkan glass
lab atau kaca pada bagiancekung bumbung tuang. Jika setelah diangkat
kaca tidak buram, maka malam telahterbakar habis. Namun jika kaca
terlihat bura, maka ini disebabkan adanya uap air menempel pada kaca,
maka pembakaran malam diulangi sampai malam benar-benar habis
terbakar.
e. Oven dinyalakan, kemudian bumbung tuang yang malamnya telah terbakar
habis dimasukkan dalam oven. Pintu oven ditutup dan dibiarkan sampai
mencapai suhu 750o C.
3.3 Pengecoran (Casting)
a. Alat tuang sentrifugal disiapkan dengan cara memutar 3 kali alat
tersebut kemudian ditahan dengan menaikan kenop pemutar.
b. Cawan tuang (crucible casting) panas diletakan pada alat tuang
sentrifugal, kemudian logam yang akan dituang diletakkan dalam cawang
tuang.

3
c. Cawan tuang dikeluarkan dari oven, bumbung tuang diletakan pada alat
tuang sentrifugal.
d. Logam dipanaskan dengan api torch sampai cair, kemudian kenop ditekan,
alat tuangakan berputar.
e. Setelah logam masuk ke dalam bumbung tuang, putaran alat diperlambat
dengan caramenekan porusnya sampai alat tuang berhenti berputar.
f. Bumbung tuang diambil, diletakkan dan didiamkan sejenak.
g. Setelah dingin hasil tuangan dikeluarkan dari dalam bumbung tuang
dan dibersihkandari bahan tanam dibawah air mengalir.
h. Hasil tuangan diambil dan diberi tanda sesuaikan dengan tanda waktu
penanaman, hasiltuangan dimasukkan pada alat cetak malam.
i. Dikelompokan berdasarkan rasio bubuk dan air bahan tanam dan
dipisahkan bila adahasil tuangan yang mengalami kegagalan. Setelah itu
ukur marginal fit dengan menggunakan jangka sorong.

4. HASIL PRAKTIKUM

Tabel 4.1 hasil praktikum


Percobaan W/P Ratio Marginal Ada /tidak Bintil Sayap
gipsum space (mm) porositas
1 Normal 1 mm Tidak ada Ada Tidak ada
2 Encer 1,9 Tidak ada Ada Tidak ada
3 Kental 1,5 Tidak ada Ada Tidak ada

Pada w/p ratio normal didapatkan hasil mould dengan marginal space 1 mm,
tidak berporus, tidak bersayap dan terdapat bintil dan permukaan sedikit kasar.
Pada w/p ratio encer didapatkan marginal space sebesar 1,9 mm, tidak porus,tidak
bersayap, dan ada bintil kecil. Dan pada w/p ratio kental diperoleh marginal space
sebesar 1,5 mm, tidak ada porus, berbintil kecil, tidak bersayap.

4
5. PEMBAHASAN
Casting adalah suatu kegiatan laboratorik yang menggunakan suatu alat
dengan daya sentrifugal dengan mencetak mould dengan tujuan untuk membuat
inlay, onlay, crowns, bridges, dan removable partial dentures (Sakaguchi &
Powers 2012, p. 309). Perlakuan saat melakukan casting berbeda-beda tergantung
dari bahan tanam tuang yang digunakan. Teknik casting yang menggunakan
bahan tanam gypsum-bonded pada umumnya dikategorikan sebagai teknik
thermal atau higroskopik. Teknik ini dilakukan dengan melakukan burn out pada
ring setelah bahan tanam tuang sudah setting dengan menggunakan suhu yang
relatif tinggi (Sakaguchi & Powers, 2012, Hal.314).

