Anda di halaman 1dari 24

FARMAKOLOGI

I. Sejarah Obat
Zaman Purba daun/akar tanamandicoba (empiris) pengalaman turun-temurun (tradisional).
Racun untuk obat
strichnin & kurare (racun panah suku indian & afrika) relaksan otot.
Nitrogen mustard (gas racun PD I) sitostatika/anti kanker.
Obat nabati
Yg digunakan : rebusan/ekstrak khasiat berbeda (asal tanaman, waktu panen, cara pembuatannya kurang memuaskan.
Isolasi zat aktif dalam tanaman
mis : morfin dari Papaver somniferum.
digoksin dari Digitalis lanata.
vinkristin & vinblastin dari Vinea rosea.
Obat kimia sintetis (awal abad XX)
1. aspirin 2. sulfanilamid (1935) 3. penisillin (1940)
setelah tahun 1945 ilmu kimia, fisika, & farmasi/kedokteran berkembang pesat500 obat baru/th perubahan di bidang farmakoterapi.
Farmakologi : farmakon (obat) ; logos (ilmu)Adl ilmu yg mempelajari interaksi antara obat dengan system biologik (MH/organisme).
perkembangan jaman cabang - cabang ilmu tersendiri yg slg mendukung

1. FARMAKOGNOSI
pengetahuan & pengenalan obat yg berasal dari tanaman (mineral & hewan) & zat aktifnya.
2. BIOFARMASI
meneliti pengaruh formulasi obat terhadap efek terapetiknya
3. FARMAKOKINETIK
mempelajari proses biologic yg dialami oleh obat /nasib obat pd manusia sehat / pasien (MH / organisme mempengaruhi obat) nasib obat
dalam tubuh : A D M E
4. FARMAKODINAMIK
mempelajari efek yang terjadi pd manusia / respon yg terjadi terhadap pemberian obat (obat mempengaruhi organisme)
5. TOKSIKOLOGI
pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh (termasuk farmakodinamik karena efek terapetik berhubungan dg efek toksik)
6. FARMAKOTERAPI
mempelajari penggunaan obat untuk pencegahan dan pengobatan penyakit/gejalanya.

Obat jadi : sediaan / paduan bahan yg siap digunakan untuk mempengaruhi / menyelidiki sistem fisiologi / keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan & kontrasepsi. (Permenkes
no.917/menkes/per/X/tentang wajib daftar obat jadi).
Obat Generik : obat dengan nama resmi yg ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau INN (International Non-Proprietary Name)
untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.
Obat Patent/Spesialite : obat jadi dengan nama dagang yg terdaftar atas nama si pembuat atau yg dikuasakannya & dijual dg bungkus
asli dari pabrik yg memproduksinya.
WHO daftar obat dg nama resmi official/generic name
Contoh :

Penggolongan obat
1. Obat Bebas (OB)
- obat dijual bebas di pasaran
- dapat dibeli tanpa resep dokter
- pada kemasan & etiket OB ditandai dengan lingkaran hijau,bergaris tepi hitam.
- con: parasetamol tab/sir, contrexyn tab, adelisyn drop, dll.
2. Obat Bebas Terbatas (OBT)
- obat yg sebenarnya termasuk dalam obat keras daftar W (Waarschuwing = peringatan).
- diperuntukkan bagi jenis penyakit yg pengobatannya dianggap telah dapat ditetapkan sendiri oleh rakyat & tidak begitu
membahayakan (bila mengikuti aturan pakainya), dijual dipasaran/dibeli tanpa resep dokter, harus diserahkan dalam bungkusan
aslinya (mencegah pemalsuan/penukaran), dg tanda peringatan.
- pada kemasan OBT tertera lingkaran biru bergaris tepi hitam. - con : intunal F, CTM, Neozep F, dll.
3. Obat Keras & Psikotropika
Obat Keras (Daftar G = Gevaarlijk)
- Obat yg hanya boleh dibeli di apotek dg resep dokter
- Dapat diulang tanpa resep baru jika prescriber mencantumkan iter pada resep asli.
- Pada kemasan obat keras tertera huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi hitam.
- Con : antibiotika, hormon, obat suntik (semua).
Psikotropika (UU RI no.5 th. 1997)
- Adalah zat/obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yg berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yg menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental & perilaku. Cont. psikotropika :
Gol. I (26 zat), a.l. : Lisergida (LSD)
Gol. II (14 zat), a.l. : Amfetamin (Benzedrine)
Gol.III (9 zat), a.l. : Flunitrazepam (Rohypnol)
Gol. IV (60 zat), a.l. : Alprazolam (Xanax), Bromazepam (Lexotan), Diazepam (Valisanbe, Valium), Fenobarbital (Luminal),
Klobazam (Frisium), dll.

4. Narkotika (UU RI no.22 th.1997)


- Adalah zat/obat yg berasal dari tanaman/bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yg dapat menyebabkan
penurunan/perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri & menimbulkan ketergantungan.
- Cont narkotika :
- Gol. I (26 bahan), a.l. : Papaver Somniferum L., kokain, heroin.
- Gol. II (87 zat/sediaan), a.l. : metadon, morfina, petidina.
- Gol. III (14 zat/sediaan), a.l. : etilmorfin, kodein.
Proses yg dialami obat
sebelum mencapai tempat kerjanya (target site) : A B

tablet/zat aktif Tablet pecah ADME obat + reseptor efek


Granul pecah ditarget site
Zat aktif lepas
Zat aktif melarut
1. Fase biofarmasi 2. Fase farmakokinetik 3. Fase farmakodinamik

A. Farmaceutical Availability (FA)


Kecepatan melarut (dissolution rate) & jumlah obat yg melarut secara in vitro yg dibebaskan oleh obat dari tempat pemberiannya &
tersedia untuk diabsorpsi.
Untuk obat yg tahan asam lambung, urutan kecepatan melarut dari berbagai bentuk sediaan obat secara menurun, dg urutan sbb :
larutan, suspensi, serbuk, kapsul, tablet film coated, dragee, tablet enteric coated, tablet kerja panjang (retard, sustained released,
zero order control/ZOC.
B. Bioavailabilitas (BA)
Persentase obat yg secara utuh diabsorpsi tubuh dari suatu dosis tertentu yg diberikan & tersedia, untuk melakukan efek
terapetiknya.
1. FARMAKOKINETIK
- MH mempengaruhi obat
- Proses yg dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi.
- Eliminasi : metabolisme & ekskresi.
1.a. ABSORBSI
proses penyerapan obat dari tempat pemberian ke sirkulasi darah sistemik.
Cara absorpsi obat/ mekanisme transport :
1. difusi pasif / sederhana/ non ionik
ciri ciri :
a. arah transport searah dg perbedaan kadar / gradient kadar
b. C1 > C2
c. C1 = C2 = transport berhenti
d. yg dapat menembus membran obat bebas
e. Zat lipofil lebih mudah larut daripada zat hidrofil.
f. C1 & C2 = kadar obat yg dapat menembus membrane
1. a). keadaan setimbang tercapai jika kadar obat yg dapat menembus membrane di ke-2 sisi membrane sama.
2. b). Kecepatan transport tergantung konsentrasi obat.
3. kecepatan penetrasi / difusi untuk elektrolit lemah dipengaruhi oleh pH lingkungan.

HAH(+) + A(-) HA : elektrolit lemah

<1 : derajat ionisasi

4. kecepatan penetrasi / difusi dipengaruhi :


luas permukaan tempat difusi ( ) = A
tebal membran (h)
koefisien partisi dari senyawa (kp) = kelarutan obat dalam lemak : kelarutan obat dalam air
perbedaan kadar (C1 C2)
koefisien difusi (D)
kecepatan penetrasi = D x kp x A x (C1 C2)
h
2. Transport Aktif
a. melawan gradient kadar
b. membutuhkan energi
c. membutuhkan protein carier di membran sel untuk mengangkut zat hidrofil.
d. Setelah melewati membran, obat dilepas kembali
e. bersifat spesifik (jk ada senyawa serupa dg molekul terjadi kompetisi)
f. berjalan searah
walaupun C1<C2, jalannya tetap dari C1 ke C2 krn ada C (carier).
g. Kecepatan transport tidak tergantung konsentrasi obat.
Contoh : glukosa, as. Amino, as. Lemak, vit. B1, B2, & B12.
3. Difusi Terfasilitasi
a. hampir sama dg transport aktif
b. perlu carier
c. arahnya searah
d. sifat spesifik
e. perlu energi
f. tidak melawan gradient
4. Transport konvektif (transport yg mengikuti aliran medium)
a. mirip difusi pasif,molekul obat melalui pori pori kecil (mis : dinding kapiler) mengikuti aliran membran
b. dipengaruhi oleh :
besarnya molekul
kecepatan aliran medium
muatan (ion bermuatan berlawanan dg di dinding pori dapat melewatinya & mengikuti aliran).
Con : air & zat hidrofil dg BM < 200 (alkohol).
5. Transport pasangan ion
obat (+) R (-) {obat} (+) {R} (-) Netral difusi pasif.
pembentukan pasangan ion dapat terjadi antara obat dg komponen membran (pori) transport konvektif
6. Pinositosis / fagositosis
~ senyawa yg larut dalam lipid dapat menembus membran dg baik engulting (ditelan)
~ vaksin polio aktif p.o ,melalui fagositosis.
Kecepatan absorpsi tergantung :
1. bentuk sediaan obat
bentuk cair / terlarut > bentuk padat = obat cair / sirup / tetes >>> tablet / kapsul / serbuk.
Dissolution rate partikel sangat penting, makin halus partikel, makin cepat larut & cepat diabsorpsi.
2. cara pemberian
pemberian secara injeksi i.v. > i.m. > s.c
3. sifat fisiko kimiawi obat
Pemberian obat p.o. diabsorpsi dari saluran lambung usus dg fenomena sbb:
1. molekul utuh/tak terionisasi (lipofil) mudah diabsorpsi daripada ion hidrofil.
2. Lambung (pH = 2 / asam kuat)
a. Obat asam lemah (asetosal, barbiturat), sedikit terionisasi absorpsi baik.
b. Obat basa lemah (amfetamin, alkaloid), banyak terionisasi absorpsi sedikit.
3. Usus halus (pH = 6,6 7,6) = kebalikannya
a. Obat basa lemah absorpsi baik.
b. Obat asam kuat/basa kuat mudah terionisasi absorpsi lambat.
c. Zat lipofil mudah larut dalam cairan usus lebih mudah diabsorpsi daripada zat sukar larut perbedaan konsentrasi di ke-2 sisi
membran tinggi.
1.b. DISTRIBUSI
Adalah penyebaran obat secara merata ke seluruh jaringan tubuh melalui peredaran darah menuju ke tempat kerjanya dalam sel (CIS).
Proses distribusi dipengaruhi oleh faktor :
1. Sifat fisika kimiawi
-makin lipofil, makin mudah menembus membran sel shg cepat terdistribusi ke CIS.
-hati-hati pd wanita hamil trimester 2 & 3 karena potensial menembus plasenta.
-obat lipofob terdistribusi hanya pd CES.
-con. Obat lipofil : sulfonamid, levodopa (dapat menembus CCS), streptomisin.
2. Aliran darah ke dalam jaringan.
3. Ikatan obat protein plasma.
-obat dalam darah diikat reversibel oleh protein plasma.
-hanya obat bebas yg aktif secara fisiologis.
-obat bersifat asam & lipofil, terikat kuat pd albumin.
-obat bersifat basa, terikat kuat pd globulin.
-setiap obat mempunyai perbandingan tetap antara jumlah molekul obat yg terikat protein plasma & yg bebas yg diukur in vitro
melalui konsentrasi obat dalam darah, persentase pengikatan (PP). Mis : warfarin (PP) = 99%.
-kompetisi ikatan obat protein.
con : asetosal (PP=50-80%) diberikan bersamaan dg warfarin (antikoagulan), asetosal dapat mendesak warfarin dari ikatan
proteinnya, hingga PP-nya menurun . Penurunan dari 99% ke 98% bermakna signifikan, yaitu kadar obat bebas (yg aktif)
meningkat 2x lipat dari 1% menjadi 2% & mengakibatkan perdarahan yg tidak diinginkan.
-Obat terikat protein menjadi tidak aktif karena tidak mengalami metabolisme & ekskresi. Obat tersebut disimpan sbg :
a). Efek depot
Jika kadar obat bebas menurun, ikatan obat-protein pecah & obat bebas terlepas kembali, shg kadar obat bebas stabil.
b). Kumulasi
-obat tertentu mempunyai afinitas sangat besar terhadap jaringan tertentu, shg ikatan obat protein akan ditimbun pada jaringan
tersebut.
- hal tsb bermanfaat untuk :
b.1. mengobati organ yg bersangkutan
mis : glikosida digitalis dikumulasi selektif dalam otot jantung.
b.2. menilai / mengevaluasi ES & efek toksik
mis : logam (ion Ca, ion Mg, ion Fe) & tetrasiklin, dikumulasi pd tulang & gigi (menjadi kuning), shg tetrasiklin tidak boleh
diberikan pd anak < 8 tahun, ibu hamil / laktasi.
Untuk mengetahui seberapa luas obat terdistribusi dalam cairan badan digunakan parameter :
Volume Distribusi (VD) = jumlah obat dalam badan
kadar obat dalam plasma
tetapi sulit & mahal VD semu (perhitungan dosis berdasarkan kadar obat dalam darah/plasma), dapat diprediksikan seberapa
banyak /jauh obat terdistribusi dalam badan, yaitu :
VD 5 L (4% BB) hanya terdistribusi dalam plasma
VD 15 L (10 20 L) obat terdistribusi ke CES
VD 30 L / > obat terdistribusi ke CIS
VD 40 L obat terdistribusi keseluruh tubuh
VD 100 L / > obat terdistribusi ke jaringan sekunder (jaringan yg secara normal tdk berkembang tp krn
>>> lemak/obesitas mjd berkembang).
Redistribusi : perpindahan obat dari tempat kerja ke darah / jaringan lain.
Obat mengalami redistribusi, efeknya menurun.
1.c. METABOLISME / BIOTRANSFORMASI
adl proses perubahan struktur kimia obat yg terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim.
pada dasarnya obat merupakan senyawa asing tidak diinginkan tubuh ,tubuh berusaha merombak senyawa tsb menjadi metabolit
yg lebih hidrofil agar mudah diekskresikan melalui ginjal.
Obat p.o. & rektal (sebagian) diabsorpsi dari usus sistem pembuluh porta (vena portae) hati biotransformasi
peredaran umum jantung seluruh tubuh BA turun.
obat sublingual, intrapulmonal, transkutan, parenteral/injeksi, & rektal (sebagian) peredaran umum jantung seluruh
tubuh penurunan BA tidak signifikan karena obat tidak mengalami biotransformasi di hepar.
Akibat Biotransformasi :

