Makalah Epidemiologi Gizi Kelompok 1
Makalah Epidemiologi Gizi Kelompok 1
Makalah Epidemiologi Gizi Kelompok 1
TENTANG
EPIDEMIOLOGI KEP BALITA
Dosen Pengampu:
Dr. dr. Fauziah Elytha, M.Sc
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul
Epidemiologi KEP Balita. Penyusunan makalah ini diajukan ke Fakultas
Kesehatan Masyarakat sebagai pemenuhan syarat untuk melaksanakan tugas
makalah Mata Kuliah Epidemiologi Gizi.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen mata kuliah Epidemiologi Gizi
yang telah memberikan materi dalam pembelajaran sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh
karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritikan dan saran agar penyusun dapat
mengoreksi kekurangan tersebut. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, terutama bagi tim penyusun.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.2 Manfaat
1.2.1 Mengetahui besaran masalah KEP balita
1.2.2 Mengetahui faktor determinan KEP balita
1.2.3 Mengetahui dampak KEP balita
1
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
2
3
makan anggota keluarga yang sedang sakit. Hal lain yang juga berpotensi
menimbulkan KEP di kalangan bayi dan anak adalah penurunan minat dalam
memberi ASI yang kemudian diperparah pula dengan salah persepsi tentang cara
menyapih.
Tempat tinggal yang tidak bersih menyebabkan infeksi sering terjadi.
Prosedur penyimpanan hasil produksi pasca panen yang buruk mengakibatkan bahan
pangan cepat rusak. Bencana alam, perang atau migrasi paksa telah terbukti
mengganggu distribusi pangan.
Komponen biologi yang menjadi latar belakang KEP antara lain malnutrisi
ibu, baik sebelum maupun selama hamil, penyakit infeksi, serta diet rendah energi
dan protein. Seorang ibu yang mengalami KEP selama kurun waktu tersebut pada
gilirannya akan melahirkan bayi berat badan rendah. Tanpa ketersediaan pangan
yang cukup, bayi KEP tersebut tidak akan mampu mengejar ketertinggalannya, baik
kekurangan berat semasa dalam kandungan maupun setelah lahir.
Penyakit infeksi berpotensi sebagai penyokong atau pembangkit KEP.
Penyakit diare, campak, dan infeksi saluran nafas kerap menghilangkan nafsu makan.
Penyakit saluran pencernaan yang sebagian muncul dalam bentuk muntah dan
gangguan penyerapan, menyebabkan kehilangan zat-zat gizi dalam jumlah besar.
2.3 Dampak KEP Balita
Keparahan KEP berkisar dari hanya penyusutan berat badan, atau terlambat
tumbuh, sampai ke sindrom klinis yang nyata, dan tidak jarang berkaitan dengan
defisiensi vitamin, serta mineral.
Marasmus
Gambaran penderita marasmus dapat terwakili dalam istilah tulang terbalut
kulit: jaringan lemak bawah kulit hampir lenyap, otot mengecil. Berat badan
penderita marasmus biasanya hanya sekitar 60% dari berat yang seharusnya. Kulit
kering, tipis, tidak lentur serta mudah berkerut. Rambut tipis, jarang, kering, tanpa
kilap normal, dan mudah dicabut tanpa menyisakan rasa sakit. Penderita kelihatan
apatis, meskipun biasanya masih tetap sadar, dan menampakkan gurat kecemasan.
Tanda-tanda itu, disokong oleh lekukan pada pipi dan cekungan di mata,
menjelaskan gambaran wajah seperti orang tua.
Nafsu makan sebagian penderita hilang. Sebagian lagi masih dapat
mengutarakan rasa lapar, namun jika diberikan sejumlah makanan yang diperkirakan
dapat melenyapkan rasa lapar, penderita tidak jarang muntah. Diare yang menahun
5
serta kelemahan yang menyeluruh sering mendampingi KEP sehingga anak tidak
dapat berdiri sendiri tanpa dibantu.
Hipoglikemia sering terjadi dan tidak jarang pula ditemani oleh hipotermia
(suhu tubuh 35,5oC). Organ dalam biasanya kecil. Dinding perut menegang,
sementara kelenjar limfe mudah sekali diraba.
Penyulit yang paling lazim adalah terjadinya gastroenteritis akut, dehidrasi,
infeksi saluran nafas, dan kerusakan mata akibat kekurangan vitamin A.
Kwasiorkor
Edema yang jika ditekan melekuk, tidak sakit dan lunak, biasanya terjadi di
kaki, merupakan gambaran utama kwasiorkor. Edema bahkan dapat meluas sampai
ke daerah perineum, ektremitas atas, dan wajah. Pada daerah edema tidak jarang
timbul lesi kulit. Eritema yang timbul di daerah edema biasanya berkilap, ada bagian
yang kering, hiperkeratosis dan hiperpigmentasi yang cenderung menyatu. Epidermis
mengelupas sehingga jaringan di bawah kulit mudah terinfeksi.