Burn out dan Preheating


Tahap awal yang dilakukan adalah pembuangan malam (burn out).
Bumbung tuang dimiringkan dengan sudut 45o agar memudahkan keluarnya
malam dari cetakan. Pada tahap ini, bumbung tuang harus benar-benar dipastikan
bersih dari malam, dengan menggunakan glass slab. Apabila terdapar uap air, itu
berasal saat dihemihidrat kembali ke bentuk hemihidratt dan terbentuklah kembali
uap air (Anusavice, 2013, Hal.183).
Tahap selanjutnya yaitu memanaskan bumbung tuang (preheating).
Pemanasan cetakan bahan tanam tuang harus diilakukan pada tingkat yang
memungkinkan uap dan gas-gas lain dibebaskan tanpa meretakkan cetakan.
Cetakan yang dipanaskan cukup untuk memungkinkan terjadinya ekspansi termal
serta shu ini tidak dibiarkan turun secara signifikan sebelum pengecoran dimulai.
Ini menandakan bahwa cetakan harus dipanaskan sampai sekitar 750oC untuk
memungkinkan pendinginan yang mungkin terjadi sebelum pengecoran dimulai
keseimbanagn antara suhu logam cair dan suhu cetakan penting dalam hal
membuat sebuah casting yang lengkap dan akurat dengan struktur butir halus
(McCabe, 2008, Hal.80). Dibutuhkan suhu 750 oC karena disesuaikan dengan titik
lebur logam dan kekuatan bahan tanam tuang terhadap panas
Suhu yang kurang saat proses pembakaraan mould di dalam oven dapat
mengakibatkan masih adanya sisa-sisa malam yang tertinggal di dalam mould.
Adanya sisa-sisa malam menyebabkan terjadinya porositas pada hasil casting

5
karena terbentuuk gas yang berasal dari terjadinya kontak antara sisa-sisa karbon
dari malam dengan bahan alloy yang panas. Kadang-kadang pada hasil casting
terdapat karbon yang melekat cukup kuat sehingga sulit untuk dibersihkan
(Anusavice, 2013, Hal.224).
Sedangkan suhu yang terlalu tinggi saat proses pembakaran mould di
dalam oven dapat menyebabkan terjadinya kehancuran pada bahan tanam tuang
gypsum-bonded sehingga permukaan mould menjadi kasar. Hal ini terjadi akibat
lepasnya sulphur sehingga permukaan menjadi kasar. Kontaminasi sulphur ini
merupakan salah satu penyebab permukaan hasil casting tidak dapat dilakukan
pickling (Anusavice, 2013, Hal.224).
Tujuan burnout/preheating:
a. Menghilangkan malam
b. Mendapatkan ekspansi termal

Casting dan Quenching


Dalam proses casting, logam harus cukup panas untuk memastikan bahwa
logam telah mencair dengan sempurna saat casting, namun tidak terlalu panas
karena akan teroksidasi dan tertundanya kristalisasi ketika logam sampai pada
bagian dari cetakan yang sulit terjangkau atau mempengaruhi interaksinya dengan
dinding cetakan. Suhu dari cetakan juga harus cukup panas untuk memastikan
eskpansi sempurna dari cetakan dan untuk mencegah kristalisasi sebelum
waktunya yang menyebabkan pengisian cetakan yang tidak sempurna (McCabe,
2008, Hal.80).
Penggunaan centrifugal casting machine untuk memasukkan alloy ke
dalam bahan tanam tuang secara efektif yang memanfaatkan gradien tekanan
hisdrostatik yang terjadi pada proses sentrifugal ini. Gradien tekanan dimulai pada
ujung dari casting (daerah dekat permukaan bahan tanam tuang dan yang biasanya
adalah rongga sempit atau sisi tajam) dengan tekanan yang terlalu tinggi lalu
menurun sampai menjadi nol pada bagian crucible form bahan tanam tuang.
Tekanan ini menyebabkan terjadinya juga perpindahan panas pada ujung casting,
sehingga membuat proses solidification terjadi dari ujung yang paling runcing

6
(rongga sempit, tepi yang tipis, atau bagian paling ujung) ke tempat crucible form
(daerah pengisian) (Anusavice, 2013, Hal.220).
Mesin casting diputar 2-5 putaran tergantung dari ukuran cetakan, jika
cetakan besar maka perlu putaran yang lebih banyak. Casting crucible dipanaskan
terlebih dahulu dengan torch agar pemanasan logam menjadi lebih cepat. Logam
dicairkan dengan torch di casting crucible yang menempel pada broken arm
dari mesing casting dan logam diposisikan bersebelahan agar keduanya
mengalami pemanasan yang rata. Broken arm berfungsi untuk mempercepat
kecepatan rotasi awal dari crucible dan casting ring yang mana akan menambah
kecepatan logam cair masuk ke dalam cetakan (Anusavice, 2013, Hal.220).