1. senyawa obat menjadi inaktif krn aktifitas metabolit << aktifitas senyawa induk (biotransformasi berperan dalam mengakhiri
kerja obat).
mis : parasetamol (analgetik-antipiretik),lama-lama dimetabolisme menjadi komponen-komponeninaktiftidak berefek.
2. senyawa obat / senyawa induk diubah menjadi senyawa lebih polar,metabolitnya mudah larut dalam air (cairan fisiologi)
mudah diekskresi melalui ginjal.
3. senyawa obat diubah menjadi kurang toksik.
toksisitas metabolit << toksisitas senyawa induk disebut juga detoksikasi/detoksifikasi (FPE hepar) = bio-inaktivasi.
4. obat dimetabolisme ~ metabolitnya sama aktif
~ lebih aktif (bio-aktivasi)
~ lebih toksik
contoh:
obat > aktif oleh biotransformasi
a. kortison & prednisone (menjadi kortisol & prednisolon)
b. fenasetin & kloralhidrat (menjadi parasetamol & trikloretanol)
c. pirimidon & levodopa (menjadi fenobarbital & dopamine)
metabolit dg aktivitas sama
a. CPZ = chlorpromazine
b. efedrin
c. senyawa-senyawa benzodiazepine
5. Obat calon obat / pro drug (metabolisme) metabolit aktif (biotransformasi) ekskresi.
organ biotransformasi utama : hepar (FPE)
cont : efedrin, isoprenalin, thiazinamium,nortriptilin, CPZ, reserpin, guanetidin, -blockers (propranolol, alprenolol,
oksprenolol, metoprolol),morfin, pentazosin, d-propoksifen, asetosal, parasetamol, fenilbutazon.
organ biotransformasi yg lain
paru paru
ginjal
dinding usus (asetosal, salisilamid, lidokain)
dalam darah (succinylcholine)
dalam jaringan (catecholamine)
Jalur reaksi biotransformasi
1. Reaksi fase I / perombakan
-reaksi oksidasi dg enzim oksidatif cytokrom P450 di hati.
-reaksi reduksi.
-reaksi hidrolisa
-metabolit menjadi lebih polar/hidrofil, in aktif, aktif, kurang aktif.
2. Reaksi fase II / penggabungan / konjugasi
-konjugasi molekul obat / metabolit fase I dg molekul endogen.
-reaksi asetilasi dg asam asetat
-reaksi sulfatasi dg asam sulfat
-reaksi glukuronidasi dg asam glukuronat
-metilasi dg gugus metil asam amino / metionin
-metabolit lebih polar / hidrofil, in aktif (kecuali pro drug).
Faktor yg mempengaruhi kecepatan biotransformasi
1. Konsentrasi obat
Kecepatan biotransformasi bertambah bila konsentrasi obat meningkat.
Jika konsentrasi obat berada pd titik tertinggi maka semua molekul enzim yg mengkatalisis biotransformasi ditempati terus-
menerus oleh molekul obat sehingga kecepatan biotransformasi menjadi konstan.
2. Fungsi hati
Gangguan fungsi hati, biotransformasi dapat menjadi lebih cepat / lebih lambat sehingga efek obat lebih lemah / lebih kuat dari
yg diharapkan.
3.Usia
Bayi baru lahir (neonati), semua enzim hati belum terbentuk sempurna biotransformasi lebih lambat (terutama pembentukan
glukuronida).
adapula obat yg metabolismenya > cepat pada anak daripada orang dewasa, shg dosisnya dinaikkan seperlunya berdasarkan
ukuran kadar plasma.
cont: fenitoin (antiepileptic), fenobarbital,karbamazepin, valproat, etosuksimid.
lansia / geriatric
kemunduran pada banyak proses fisiologi (fungsi ginjal, filtrasi glomeruli, jumlah total air tubuh & albumin serum <<<, enzim
hepatic <<<) shg menyebabkan terhambatnya biotransformasi shg berefek kumulasi & keracunan.
cont: digoxin, propranolol, fenilbutazon , kecuali fenitoin yg dimetabolisme lebih cepat shg efeknya singkat.
4. variasi genetic
1. asetilasi (fs. II , reaksi pembentukan amida)
- INH - prokainamid
- sulfonamide - dapson
2. oksidasi (hidroxilasi) (fs. I)
- debrisoquin / debrisokina

asetilator : - cepat : orang kulit putih (Eskimo, jepang)


- lambat : orang kulit hitam
cont :
pemberian INH / isoniazid
toksisitas obat / INH pada fenotipe asetilator :
INH neuropati perifer asetilator lambat
INH kerusakan hepar asetilator cepat
5. Penggunaan obat lain
Induksi enzim : bila obat lipofil menstimulir pembentukan & aktifitas enzim hati/mikrosomal, maka biotransformasi & ekskresi
obat lainnya dipercepat shg durasi & efeknya dipersingkat.
Con : interaksi induktor (rifampisin, griseofulvin, terbinavin, fenobarbital, fenitoin, karbamazepin, pirimidon) vs pil anti hamil.
Terjadi kegagalan pil KB shg kadar estrogen harian ditingkatkan >50 mikrogram.
Inhibisi enzim : obat yg dapat menghambat / menginaktifkan kerja enzim hati.
con. Inhibitor : simetidin, clotrimazol, mikonazol, ketokonazol, ekonazol, alkohol, eritromisin, jus grape fruit, flavonoid (dalam
teh, bawang putih, sayur, apel, anggur merah).
1.d. EKSKRESI
Adalah pengeluaran obat dari dalam tubuh dalam bentuk aktif / metabolit. Organ terpenting : ginjal, gangguan fungsi ginjal mk dosis
dikurangi atau interval / waktu minum obat diperpanjang. ada beberapa cara lain :
kulit , bersama keringat ex: paraldehid, bromida
paru paru, melalui pernapasan ex : alkohol, paraldehid, anastetika (kloroform, halotan, siklopropan)
empedu
-obat dikeluarkan aktif oleh hati & empedu (fenolftalein = pencahar)
- siklus entero hepatic : obat tiba di usus & empedu absorpsi eksistensi obat panjang durasi lama induksi enzim
metabolit polar ekskresi.
empedu
-obat dikeluarkan aktif oleh hati & empedu (fenolftalein = pencahar)
- siklus entero hepatic : obat tiba di usus & empedu absorpsi eksistensi obat panjang durasi lama induksi enzim
metabolit polar ekskresi.
ASI : penting untuk bayi keracunan
cont : alkohol, obat tidur, nikotin/rokok, alkaloid lain
(pH ASI < 6,7 lebih rendah pH darah 7,4).
obat-obat dalam jumlah besar diekskresi melalui ASI
cont : penisilin (sensitisasi), kloramfenikol, INH, ergotamine,antikoagulan, antitiroid, karena system enzim neonatus belum
sempurna.
usus : diresorpsi usus keluar dg tinja. cont: sulfasuksidin, neomisin, sediaan Fe
mekanisme ekskresi pada ginjal :
1. filtrasi glomeruli (pasif) obat & metabolit larut dalam plasma melintasi dinding glomeruli secara pasif dengan ultrafiltrat.
2. transport aktif
tubuli mensekresi zat aktif tertentu (ion asam organis : penicillin, vitamin C, asam salisilat, probenesid). sekresi dibantu enzim
pengangkut kompetisi
ex : penisilin dg probenesid (obat encok) berkompetisi (enzim pengangkutnya) ekskresi antibiotic lambat efek antibiotic
lama/panjang.
1.e. konsentrasi Plasma
Untuk menilai obat (baru) secara klinis, ditetapkan dosis & skema penakaran tepat, perlu keterangan farmakokinetik, khususnya kadar
obat di tempat kerja (target site) & dalam darah, perubahan kadar tersebut dalam waktu tertentu.
Besarnya efek obat tergantung pd konsentrasinya di tempat kerja yg berhubungan erat dg konsentrasi plasma.
Konsentrasi obat dalam plasma, nilainya lebih kurang sama dg konsentrasi dalam darah, dapat diukur dg alat modern dg keseksamaan
0,001 mg.
Kurva konsentrasi waktu, berguna pd pemberian obat yg dosis terapinya sempit/dosis terapi dekat dg dosis toksis (ex : digoksin), pd
fungsi ginjal / hati terganggu shg eliminasi obat diperlambat, pd kasus keracunan (ex : barbital, salisilat).
1.f. Waktu Paruh = Plasma Half Life = t (eliminasi)
Adalah waktu yg dibutuhkan untuk mengubah jumlah obat dalam tubuh menjadi separuhnya selama eliminasi (metabolisme &
ekskresi).
Kecepatan eliminasi obat & plasma t tergantung pd kecepatan biotransformasi & ekskresi.
Fungsi organ eliminasi penting, karena pd kerusakan hati / ginjal t dapat meningkat 20 kali.
Cara pemberian obat menentukan nilai t .
Plasma Half Life = t (eliminasi) merupakan ukuran lamanya efek obat, maka t bersama kurva konsentrasi-waktu sebagai dasar
untuk menentukan regimen dosis obat & frekuensi pemberian obat yg rasional (berapa kali sehari sekian mg).
Obat dg t panjang (>24 jam), pemberiannya 1 dd (digoksin).
Obat dg t pendek & cepat dimetabolisme, regimennya 3 6 dd (oksitosin infus tetes kontinu).

II. FARMAKODINAMIKA
mempelajari efek yg terjadi pada manusia/respon yg terjadi terhadap pemberian obat (obat mempengaruhi organisme).
ex : parasetamol analgetik/antipiretik
Efek obat timbul karena interaksi antara molekul obat dg reseptor pd sel organisme.
Hasil interaksi : perubahan biokimia & fisiologi pd jaringan, organ / sistem organisme.
Obat pd umumnya memodifikasi fungsi tubuh yg sudah ada, mis : stimulasi / depresi.
Obat tidak membuat fungsi / efek baru.
Interaksi obat-reseptor hipotesis : gembok & anak kunci.
mekanisme kerja obat
1. secara fisis
ex : diuretic osmosis (manitol & sorbitol) & laksansia osmotik (Mg & Na-sulfat).
Mekanisme kerja laksansia osmotik : diabsorpsi sangat lambat oleh usus proses osmosis menarik air disekitarnya volume isi
usus >> besar rangsangan mekanis pada dinding usus peristaltik >> feses keluar
2. secara kimiawi
ex : antasida lambung (Na-bikarbonat, Al & Mg-hidroksida) mengikat kelebihan asam lambung melalui reaksi netralisasi kimiawi.
zat-zat khelasi (chelator), mengikat ion-ion logam berat (Cu, Hg, Pb, Zn) pada molekulnya dg ikatan kimiawi khusus membentuk
kompleks shg tidak toksik &mudah diekskresi. mis : EDTA (Na-edetat) & penisilamin
3. mengganggu proses metabolisme
ex : probenesid (obat encok) menyaingi penisilin dan derivatnya pada sekresi tubular ekskresi penisilin lambat efek
diperpanjang.
Antibiotik mengganggu pembentukan dinding sel, sintesa protein / metabolisme DNA/RNA bakteri.
4. kompetisi
untuk reseptor spesifik & enzim

RESEPTOR
Adalah molekul (protein) di permukaan / di dalam sitoplasma sel yg mengenal & mengikat molekul spesifik, menghasilkan efek khusus
pada sel.
Hubungan dosis & respon
-Obat + Reseptor ORefek
-ikatan obat dg reseptor ikatn ion, hidrogen, hidrofobik, van der Walls, kovalen, atau campuran reversibel.
-semakin besar dosis obat semakin besar efeknya pd tubuh.
-efek maksimal (bahkan stagnan) bila semua reseptor sudah diduduki oleh molekul obat.
AGONIS
Suatu obat yg efeknya menyerupai senyawa endogen.
Obat yg bisa pas menduduki reseptor & mengaktifkan reseptor tsb shg menghasilkan efek farmakologis.
Ex : salbutamol agonis 2
petidin agonis opioid
dopamin agonis dopamin
ANTAGONIS
Obat yg struktur kimianya mirip dg suatu hormon, yg mampu menduduki sebuah reseptor yg sama tapi tidak mampu mengaktifkan
reseptor tsb shg tidak menimbulkan efek farmakologis & menghalangi ikatan reseptor dg agonisnya secara kompetitif shg kerja agonis
terhambat.
Con :
Beta-blockers (propranolol, metoprolol) menghambat reseptor beta pd saraf simpatik/adrenergik.
antihistaminika memblokir reseptor H1
Simetidin/ranitidin(H2-antagonis) memblokir reseptor H2 (di lambung).
Allopurinol (enzim blockers) merebut tempat xantin di enzim xantinoksidase shg sintesa xantin/asam urat dihambat.
EFEK TERAPEUTIS
1. Terapi Kausal : penyebab penyakit ditiadakan (pemusnahan kuman, virus, parasit). Ex : antibiotika, fungisida, dll.
2. Terapi Simptomatis : gejala penyakit diobati & diringankan, penyebab yg lebih mendalam tidak dipengaruhi (mis : kerusakan organ /
saraf). Ex : analgetika, antihipertensi.
3. Terapi Substitusi : obat menggantikan zat lazim yg dibuaut oleh organ tubuh yg sakit. Ex : insulin (DM), karena produksi insulin oleh
sel pd pankreas berkurang.
Efek terapeutis obat tergantung faktor :
1. Cara & bentuk pemberian obat
2. Sifat fisiko kimiawi (A,D,M,E)
3. Kondisi fisiologi pasien (fungsi hati, ginjal, usus, peredaran darah)
4. Faktor individual (ras, kelamin, luas permukaan tubuh).
PLASEBO
Pengobatan dg sugesti/kepercayaan terhadap tenaga kesehatan & obat yg diberikan.
Obat plasebo tidak mempunyai kegiatan farmakologis, hanya untuk menyenangkan/menenangkan pasien yg menurut diagnosa dokter
tidak ada kelainan organis atau untuk menguatkan moral pasien yg tidak dapat disembuhkan lagi.
Zat in aktif dalam plasebo : laktosa + kinin + pewarna.
Efek nyata plasebo pd obat tidur, analgetik, obat asma, obat kuat.
PERMASALAHAN OBAT
(EFEK OBAT YG TAK DIINGINKAN = ADVERSE DRUG REACTION)
Reaksi obat yg tidak diinginkan
setiap efek yg tidak dikehendaki yg merugikan / membahayakan pasien (adverse reaction) dari suatu pengobatan.
Istilah penting yg perlu diketahui :
1.Efek Samping
efek suatu obat yg tidak diinginkan untuk tujuan terapi dg dosis yg dianjurkan. obat yg ideal adalah yg bekerja cepat, selektif, untuk
tempat tertentu & hanya berkhasiat terhadap penyakit tertentu tanpa aktivitas lain. pada suatu saat ES dapat sebagai efek utama.
Con :
a.Asetosal, ES : mengencerkan darah (merintangi penggumpalan trombosit), bermanfaat untuk prevensi sekunder infark otak / jantung.
b.Promethazin (antihistamin), ES : efek sedatif, dikembangkan sbg psikofarmaka gol. Klorpromazin.
2. Efek Tambahan / Sekunder
efek tidak langsung akibat efek utama obat. cont : penggunaan antibitika (A.B) spectrum luas / fungistatik mengganggu bakteri usus yg
memproduksi vitamin, tjd defisiensi vitamin, diberi vit. B komplek.
3.Idiosinkrasi
efek abnormal dari obat terhadap seseorang, disebabkan kelainan faktor genetik pada pasien yg bersangkutan. ex : pengobatan malaria dg
primaquin / pentaquin (pada orang kulit hitam afrika) menyebabkan anemia hemolitik.
4. ALERGI
Reaksi khusus antara antigen dari obat dg antibodi tubuh.
Umumnya timbul pada dosis sangat kecil & tidak dapat dikurangi dg menurunkan dosis.
Contoh zat alergen : penisillin topikal, makromolekul (protein asing), heparin, vaksin, anestesi lokal (prokain), obat dg struktur kimia
sama dapat terjadi alergi silang, mis : derv. Penisilin & derv. Sefalosporin.
Gejala alergi : urtikaria & rash (kulit),
hebat : -demam, serangan asma, shock anafilaktik.
-steven johnson syndrome (erythema bernanah ganas, demam, fotosensibilisasi, mortalitas tinggi).
-anemia aplastis (kloramfenikol).
5. Fotosensitisasi
sangat peka terhadap cahaya akibat penggunaan obat secara local / p.o.
ex : tetrasiklin & derivatnya (p.o.)
6. Efek toksik
bila obat digunakan dalam dosis yg tinggi menunjukkan gejala toksik. bila dosis dikurangi, efek toksik berkurang. (pembahasan
toksikologi)
7. Efek teratogen
efek obat pada dosis terapetik untuk ibu dapat mengakibatkan cacat pada janin.
Con : talidomid focomelia tetrasiklin mengganggu pertumbuhan tulang & gigi.
8. Toleransi
peristiwa dimana dosis obat harus dinaikkan terus-menerus untuk mencapai efek yg sama.
a). toleransi bawaan (primer), terdapat pada sebagian orang / binatang
b). toleransi sekunder / perolehan = habituasi = kebiasaan
habituasi (menurut WHO) : suatu gejala ketergantungan psikologik terhadap suatu obat dg ciri-ciri :
keinginan untuk selalu menggunakan obat
tak ada / sedikit kecenderungan untuk menaikkan dosis
menimbulkan beberapa ketergantungan psikis
sesuatu efek yg merugikan (individu)
bila dihentikan gangguan emosi
ex : merokok (nikotin)
c). toleransi silang
timbul karena obat-obat mempunyai struktur kimia serupa / derivatnya.
ex : fenobarbital & butobarbital
9. Adiksi
pemberian obat yg menyebabkan toleransi,jika dihentikan mendadak menimbulkan sindrom gejala putus obat (withdrawal syndrome)
menurut WHO
ketergantungan rohaniah & jasmaniah terhadap suatu obat,
ciri-ciri :
adanya dorongan untuk selalu menggunakan obat tsb
adanya kecenderungan kenaikan dosis
timbul ketergantungan rohaniah & diikuti ketergantungan badaniah
menimbulkan kerugian terhadap masyarakat / individu sendiri
penghentian penggunaan obat tsb menimbulkan efek hebat secara jasmani & rohani (abstinensi)
ex : abuse narkotika (morfin, kokain, ganja)