Jaringan lemak bawah kulit masih cukup baik, namun jaringan otot tampak
mengecil. Tinggi badan dapat normal, dapat juga tidak, bergantung pada
kemenahunan penyakit yang tengah berlangsung, disamping riwayat gizi masa lalu.
Rambut kering, rapuh, tidak berkilap dan mudah dicabut tanpa menimbulkan
rasa sakit. Rambut yang sebelumnya berombak berubah menjadi lurus, sementara
pigmen rambut berganti warna menjadi coklat, merah, atau bahkan putih kekuningan.
Penderita tampak pucat, tungkai berwarna kebiruan, dan teraba dingin. Ekspresi
wajah tampak apatis dan iritatif.
Ketiadaan nafsu makan, muntah segera setelah makan, serta diare kerap
terjadi. Kondisi ini akan membaik manakala keadaan gizi terkoreksi, dan dilakukan
pengobatan saluran gastrointestinal secara spesifik.
Perut tampak menonjol karena penegangan lambung dan usus yang terpuntir.
Hati membesar dengan sudut tumpul dan teraba lunak, disebabkan oleh infiltrasi
lemak. Peristaltik tidak teratur dan frekuensinya rendah. Tonus dan kekuatan otot
sangat berkurang.
Penyulit yang terjadi biasanya sama dengan marasmus, kecuali diare, infeksi
saluran nafas dan kulit yang berlangsung lebih parah.
Marasmik-Kwasiorkor
Bentuk kelainan ini merupakan gabungan antara KKP yang disertai oleh
edema, dengan tanda dan gejala khas kwasiorkor dan marasmus. Gambaran yang
6
utama ialah kwasiorkor edema dengan atau tanpa lesi kulit, pengecilan otot, dan
pengurangan lemak bawah kulit seperti pada marasmus. Gambaran marasmus dan
kwasiorkor muncul secara bersamaan dan didominasi oleh kekurangan protein yang
parah.
KEP juga bisa menyebabkan kegagalan fungsi organ, seperti:
a. Organ pencernaan
Sel pangkreas dan mukosa usus mengalami atrofi dan penurunan kemampuan
menyekresi enzim-enzim pencernaan.
b. Hati
Perlemakan hati dapat diidentifikasi pada penderita kwashiorkor. Pada tahap
awal terjadi akumulasi lemak di sel hati yang berada di tepi lobus. Kemudian terjadi
peningkatan jumlah dan meluas dari tepi lobus ke tengah lobus. Dalam kasus yang
fatal, semua sel hati akan terkena lemak yang berakibat akan menekan inti sel dan
menurunkan kadar sitoplasma sel hati.
c. Organ Endokrin
Pada pemderita kwashiorkor terjadi peningkatan konsentrasi hormon
pertumbuhan. Fungsi tiroid masih normal, tetapi secara cepat konsentrasi hormon
insulin akan menurun.
d. Sistem Kardiovaskuler
Atrofi pada jantung ditemukan pada penderita busung lapar, terlihat pula pada
hasil autopsi dan radiograf yang dilakukan pada anak-anak yang menderita KEP
kronis. Atrofi jantung ini dapat mengakibatkan penurunan cardiac output dan
menghambat sirkulasi darah. Dalam beberapa kasus yang kronis, ditandai dengan
kaki dan tangan yang terasa dingin dan tekanan nadi menjadi kecil. Gejala ini
berpotensi untuk meningkatkan angka kematian.
e. Ginjal
Albuminaria ditemukan pada penderita KEP, tetapi tidak ada indikasi
kerusakan struktur ginjal yang spesifik atau fungsi yang abnormal. Filtrasi
glomerulus mengalami gangguan, tetapi ini terjadi mungkin karena dehidrasi ataupun
penurunan cardiac output. Kerja ginjal mengalami penurunan, yang mungkin terjadi
akibat depresi fungsi tubulus yang terjadi akibat defisiensi eletrolit. Hal ini tidak
akan menjadi komplikasi bagi penderita KEP dan tidak akan menyebabkan edema.
BAB 3 : PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara nasional prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19,6 persen,
terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi kurang. Prevalensi ini
mennigkat dibandingkan dengan tahun 2007 dan 2010. Diantara 33 provinsi,
terdapat tiga provinsi termasuk kategori prevalensi sangat tinggi untuk masalah gizi
kurang dan buruk, yaitu Sulawesi Barat, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Empat faktor yang melatar belakangi KEP, yaitu masalah sosial, ekonomi,
biologi dan lingkungan. Keparahan KEP berkisar dari hanya penyusutan berat badan,
atau terlambat tumbuh, sampai ke sindrom klinis yang nyata, dan tidak jarang
berkaitan dengan defisiensi vitamin, serta mineral, seperti marasmus, kwashiorkor,
dan marasmus-kwashiorkor. KEP juga bisa menyebabkan kegagalan fungsi organ,
seperti: organ pencernaan, hati, organ endokrin, sistem kardiovaskuler, dan ginjal
3.2 Saran
Tim penyusun makalah berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Apabila terdapat suatu kesalahan kami berharap kritik dan saran agar
makalah ini menjadi lebih baik.
7
DAFTAR PUSTAKA