Copd Ii
Copd Ii
(COPD)
OLEH:
KELOMPOK II
SULAEMAN
ARYATI FEBRIANI
NINIK LESTARI
ADELIA
JUMRINA
RISKA 39
HIDAYATULLAH IDRIS
FRENKY PRANATA
T.A 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Chronic Obstructive Pulmonary
Disease ini dengan penuh kemudahan, tanpa pertolongan-Mu mungkin makalah ini tidak
dapat kami selesaikan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah kami.
Akhir kata, semoga makalah yang berjudul Chronic Obstructive Pulmonary Disease
ini bermanfaat bagi para pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu meridhoi segala
usaha kami.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ..............................................................................................................
B. Saran ........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit paru-paru obstruktif kronis ( chronic obstructive pulmonary diseases-
COPD ) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu
kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronkhitis Kronis, Emfisema Paru-Paru,
dan Asma Bronkhial. Sering juga penyakit ini disebut dengan chronic airflow limitation
(CAL) dan chronic obstructive lung diseases (COLD). Adapun penyakit pada COPD
atau PPOM mencakup 3 macam penyakit yaitu : Bronkhitis Kronis, Emfisema Paru dan
Asma Bronkhial.
Istilah bronkhitis kronik menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya
menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh beberapa factor, meliputi factor yang
berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri. Bronchitis kronis merupakan
keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakheabronkhial yang berlebihan,
sehingga menimbulkan batuk yang terjadi paling sedikit selama 3 bulan dalam waktu 1
tahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut.
Menurut WHO, Emfisema paru merupakan gangguan pengembangan paru yang
ditandai dengan pelebaran ruang dada didalam paru-paru disertai destruksi jaringan.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme
periodik (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan penyakit kompleks
yang dapat diakibatkan oleh factor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.
(Somantri Irman, 2009)
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Konsep medis Chronic Obstructive Pulmonary Disease
2. Konsep Keperawatan Chronic Obstructive Pulmonary Disease
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penilasn makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Konsep medis Chronic Obstructive Pulmonary Disease
2. Konsep Keperawatan Chronic Obstructive Pulmonary Disease
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Medis
Pengertian COPD
Penyakit paru-paru obstruktif kronis ( chronic obstructive pulmonary diseases-
COPD ) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD. Adapun penyakit pada COPD
atau PPOM mencakup 3 macam penyakit yaitu : Bronkhitis Kronis, Emfisema Paru
dan Asma Bronkhial. (Somantri Irman, 2008)
BRONKHITIS KRONIS
a. Pengertian Bronkhitis Kronis
Istilah bronkhitis kronik menunjukkan kelainan pada bronchus yang
sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh beberapa factor,
meliputi factor yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu
sendiri. Bronchitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi
mukus trakheabronkhial yang berlebihan, sehingga menimbulkan batuk yang
terjadi paling sedikit selama 3 bulan dalam waktu 1 tahun untuk lebih dari 2
tahun secara berturut-turut.
Bronchitis kronis bukanlah merupakan bentuk menahun dari bronchitis
akut. walaupun demikian, seiring dengan waktu, dapat ditemukan periode akut
pada penyakit bronchitis kronis. Hal tersebut menunjukkan adanya serangan
bakteri pada dinding bronchus yang tidak normal. infeksi sekunder oleh
bakteri dapat menimbulkan kerusakan yang lebih banyak sehingga akan
memperburuk keadaan. (Somantri Irman, 2008)
b. Etiologi
Bronkhitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada
beberapa alat tubuh, yaitu :
1. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada
katup maupun miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronchus
melemahkan daya tahan sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
2. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan sumber
bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus.
3. Dilatasi bronchus (Bronkhiekstasi), menyebabklan gangguan sususnan dan
fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
4. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus
sehingga drainase lendir terganggu. kumpulan lendir tersebut merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. (Somantri Irman, 2008)
c. Patofisiologi
Dokter akan mendiagnosis bronchitis kronis jika pasien mengalami
batuk atau mengalami produksi sputum selam kurang lebih 3 bulan dalam 1
tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan bronchitis disebabkan karena, tubuh terpapar agen infeksi
maupun noninfeksi (terutama rokok). iritan (zat yang menyebabkan iritasi)
akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan
vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti
enfisema bronchitis lebih mempengaruhi jalan napas kecil dan besar
dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronchitis, aliran udara masih
memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronchitis kronis akan mengalami :
1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchus besar
sehingga meningkatkan produksi mukus.