10. Tachifilaksis
peristiwa berkurangnya respon terhadap aksi obat pada pengulangan dalam dosis yg sama. Respon mula-mula tidak dapat diperoleh
meskipun dosisnya diperbesar.
ex : efdrin (TM) untuk glaucoma
11. Kumulasi
fenomena pengumpulan obat dalam badan sebagai hasil pengulangan penggunaan obat & diabsorpsi lebih cepat dibanding
ekskresinya. adanya akumulasi obat , pada pengulangan dg dosis terapi dapat terjadi efek toksik.
ketr : no. 4,8,9,10,11efek-efek yg tidak dikehendaki pada pengulangan / perpanjangan penggunaan obat
12. resistensi bakteri
suatu keadaan dimana kemoterapetik untuk penyakit infeksi kuman tidak bekerja lagi terhadap kuman tertentu yg memiliki daya
tahan kuat & resisten thd obat tsb.
13. kombinasi obat
penggunaan 2 obat / > sbg campuran / bersama-sama pada waktu bersamaan dapat menimbulkan efek sbb :
13.1. Antagonisme
Efek obat I dikurangi/ditiadakan oleh obat II khasiat farmakologinya berlawanan. Ex : adrenalin vs histamin.
Adrenalin :- sbg bronkodilator pd asma
- untuk terapi shock (memperkuat kerja jantung & melawan hipotensi).
Histamin : - kontraksi otot polos bronchi - vasodilatasi semua pembuluh shg TD turun.
13.3.Sinergisme
Kerja sama antara 2 obat yg menghasilkan efek sbb :
13.3.a. adisi (sumasi / penambahan)
ex : asetosal & parasetamol ; trisulfa (sulfadiazine, sulfamerazin, sulfametazin)
campuran obat / obat yg diberikan bersama menimbulkan efek yg merupakan jumlah dari efek @ obat secara terpisah pada px.
13.3.b. Potensiasi (peningkatan potensi)
Kombinasi ke-2 obat saling memperkuat shg menghasilkan efek yg melebihi jumlah obat a + obat b.
Ex : - estrogen + progesteron (kombinasi dg efek sama).
- kotrimoksazol (sulfametoksazol & trimetoprim)
- tiamin/piridoksin dg NSAIDs (kombinasi dg efek beda).
14. Interaksi obat
Pemberian 2 obat pd pasien menimbulkan interaksi obat dalam tubuhnya.
Efek @ obat saling mengganggu &/ timbul ES yg tidak diinginkan.
Cara cara interaksi obat
14.1. interaksi kimiawi
Obat berinteraksi dg obat lain secara kimiawi.
Ex : - fenitoin vs Ca+.
- tetrasiklin vs logam valensi dua (Ca+, Mg+, Al+, Fe+).
14.2. kompetisi dg protein plasma
Ex : analgetik (salisilat, fenilbutazon, indometasin) dapat mendesak ikatan warfarin dg protein plasma perdarahan.
14.3. Inhibisi enzim
Bila obat (A) mengganggu / menghambat fungsi hati/enzim hati, shg eliminasi obat (B) diperlambat akibatnya efek obat B
meningkat / toksik.
Con :
14.4. induksi enzim
Obat (A) memacu pembentukan enzim hati sehingga mempercepat eliminasi obat (B) & menyebabkan efek obat (B) berkurang.
Con:
Interaksi Obat dg Makanan
Mempengaruhi farmakokinetika obat.
A. Absorpsi
-obat diikat/diadsorpsi oleh makanan shg absorpsinya di usus <<< akibatnya efeknya <<<.
-ex :
1. makanan kaya serat vs levastatin (penghambat kolesterolsintetase).
2. sayuran kaya vit. K (bayam, brokoli) vs antikoagulansia, maka vit. K menurunkan efek antikoagulansia.
3. tetrasiklin vs susu/makanan banyak mengandung Ca terjadi ikatan khelat shg absorpsi tetrasiklin turun.

B. Biotransformasi
Makanan menghalangi biotransformasi obat shg kadar obat dalam plasma meningkat, mengakibatkan efek toksik.
Ex.1: antidepresiva MAO inhibitors (fenelzin, moclobemida) vs makanan banyak mengandung amin / tiramin (keju, avokad,
anggur, bir, produk ragi, hati ayam, coklat), menyebabkan senyawa amin dalam makanan tidak bisa diuraikan lagi oleh
monoaminoksidase karena sudah dihambat oleh MAO inhibitors shg kadar amin dalam plasma meningkat & akibatnya terjadi
hipertensi hebat.
Ex.2. : antagonis Ca (amlodipin, nifedipin) vs grapefruit juice, minuman tsb menghambat enzim sitokrom P450 pd dinding usus
shg BA antagonis Ca meningkat & menyebabkan hipotensi hebat, takikardi, dll.

