DI INDONESIA
Abstrak
Akhir akhir ini telah terjadi penurunan kualitas lingkungan Daerah Aliran Sungai
(DAS) di Indonesia sebagai akibat dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang tidak
ramah lingkungan dan meningkatnya potensi ego-sektoral dan ego-kewilayahan. Pengelolaan
DAS yang salah satunya adalah penyusunan arahan fungsi pemanfaatan lahan harus
dilakukan secara terpadu dan disepakati oleh para pihak (stake holders) sebagai dasar dalam
penyusunan rencana pembangunan wilayah. Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukan dan fungsinya dapat menimbulkan kerusakan lingkungan DAS. Oleh karena
itu perlu adanya pengelolaan daerah aliran sungai untuk mengembalikan kualitas DAS
tersebut.
Pendahuluan
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu sistem kompleks yang dibangun
atas sistem fisik (physical systems), sistem biologis (biological systems) dan sistem manusia
(human systems) yang saling terkait dan berinteraksi satu sama lain. Tiap komponen
dalam sistem/sub sistemnya memiliki sifat yang khas dan keberadaannya berhubungan
dengan komponen lain membentuk kesatuan sistem ekologis (ekosistem). Dengan
demikian jika terdapat gangguan atau ketidakseimbangan pada salah satu komponen
maka akan memiliki dampak berantai terhadap komponen lainnya.
Pentingnya posisi DAS sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi
logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya hutan, tanah dan air. Kurang
tepatnya perencanaan dapat menimbulkan adanya degradasi DAS yang mengakibatkan buruk
seperti yang dikemukakan di atas. Dalam upaya menciptakan pendekatan pengelolaan DAS
secara terpadu, diperlukan perencanaan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan dengan mempertimbangkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan.
Dengan demikian bila ada bencana, apakah itu banjir maupun kekeringan,
penanggulangannya dapat dilakukan secara menyeluruh yang meliputi DAS mulai dari
daerah hulu sampai hilir.
Menjaga dan memperbaiki fungsi hidrologi suatu di Daerah Aliran Sungai (DAS)
menjadi perhatian pamangku kepentingan daerah, khususnya pemerintah setempat. Untuk
itu adanya alat dan indikator yang dapat digunakan untuk menilai baik tidaknya fungsi
hidrologi suatu DAS sangatlah penting. Salah satu cara untuk menilai kondisi DAS adalah
dengan menggunakan model hidrologi. suatu model hidrologi yang merupakan tiruan suatu
sistem hidrologi menjadi sangat kompleks karena terdapat banyak komponen dan proses yang
terlibat.
Ekosistem DAS
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan
wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima,
mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak
sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau.
Pengertian DAS sendiri dapat dipahami tidak hanya dari sudut pandang fisik tetapi
juga dari sudut pandang institusi. Menurut Kartodihardjo, dkk (2004), secara fisik DAS
didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah yang dibatasi secara alamiah oleh
punggung bukit yang menerima dan mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta
mengalirkannya melalui sungai utama dan keluar pada satu titik outlet. Batasan tersebut
menunjukkan bahwa di dalam DAS terdapat wilayah yang berfungsi menampung dan
meresapkan air (wilayah hulu) dan wilayah tempat air hampir berakhir mengalir
(wilayah hilir).
Dari definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana
unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di
dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Selain itu
pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang
menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara
umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum
dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan seminimum mungkin.
Sejak tahun 1970-an degradasi DAS berupa lahan gundul, tanah kritis, erosi pada
lereng-lereng curam baik karena dimanfaatkan sebagai lahan pertanian maupun penggunaan
lahan lain seperti permukiman dan pertambangan sebenarnya telah memperoleh perhatian
pemerintah Indonesia. Namun proses degradasi tersebut terus berlanjut karena tidak adanya
keterpaduan tindak dan upaya yang dilakukan dari sektor atau pihak-pihak yang
berkepentingan dengan DAS.
Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik antar
sumberdaya alam terutama vegetasi, tanah dan air dengan sumberdaya manusia di DAS dan
segala aktivitasnya untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan jasa lingkungan bagi
kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS. Pengelolaan DAS pada
prinsipnya adalah pengaturan tata guna lahan atau optimalisasi penggunaan lahan untuk
berbagai kepentingan secara rasional serta praktek lainnya yang ramah lingkungan sehingga
dapat dinilai dengan indikator kunci (ultimate indicator) kuantitas, kualitas dan kontinuitas
aliran sungai pada titik pengeluaran (outlet) DAS. Jadi salah satu karakteristik suatu DAS
adalah adanya keterkaitan biofisik antara daerah hulu dengan daerah hilir melalui daur
hidrologi.
Berdasarkan indikator kunci dan indikator lainnya (lahan, sosek dan kelembagaan)
yang sudah ditetapkan maka diketahui tingkat kerusakan DAS yang kemudian perlu
ditetapkan prioritas penanganannya. DAS-DAS Prioritas I adalah DAS-DAS yang prioritas
pengelolaannya paling tinggi karena menunjukkan kondisi dan permasalahan biofisik dan
sosek DAS paling kritis atau tidak sehat. Prioritas II adalah DAS-DAS yang prioritas
pengelolaannya sedang, sedangkan DAS prioritas III dianggap kurang prioritas untuk
ditangani karena kondisi biofisik dan soseknya masih relatif baik (tidak kritis) atau DAS
tersebut dianggap masih sehat .