2. Mukus lebih kental
3. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menurunka mekanisme pembersihan
mukus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut
mucociliary defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh
mukus dan siliari. Pada pasien dengan bronchitis akut, system mukus siliari
defence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih mudah terserang
infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan
hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi
mukus akan meningkat. Infeksi juga menyebabkan dinding bronchial
meradang , menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal, dan
mengeluarkan mukus kental.
Adanya mukus kental dari dinding bronchial dan mukus yang
dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan menghambat beberapa
aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis
mulamula hanya mempengaruhi bronchus besar, namun lambat laun akan
memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi
jalan napas terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami
kolaps dan udara terperangakap pada bagian distal dari paru paru. Obstruksi
ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan asidosis pasien
mengalami kekuarangan O2 jaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal
timbul, dimana terjadi penurunan PO2. Kerusakan ventilasi juga dapat
meningkatkn nilai PCO2 sehingga pasien terlihat cianosis. Sebagai
kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit
berlebihan).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi
sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary. Selama
infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV
dan FRC jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hipoksemia akan timbul
yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart
Fairlure). (Somantri Irman, 2008)
d. Manifestasi Klinik
1. Penampilan umum: cenderung overweight, sioanosis akibat pengaruh
sekunder polisitemia, edema (akibat CHF kanan), dan barrel chest.
2. Usia: 45-65 tahun.
3. Pengkajian:
a. Batuk persisten, produksi sputum seperti kopi ,dispnea dalam
beberapa keadaan,variable wheezing pada saat ekspirasi,serta
seringnya infeksi pada sistem resirasi.
b. Gejala biasanya timbul pada waktu yang lama.
4. Jantung : pembesaran jantung ,cor pulmonal,dan Hematokrit > 60%
5. Riwayat merokok positif (+).
(Somantri Irman, 2008)
e. Penatalaksanaan
Pengobatan utama di tunjukan untuk mencegah ,mengontrol
infeksi,dan meningkatkan drainase bronchial menjadi jernih.pengobatan yang
di berikan adalah sebagai berikut:
1. Antimikrobial
2. postural drainase
3. Bronchodilator
4. Aerosolized Nebulizer
5. Surgical Intervention
(Somantri Irman, 2008)
EMFISEMA PARU
a. Pengertian Emfisema Paru
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang di
tandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi
jaringan.Sesuai dengan difinisi tersebut,maka dapat di katakan bahwa tidak
termaksud emfisema jika di temukan kelainan berupa pelebaran ruang
udara (alveolus)tanpa di sertai adanya destruksi jaringan.Namun,keadaan
tersebut hanya sebagai overinflation. (Somantri Irman, 2008)
b. Patogenesis
Terdapat empat perubahan patologik yang dapat timbul pada pasien
emfisema yaitu:
a) Hilangnya elastisitas paru-paru
Protease (enzim paru-paru) mengubah atau merusak alveoli dan
saluran nafas kecil dengan cara merusak serabut elastin,sebagai akibatnya,
kantungan alveolus kehilangan elastisitas dan jalan napas kecil menjadi
kolaps atau menyempit. Beberapa alveoli menjadi rusak dan yang lainnya
kemmungkinan menjadi membesar.
b) Hiperinflasi paru-paru
Pembesaran alveoli sehingga paru-paru sulit untuk dapat kembali
ke posisi istirahat normal selama ekspirasi.
c) Terbentuknya bullae
Dinding alveolus membengkak dan berhubungan untuk membentuk
suatu bullae (ruang tempat udara di antara parenkim paru-paru) yang dapat
di lihat pada pemeriksaan pada X-ray.
d) Kolapsnya jalan napas kecil dan udara terperangkap.
Ketika pasien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif
intratoraks akan menyebabkan kolapsnya jalan napas. (Somantri Irman,
2008)
c. Tipe Emfisema
Terdapat tiga tipe dari emfisema :
a) Emfisema sentriolobular
Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakan
bronkhiolus,bisanya pada daerah paru-paru atas.inflamasi merambah
sampai bronkhiolus tetap I biasanya kantung alveolus bersisa.
b) Emfisema panlobular (panacinar)
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga
merusak paru-paru bagian bawah.tipe ini sering disebut centriacinar
emfisema,sering kali timbul pada perokok.panacinar timbul pada orang tua
dan pasien dengan defisiensi enzim alpha-antitripsin.
c) Emfisema paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian yang mengakibatan isolasi blebs
(udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema
dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak spontan.