C. Ekskresi
Makanan kaya protein (daging, telur, ikan), roti, cake dapat menurunkan pH urin (urin menjadi asam) shg mengurangi reabsorpsi
tubular obat basa lemah (mis : morfin) yg mengakibatkan ekskresinya diperpanjang.
Obat-obat yg meningkatkan kebutuhan terhadap vitamin tertentu :
1.pil KB, INH, penisilamin, hidralazin meningkatkan kebutuhan piridoksin / vit. B6.
2.salisilat & tetrasiklin menaikkan kebutuhan vit. C
3.parafin (laxadin) menurunkan absorpsi vit. Larut lemak shg kebutuhannnya meningkat.
15. Kontra Indikasi
Kondisi patologis dimana obat tidak boleh digunakan.
ex : gangguan fungsi hati (parasetamol, ketokonazol).
gangguan fungsi ginjal (gentamisin).
16. inkompatibilitas farmakologis
terjadi diluar tubuh / sebelum obat diberikan
dua obat / > dicampur dalam satu wadah / obat suntik dalam cairan infuse
ditandai perubahan fisika kimia (yg tak terlihat)
ex : * penisilin dinonaktifkan oleh aminoglikosid
* gentamicin diinaktivasi oleh karbenisilin
* amfoterisin B mengendap dalam larutan fisiolagis (NaCl)/ larutan ringer (RL).
kadangkala ada manfaatnya : heparin / antikoagulan (asam) dihambat dg pemberian protamin (basa) = antidot spesifik terhadap
overdosis heparin.
BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO)
Faktor yg mempengaruhi pemilihan BSO
1. Faktor obat
-rasa obat pahit, amis, tidak enak kapsul, emulsi, dragee.
-obat dirusak asam lambung (terutama jika diberikan p.o)tablet salut enterik, parenteral, suppositoria, tablet sublingual, tablet
buccal.
2. Faktor penderita
-bayi & anak sirup, pulveres (p.o)
-tidak sadar/pingsan, tidak kooperatif/gila parenteral, rektal (suppositoria, enema).
-tingkat ekonomi harga tablet/kapsul berbeda dg sirup.
3. Faktor penyakit
-gawat/emergency parenteral, aerosol, nebulizer.
-letak penyakit mis : mata (TT, ZM), telinga (TT).
-penyakit kronis & frekuensi pemakaian yg sering mis: peny. Jantung (SR, oros, CR).
Fungsi BSO dari sisi biofarmasetika
1. Melindungi agar zat aktif tidak rusak oleh udara, kelembaban/cahaya tablet salut.
2. Melindungi zat aktif tidak dirusak asam lambung jk digunakan per oral tablet salut enterik, tab.sub lingual, tab.buccal.
3. Menutupi / menghilangkan rasa pahit, rasa & bau yg tidak enak dari obat kapsul, tablet salut, sirup.
4. membuat serbuk yg tidak larut / tdk stabil dalam larutan dibuat serbuk yg tidak larut & terdispersi dalam air (suspensi).
5. mencampur cairan seperti minyak agar terdispersi dalam larutan air menjadi emulsi, melindungi rasa & bau tak enak dari minyak
(emulsi minyak ikan).
6. Memudahkan penggunaan obat untuk pengobatan setempat shg diperoleh efek maksimal di tempat yg diobati TM/ZM, TT,
tetes hidung, salep/cream untuk kulit.
7. Agar obat mudah masuk dalam lubang badan, yaitu :
-rektum suppositoria, enema.
-vaginal insert/suppositoria vaginal, douche
-mata TM,ZM, dll.
8. Mengatur pelepasan obat yg teliti, tepat, aman shg diperoleh efek yg lama & teratur (tab/kaps SR, CR, Oros).
9. agar obat dapat segera masuk dalam peredaran darah / jaringan badan (injeksi i.v. ; i.m.)
10. memperoleh aksi obat yg optimal dalam saluran pernapasan (inhalasi / aerosol)
11. membuat sediaan obat yg berupa larutan, dimana obatnya larut dalam zat pembawa yg dinginkan.
Klasifikasi BSO berdasarkan konsistensinya
1. BSO Padat
pulvis, pulveres, tablet, tab.salut (gula, film,enteric), tab.lepas lambat, tab. Effervescent, tab.sublingual. Tab. Bukal, tab. Kunyah,
tab. Hisap, kapsul, tab. Vaginal, suppositoria, ovula, pil, implan.
2. BSO Semi Padat
salep, cream, jel, pasta, oculenta, linimenta, sabun.
3. BSO Cair
larutan, eliksir, sirup, suspensi, emulsi, obat tetes, infusa, kolutorium, gargarisma, lotio, enema, vaginal douche, vaksin,
imunoserum, infus i.v., injeksi, inhalasi, aerosol.
BSO PADAT
1. PULVIS (serbuk tidak terbagi)
Campuran homogen & kering bahan obat yg dihaluskan, untuk pemakaian dalam/p.o.
Con : lacto-b, smecta.
2. PULVERES (puyer, serbuk yg terbagi)
serbuk yg dibagi dalam bobot sama (300-500 mg), dibungkus menggunakan bahan pengemas yg cocok untuk sekali minum,
digunakan untuk obat dalam / p.o.
Kelebihan : berupa unit dose (sekali minum), dosis untuk bayi/anak > tepat, disolusi > cepat dibanding tab/kaps, mudah
diberikan untuk bayi/anak.
Kekurangan : rasa obat tidak enak/pahit, dapat merangsang mukosa mulut/sal.GI.
Hal-hal yg diperhatikan pada pembuatan pulveres :
1. Assesment resep (prinsip 6T, 1W : tepat pasien, dignosa, obat, indikasi, dosis & waspada ES).
2. Hitung kembali dosis obat (umur, BB, BSA)
3. Jika ada interaksi obat, hubungi prescriber.
4. Obat yg seharusnya tidak boleh digerus :
-sediaan lepas lambat (SR, CR, Oros).
-tablet salut, terutama salut enterik.
-obat dg IT sempit.
5. Mortir & stemper untuk menggerus obat dalam (p.o) tidak boleh untuk meracik obat luar.
6. Jika obat yg dicampur lebih dari 2, gerus satu-persatu, obat yg jumlahnya lebih sedikit gerus dulu.
7. Selalu menjaga kebersihan.
3. pulvis adspersorius (serbuk tabur) : serbuk bebas dari butiran kasar , untuk penggunaan luar (diracik = pulvis). cont : serbuk
luka (nebacetin powder, enbatic), deodorant tabur (MBK, harum sari), anti gatal (herocyn, purol, caladin powder), douche
powder, insufflation.
4. TABLET (compressi)
sediaan padat, mengandung 1jenis obat/>, dg / tanpa zat tambahan.
5. Tablet Salut Gula (sugar coated tablet) = dragee
Tablet yg disalut dg larutan gula, untuk estetika & identifikasi zat penyalut bagian luar diberi warna.
tujuan : - menutupi rasa & bau yg tidak enak
- melindungi zat aktif yg mudah rusak oleh udara, lembab, cahaya.
6. tablet salut selaput (film coated tablet)
tablet disalut dg lapisan yg dibuat dg cara pengendapan zat penyalut dari pelarut yg cocok. lapisan selaput umumnya tidak
lebih dari 10% berat tablet.
tujuan :- menutupi rasa &bau yg tidak enak.
- melindungi zat aktif yg mudah rusak oleh udara, lembab, cahaya.
7. tablet salut enteric (enteric coated tablet) = lepas tunda
tablet disalut dg zat penyalut yg relatif tidak larut dalam asam lambung, tapi larut & hancur dalam lingkungan basa (usus
halus).
alasan tablet dibuat salut enteric :
obat rusak / inaktif oleh asam lambung
obat mengiritasi mukosa lambung
obat dikehendaki berefek di usus
Tujuan : menunda pelepasan obat sampai tablet melewati lambung.
8. Tablet lepas lambat
Tujuan : tablet dibuat sedemikian untuk melepaskan obatnya secara perlahan sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka
waktu tertentu setelah obat diberikan.
Tipe kerja : controlled-release, delayed-release, sustained- release, sustained-action, prolonged-release, prolonged-action,
timed-release, slow-release, extended-release, extended-action.
Ex : Isoptin SR.
9. Tablet effervescent
Tablet berbuih yg dibuat dg cara kompresi granul yg mengandung garam effervescent (Na-bikarbonat & asam organik : sitrat,
tartrat) atau bahan lain yg mampu melepaskan gas CO2 ketika bercampur dg air.
10. Tablet vaginal / vaginal insert /
suppositoria vaginal
Tablet yg dimasukkan dalam vagina dg alat penyisip khusus, di dalam vagina obat dilepaskan & berefek lokal.
Ex : flagystatin tablet vaginal.
11.Tablet sublingual & tablet bukal
Tablet sublingual : tablet yg disisipkan di bawah lidah.
Tablet bukal : tablet yg disisipkan diantara gusi & pipi.
Keduanya tablet oral yg larut dalam kantung pipi/bawah lidah untuk diabsorpsi melalui mukosa oral.
Tujuan : - menghindari absorpsi obat dirusak oleh cairan lambung
- memperbesar absorpsi obat ( absorpsi mukosa oral >>> saluran pencernaan).
12.Tablet hisap / Lozenges
Adalah tablet yg dapat melarut / hancur perlahan dalam mulut. Dibuat dg bahan dasar beraroma dan manis.
Tujuan : untuk pengobatan iritasi lokal / infeksi mulut / tenggorokan, dapat juga mengandung bahan aktif untuk absorpsi sistemik
setelah ditelan.
Sinonim : - pastiles (lozenges dg zat tambahan gelatin & gliserin / tablet hisap tuang)
- Troches (tablet hisap kempa).
13.Tablet Kunyah
Penggunaannya harus dikunyah, memberikan residu dg rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa
pahit/tidak enak.
Biasanya digunakan dalam formulasi tablet untuk anak, multivitamin, antasida, antibiotika tertentu.
14.KAPSUL
Adalah sediaan padat yg terdiri dari obat dalam cangkang keras/lunak yg dapat melarut.
Cangkang kapsul dibuat dari gelatin dg/tanpa zat tambahan lain.
Kapsul cangkang keras diisi : serbuk, butiran/granul, bahan semi padat/cairan, kapsul, tablet kecil.
Kapsul cangkang lunak diisi : cairan, suspensi, pasta.
15.PIL / PILLULAE
Sediaan padat berupa massa bulat, mengandung satu / > bahan obat, untuk pemakaian oral, berat 60 mg (granul),
300 mg (boli).
16.OVULA
sediaan padat yg digunakan melalui vagina , umumnya berbentuk telur , dapat melarut, melunak / meleleh pada suhu tubuh. Ex :
Vagistin ovula.
17.SUPPOSITORIA
Bentuk sediaan padat yg digunakan dg cara dimasukkan melalui lubang / celah pd tubuh (rektum, vagina, saluran urin),
umumnya berbentuk terpedo, dapat melarut, melunak / meleleh pd suhu tubuh, memberikan efek lokal / sistemik.
16.IMPLAN / PELLET
tablet dg d = 2 3 mm, bentuk kecil, silindris, steril, panjang 8 mm, berisi obat dg kemurnian tinggi (dg atau tanpa bahan
eksipien), dibuat secara pengempaan atau pencetakan, pemakaian secara implantasi dalam jaringan tubuh (s.c / dg bantuan
injektor khusus / sayatan bedah), untuk memperoleh pelepasan obat secara berkesinambungan dalam jangka waktu lama,
digunakan untuk pemberian hormon (testosteron / estradiol).
Ex : Implanon
BSO SEMI PADAT
1. salep / unguenta
sediaan setengah padat yg mudah dioleskan & digunakan sebagai obat luar, untuk pemakain topikal pd kulit / selaput lendir).
2. krim / cremores
sediaan setengah padat, berupa emulsi, mengandung 1 / > bahan obat terlarut / terdispersi dalam bahan dasar yg sesuai ,
digunakan sebagai emolien / untuk pemakain luar pd kulit.
3. jelly / gel
salep yg lebih halus, umumnya cair, mengandung sedikit lilin / tanpa lilin, digunakan pada membran mukosa, sebagai pelicin /
dasar salep campuran sederhana minyak & lemak dg titik lebur rendah.
4. pasta
1. sediaan berupa massa lembek , untuk pemakaian luar, digunakan sebagai antiseptic / pelindung kulit, cara pakai : dioleskan lebih dulu
pada kain kasa.
2. Sediaan semi padat yg mengandung 1 / > bahan obat, untuk pemakaian topikal (kulit luar). Perbedaan dg salep : persentase bahan padat
pd pasta > besar shg pasta > kaku dp salep.
ex : pasta Zink oksida.
5. oculenta = salep mata
salep steril untuk pengobatan mata , menggunakan dasar salep yg cocok.
6. linimenta
sediaan yg dipakai dg dioles & digosok dg penekanan agar bahan obat menembus kulit.
7. Sabun
Sediaan setengah padat yg diperoleh melalui reaksi saponifikasi (reaksi penyabunan alkali dg asam lemak rantai panjang).
Konsistensi sabun tergantung dari alkali yg digunakan : KOH (lunak), NaOH (keras).
1. LARUTAN / SOLUTIONS
Sediaan cair yg mengandung bahan kimia terlarut.
Zat padat + cairan, dipanaskan 37C menjadi larutan.
Pelarut : air suling, kecuali disebutkan lain.
Zat pelarut larutan :
-air suling
-spiritus, untuk melarutkan : champora, iodium, mentholum.
-aether : champhora
-minyak lemak : champora, mentholum, bromoform.
-parafin liquidum : champhora, mentholum, ephedrin.
-glycerium : phenolum, borax.
Penyimpanan larutan : untuk larutan yg mudah terurai/berreaksi karena cahaya harus disimpan dalam botol gelap/coklat.
Wadah / kemasan : harus mudah dikosongkan, volume boleh > 1 liter.
Larutan dapat digunakan sbg :
1. Obat dalam (larutan oral) : eliksir, sirup.
2. Obat luar : larutan topikal, larutan irigasi.
3. Dimasukkan dalam rongga tubuh : larutan otik, larutan nasal, larutan inhalasi, larutan ophtalmik, larutan parenteral, larutan
dialisis peritonial.
2. ELIKSIR
larutan yg mempunyai rasa & bau sedap, selain mengandung obat juga zat tambahan seperti : gula (sirup gula, sorbitol, gliserin,
sakarin), zat warna, zat pewangi, zat pengawet; untuk obat dalam; pelarut utama : etanol (5 10%) untuk mempertinggi kelarutan
obat.
3. SIRUP
sediaan cair berupa larutan , mengandung sakarosa dg kadar tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66,0%.
ex : sirup simpleks (sirup bukan obat)
4. SUSPENSI
sediaan yg mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus & tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
Syarat suspensi :
-zat yg terdispersi halus tidak boleh cepat mengendap.
-suspensi tidak boleh terlalu kental, shg mudah dikocok, endapan cepat terdispersi kembali & mudah dituang.
-mengandung suspending agent sbg stabilisator.
Suspensi digunakan sbg :
-suspensi oral, con : amoxicilin dry sirup.
-suspensi tetes telinga (bagian luar).
-suspensi steril untuk injeksi, con : suspensi kortison asetat steril, ampisilin steril untuk suspensi.
5. EMULSI
sediaan yg mengandung bahan obat cair / larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi /
surfaktan yg cocok.
6. OBAT TETES / GUTTAE
sediaan cair berupa larutan suspensi / emulsi, untuk obat dalam / luar, digunakan dg cara meneteskan menggunakan penetes yg
menghasilkan tetesan setara dg tetesan yg dihasilkan penetes baku yg disebutkan FI.
7.GUTTAE (tanpa penjelasan lanjut), untuk obat dalam, digunakan dg cara meneteskan obat ke dalam makanan / minuman.
8. GUTTAE ORIS / TTS MULUT
obat tetes untuk mulut dg cara mengencerkan lebih dulu dg air, untuk dikumur-kumur, bukan untuk ditelan.
9.guttae auriculars / tetes telinga
obat tetes untuk telinga dipakai dg meneteskan obat ke dalam telinga
10.guttae nasals / tetes hidung
dipakai dg cara meneteskan obat ke dalam rongga hidung
11.guttae opthalmicae / tetes mata
sediaan steril berupa larutan / suspensi, digunakan untuk mata dg cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar bola
mata & kelopak mata.
12. INFUSA
sediaan cair yg dibuat dg cara menyari/mengekstraksi simplisia nabati dg air pada T=90C selama 15 menit.
13. KOLUTORIUM / obat cuci mulut
larutan pekat dalam air yg mengandung bahan deodorant, antiseptic, analgetik local / astringen.
14. gargarisma = gargle = obat kumur
sediaan berupa larutan, dalam pekat yg harus diencerkan sebelum digunakan,sebagai pengobatan / pencegahan infeksi
tenggorokan,
tujuan : obat yg terkandung di dalamnya dapat langsung terkena selaput lendir sepanjang tenggorokan & tidak dimaksudkan agar
obat tersebut menjadi pelindung selaput tenggorokan.
15. Lotio / Losio
Preparat cair untuk penggunaan luar pd kulit, sebagai pelindung / obat, dapat digunakan secara merata & cepat pd permukaan
kulit yg luas, setelah dipakai di kulit cepat kering & meninggalkan lapisan tipis dari komponen obatnya pd permukaan kulit.
16. ENEMA
sediaan larutan yg dimasukkan dalam rectum dan usus besar dan akan merangsang pengeluaran feses, volume enema
500 1500 ml.
Sediaan larutan yg dimasukkan ke dalam rektum untuk memperoleh efek lokal / absorpsi sistemik dari obatnya.
17. VAGINAL DOUCHE
larutan dalam air yg disemprotkan ke dalam vagina (dg alat khusus), sebagai antiseptic / pembersih.
18. INFUS I.V. / infundibilia
sediaan steril berupa larutan / emulsi, bebas pirogen, isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena dalam larutan /
volume relatif banyak.
19. VAKSIN
sediaan mengandung antigen dapat berupa kuman mati, kuman inaktif / kuman hidup yg dilumpuhkan virulensinya tanpa
merusak potensi antigennya, untuk kekebalan aktif & khas terhadap infeksi kuman / toksinnya.
20. IMUNOSERUM
sediaan cair / kering beku,mengandung immunoglobulin khas dari pemurnian serum hewan yg telah dikebalkan, khasiat :
menetralkan toksin kuman / bisa ular / mengikat kuman / virus / antigen lain yg sama dg yg digunakan pada pembuatannya.
21. WATER FOR INJECTION
air yg disuling 2x, untuk melarutkan sediaan injeksi yg berupa serbuk.
22. INJEKSI
Sediaan steril yg disuntikkan dg cara merobek jaringan ke dalam kulit / melalui selaput lendir.
Sediaan steril (mnrt F.I.), untuk parenteral dapat berupa :
1. Larutan / emulsi yg dapat langsung diinjeksikan.
Con : injeksi aminofilin.
2. Serbuk steril / cairan pekat yg tidak mengandung dapar, pengencer / bahan tambahan lain shg harus diencerkan dulu dg pelarut
yg sesuai persyaratan injeksi.
Con : ampicillin Na-steril.
3. Sediaan spt.no.2. mengandung 1 / > dapar, pengencer & bahan tambahan lain shg dapat langsung digunakan.
con : siklofosfamid untuk injeksi.
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yg sesuai, tidak disuntikkan i.v. atau ke dalam saluran spinal.
ex : suspensi kortison asetat steril.
5. Sediaan serbuk steril yg harus disuspensikan lebih dulu dg bahan pembawa yg sesuai untuk injeksi.
con : ampicillin steril untuk suspensi.
23. INHALASI
sediaan obat / larutan / suspensi terdiri dari 1 / > bahan obat yg diberikan melalui saluran nafas hidung (mulut), disedot dg
memakai alat semprot mekanik, untuk memperoleh efek lokal / sistemik. Sediaan obat biasanya dalam bentuk butiran kabut yg
sangat halus & seragam shg dapat mencapai bronkioli. Ex : ventolin nebules
24. AEROSOL
sediaan yg mengandung 1 / > zat berkhasiat dalam wadah bertekanan, berisi propelan / campuran yg cukup untuk memancarkan
isinya hingga habis, dapat untuk obat luar / untuk obat dalam. jika untuk obat dalam / inhalasi aerosol dilengkapi dg pengatur
dosis.
ex : kenalog spray (untuk obat luar, anti-inflamasi topikal).
25. Bentuk sediaan lainnya : PLESTER
bahan yg digunakan untuk pemakaian luar terbuat dari bahan yg dapat melekat pd kulit & menempel pd pembalut. Tujuan :
melindungi & menyangga / memberikan daya perekat & daya maserasi & memberikan pengobatan jika melekat pd kulit.
ex : plester estraderm TTS 50.
TTS = transdermal terapeutic system
RUTE / CARA
PEMBERIAN OBAT
Pemilihan rute / cara pemberian obat tergantung pada :
1. Tujuan terapi / efek yg diinginkan
a.efek lokal : topikal, intravaginal, rektal, intranasal, intraokuler, inhalasi / intrapulmonal.
b.efek sistemik : oral, sublingual, bukal, parenteral, implantasi s.c., rektal.
2. Sifat obat
a. obat merangsang mukosa mulut / mudah rusak oleh asam lambung / obat menjadi inaktif oleh asam lambung & sal. G.I.
sublingual (ISDN), parenteral (inj. Insulin), rektal (aminofilin rektal).
b.obat tidak diabsorpsi oleh usus (mis : streptomisin) parenteral (injeksi i.m.).
3. Kondisi pasien & penyakit
-pasien tidak sadar/tidak kooperatif parenteral / rektal.
-pasien kondisi gawat parenteral (i.v.).
-pasien sulit / tidak mampu menelan hindari p.o.
-penyakit kronis yg memerlukan efek obat cepat sublingual pd serangan angina.
Ctt : pemilihan BSO & rute / cara pemberian sebaiknya didiskusikan dg pasien/keluarganya shg dapat meningkatkan compliance / ketaatan
pasien. Dg demikian tujuan terapi dapat dicapai.
Klasifikasi Rute / Cara Pemberian Obat Berdasarkan Tujuan Terapi / Efek Yg Diinginkan
I. EFEK SISTEMIK
A. ORAL
Disebut juga cara interal (intran = usus, melibatkan usus).
Tempat pemberian : mulut
Tempat absorpsi : mukosa usus (duodenum)
Keuntungan pemberian oral :
mudah dilakukan oleh pasien sendiri
relative aman & murah
aman, jika toksis obat dapat :
dimuntahkan langsung
digunakan emetic / carbo adsorben
murah
pasien dapat melakukan sendiri
tanpa alat khusus
Efektif / praktis
Kerugian pemberian p.o. :
-absorpsi obat tidak teratur & tidak maksimal. mis : tetrasiklin & digoksin 80%.
-setelah diabsorpsi, obat melalui hati & mengalami FPE shg BA rendah.
-tidak efektif untuk pasien : muntah, diare, tidak sadar, tidak kooperatif / gila.
-obat dapat merangsang mukosa mulut (mis : aminofilin), dpt diberikan d.c.
-obat dapat diuraikan oleh asam lambung shg inaktif (mis : benzilpenisilin, insulin, oksitosin, hormon steroid).
Perkecualian :
jika pemberian p.o. ditujukan untuk efek lokal di usus, maka obat tidak boleh diabsorpsi oleh pembuluh darah disepanjang
saluran G.I. (con : obat cacing, antibiotika untuk pengobatan infeksi lambung usus / digunakan sebelum pembedahan, yakni :
streptomisin, kanamisin, neomisin, beberapa sulfonamid, & zat-zat kontras rontgen untuk foto lambung-usus).
BSO yg bisa diberikan oral / p.o :
tablet, kapsul, larutan, sirup, eliksir, suspensi, gel, serbuk.
B. SUBLINGUAL
Tempat pemberian : obat diletakkan di bawah lidah.
BSO : tablet, troches / lozenges
C. BUKKAL
Tempat pemberian : obat diselipkan diantara gusi & pipi.
BSO : tablet, troches / lozenges (tablet hisap).
Keuntungan B & C :
a. efek cepat & sempurna karena obat langsung masuk ke peredaran darah besar tanpa melalui hati.
b. untuk menghindari kerusakan obat dari saluran cerna
Kerugian B & C :
jika digunakan terus-menerus, kurang praktis karena merangsang mukosa mulut.
no.B & C absorpsi obat melalui membran mukosa mulut (obat sedikit sekali diabsorpsi melalui saluran cerna), memberi efek
sistemik.
D. PARENTERAL
Artinya pemberian obat yg tidak melibatkan usus/sal. GI.
Tempat pemberian : selain melalui saluran GI
(melalui injeksi).
Macam-macam cara pemberian parenteral / injeksi :
keuntungan pemberian parenteral :
menghindari obat dirusak / menjadi inaktif dalam saluran G.I
bila obat sedikit diabsorpsi dalam sal. G.I hingga obat tidak cukup untuk meninggalkan respon
dikehendaki efek obat yg cepat, kuat, & sempurna dalam keadaan gawat
diperoleh kadar obat yg sudah ditentukan (i.v), karena sedikit sekali dosis obat yg berkurang
dapat diberikan pada pasien yg sulit menelan / tidak suka diberi obat melalui oral.
kerugian pemberian parenteral :
efek toksiknya sukar dinetralkan bila terjadi kesalahan pemberian obat
karena dikehendaki steril, sediaan injeksi lebih mahal
pasien tidak dapat memakai sendiri, perlu bantuan tenaga ahli & peralatan khusus (tidak ekonomis)
dibutuhkan cara aseptis, timbul rasa nyeri
ada bahaya penularan hepatitis serum
BSO : larutan, suspensi
II. EFEK LOKAL
A. Topikal / Epikutan / Transdermal
Tempat pemberian : permukaan kulit
Keuntungan : memberi efek lokal, aksinya lama pada tempat yg sakit, sedikit diasorpsi
jika terjadi absorpsi dapat melalui :
* transeluler : menembus sel
* difusi : masuk melalui celah sel
* kelenjar minyak
BSO : ointment, krim, pasta, plester, serbuk, aerosol, lotion, sediaan transdermal (transdermal patches, discs, solution).
B. Konjungtival
Tempat pemberian : konjungtiva / selaput mata
Cara pemberian : dioleskan pd membran mukosa mata, efek lokal.
BSO : contact lens insert, ointment.
C. Intraokular
Tempat pemberian : mata
Cara pemberian : diteteskan pd membran mukosa mata, efek lokal.
BSO : suspensi, larutan.
D. Intra nasal
Tempat pemberian : hidung
Cara pemberian : diteteskan pd lubang hidung, efek lokal.
BSO : larutan, semprot, inhalan, salep.
E. Aural / intraselulaer
Tempat pemberian : telinga
Cara pemberian : diteteskan pd lubang telinga, efek lokal.
BSO : suspensi, larutan.
F. Vaginal
Tempat pemberian : vagina
Cara pemberian : dimasukkan ke dalam lubang vagina, efek lokal
BSO : larutan, ointment, busa emulsi, gel, tablet, insert, suppositoria.
G. Rektal
Tempat pemberian : rektum / anus
Tujuan : memperoleh efek lokal (antihemoroid) & sistemik (asma).
BSO : larutan, ointment, suppositoria, enema.
Keuntungan pemberian rektal :
rectum & colon menyerap banyak obat perrektal (untuk efek sistemik) menghindari kerusakan obat / obat menjadi
tidak aktif karena pengaruh lingkungan perut & usus.
mudah diberikan untuk pasien muntah, sulit menelan, tidak sadar
obat yg diabsorpsi melalui rectal beredar dalam darah tidak melalui hati sehingga tidak mengalami detoksikasi /
biotransformasi yg mengakibatkan obat terhindar dari tidak aktif.
kerugian :
tidak menyenangkan
absorpsi obatnya tidak teratur dan sukar ditentukan
H. Uretral
Tempat pemberian : uretra
Cara pemberian : dimasukkan ke dalam saluran kencing, efek lokal.
BSO : larutan, suppositoria.
11. Intrarespiratori
Tempat pemberian : paru-paru
Cara pemberian : disemprotkan dg kanister / inhalasi gas/cairan masuk paru-paru, efek lokal.
BSO : aerosol
keuntungan :
absorpsi cepat ,terhindar dari FPE di hati, pd penyakit paru paru (asma bronchial),obat dapat diberikan
langsung pada bronkus.
kerugian :
diperlukan alat & metoda khusus yg sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, obatnya mengiritasi epitel
paru-paru