Gambar 5.1 Zona api : (A) Mixing Zone (gabungan combustion dan noncombustion, (B) Zona
combustion, (C) Zona reduksi, (D) Zona oksidasi (Manappalil, 2010, Hal.259)

Zona api pada blow torch yang digunakan untuk melelehkan logam harus
pada zona yang benar. Zona yang pertama adalah zona pencampuran, yaitu zona
terjadinya pencampuran gas dan udara sehingga tidak ada panas yang dihasilkan.
Zona selanjutnya adalah zona combustion, zona ini berwarna hijau dan terjadi
pembakaran sebagian serta memiliki sifat mengoksidasi. Zona yang mengelilingi
zona combustion adalah zona reduksi. Zona yang berwarna biru ini merupakan
zona terpanas dan tidak mengkontaminasi logam sehingga zona ini digunakan
untuk melelehkan logam. Zona terluar adalah zona oksidasi, pembakaran terjadi
dengan oksien di sekitarnya dan berwarna merah atau orange (Manappalil, 2010,
Hal.259).
Ketika zona reduksi berkontak dengan logam, maka permukaan logam
akan membara dan mengkilat. Logam yang telah cair diasumsikan sebagai
bentukan bulat. Pada suhu casting yang tepat, logam yang cair berwarna orange
muda dan cenderung bergerak mengikuti api. Pada titik ini, logam harusnya
berada di suhu sekitar 38oC sampai 66oC di atas suhu cairnya. Casting harus
segera dibuat saat suhu yang sesuai tercapai (Anusavice, 2013, Hal.222).

7
Cracking dapat terjadi akibat overheating. Pada saat overheating bagian
luar crucible casting akan lebih panas daripada bagian dalam sehingga bagian luar
akan mengalami ekspansi yang lebih daripada bagian dalam. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya tensile stress yang berlanjut cracking.
Beberapa defect atau kerusakan pada hasil casting antara lain :
a. Marginal space
Semua logam hasil casting memiliki marginal space, sehingga seluruh
logam hasil casting tidak memenuhi marginal fit. Final fits dari casting
tergantung pada keseimbangan antara ekspansi dan kontraksi yang terjadi selama
pembuatannya. Perubahan-perubahan dimensional utama meliputi shrinkage dari
casting alloy yang harus dikompensasi dengan ekspansi setting, serta ekspansi dan
inversi termal dari investmen. Tidak memanaskan mould investmen pada suhu
yang cukup tinggi mengakibatkan kompensasi yang tidak mencukupi untuk
shrinkage casting. Faktor lain seperti pemilihan material impresi dan teknik
impresi mempengaruhi hasil akhir (McCabe and Walls, 2008, Hal.82-83).
Marginal space dapat terjadi karena terjadi shrinkage. Untuk menghindari
shrinkage yang dapat menyebabkan marginal space, maka diperlukan pemberian
liner pada gypsum. Pemberian dua liner akan memberikan setting dan thermal
expansion yang lebih bagus daripada satu liner. Selain itu, untuk mengontrol
ekspansi, dapat pula dilakukan variasi pada W/P ratio, di mana semakin rendah
W/P ratio, semakin besar potensi gypsum untuk ekspansi. Sedangkan adonan
gypsum yang encer akan memberikan ekspansi yang kecil (Anusavice, 2013, Hal.
216).
b. Porositas
Semua proses casting mempunyai kemungkinan terjadinya porositas
dengan jumlah tertentu. Porositas yang dihasilkan harus diminimalisir karena
porositas dapat mempengaruhi bentuk fisik dari hasil casting (Anusavice dkk.,
2013, Hal.227).
Berikut ini adalah beberapa penyebab terbentunknya porus dalam proses
casting:
1. Potongan bahan tanam yang rusak atau partikel kotoran yang terjatuh dalam
sprue selama proses casting dapat tertanam dalam casting dan menghasilkan