Pada keadaan lanjut,terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner
dan sering kali timbul Cor pulmonal (CHF bagian kanan). (Somantri Irman,
2008)
d. Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada
dinding alveolus yang akan menyebabkan overdistensi permanen ruang
udara.perjalanan udara akan terganggu akibat dari perubahan ini. kesulitan
selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibatkan akibat dari adanya
destruksi dinding (septum) di antara alveoli,jalan napas kolaps sebagian,dan
kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil.pada saat alveoli dan
septum kolaps,vudara akan tertahan di antara ruangan alveolus (disebut
blebs) dan di antara parenkim paru-paru (disebut bullae) .proses ini akan
menyebabkan peningkatan ventilator pada dead spaceatau area yang tidak
mengalami pertukaran gas atau darah.
Kerja napas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi
jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O dan CO. Emfisema juga
menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi penurunan
perfusi dengan usia,tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia
muda biasanya berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok.
(Somantri Irman, 2008)
e. Manifestasi Klinik
a. Penampilan Umum
Kurus,warna kulit pucat, dan flattened hemidiafragma
Tidak ada tanda CHF (Congestive Heart Failure) kanan denganedema
dependen pada stadium akhir.
b. Usia 65-75 tahun.
c. Pengkajian fisik
Napas pendek persisten dengan peningkatan dispnea.
Infeksi sistem respirasi.
Pada auskultasi terdapat penurunan suara napas meskipun dengan jelas.
Wheezing ekspirasi tidak ditemukan dengan jelas.
Jarang produksi sputum dan batuk.
d. Pemeriksaan jantung
Tidak terjadi pembesaran jantung. Cor pulmonal timbul pada stadium akhir.
Hematokrit < 60%
e. Riwayat merokok
Biasanya terdapat riwayat merokok, tapi tidak selalu ada.
(Somantri Irman, 2008)
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama pada pasien dengan emfisema adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup, memperlambat perkembangan proses
penyakit,dan mengobati obstruksi saluran napas yang berguna untuk
mengatasi hipoksia.
Pendekatan terapi mencakup :
a. Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja napas.
b. Mencegah dan mengobati infeksi.
c. Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru-puru.
d. Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi
pernapasan
e. Dukungan psikologis
f. Pendidikan kesehatan pasien dan rehabilitasi.
ASMA BRONKHIAL
a. Pengertian Asma Bronkhial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri
bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma
merupakan penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh factor biokimia,
endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. (Somantri Irman, 2008)
b. Tipe Asma
Asma terbagi menjadi alergi, idiopatik, nonalergik,dan campuran (mixed):
a. Asma alergik/ekstrintik, merupakan suatu jenis asma dengan yang
disebabkan oleh alergen (misalnya bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari,
makanan dan lain-lain). Alergen yang paling umum adalah alergen yang
perantaraan penyebarannya melalui udara (air borne) dan allergen yang muncul
secara musiman (season). Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai
riwayat alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan ekzema atau rhinitis alergi.
Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma
umumnya dimulai saat kanak-kanak. (Somantri Irman, 2008)
b. Idiopatik atau nonallergic asthma/intrinsik, merupakan jenis asma yang
tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik. Faktor-faktor
seperti common cold, infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi, dan polusi
lingkungan dapat menimbulkan serangan asma. Beberapa agen farmakologi,
antagonis beta-adrenergik, dan agen sulfite (penyedap makanan) juga dapat
berperan factor pencetus. Serangan asma idiopatik atau nonallergic dapat
menjadi lebih berat dan seringkali dengan berjalannya waktu dapat berkembang
menjadi bronchitis dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat
berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada
saat dewasa (>35 tahun)
c. Asma campuran (mixed asthma), merupakan bentuk asma yang paling
sering ditemukan. Dikarakteristikkan dengan batuk kedua jenis asma alergi dan
idiopatik atau nonalergi. (Somantri Irman, 2008)
c. Etiologi
Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti. Namun
suatu hal yang seringkali terjadi pada semua penderita asma adalah fenomena
hiperaktivitas bronchus. Bronkhus penderita asma sangat peka terhadap
rangsang imunologi maupun nonimunologi. Karena sifat tersebut, maka
serangan asma mudah terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik, metabolism,
kimia, allergen, infeksi, dan sebagainya. Faktor penyebab yang sering
menimbulkan asma perlu diketahui dan sedapat mungkin dihindarkan. Faktor-
faktor tersebut adalah :
a. Allergen utama: debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan
b. Iritan seperti asap, bau-bauan dan polutan
c. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus
d. Perubahan cuara yang ekstrim
e. Aktivitas fisik yang berlebihan
f. Lingkungan kerja
g. Obat-obatan
h. Emosi
i. Lain-lain seperti:refluks gastro esophagus
(Somantri Irman, 2008)
d. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respons IgE yang dikendalikan
oleh limfosit T dan B.Ssma diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan
molekul IgE yang berikatan dengan sel mast.sebagian besar allergen yang
menimbulkan asma bersifat airborne.Alergen tersebut harus tersedia dalam
jumlah banyak dalam periode waktu tertentu agar mampu menimbulkan gejala
asma.namun dilain kasus terdapat pasien yang sangt responsive, sehingga
sejumlah kecil allergen masuk dalam tubuh sudah dapat mengakibatkan
eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang paling berhubungan dengan induksi fase akut asma adalah
aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik, dan bahan
sulfat. Simdrom khusus pada sistem pernapasan yang sensitif terhadap aspirin
terjadi pada orang dewasa, namun dapat pula dilihat pada masa kanak- kanak.
Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial lalu menjadi
rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal dan akhirnya diikuti oleh
munculnya asma progresif.
Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya dengan
pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang
akan terbentuk terhadap antigen anti inflamasi nonsteroid. Mekanisme terjadinya
bronkospasme oleh aspirin ataupun obat lainnya belum diketahui, tetapi
mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara
khusus oleh aspirin.
Antagonis beta-adrenergik merupakan hal yang biasanya menyebabkan
obstruksi jalan napas pada pasien asma, demikian juga dengan pasien lain
dengan reaktivitas jalan napas. Oleh karena itu, antagonis beta-adrenergik harus
dihindarkan pada pasien tersebut. Senyawa sulfat yang secara luas digunakan
sebagai agen sanitasi dan pengawet dalam industry makanan dan farmasi juga
dapat menimbulkan obstruksi jalan napas akut pada pasien yang sensitive.
Senyawa sulfat tersebut adalah kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit,
natrium sulfit, dan sulfat klorida. Pada umumnya tubuh akan terpapar setelah
menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa tersebut seperti salad,
buah segar kentang, kerang, dan anggur.
Faktor penyebab yang telah disebutkan di atas ditambah dengan sebab
internal pasien akan mengakibatkan dikeluarkannya substansi pada alergi yang
sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan, yaitu
dikeluarkannya histamine, bradikinin, dan anafilatoksin. Sekresi zat-zat tersebut
menimbulkan tiga gejala seperti berkontraksinya otot polos, peningkatan
permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekresi mukus seperti terlihat pada
gambar berikut ini. (Somantri Irman, 2008)
e. Manifestasi Klinis
Gejala asma terdiri atas triad : dispnea, batuk dan mengi (bengek atau
sesak napas). Gejala sesak napas sering dianggap sebagai gejala yang harus ada.
Hl tersebut terjadi jika penderita menganggap penyakitnya adalah asma namun
tidak mengeluhkan sesak napas, maka perawat harus yakin bahwa pasien bukan
menderita asma.
Gambaran klinis pasien yang menderita asma:
a. Gambaran objektif yang ditangkap perawat adalah kondisi pasien dalam
keadaan seperti di bawah ini :
Sesak nafas prah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
Dapat disertai batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan.
Bernafas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
Sianosis,takikardia,sesak,gelisah,dan pulsus paradoksus.
Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus)
b. Gambaran subjektif yang ditangkap perawat adalah pasien
mengeluhkansukar bernafas,sesak dan anoreksia.
c. Gambaran psikososial yang diketahui perawat adalah cemas,takut,mudah
tersinggung,dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi
penyakitnya. (Somantri Irman, 2008)
f. Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronchial:
a. Diagnosis status asmatikus. Factor penting yang harus diperhatikan adalah :
1) Waktu terjadinya serangan
2) Obat-obatan yang telah diberikan.
b. Pemberian obat bronkodilator.
c. Penilaian terhadap perbaikan serangan.
d. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid.
e. Setelah serangan mereda:
1) Cari factor penyebab
2) Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.