Penggolongan Obat Tradisional


Artikel ini tentang Penggolongan Obat Tradisional dan Perbedaan Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka.
Obat tradisional dibagi 3: Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka. Dulu pada awalnya Penggolongan hanya berdasarkan
klasifikasi obat kimia, namun setelah berkembangnya obat bahan alam, muncul istilah obat tradisional, awal mulanya dibagi menjadi 2,
yaitu obat tradisional (jamu) dan fitofarmaka, seiring perkembangan teknologi pembuatan obat bisa dalam berbagai bentuk, berasal dari
ekstrak dengan pengujian dan standar tertentu, maka dibagilah obat tradisional menjadi 3, yaitu :
1. Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang berdasarkan dari pengalaman empiris secara turun temurun, yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya dari generasi ke generasi. bentuk obat umumnya disediakan dalam berbagai bentuk serbuk, minuman,
pil, cairan dari berbagai tanaman. Jamu umumnya terdiri dari 5-10 macam tumbuhan bahkan lebih, bentuk jamu tidak perlu pembuktian
ilmiah maupun klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris saja. Contoh : jamu buyung upik, jamu nyonya menier

2. Obat Herbal Terstandar (OHT) Obat Herbal Terstandar adalah obat tradisional yang telah teruji berkhasiat secara pra-klinis (terhadap
hewan percobaan), lolos uji toksisitas akut maupun kronis, terdiri dari bahan yang terstandar (Seperti ekstrak yang memenuhi parameter
mutu), serta dibuat dengan cara higienis.
Contoh : Tolak angin

3. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah obat tradisional yang telah teruji khasiatnya melalui uji pra-klinis (pada hewan percobaan) dan uji klinis (pada manusia),
serta terbukti aman melalui uji toksisitas, bahan baku terstandar, serta diproduksi secara higienis, bermutu, sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
Contoh : Cursil

Perbedaan Jamu OHT dan Fitofarmaka : Jamu --> Obat tradisional terbukti berkhasiat dan aman berdasarkan bukti empiris turun
temurun. OHT --> Obat Tradisional terbukti berkhasiat melalui uji pra-klinis dan teruji aman melalui uji toksisitas, bahan terstandar dan
diproduksi secara higienis. Fitofarmaka --> Obat tradisional terbuksi berkhasiat melalui uji pra-klinis dan uji klinis, teruji aman melalui
uji toksisitas, bahan terstandar, dan diproduksi secara higienis dan bermutu.