Tingkat kekritisan DAS sangat berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat
petani di daerah tengah hingga hulu DAS terutama jika kawasan hutan dalam DAS tidak luas
seperti DAS-DAS di pulau Jawa dan Bali. Tingkat kesadaran dan kemampuan ekonomi
masyarakat petani yang rendah akan mendahulukan kebutuhan primer dan sekunder
(sandang, pangan, dan papan) bukan kepedulian terhadap lingkungan sehingga sering terjadi
perambahan hutan di daerah hulu DAS, penebangan liar dan praktik-praktik pertanian lahan
kering di perbukitan yang akan meningkatkan kekritisan DAS.
Tantangan pengelolaan daerah aliran sungai ke depan sebagai mana disebutkan dalam
Kerangka Kerja Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Di Indonesia (Departemen Kehutanan RI.
2008) adalah :
1. Degradasi hutan dan lahan,
2. Ketahanan Pangan, energi dan air,
3. Kesadaran dan kemampuan para pihak,
4. Otonomi Daerah, dan
5. Kebijakan Nasional.
Berikut ini adalah kegiatan yang relevan dengan pengelolaan DAS untuk menjamin
kelestarian serta adanya peran para pengelola yang terlibat.
a. Pemeliharaan Preventif
Melakukan pemeliharaan rutin, berkala dan perbaikan kecil untuk mencegah
terjadinya kerusakan prasarana pengairan yang lebih parah.
b. Pemeliharaan Korektif
Melakukan perbaikan besar, rehabilitasi dan reaktifikasi dalam rangka
mengembalikan atau meningkatkan fungsi prasarana pengairan.
c. Pemeliharaan Darurat
Melakukan perbaikan sementara yang harus dilakukan secepatnya karena kondisi
mendesak/darurat (karena kerusakan banjir dsb- nya).
d. Pengamatan Instrumen Keamanan Bendungan
Melakukan pengamatan instrumen keamanan bendungan (phreatic line, pore pressure
dan lain-lain) serta menganalisis hasil pengamatan tersebut untuk mengetahui adanya
penurunan (settlement), rembesan (seepage) atau perubahan ragawi lainnya terhadap
bendungan.
4. Pengendalian Banjir
a. Pemantauan dan Prediksi Banjir
Melakukan pemantauan dan pengolahan data hidrologis, membuatprediksi iklim,
cuaca dan banjir dengan menggunakan fasilitas telemetri dan bantuan simulasi komputer
yang dihubungkan dengan basis data nasional dan internasional.
b. Pengaturan (distribusi) dan Pencegahan Banjir Menyiapkan pedoman siaga banjir yang
berlaku sebagai SOP (Standard Operation Procedure) pengendalian banjir yang
dipergunakan oleh seluruh instansi terkait. Pengendalian banjir dilakukan melalui
pengaturan operasi waduk untuk menampung debit banjir, dan pengaturan bukaan pintu
air guna mendistribusikan banjir sehingga dapat dikurangi/dihindari dari bencana akibat
banjir.
c. Penanggulangan Banjir
Berpartisipasi secara aktif bersama Dinas/Instansi terkait dalam Satkorlak-PBA
melakukan upaya penanggulangan pada saat terjadi banjir yang tidak dapat terelakkan.
d. Perbaikan Kerusakan Akibat Banjir
Bersama instansi terkait melakukan perbaikan atas kerusakan akibat terjadinya
bencana banjir yang tidak terelakkan.
5. Pemberdayaan Masyarakat
Kesimpulan
1. DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur
kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan
outflow dari material dan energi.
2. Ekosistem DAS dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir.
3. Permasalahan DAS ditunjukkan oleh menurunnya penutupan vegetasi permanen dan
meluasnya lahan kritis pada ekosistem DAS telah menyebabkan bencana kekeringan di
seluruh wilayah Indonesia.
4. Pengelolaan DAS sebagai upaya dalam mengelola hubungan timbal balik antar
sumberdaya alam terutama vegetasi, tanah dan air dengan sumberdaya manusia di DAS
dan segala aktivitasnya untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan jasa lingkungan bagi
kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS.
5. Kendala pengelolaan DAS bersumber pada manusia antara lain : keprimitifan, kepicikan
motivasi, inersia kejiwaan, kekakuan dan keangkuhan birokrasi, otorianisme dan
kemiskinan.
Daftar Pustaka
Effendi, Edie. 2008. Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Das) Terpadu.
Jakarta. Bappenas.
Isnugroho. 2002. Sistem Pengelolaan Sumber Daya Air Dalam Suatu Wilayah. Yogyakarta.
Andi Press.
Kartodihardjo, dkk. 2004. Institusi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai : Konsep Dan
Pengantar Analisis Kebijakan. Bogor. IPB Press.
Pangesti, Dyah Rahayu. 2000. Sungai Sebagai Sumber Daya Alam Yang Mengalir. Dalam
Kodoatie, Robert J et all. 2002. Pengelolaan Sumberdaya Air Dalam Otonomi
Daerah. Yogyakarta. Andi Press.