8
lubang pada permukaan. Porositas juga dapat terjadi jika gas yang terbentuk
saat alloy dipanaskan berkontak dengan sisa karbon (Mc Cabe and Walls,
2008, Hal.82).
2. Porositas yang lebih besar dapat juga disebabkan oleh gas yang yang
tersumbat pada semburan api yang tidak diatur dengan baik atau operator
menggunakan zona api oksidasi bukan zona api reduksi (Anusavice and
Kenneth J, 2013, Hal.226).
3. Gelembung udara yang terperangkap pada permukaan dalam dari casting
disebut dengan back pressure porosity. Back pressure porosity dapat
meyebabkan cekungan yang cukup besar. Hal ini dikarenakan karena
ketidakmampuan udara untuk keluar melalui pori-pori dalam investment atau
karena perbedaan tekanan yang memindahkan pocket udara ke ujung bahan
tanam melalui sprue yang mencair (Anusavice and Kenneth J, 2013,
Hal.227).
4. Porositas gaseous dalam casting diproduksi oleh gas yang larut dalam alloy
cair. Tembaga, emas, perak, platinum, dan khususnya paladium, melarutkan
oksigen dalam keadaan cair. Pada saat pendinginan, alloy membebaskan
beberapa gas yang diserapnya namun masih ada gas terjebak sampai alloy
menjadi kaku. Jenis porositas ini dapat mempengaruhi seluruh bagian casting.
Efeknya dapat dikurangi dengan menghindari overheating alloy atau dengan
melakukan casting pada atmosfer yang bersifat gas inert atau vakum (Mc
Cabe and Walls, 2008, Hal.82).
Proses burnout yang baik dan benar, suhu cetakan dan casting yang
memadai, tekanan casting yang cukup tinggi, dan perbandingan L/P yang benar
dapat meminimalisir atau mengurangi udara yang terjebak (Anusavice dkk., 2013,
Hal.227)
c. Bintil
Bintil adalah penggelembungan pada hasil casting yang terlihat sebagai
bola bola dari kelebihan material yang melekat pada permukaan cor. Keadaan
ini menggambarkan bahwa adanya porositas permukaan di dalam investmen (Mc
Cabe dkk., 2008, Hal.81).
d. Sayap

9
Bentuk sayap terjadi karena laju pemanasan yang terlalu cepat. Pemanasan
yang terlalu cepat dapat menyebabkan retaknya bahan tanam. Pada keadaan ini,
lapisan luar dari bahan tanam menjadi panas sebelum bagian dalamnya.
Akibatnya, lapisan luar mulai mengalami ekspansi karena panas, menimbulkan
internal stress pada lapisan luar yang melawan tekanan tarik pada bagian tengah
dari mold. Penyebaran tekanan seperti ini menyebabkan bahan tanam yang rapuh
retak dari dalam ke luar dalam bentuk retakan seperti jari jari dan juga
menghasilkan bentukan sayap atau duri (Anusavice, 2013, Hal. 218).
Sayap terjadi ketika bumbung tuang di panaskan terlalu cepat pada
furnance. Hal ini menyebabkan bumbung tuang untuk retak. Logam yang sudah
dipanaskan mengalir pada retakan dan membentuk sayap. Efek gelembung pada
casting menyebabkan porositas pada hasil cetakan. Sayap dan gelembung dapat
memperlambat waktu penyelesaian casting dan bila kecacatan terjadi pada area
mahkota perlu dilakukan penuangan kembali (Mc Cabe, 2008, Hal. 81-83).
e. Distorsi
Distorsi terjadi akibat investment yang mengeras disekitar malam.
Konfigurasi pola, tipe malam dan ketebalan memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap terjadinya distorsi. Sebagai contoh, distorsi meningkat akibat dari
ketebalan pola yang menipis. Semakin rendah setting expansion dari investment,
semakin rendah kemungkinan distorsi (Anusavice, 2013, Hal. 223).
f. Porositas
Rongga atau porositas dapat terjadi jika gas yang terbentuk saat alloy
dipanaskan berkontak dengan sisa karbon (Annusavice, 2013, hal 217). Porositas
berbentuk bulatan yang lebih besar dapat disebabkan oleh gas yang dikeluarkan
oleh semburan api tidak diatur dengan baik, atau penggunaan zona oksidasi dari
semburan api bukan zona reduksi (Annusavice, 2013, Hal. 226).
Porositas karena udara yang terjebak pada permukaan dalam
casting disebut sebagai porositas back pressure, yang dapat menghasilkan
cekungan yang besar. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan udara di dalam
mould untuk keluar melalui pori bahan tanam atau karena perbedaan tekanan
yang memindahkan pocket udara ke ujung bahan tanam melalui sprue yang
mencair (Annusavice, 2013, hal 227).