dasar dasar ilmu farmasi


Farmasi berasal dari kata PHARMACON yang berarti obat atau racun. Sedangkan pengertian farmasi adalah suatu profesi di bidang
kesehatan yang meliputi kegiatan-kegiatan di bidang penemuan , pengembangan, produksi, pengolahan, peracikan, informasi obat dan
distribusi obat.
Ilmu farmasi awalnya berkembang dari para tabib dan pengobatan tradisional yang berkembang di Yunani, Timur- Tengah, Asia kecil,
Cina, dan Wilayah Asia lainnya. Mulanya ilmu ilmu pengobatan di miliki oleh orang tertentu secar turun temurun dari keluarganya. Di
Yunani sendiri yang sering di anggap sebagai Tabib adalah pendeta. Dalam legenda kuno Yunani, Asclepius, Dewa pengobatan
menugaskan Hygieia untuk meracik campuran obat yang ia buat. Oleh masyarakat Inggris Hygieia disebut sebagi Apoteker (Inggris :
Apothecary). Sedangkan di Mesir di mesir di bagi dalam dua pekerjaan, yaitu : yang mengunjungi orang sakit dan yang bekerja di kuil
menyiapkan racikan obat.
Buku tentang bahan obat2an pertama kali ditulis di Cina sekitar 2735 SM, kemudian sekitar tahun 400 SM berdirilah sekolah
kedokteran di Yunani. Salah seorang muridnya adalah Hipocrates yang menempatkan profesi tabib pada tataran etik yang tinggi. Ilmu
farmasi secara perlahan berkembang. Di dunia Arab pada abad VIII, ilmu farmasi yang dikembangkan oleh para ilmuawan Arab menyebar
luas sampai ke Eropa.
A. Definisi Campuran , kocok
1. Definisi Campuran
Campuran adalah materi yang terdiri atas dua macam zat atau lebih dan masih memiliki sifat-sifat zat asalnya. Jika kita
mencampur minyak dengan air, terlihat ada batas di antara kedua cairan tersebut.
Dari batasan mengenai pengertian campuran dapat diuraikan beberapa sifat dari campuran, Diantaranya :
a. Terdiri dari dua jnis Zat tunggal atau lebih
b. Komposisi campuran tidak tetap tapi bervariasi
c. Sifat Zat-Zat pembentuk campuran masih tampak pada campuran yang dibentuknya.
d. Zat Zat pembentuk campuran dapat dipisahkan secara fisis.
Jenis-jenis Campuran, Dapat dibedakan menjadi 2 ( Dua ) Yaitu :
a. Campuran Homogen adalah campuran yang seluruh bagiannya mempunyai perbandingan komponen yang sama sehingga sangat sulit untuk
membeda-bedakan komponen zat penyusunnya. Contoh campuran Homogen adalah larutan.
b. Campuran Heterogen adalah campuran yang perbandingan komponen disetiap bagiannya tidak sama sehingga masih dapat dibedakan zat-zat
penyusunnya. Contoh campuran Heterogen adalah Suspensi
Secara khusus campuran dapat dibedakan ke dalam 3 bentuk yaitu :
a. Larutan
Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut
, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lainnya dalam larutan disebut pelarut. Komposisi zat terlarut dan pelarut
dalam larutan dinyatakan sebagai konsentrasi larutan. Contoh larutan:
Larutan garam adalah campuran homogen dari garam dalam air
Larutan gula adalah campuran homogen dari gula dalam air
Larutan oralit adalah campuran homogen dari gula dan garam dalam
b. Suspensi
Suspensi adalah campuran heterogen dari zat padat dalam zat cair dimana terbentuk sedimentasi sehingga batas antar komponen dapat
dibedakan tanpa perlu menggunakan mikroskop. Suspensi tampak keruh dan zat yang tersuspensi lambat laun terpisah karena gravitasi dan
membentuk sedimentasi.Contoh suspensi:
Campuran kapur dan air
Campuran kopi dan air
c. Koloid
Koloid adalah campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi. Koloid merupakan bentuk campuran (sistem dispersi) dua
atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm), sehingga terkena efek
Tyndall. Namun karena koloid merupakan campuran homogen maka partikel terdispersi tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi sehingga tidak
terbentuk sedimentasi (endapan). Contoh Koloid:
Susu, adalah koloid teremulsi dari lemak susu dalam air
Lem kanji adalah koloid gel dari pati dan air yang dipanaskan
2. Definisi kocok
mengguncang(-guncang)
Mencampur adukkan
3. Definisi Campuran kocok
Mixtura agitanda ( Campurn kocok ) adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut dalam cairanpembawa,
sehingga cepat mengendap. Pada umumnya untuk pemakaian luar (topikal) dan dihindaripenambahan stabilisator PGA(Pulvis gummi
arabicium), tragakant.
B. Emulsi
1. Pengertian Emulsi
Emulsiadalah sediaan yang mengandung bahanobat cair atau cairanobat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yangcocok.Merupakan sistemdua fase, yangsalah satucairannya terdispersi dalamcairan yang lain, dalambentuk tetesankecil. yangberukuran 0,1-100 mm, yangdistabilkan
dengan emulgator/surfaktan yang cocok.
Emulsi berasal dari kata emulgeo yang artinya menyerupai milk, warna emulsiadalah putih.Emulsi dapat dibedakan dalam 2
bentuk yaitu: Emulsi Vera (emulsialam), dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak jugaemulgator yang biasanya
merupakan zat seperti putih telur. Dan emulsi spuria (emulsibuatan)yang terbentuk karena penambahan emulgator dari luar.
Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan rata dari campurandua cairan yang saling tidak bisa bercampur. Tujuan pemakaian
emulsiadalah:
a) Dipergunakan sebagai obat dalam/ peroal. Umumnya emulsi tipe O/W.
b) Dipergunakansebagaiobat luar.Bisa tipeO/W maupun W/O tergantung banyak faktor misalnyasifatzatataujenisefekterapiyang dikehendaki
2. Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupuneksternal,makaemulsidigolongkanmenjadiduamacamyaitu:
a) Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air).Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar kedalam air.Minyak
sebagaifaseinternaldanairfaseeksternal.
b) Emulsi tipe W/O (water in oil) atau A/M (air dalam minyak)
3. Teori Terjadinya Emulsi
a) Teori Tegangan Permukaan ( Surface Tension )
Daya kohesi suatu zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akanterjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya
keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan tegangan permukaan. Semakin tinggi perbedaan tegangan
yang terjadi pada bidang mengakibatkan antara kedua zatcair itu semakin susah untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akanbertambah dengan
penambahan garam-garam anorganik atau senyawa-senyawaelektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa organik tetentu
antaralain sabun. Didalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkandan menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi pada bidang
batassehinggaantarakeduazatcairtersebutakanmudahbercampur
b) Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni :Kelompok hidrofilik yaitu bagian dari emulgator yang suka pada air, dan
kelompok lipofilikyaitubagianyangsukapadaminyak.
c) Teori Interparsial Film
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air danminyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan
membungkus partikel fase dispers.Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel yang sejenis untukbergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dispers
menjadistabil.Untukmemberikan stabilitas maksimum pada emulsi, syarat emulgator yang dipakai adalah :
Dapatmembentuklapisanfilmyangkuattapilunak.
Jumlahnyacukupuntukmenutupsemuapermukaanpartikelfasedispers.
Dapatmembentuklapisanfilmdengancepatdandapatmenutupsemuapermukaanpartikeldengansegera.
d) Teori Electric Double Layer (lapisan listrik ganda)
Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung berhubungandengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis,
sedangkan lapisan berikutnyaakan bermuatan yang berlawanan dengan lapisan didepannya. Dengan demikianseolah-olah tiap partikel
minyak dilindungi oleh dua benteng lapisan listrik yangsaling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari partikel minyak yang akan menggandakan
penggabungan menjadi satu molekul besar. Karena susunanlistrik yang menyelubungi sesama partikel akan tolak menolak dan stabilitas emulsiakan
bertambah. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga caradibawahini.
Terjadinyaionisasidarimolekulpadapermukaanpartikel.
Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya.
Terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya.
4. Bahan Pengemulsi (Emulgator)
Terbagi menjadi dua yaitu emulgator alam dan emulgator buatan.Emulgator buatan, seperti:
a. Sabun
b. Tween 20; 40; 60; 80
c. Span 20; 40; 80
Emulgator alam adalah emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit. Dapat digolongkan menjadi tiga golongan:
1. Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan
Bahan-bahan karbohidrat: bahan-bahan alami seperti akasia (gom), tragakan, agar, kondrus dan pectin. Bahan-bahan ini membentuk
koloid hidrofilik bila ditambahkan kedalam air dan umumnya menghasilkan emulsi m/a.
a. Gom arab
b. Tragacanth
c. Agar-agar
d. Chondrus
e. Emulgator lain, seperti: pektin, metil selulosa, CMC 1-2 %.
2. Emulgator alam dari hewan
Zat-zat protein seperti: gelatin, kuning telur, kasein, dan adeps lanae. Bahan-bahan ini menghasilkan emulsi tipe m/a. kerugian
gelatin sebagai suatu zat pengemulsi adalah sediaan menjadi terlalu cair dan menjadi lebih cair pada pendiaman.
3. Emulgator alam dari tanah mineral
Zat padat yang terbagi halus, seperti: tanah liat koloid termasuk bentonit, magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida.
Umumnya membentuk emulsi tipe m/a bila bahan padat ditambahkan ke fase air jika jumlah volume air lebih besar dari minyak. Jika serbuk
bahan padat ditambahkan dalam inyak dan volume fase minyak lebih banyak dari air, suatu zat seperti bentonit sanggup membentuk suatu
emulsi a/m. Selain itu juga terdapat Veegum / Magnesium Aluminium Silikat
4. Cara Pembuatan Emulsi
Dikenal 3(tiga)metodedalampembuatanemulsiyaitu:
1. Metode gom kering
Disebut pula metode continental dan metode 4;2;1. Emulsi dibuatdengan jumlah komposisi minyak dengan jumlah volume air dan
jumlahemulgator. Sehingga diperoleh perbandingan 4 bagian minyak, 2 bagian airdan 1 bagian emulgator. Pertama-tama gom
didispersikan kedalam minyak,lalu ditambahkan air sekaligus dan diaduk /digerus dengan cepat dan searah hinggaterbentukkorpus emulsi.
2. Metodegom basah
Disebut pula sebagai metode Inggris, cocok untuk penyiapan emulsidengan musilago atau melarutkan gum sebagai emulgator, dan
menggunakanperbandingan 4;2;1 sama seperti metode gom kering. Metode ini dipilih jikaemulgator yang digunakan harus
dilarutkan/didispersikan terlebuh dahulukedalam air misalnya metilselulosa. 1 bagian gom ditambahkan 2 bagian airlalu diaduk, dan minyak
ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk dengancepat.3.
3. Metode botol
Disebut pula metode Forbes. Metode inii digunakan untuk emulsi daribahan-bahan menguap dan minyak-minyak dengan kekentalan yang
rendah.Metode ini merrupakan variasi dari metode gom kering atau metode gombasah. Emulsi terutama dibuat dengan pengocokan kuat dan
kemudiandiencerkan dengan fase luar.Dalam botol kering, emulgator yang digunakan dari jumlah minyak.Ditambahkan dua bagian air lalu
dikocok kuat-kuat, suatu volume air yangsama banyak dengan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terusdikocok, setelah emulsi
utama terbentuk, dapat diencerkan dengan air sampai volumeyang tepat.
4. Metode Penyabunan In Situa.
a. SabunKalsium
Emulsi a/m yang terdiri dari campuran minyak sayur dan air jeruk,yang dibuat dengan sederhana yaitu mencampurkan minyak dan air dalam
jumlah yang sama dan dikocok kuat-kuat. Bahan pengemulsi, terutama kalsium oleat, dibentuk secara in situ disiapkandariminyaksayur alami yang
mengandungasamlemakbebas.
b. SabunLunak
Metode ini, basis di larutkan dalam fase air dan asam lemak dalam fase minyak. Jika perlu, maka bahan dapat
dilelehkan,komponen tersebut dapat dipisahkan dalam dua gelas beker dandipanaskanhinggameleleh,jikakeduafasetelahmencapaitemperature yang sama,
maka fase eksternal ditambahkan kedalam faseinternal dengan pengadukan.
c. Pengemulsi Sintetik
Secara umum, metode ini sama dengan metode penyabunan insitu dengan menggunakan sabun lunak dengan perbedaan bahwa bahan pengemulsi ditambahkan pada
fase dimana ia dapat lebih melarut.Dengan perbandingan untuk emulsifier 2-5%. Emulsifikasi tidak terjadisecepatmetodepenyabunan.
5. Cara Membedakan Tipe Emulsi
Test Pengenceran Tetesan
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa suatu emulsi akan bercampur denganyang menjadi fase luarnya. Misalnya suatu emulsi tipe m/a, maka emulsi
iniakan mudah diencerkan dengan penabahan air. Begitu pula sebaliknya dengan tipea/m.
Test Kelarutan Pewarna
Metode ini berdasarkan prinsip keseragaman disperse pewarna dalam emulsi , jika pewarna larut dalam fase luar dari emulsi.
Misalnya amaranth, adalahpewarna yang larut air, maka akan terdispersi seragam pada emulsi tipe m/a.Sudan III, adalah pewarna yang larut
minyak, maka akan terdispersi seragam padaemulsitipea/m.
TestCreaming(ArahPembentukanKrim)
Creaming adalah proses sedimentasi dari tetesan-tetesan terdispersi berdasarkan densitas dari fase internal dan fase eksternal.
Jika densitas relativedari kedua fase diketahui, pembentukan arah krim dari fase dispers dapat menunjukkan tipe emulsi yang ada. Pada sebagian besar system
farmasetik,densitas fase minyak atau lemak kurang dibandingkan fase air; sehingga, jika erjadi krimpada bagian atas, maka emulsi tersebut adalah tipe m/a, jika emulsi krimterjadi pada bagian
bawah,makaemulsitersebutmerupakantipea/m.
Test Konduktivitas Elektrik
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa air atau larutan berair mampu menghantarkan listrik, dan minyak tidak dapat
menghantarkan listrik. Jikasuatu elektroda diletakkan pada suatu system emulsi, konduktivitas elektrik tampak, maka emulsi tersebut tipe
m/a, dan begitu pula sebaliknya pada emulsitipe a/m.
Test Fluorosensi
Sangat banyak minyak yang dapat berfluorosensi jika terpapar sinar ultraviolet. Jika setetes emulsi di uji dibawah paparan sinar
ultra violet dan diamati dibawah mikroskop menunjukkan seluruh daerah berfluorosensi maka tipe emulsi itu adalah a/m, jika emulsi tipe m/a, maka
fluorosensihanyaberupanoda.
6. Kestabilan Emulsi
Emulsidikatakantidakstabilbilamengalamihal-halsepertidibawahini:
a. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana yang satumengandung fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creamingbersifat
reversibel artinya bila dikocok perlahan-lahan akan terdispersikembali
b. Koalesen dan cracking (breaking) yaitu pecahnya emulsi karena film yangmeliputi partikel rusak dan butir minyak akan koalesen (menyatu).
Sifatnyairreversibel (tidak bisa diperbaiki)
C. SUSPENSI
1. Pengertian Suspensi
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halusdan tidak larut, terdispersi dalam cairan
pembawa. Zat yang terdispersi harus halus,tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog perlahan-lahan endapan harus segeraterdispersi kembali. Dapat
ditambahkan zat tambahan untuk menjaminb stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah digojog dand i
tuang.
Suspensiterdiridaribeberapajenisyaitu:
a. SuspensiOraladalahsediaancairyangmengandungpartikelpadatyangterdispersidalampembawacairdenganbahanpengaromayangsesuaidanditujukkanuntukpenggunaanoral.
b. Suspensi Topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukkan untuk penggunaan
padakulit
c. Suspensi Optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan
untuk penggunaan pada mata. Suspensi obat mata harus steril dan zat yang terdisprsi harus sangat halus, bila untuk dosis ganda harus
mengandung bakterisida.
d. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandung partikel-partikelhalusyangditujukkanuntukditeteskanpadatelingabagianluar.
e. Suspensiuntukinjeksiadalahsediaanberupasuspensiserbukdalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran spinal.
Suspensi harus steril, mudah disuntikkan dan tidak menyumbat jarum suntik.
f. Suspensi untuk injeksi terkontinyu adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua
persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yangsesuai.
2. Stabilitas Suspensi
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari
pertikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang mempengaruhi stabiltas
suspensi adalah :
a. Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan
antara ukuran partikelmerupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antarluas penampang dengan daya tekan
keatas merupakan hubungan linier. Artinyasemakinbesarukuranpartikelmakasemakinkecilluaspenampangnya
b. Kekentalan / Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya
makin turun (kecil).Apabila didalamsuatu ruanganberisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena
sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu
makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.
c. Sifat/Muatan Partikel
Dalamsuatususpensikemungkinanbesar terdiridaribeberapa macamcampuranbahanyangsifatnya tidakterlalu sama.Dengandemikian adakemungkinanterjadi interaksi antar bahan
tersebu t yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat
mempengruhi.Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer,homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan
viskositas fase eksternal dapatdinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan tersebut. Bahan-bahan pengental
ini sering disebut sebagai suspending agent(bahanpensuspensi),umumnyabesifatmudahberkembangdalam air(hidrokoloid).
3. Bahan Pensuspensi
Bahanpensuspensiataususpendingagentdapatdikelompokanmenjadidua,yaitu:
a. Bahanpensuspensidarialam.
Bahan pensuspensi dari alam yang biasanya digunakan adalah jenis gom/hidrokoloid. Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga
campuran tersebut membentuk mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas cairan tersebut bertambah dan akan
menambah stabilitas suspensi. Kekentalan mucilago sangat dipengaruhi oleh panas, PH, danproses fermentasi bakteri.
Termasukgolongangom,antara lain:Acasia ( Pulvis gummi arabici), Chondrus, Tragacanth , Alginb.
Golonganbukangom,antara lain:Bentonit, Hectorit dan Veegum.
b. Bahanpensuspensisintesisa.
Derivat Selulosa, antara lain:Metil selulosa, karboksi metil selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa.
Golongan organk polimer, antara lain:Carbaphol 934
4. Cara Mengerjakan Obat Dalam Suspensi
a. Metodepembuatansuspensi:
Suspensidapatdibuatdengancara:
Metode Dispersi
Metode Precipitasi
b. Sistempembentukansuspensi:
Sistem flokulasi
Sistem deflokulasi
Secara umum sifat-sifat dari partikel flokulasi dan deflokulasi adalah :
a. Deflokulasi
Partikelsuspensidalamkeadaanterpisahsatudenganyang lain.
Sedimentasi yang terjadi lambat masing-masing patikel mengendap terpisahdanukuranpartikeladalahminimal.
Sediaan terbentuk lambat.
Diakhir sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi lagi.
b. Flokulasi
Partikelmerupakanagregatyangbasa
Sedimentasi terjadi begitu cepat
Sedimentidakmembentukcakeyangkerasdanpadatdanmudah terdispersi kembali seperti semula.
5. Penilaian Stabilitas Suspensi
a. Volume sedimentasi
Adalah Suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume mula-muladarisuspensi(Vo)sebelummengendap.
b. Derajat flokulasi
Adalah Suatu rasio volume sedimentasi akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume sedimentasi akhir suspensi
deflokulasi (Voc).
c. Metode reologi
Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu menemukan perilaku pengendapan, mengatur vehicle
dan susunan partikel untuk tujuan perbandingan.
d. Perubahan ukuran partikel
Digunakan cara Freeze-thaw cycling yaitu temperatur diturunkan sampai titik beku, lalu dinaikkan sampai mencair kembali.
Dengan cara ini dapat dilihat pertumbuhan kristal, yang pokok menjaga tidak terjadi perubahan ukuran partikel dan sifat kristal.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan darri pembahasan di atas adalah sebagai barikut :
1. Mixtura agitanda ( Campurn kocok ) adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut dalam cairanpembawa, sehingga cepat
mengendap. Pada umumnya untuk pemakaian luar (topikal) dan dihindaripenambahan stabilisator PGA(Pulvis gummi arabicium), tragakant.
2. Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan
yang cocok. Merupakan sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. yang berukuran 0,1-100 mm, yang distabilkan dengan
emulgator/surfaktan yang cocok.
3. Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halusdan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK
1. Farmakokinetik
Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4
proses, yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi bentuk
utuh atau bentuk aktif merupakan proses eliminasi obat (Gunawan, 2009).
1.1 Absorpsi
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat
pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat per
oral, dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200 meter
persegi (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan vili dan mikrovili ) (Gunawan, 2009).
Absorpsi obat meliputi proses obat dari saat dimasukkan ke dalam tubuh, melalui jalurnya hingga masuk ke dalam sirkulasi
sistemik. Pada level seluler, obat diabsorpsi melalui beberapa metode, terutama transport aktif dan transport pasif.

Gambar 1. 1 Proses Absorbsi Obat

a. Metode absorpsi
- Transport pasif
Transport pasif tidak memerlukan energi, sebab hanya dengan proses difusi obat dapat berpindah dari daerah dengan kadar konsentrasi
tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. Transport aktif terjadi selama molekul-molekul kecil dapat berdifusi sepanjang membrane dan
berhenti bila konsentrasi pada kedua sisi membrane seimbang.
- Transport Aktif
Transport aktif membutuhkan energy untuk menggerakkan obat dari daerah dengan konsentrasi obat rendah ke daerah dengan konsentrasi
obat tinggi
b. Kecepatan Absorpsi
Apabila pembatas antara obat aktif dan sirkulasi sitemik hanya sedikit sel. Absorpsi terjadi cepat dan obat segera mencapai level pengobatan
dalam tubuh.
- Detik s/d menit: SL, IV, inhalasi
- Lebih lambat: oral, IM, topical kulit, lapisan intestinal, otot
- Lambat sekali, berjam-jam / berhari-hari: per rektal/ sustained frelease.
c. Faktor yang mempengaruhi penyerapan
1. Aliran darah ke tempat absorpsi
2. Total luas permukaan yang tersedia sebagai tempat absorpsi
3. Waktu kontak permukaan absorpsi
d. Kecepatan Absorpsi
1. Diperlambat oleh nyeri dan stress
Nyeri dan stress mengurangi aliran darah, mengurangi pergerakan saluran cerna, retensi gaster
2. Makanan tinggi lemak
Makanan tinggi lemak dan padat akan menghambat pengosongan lambung dan memperlambat waktu absorpsi obat
3. Faktor bentuk obat
Absorpsi dipengaruhi formulasi obat: tablet, kapsul, cairan, sustained release, dll)
4. Kombinasi dengan obat lain
Interaksi satu obat dengan obat lain dapat meningkatkan atau memperlambat tergantung jenis obat
Obat yang diserap oleh usus halus ditransport ke hepar sebelum beredar ke seluruh tubuh. Hepar memetabolisme banyak obat
sebelum masuk ke sirkulasi. Hal ini yang disebut dengan efek first-pass. Metabolisme hepar dapat menyebabkan obat menjadi inaktif
sehingga menurunkan jumlah obat yang sampai ke sirkulasi sistemik, jadi dosis obat yang diberikan harus banyak.
1.2 Distribusi
Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan dan cairan tubuh.
Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor:
a. Aliran darah
Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ berdasarkan jumlah aliran darahnya. Organ dengan aliran darah terbesar
adalah Jantung, Hepar, Ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti kulit, lemak dan otot lebih lambat
b. Permeabilitas kapiler
Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat
c. Ikatan protein
Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak
dapat bekerja. Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek. Obat dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein

1.3 Metabolisme
Metabolisme/biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah komposisi obat sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat
dibuang keluar tubuh.
Obat dapat dimetabolisme melalui beberapa cara:
a. Menjadi metabolit inaktif kemudian diekskresikan;
b. Menjadi metabolit aktif, memiliki kerja farmakologi tersendiri dfan bisa dimetabolisme lanjutan.
Beberapa obat diberikan dalam bentuk tidak aktif kemudian setelah dimetabolisme baru menjadi aktif (prodrugs).
Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol. Tempat
metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah : dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus).
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi
melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umunya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif,
kurang aktif, atau menjadi toksik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme:
1. Kondisi Khusus
Beberapa penyakit tertentu dapat mengurangi metabolisme, al. penyakit hepar seperti sirosis.
2. Pengaruh Gen
Perbedaan gen individual menyebabkan beberapa orang dapat memetabolisme obat dengan cepat, sementara yang lain lambat.
3. Pengaruh Lingkungan
Lingkungan juga dapat mempengaruhi metabolisme, contohnya: Rokok, Keadaan stress, Penyakit lama, Operasi, Cedera
4. Usia
Perubahan umur dapat mempengaruhi metabolisme, bayi vs dewasa vs orang tua.

1.4 Ekskresi
Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh. Sebagian besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin.
Obat jugadapat dibuang melalui paru-paru, eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan taraktusintestinal.
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk
metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan
3 proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa
menurun 1% per tahun. Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Ekskresi melalui
paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum (Gunawan, 2009).
Hal-hal lain terkait Farmakokinetik:
a. Waktu Paruh
Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga setengah dari obat dibuang dari tubuh. Faktor yang mempengaruhi waktu paruh
adalah absorpsi, metabolism dan ekskresi.
Waktu paruh penting diketahui untuk menetapkan berapa sering obat harus diberikan.
b. Onset, puncak, and durasi
Onset adalah Waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya. Sangat tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat
Puncak, Setelah tubuh menyerap semakin banyak obat maka konsentrasinya di dalam tubuh semakin meningkat, Namun konsentrasi
puncak~ puncak respon
Durasi, Durasi kerjaadalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi
2. Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme
kerjanya. Tujuan mempelajari farmakodinamik adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan
mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respons yang terjadi (Gunawan, 2009).
2.2 Mekanisme Kerja Obat
kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel organism. Interaksi obat dengan reseptornya dapat
menimbulkan perubahan dan biokimiawi yang merupakan respon khas dari obat tersebut. Obat yang efeknya menyerupai senyawa endogen
di sebut agonis, obat yang tidak mempunyai aktifitas intrinsic sehingga menimbulkan efek dengan menghambat kerja suatu agonis disebut
antagonis.
2.3 Reseptor Obat
protein merupakan reseptor obat yang paling penting. Asam nukleat juga dapat merupakan reseptor obat yang penting, misalnya untuk
sitotastik. Ikatan obat-reseptor dapat berupa ikatan ion, hydrogen, hidrofobik, vanderwalls, atau kovalen. Perubahan kecil dalam molekul
obat, misalnya perubahan stereoisomer dapat menimbulkan perubahan besar dalam sifat farmakologinya.
2.4 Transmisi Sinyal Biologis
penghantaran sinyal biologis adalah proses yang menyebabkan suatu substansi ekstraseluler yang menimbulkan respon seluler fisiologis
yang spesifik. Reseptor yang terdapat di permukaan sel terdiri atas reseptor dalam bentuk enzim. Reseptor tidak hanya berfungsi dalam
pengaturan fisiologis dan biokimia, tetapi juga diatur atau dipengaruhi oleh mekanisme homeostatic lain. Bila suatu sel di rangsang oleh
agonisnya secara terus-menerus maka akan terjadi desentisasi yang menyebabkan efek perangsanga
2.5 Interaksi Obat-Reseptor
ikatan antara obat dengan resptor biasanya terdiri dari berbagai ikatan lemah (ikatan ion, hydrogen, hidrofilik, van der Waals), mirip ikatan
antara subtract dengan enzim, jarang terjadi ikatan kovalen.
2.6 Antagonisme Farmakodinamik
a. Antagonis fisiologik
Terjadi pada organ yang sama tetapi pada sistem reseptor yang berlainan.
b. Antagonisme pada reseptor
Obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu menimbulkan efek farmakologi secara instrinsik
2.7 Kerja Obat Yang Tidak Diperantarai Reseptor
a. Efek Nonspesifik Dan Gangguan Pada Membran
b. Perubahan sifat osmotic
c. Diuretic osmotic (urea, manitol), misalnya, meningkatkan osmolaritas filtrate glomerulus sehingga mengurangi reabsorpsi air di tubuli
ginjal dengan akibat terjadi efek diuretic
d. Perubahan sifat asam/basa
Kerja ini diperlihatkan oleh oleh antacid dalam menetralkan asam lambung.
e. Kerusakan nonspesifik
Zat perusak nonspesifik digunakan sebagai antiseptik dan disinfektan, dan kontrasepsi.contohnya, detergen merusak intregitas membrane
lipoprotein.
f. Gangguan fungsi membrane
Anestetik umum yang mudah menguap misalnya eter,, halotan, enfluran, dan metoksifluran bekerja dengan melarut dalam lemak membrane
sel di SSP sehingga eksitabilitasnya menurun.
g. Interaksi Dengan Molekul Kecil Atau Ion
Kerja ini diperlihatkan oleh kelator (chelating agents) misalnya CaNa2 EDTA yang mengikat Pb2+ bebas menjadi kelat yang inaktif pada
keracunan Pb.
h. Masuk ke dalam komponen sel
Obat yang merupakan analog puri atau pirimidin dapat berinkoporasi ke dalam asam nukleat
sehingga mengganggu fungsinya. Obat yang bekerja seperti ini disebut antimetabolit misalnya
6-merkaptopurin atau anti mikroba lain.

Mengelola obat golongan narkotika di apotek


Obat golongan narkotika merupakan obat yang memerlukan pengelolaan khusus di apotek karena peredaran dan penggunaan obat golongan
narkotika tersebut di awasi oleh pemerintah agar tidak disalahgunakan.Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan tingkat atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan.Berdasarkan UU No.22 tahun 1997 tentang narkotika, narkotika dibedakan dalam 3 golongan:
1. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan untuk terapi serta mempunyai potensi yang sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh: kokain, opium,
heroin, desomorfina.
2. Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan digunakan sebagai pilihan terakhir dalam terapi/untuk
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh: alfasetilmetadol,
betametadol, diampromida.
3. Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan menimbulkan ketergantungan. Contoh: kodein,
asetildihidrokodeina, polkadina, propiram.
Narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, namun dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan
yang ketat dan seksama.
Oleh karena itu, pengaturan narkotika harus benar-benar terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam,
menyimpan, mengedarkan, dan menggunakan narkotika harus dikendalikan dan diawasi dengan ketat.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.199/MenKes/SK/X/1996, pedagang besar farmasi (PBF) Kimia Farma depot sentral
dengan alamat kantor dan alamat gudang penyimpanan di Jalan Rawa Gelam V Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta Timur sebagai
importir tunggal di Indonesia untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan dengan penanggungjawab yang ditetapkan oleh Badan
Pengawasan Obat dan Makanan. Sentralisasi ini dimaksudkan untuk memudahkan pengendalian dan pengawasan narkotika oleh pemerintah.
Secara garis besar pengelolaan narkotika antara lain meliputi:
Pemesanan Narkotika
Apotek memesan narkotika ke PBF Kimia Farma dengan menggunakan surat pesanan (SP) yang ditanda tangani oleh apoteker pengelola
apotek dengan dilengkapi nama jelas, nomor SIK, SIA, dan stempel apotek, dimana untuk 1 lembar SP hanya untuk 1 macam narkotika saja.
Penyimpanan Narkotika
PerMenKes No.28/MenKes/Per/1987 tentang tata cara penyimpanan narkotika pasal 5 dan 6 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki
tempat khusus untuk menyimpan narkotika yang memenuhi persyaratan yaitu:
1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
2. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan.
3. Dibagi 2 masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian 1 digunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-
garamnya serta persediaan narkotika. Bagian 2 digunakan untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari.
4. Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran lebih kurang 40x80x100 cm3, lemari tersebut harus dibuat pada tembok
atau lantai.
5. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh MenKes.
6. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang diberi kuasa.
7. Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman dan yang tidak diketahui oleh umum.
Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika
Menurut UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan bahwa:
1. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan.
2. Narkotika hanya dapat diserahkan pada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter.
3. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter.
Selain itu berdasarkan surat edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997
disebutkan :
1. Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep dari apotek
lain yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.
2. Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep dari apotek
lain yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.
3. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan
resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.
4. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh
menambahkan tulisan iter pada resep yang mengandung narkotika.
Pelaporan Narkotika
Undang-undang No.22 tahun 1997 pasal 11 ayat (2) menyatakan bahwa importir, eksportir, pabrik obat, pabrik farmasi, PBF, apotek rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, menyimpan laporan berkala setiap
bulannya, dan paling lambat dilaporkan tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan ini dilaporkan kepada Sudin Yankes dengan tembusan ke
Balai Besar POM Provinsi setempat dan sebagai arsip.
Pemusnahan Narkotika
Pada pasal 9 PerMenKes RI No.28/MenKes/Per/1978 disebutkan bahwa apoteker pengelola apotek dapat memusnahkan narkotika yang
rusak, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan bagi pelayanan kesehatan dan atau untuk pengembangan. APA atau
dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika yang memuat:
1. Tempat dan waktu (jam, hari, bulan dan tahun).
2. Nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika.
3. Nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
4. Cara memusnahkan.
5. Tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan.
Kemudian berita acara tersebut dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan RI, Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan (POM) setempat dan
Arsip dokumen.
Sebagai pelaksanaan pemeriksaan, diterbitkan surat edaran Direktur Pengawasan Obat dan Makanan No.010/E/SE/1981 tanggal 8 Mei 1981
tentang pelaksanaan pemusnahan narkotika yang dimaksud adalah:
1. Bagi apotek yang berada di tingkat propinsi, pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh Balai POM setempat.
2. Bagi apotek yang berada di Kotamadya atau Kabupaten, pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Tingkat II.