10
g. Bentuk Cetakan yang Tidak Utuh
Pada hasil praktikum yang kami lakukan terbentuk tuangan yang tidak
lengkap. Hal ini dikarenakan oleh terhalangnya logam cair untuk mengisi mold
secara utuh. Ada dua faktor yang dapat menghambat jalannya logam cair yaitu
mold yang kurang terventilasi dan flow yang rendah dari logam cair. Maksud dari
ventilasi yang kurang yaitu logam cair berhubungan langsung dengan tekanan
balik yang dikeluarkan oleh udara di dalam mold. Jika udara tidak dapat
dikeluarkan dengan cepat, logam cair tidak dapat memasuki mold sebelum
mengeras (McCabe, 2008, Hal. 81-82).

Memutar lengan alat tuang sentrifugal 3 kali


Lengan alat tuang sentrifugal diputar 2-5 kali (disesuaikan dengan berat
logam). Alloy akan mencair setelah dipanaskan dengan blow torch di dalam
cawan tuang (crucible casting). Sifat lengan ini akan mempercepat putaran awal
dari crucible dan casting ring, sehingga meningkatkan kecepatan linear dari
logam cair ketika logam memasuki cetakan. (Anusavice, 2013, Hal. 220)

Quenching
Proses quenching adalah dimasukkannya bahan tanam ke dalam air.
Quenching berfungsi untuk mempertahankan susunan atom pada suhu ruang
(Anusavice, 2013, Hal.587-588). Pada proses quenching, terjadi thermalshock
sehingga ikatan molekul lebih rapat. Hal ini membuat hasil cetakan menjadi padat
dan kuat. Logam yang didinginkan pada suhu ruang secara perlahan dapat
mengalami pengerasan sebelum waktunya. Sebelum melakukan casting, bumbung
tuang harus dilembutkan dengan mendinginkan secara cepat dari suhu 600oC.
Pada proses quenching, terjadi pula degranulasi material gypsum. Ketika terjadi
degranulasi, ikatan kimia putus sehingga molekul lepas. Hal ini memudahkan saat
akan melepas logam hasil cetakan dari bahan tanam (Sakaguchi, 2008, Hal. 67-
68). Quenching merupakan proses perubahan struktur dari anile menjadi keras.
Quenching dilakukan memiliki beberapa tujuan yang dapat diraih, yaitu
membuat alloy pada kondisi yang anil (lunak) untuk burnishing, polishing, dan
perlakuan lainnya yang serupa. Kondisi ini tercapai karena proses quenching

11
membuat lebih banyak terbentuknya nuclei sehingga menghasilkan partikel yang
kecil-kecil yang pada akhirnya menghasilkan metal alloy yang lebih keras, dan
memiliki nilai yield stress yang tinggi. Ketika air berkontak dengan bahan tanam
tuang yang panas, terjadi reaksi yang mengasilkan bahan tanam tuang menjadi
lunak, bergranul dan hasilnya akan mempermudah pembongkaran (Anusavice,
2013:222, McCabe, 2008, Hal.55).

Pengaruh W/P ratio


W/P Ratio bahan tanam tuang dan air harus diukur secara akurat. Semakin
tinggi W:P ratio, maka hasil pengecoran dapat menjadi lebih kasar dan timbul
bintil. Sebaliknya jika air terlalu sedikit, hasilnya akan menjadi sangat tebal
sehingga tidak dapat masuk dengan fit ke dalam model. W/P ratio yang tidak pas
dapat menimbulkan marginal space karena hasil pengecoran yang tidak halus dan
juga terlalu tebal (Annusavice,2013, Hal. 224).

6. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan ini, dapat disimpulkan bahwa W/P ratio dari bahan
tanam tuang dapat mempengaruhi marginal space dari hasil casting logam.
Semakin besar W/P ratio maka ekspansi bahan tanam tuang semakin kecil dan
didapatkan marginal space yang lebih besar. Sedangkan, jika W/P ratio semakin
kecil, maka ekspansi bahan tanam tuang lebih besar, dan didapatkan marginal
space yang lebih kecil

12

Anda mungkin juga menyukai