HASIL DISKUSI MATA KULIAH FARMAKOTERAPI TERAPAN


KELOMPOK 1 ALERGI OBAT
SABTU, 31 AGUSTUS 2013
1. Penanya: Deni Mulyadi
- Apakah alergi obat itu bisa terjadi pada obat tradisional? Atau hanya terjadi pada obat sintetis saja? Kalau bisa, seperti apa
gejalanya dan bagaimana penanganannya?
- Jika seseorang sedang diobati suatu antibiotik kemudian terjadi alergi, apa yang sebaiknya dilakukan?
Jawaban
- Pada dasarnya alergi terjadi karena adanya benda asing yang masuk ke dalam tubuh, atau yang disebut dengan istilah
alergen. Alergen ini bisa berupa apa saja. Bisa berbentuk debu, makanan, serbuk sari, atau obat. Alergi terhadap obat bisa
terjadi tidak hanya pada obat sintetis saja. Obat tradisional pun bisa menyebabkan alergi. Tergantung pada zat tersebut bisa
dikategorikan ke dalam alergen atau tidak, dan tergantung pada imunitas seseorang. Adapun gejala alergi pada obat
tradisional, sama saja dengan gejala alergi pada umumnya, yaitu dapat terjadi pada kulit berupa gatal-gatal/urtikaria, dan
eritema, pada saluran nafas, dsb. Penanganannya sama seperti penanganan alergi secara umum, dilakukan pengobatan
terhadap gejala yang muncul, dan dilakukan pengobatan sesuai dengan tipe reaksi alergi yang terjadi. (dijawab oleh:
Nurdewi)
- Jika seseorang sedang dalam pengobatan oleh antibiotik dan terjadi alergi, maka yang harus dilakukan adalah
menghentikan antibiotik tersebut, dan mencari obat antibiotik dari golongan yang lain. Karena jika antibiotik yang
diberikan masih satu golongan, maka akan memiliki struktur kimia yang sama dan dikhawatirkan akan tetap menimbulkan
alergi. Jika obat tersebut tidak dihentikan maka alergi bisa terjadi semakin parah. Maka dari itu, ketika seseorang hendak
berobat, sebaiknya dilakukan konseling terlebih dahulu oleh apoteker, untuk mengetahui apakah seseorang pernah memiliki
riwayat alergi atau tidak. (dijawab oleh: Asep Surahman)
2. Penanya: Ika Sriwantika
- Apa yang dimaksud dengan pernyataan bahwa Alergi merupakan reaksi abnormal yang secara normal reaksi abnormal
jaringan terhadap berbagai substansi yang secara normal tidak berbahaya bagi individu pada umumnya?
- Apakah ashtma tergolong ke dalam alergi?
- Bagaimana mekanisme terjadinya syok anafilaktik?
Jawaban: (dijawab oleh: Siti Maemunah)
- Reaksi alergi dikatakan sebagai suatu reaksi yang abnormal karena tidak terjadi pada setiap orang, tergantung pada
sensitivitas sistem imun seseorang. Reaksi alergi pada umumnya memang tidak berbahaya, dan bisa langsung diatasi
dengan obat-obatan golongan antihistamin. Tetapi ada juga tipe alergi yang berbahaya, yaitu reaksi alergi yang dinamakan
syok anafilaktik.
- Asma tergolong ke dalam alergi. Dimana pada kasus asma, alergen bisa berupa debu, ataupun suhu dingin. Alergen tersebut
akan berikatan dengan antibodi dan mengaktivasi sel mast. Sel mast yang teraktivasi akan melepaskan beberapa zat
mediator seperti histamin, bradikinin, serotonin, dsb. Mediator-mediator tersebut dapat memberikan efek bronkokonstriksi
yaitu terjadinya penyempitan saluran pernafasan. Keadaan tersebut yang dinamakan asma. Sehingga perlu ditangani dengan
obat yang bekerja sebagai bronkodilator.
- Syok anafilaktik merupakan suatu reaksi alergi yang fatal, terjadi karena adanya pelepasan protein dari jenis sel darah
tertentu (belum jelas) dimana protein yang dilepaskan ini merupakan senyawa yang dapat memicu alergi. Pelepasan protein
ini dapat disebabkan oleh reaksi sistem imun. Gejala yang muncul: ruam gatal, pembengkakan tenggorokan, tekanan darah
rendah. Penyebab terjadinya syok bisa disebabkan oleh gigitan serangga, makanan, dan obat.
3. Penanya: Sri Murtini
- Apakah benar reaksi alergi itu ada kaitannya dengan system imun dalam tubuh? Bagaimanakah mekanisme kerjanya?
Jawaban (dijawab oleh: Ai Lestari)
MEKANISME KERJA SEL MAST DAN KAITANNYA DENGAN SISTEM IMUN
Tipe I : Mastosit mengikat Ig E melalui reseptor Fc. Ikatan antara antigen dan Ig E tersebutakan menimbulkan degranulasi
mastosit yang melepas mediator.
Tipe II : Antibodi dibentuk terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Kompleks antigen dan antibodi yang
terbentuk akan menimbulkan respon sitoksik sel K (sebagai efektor ADCC) dan atau sel melalui aktivitas komplemen.
Tipe III : Kompleks imun diendapkan di dalam jaringan. Komplemen diaktifkan, sel polimorfonuklear dikerahkan ke tempat
kompleks.
Tipe IV : Sel T yang disensitisasi melepas limfokin akibat pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Limfokin
mengerahkan dan mengaktifkan makrofag yang selanjutnya melepas mediator serta menimbulkan respons inflamasi.
Reaksi tipe 1, 2, dan tipe 3 memerlukan antibodi sedang tipe 4 tidak memerlukannya, oleh karena yang berperanan pada reaksi
tipe 4 adalah sel T .
Sel mast dan basofil berkaitan erat dengan reaksi hipersensitivitas tipe I. Reaksi hipersensitivitas tipe I dimulai dengan ikatan
antara antigen oleh minimal 2 molekul Ig E pada permukaan sel mast. Ig E melekat pada reseptor spesifik berafinitas tinggi yang
disebut FceRI. Ada 2 macam molekul FceR, yang berafinitas tinggi terhadap Ig E yaitu FceRI, dan FceRII yang afinitasnya lebih
rendah. Sel mast dan basofil mempunyai reseptor berafinitas tinggi FceRI. Walaupun konsentrasi Ig E di dalam bserum sangat
rendah dibandingkan dengan Ig lain (< 1 g / ml), tetapi sudah mencukupi untuk mengikat reseptor ini. Sel-sel lain termasuk
limfosit, netrofil, trombosit, monosit, eosinofil dan sel dendritik juga mempunyai reseptor terhadap Ig E sehingga juga dapat
mengikat Ig E, tetapi dengan afinitas yang lebih rendah. Fungsi dari reseptor berafinitas rendah ini tidak jelas. Sel mast
diaktifkan apabila terjadi cross linking atau bridging dari molekul FceRI oleh ikatan antigen dengan Ig E yang menempati
molekul tersebut. Pengaktifan sel mast menghasilkan reaksi biologik sebagai berikut :
(i) terjadi sekresi sel mast, zat zat yang telah terbentuk dan disimpan dalam granula
akan dilepaskan keluar secara eksositosis/degranulasi.
(ii) sel mast
mensintesa lipid mediator secara enzimatik dari precursor yang tersimpan di dalam membran sel.
(iii) sel mast
membentuk dan mensekresi sitokin. Pada proses degranulasi sel mast terjadi pelepasan mediator kimia yang berkaitan dengan
manifestasi klinik alergi. Interaksi Ig E dengan alergen pada permukaan sel mast mengakibatkan aktivasi enzym proesterase (E)
menjadi enzym esterase aktif (E). Enzym ini mengakibatkan agregasi mikrotubuli dalam sitoplasma sel mast mendekati membran
sel mast. Mikrotubuli ini berfungsi sebagai saluran tempat keluarnya mediator yang akan dilepaskan oleh sel mast.
Pelepasan mediator ini berlangsung bila terjadi influks ion Ca 2+ ekstraselular ke dalam sel mast. Influks Ca 2+ ini
mengakibatkan membran sel mast tidak stabil sehingga mudah ditembus oleh mediator kimia. Proses
degranulasi sel mast dapat terjadi akibat reaksi alergen dengan Ig E dan akibat gangguan keseimbangan saraf otonom.
DASAR-DASAR UMUM FARMAKOLOGI
A. Perkembangan Sejarah Obat
Yang di maksud dengan obat ialah semua zat baik kimiawi, hewani maupun nabati, yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan,
meringankan atau mencegah penyakit berikut gejala-gejalanya.
Kebanyakan obat yang digunakan dimasa lampau adalah obat yang berasal dari tanaman. Dengan cara mencoba coba, secara empiris orang
purba mendapatkan pengalaman dengan berbagai macam daun atau akar tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit. Pengetahuan ini secara
turun temurun disimpan dan dikembangkan, sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat, sebagaimana pengobatan tradisional jamu di
Indonesia.Obat yang pertama digunakan adalah obat yang berasal dari tanaman yang di kenal dengan sebutan obat tradisional (jamu). Obat-
obat nabati ini di gunakan sebagai rebusan atau ekstrak dengan aktivitas yang seringkali berbeda-beda tergantung dari asal tanaman dan cara
pembuatannya.Hal ini dianggap kurang memuaskan, maka lambat laun ahli-ahli kimia mulai mencoba mengisolasi zat-zat aktif yang
terkandung dalam tanaman tanaman sehingga menghasilkan serangkaian zat zat kimia sebagai obat misalnya efedrin dari tanaman
Ephedra vulgaris , atropin dari Atropa belladonna, morfin dari Papaver somniferium, digoksin dari Digitalis lanata, reserpin dari Rauwolfia
serpentina, vinblastin dan Vinkristin adalah obat kanker dari Vinca Rosea.Pada permulaan abad XX mulailah dibuat obat obat sintesis,
misalnya asetosal, di susul kemudian dengan sejumlah zat-zat lainnya. Pendobrakan sejati baru tercapai dengan penemuan dan penggunaan
obat-obat kemoterapeutik sulfanilamid (1935) dan penisillin (1940). Sejak tahun 1945 ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang
dengan pesat dan hal ini menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematis dari obat-obat baru.Penemuan-penemuan baru
menghasilkan lebih dari 500 macam obat setiap tahunnya, sehingga obat-obat kuno semakin terdesak oleh obat-obat baru. Kebanyakan obat-
obat yang kini digunakan di temukan sekitar 20 tahun yang lalu, sedangkan obat-obat kuno di tinggalkan dan diganti dengan obat modern
tersebut.
B. Definisi dan Pengertian :
Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun
fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi, dan nasibnya dalam organisme hidup. Dan untuk menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh
manusia khususnya, serta penggunaannya pada pengobatan penyakit disebut farmakologi klinis. Ilmu khasiat obat ini mencakup beberapa
bagian yaitu :
1. Farmakognosi, mempelajari pengetahuan dan pengenalan obat yang berasal dari tanaman dan zat zat aktifmya, begitu pula yang berasal
dari mineral dan hewan.
Pada zaman obat sintetis seperti sekarang ini, peranan ilmu farmakognosi sudah sangat berkurang. Namun pada dasawarsa terakhir
peranannya sebagai sumber untuk obat obat baru berdasarkan penggunaannya secara empiris telah menjadi semakin penting. Banyak
phytoterapeutika baru telah mulai digunakan lagi (Yunani ; phyto = tanaman), misalnya tingtura echinaceae (penguat daya tangkis), ekstrak
Ginkoa biloba (penguat memori), bawang putih (antikolesterol), tingtur hyperici (antidepresi) dan ekstrak feverfew (Chrysantemum
parthenium) sebagai obat pencegah migrain.
2. Biofarmasi, meneliti pengaruh formulasi obat terhadap efek terapeutiknya. Dengan kata lain dalam bentuk sediaan apa obat harus dibuat
agar menghasilkan efek yang optimal. Ketersediaan hayati obat dalam tubuh untuk diresorpsi dan untuk melakukan efeknya juga dipelajari
(farmaceutical dan biological availability). Begitu pula kesetaraan terapeutis dari sediaan yang mengandung zat aktif sama (therapeutic
equivalance). Ilmu bagian ini mulai berkembang pada akhir tahun 1950an dan erat hubungannya dengan farmakokinetika.
3. Farmakodinamika, mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup terutama cara dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta
efek terapi yang ditimbulkannya. Singkatnya farmakodinamika mencakup semua efek yang dilakukan oleh obat terhadap tubuh.
4. Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok
farmakodinamika, karena efek terapi obat barhubungan erat dengan efek toksisnya.
Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme. ( Sola dosis facit
venenum : hanya dosis membuat racun racun, Paracelsus).
6. Farmakoterapi mempelajari penggunaan obat untuk mengobati penyakit atau gejalanya. Penggunaan ini berdasarkan atas pengetahuan
tentang hubungan antara khasiat obat dan sifat fisiologi atau mikrobiologinya di satu pihak dan penyakit di pihak lain. Adakalanya
berdasarkan pula atas pengalaman yang lama (dasar empiris). Phytoterapi menggunakan zat zat dari tanaman untuk mengobati penyakit.
Obat obat yang digunakan pada terapi dapat dibagi dalam tiga golongan besar sebagai berikut :
1. Obat farmakodinamis, yang bekerja terhadap tuan rumah dengan jalan mempercepat atau memperlambat proses fisiologi atau fungsi
biokimia dalam tubuh, misalnya hormon, diuretika, hipnotika, dan obat otonom.
2. Obat kemoterapeutis, dapat membunuh parasit dan kuman di dalam tubuh tuan rumah. Hendaknya obat ini memiliki kegiatan
farmakodinamika yang sekecil kecilnya terhadap organisme tuan rumah berkhasiat membunuh sebesar besarnya terhadap sebanyak
mungkin parasit (cacing, protozoa) dan mikroorganisme (bakteri dan virus). Obat obat neoplasma (onkolitika, sitostatika, obat obat
kanker) juga dianggap termasuk golongan ini.
3. Obat diagnostik merupakan obat pembantu untuk melakukan diagnosis (pengenalan penyakit), misalnya untuk mengenal penyakit pada
saluran lambung-usus digunakan barium sulfat dan untuk saluran empedu digunakan natrium propanoat dan asam iod organik lainnya.
C. Farmakope dan Nama Obat
Farmakope adalah buku resmi yang ditetapkan hukum dan memuat standarisasi obat obat penting serta persyaratannya akan identitas,
kadar kemurnian, dan sebagainya, begitu pula metode analisa dan resep sediaan farmasi. Kebanyakan negara memiliki farmakope
nasionalnya dan obat obat resmi yang dimuatnya merupakan obat dengan nilai terapi yang telah dibuktikan oleh pengalaman lama atau
riset baru. Buku ini diharuskan tersedia pada setiap apotik.Telah dikeluarkan pada tahun 1962 (jilid I) disusul dengan jilid II (1965), yang
mengandung bahan bahan galenika dan resep. Farmakope Indonesia jilid I dan II telah direvisi menjadi Farmakope Indonesia Edisi II yang
mulai berlaku sejak 12 November 1972. Pada tahun 1979 terbit Farmakope Indonesia Edisi III kemudian Farmakope Indonesia Edisi IV
terbit pada tahun 1996.Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia, telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu obat resmi yang
mencakup zat, bahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, akan tetapi tidak dimuat dalam Farmakope Indonesia.
Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia 1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu obat
resmi di samping Farmakope Indonesia.
Di samping kedua buku persyaratan mutu obat resmi ini, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula sebuah buku dengan nama Formularium
Indonesia, yang memuat komposisi dari beberapa ratus sediaan farmasi yang lazim diminta di minta di apotik. Buku ini sudah direvisi pula
dan edisi kedua dari buku ini telah diberlakukan per 12 November 1978 dengan nama Formularium Nasional.Obat paten atau spesialite
adalah obat milik suatu perusahaan dengan nama khas yang dilindingi hukum, yaitu merk terdaftar atau proprietary name. Banyaknya obat
paten dengan beraneka ragam nama yang setiap tahun dikeluakan oleh industri farmasi dan kekacauan yang diakibatkannya telah
mendorong WHO untuk menyusun Daftar Obat dengan nama nama resmi. Official atau generic name (nama generik) ini dapat digunakan
disemua negara tanpa melanggar hak paten obat bersangkutan. Hampir semua farmakope sudah menyesuaikan nama obatnya dengan nama
generik ini, karena nama kimia yang semula digunakan sering kali terlalu panjang dan tidak praktis. Dalam buku ini digunakan pula nama
generik, untuk jelasnya di bawah ini diberikan beberapa contoh :
D. Macam -Macam Sediaan Umum
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV,macam macam sediaan umum adalah sebagai berikut :
1. Aerosol, adalah sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat aktif terapeutik yang dilepas pada saat sistem katup yang
sesuai ditekan. Sediaan ini digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit dan juga untuk pemakaian lokal pada hidung ( aerosol nasal ),
mulut ( aerosol lingual ) atau paru paru ( aerosol inhalasi ).
2. Kapsul , adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Digunakan untuk pemakaian
oral.
3. Tablet , adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
4. Krim, adalah sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
5. Emulsi, adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
6. Ekstrak, adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa
sehingga memenuhi syarat baku yang ditetapkan.
7. Gel (Jeli), adalah sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang
besar , terpenetrasi oleh suatu cairan.
8. Imunoserum, adalah sediaan yang mengandung immunoglobulin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian.
9. Implan atau pelet, adalah sediaan dengan massa padat steril berukuran kecil, berisi obat dengan kemurnian tinggi ( dengan atau tanpa
eksipien ), dibuat dengan cara pengempaan atau pencetakan. Implan atau pelet dimaksudkan untuk ditanam di dalam tubuh ( biasanya secara
sub kutan ) dengan tujuan untuk memperoleh pelepasan obat secara berkesinambungan dalam jangka waktu lama.
10. Infusa. adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90O selama 15 menit.
11. Inhalasi, adalah sediaan obat atau larutan atau suspensi terdiri atas satu atau lebih bahan obat yang diberikan melalui saluran napas
hidung atau mulut untuk memperoleh efek lokal atau sistemik.
1. Injeksi adalah sediaan steril untuk kegunaaan parenteral, yaitu di bawah atau menembus kulit atau selaput lendir.
1. Irigasi, larutan steril yang digunakan untuk mencuci atau membersihkan luka terbuka atau rongga rongga tubuh, penggunaan
adalah secara topikal.
1. Lozenges atau tablet hisap, adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar
beraroma dan manis, yang dapat membuat tablet melarut atau hancur perlahan dalam mulut.
1. Sediaan obat mata :
a. Salep mata, adalah salep steril yang digunakan pada mata.
b. Larutan obat mata, adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga
sesuai digunakan pada mata.
16. Pasta, adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal.
17. Plester, adalah bahan yang digunakan untuk pemakaian luar terbuat dari bahan yang dapat melekat pada kulit dan menempel pada
pembalut.
1. Serbuk, adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, berupa serbuk yang dibagi bagi (pulveres) atau
serbuk yang tak terbagi (pulvis)
1. Solutio atau larutan, adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut. Terbagi atas :
1. Larutan oral, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk pemberian oral. Termasuk ke dalam larutan oral ini adalah
- Syrup, Larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain kadar tinggi
- Elixir, adalah larutan oral yang mengandung etanol sebagai pelarut.
1. Larutan topikal, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk penggunaan topical paad kulit atau mukosa.
1. Larutan otik, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk penggunaan dalam telinga.
1. Larutan optalmik, adalah sediaan cair yang digunakan pada mata.
1. Spirit, adalah larutan mengandung etanol atau hidro alkohol dari zat yang mudah menguap, umumnya merupakan larutan tunggal
atau campuran bahan.
2. Tingtur, adalah larutan mengandung etanol atau hidro alkohol di buat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia
1. Supositoria, adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rectal, vagina atau uretra, umumnya
meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.
E. Cara Cara Pemberian Obat
Di samping faktor formulasi, cara pemberian obat turut menentukan cepat lambatnya dan lengkap tidaknya resorpsi obat oleh tubuh.
Tergantung dari efek yang diinginkan, yaitu efek sistemis (di seluruh tubuh) atau efek lokal (setempat), keadaan pasien dan sifat sifat
fisika-kimia obat.
1. Efek Sistemis
(a) Oral, Pemberiannya melalui mulut
(b) Oromukosal, Pemberian melalui mukosa di rongga mulut, ada dua macam cara yaitu :
Sublingual : Obat ditaruh di bawah lidah.
Bucal : Obat diletakkan diantara pipi dan gusi
(c) Injeksi, adalah pemberian obat secara parenteral atau di bawah atau menembus kulit / selaput lendir. Suntikan atau injeksi digunakan
untuk memberikan efek dengan cepat.
Macam macam jenis suntikan :
Subkutan / hypodermal (s.c) : Penyuntikan di bawah kulit
Intra muscular (i.m) : Penyuntikan dilakukan kedalam otot
Intra vena (i.v) : Penyuntikan dilakukan di dalam pembuluh darah
Intra arteri (i.a) : Penyuntikan ke dalam pembuluh nadi (dilakukan untuk membanjiri suatu organ misalnya pada penderita kanker
hati)
Intra cutan (i.c) : Penyuntikan dilakukan di dalam kulit
Intra lumbal : Penyuntikan dilakukan ke dalam ruas tulang belakang (sumsum tulang belakang)
Intra peritoneal : Penyuntikan ke dalam ruang selaput (rongga) perut.
Intra cardial : Penyuntikan ke dalam jantung.
Intra pleural : Penyuntikan ke dalam rongga pleura
Intra articuler : Penyuntikan ke dalam celah celah sendi.
(d) Implantasi, Obat dalam bentuk pellet steril dimasukkan di bawah kulit dengan alat khusus (trocar), digunakan untuk efek yang lama.
(e) Rektal, pemberian obat melalui rectal atau dubur. Cara ini memiliki efek sistemik lebih cepat dan lebih besar dibandingkan peroral dan
baik sekali digunakan untuk obat yang mudah dirusak asam lambung.
(f) Transdermal, cara pemakaian melalui permukaan kulit berupa plester, obat menyerap secara perlahan dan kontinue masuk ke dalam
system peredaran darah, langsung ke jantung.
2. Efek Lokal ( pemakaian setempat )
(a) Kulit (percutan), obat diberikan dengan jalan mengoleskan pada permukaan kulit, bentuk obat salep, cream dan lotio
(b) Inhalasi, Obat disemprotkan untuk disedot melalui hidung atau mulut dan penyerapan dapat terjadi pada selaput mulut, ternggorokkan
danpernafasan
(c) Mukosa Mata dan telinga, Obat ini diberikan melalui selaput / mukosa mata atau telinga, bentuknya obat tetes atau salep, obat
diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan efek.
(d) Intra vaginal, obat diberikan melalui selaput lendir mukosa vagina, biasanya berupa obat antifungi dan pencegah kehamilan.
(e) Intra nasal, Obat ini diberikan melalui selaput lendir hidung untuk menciutkan selaput mukosa hidung yang membengkak, contohnya
Otrivin.

Anda mungkin juga menyukai