(Somantri Irman, 2008)
4. Pathway
file:///C:/Users/US3R/Documents/Pathway%20PpokAsuhan%20Keperawatan%20Kita%20_
%20Asuhan%20Keperawatan%20Kita.htm
5. Penatalaksanaan COPD
Penatalaksanaan pada penderita COPD prinsipnya adalah untuk
meringankan keluhan simptomatik, memperbaiki serta mempertahankan fungsi
paru dan usaha pencegahan harus dilakukan seperti penghentian merokok,
menghindari polusi udara.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :
a. Pemberian bronkodilator
1)Teoillin
Golongan teofilin biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg berat
badan per oral.
2)Agonis B2
Sebaiknya diberikan scara aerosol atau nebulizer. Dapat juga diberikan
kombinasi obat secara aerosol maupun oral, sehingga diharapkan mempunyai
efek bronkodilator lebih kuat.
b. Pemberian kortikosteroid
Pada beberapa penderita pemberian kortikosteroid akan mengurangi
obstruksi saluran pernapasan.
c. Mengurangi retraksi usus
Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus, merupakan
pengobatan yang utama dan penting pada pengelalaan COPD. Untuk itu dapat
dilakukan :
Minum air putih yang cukup agar tidak dehidrasi.
Ekspektoran.
Yang sering digunakan gliserilquaiakolat, kalium yodida dan ammonium
klorida
Nebulizasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan
mengencer sputum.
Mukolitik.
Dapat digunakan asetil sistein atau bromheksin.
d. Fisioterafi dan rehabilitasi
Berguna untuk :
Mengeluarkan mukus dari saluran pernapasan
Memperbaiki efisiensi ventilasi
Memperbaiki dan meningkatkan kekiatan fisis.
http://adriyanii.blogspot.co.id/2010/11/makalah-copd.html
6. Pemeriksaan Diagnostik COPD
Pemeriksaan penunjang dalam COPD adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis sangat membantu dalam menegakan atau
menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain.
b. Pemeriksaan Faal Paru
Pada pemeriksaan fungsi paru FVC (kapasitas vital kuat) dan fev
folume ekspirasi kuat mengalami penurunan menjadi kurang dari 20 %.
7. Komplikasi COPD
Komplikasi yang sering terjadi dengan berlanjutnya penyakit, yaitu :
a. Kegagalan respirasi yang ditandai dengan sesak napas dengan manifestasi
asidosis repirasi
b. Retensi co2
c. Menurunnya saturasi O2
d. Hematologik : polisitemia
e. Ulkus peptikum, terjadinya sukar diketahui
http://adriyanii.blogspot.co.id/2010/11/makalah-copd.html
B. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
1. Biodata
Asma bronkial terjadi dapat menyerang segala usia tetapi lebih sering dijumpai
pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus
lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan perumpuan diusia
dini sebesar 2 : 1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
2. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bronkial adalah
dispnea (bisa sampai berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan
mengi(pada beberapa kasus lebih banyak paroksimal).
Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya
penyakit ini, diantaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran
napas bagian bawah ( Rhinitis, Urtikaria, dan Eksim ).
Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan asma bronkial seringkali didapatkan adanya riwayat
penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya
penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
3. Pemeriksaan Fisik
Objektif
a. Batuk produktif/non produktif
b. Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua fase
respirasi semakin menonjol.
c. Dapat disertai dengan sputum kental yang sulit dikeluarkan.
d. Bernapas menggunakan dengan otot-otot napas tambahan.
e. Sianosis, takikardi, gelisa, dan pulsus paradoksus.
f. Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus )
g. Penurunan berat badan secara bermakna
Subjektif
Klien merasa sukar bernapas, sesak, dan anoreksia
Psikososial
a. Cemas, takut, dan mudah tersinggung
b. Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi
c. Data tambahan (medikal terapi)
Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau
parenteral. Jika sebelumnya telah dgunakan obat golongan simpatomimetik,
maka sebaiknya diberikan aminophilin secara parenteral, sebab mekanisme
yang berlainan, demikian pula sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan
obat golongan teofhili oral, maka sebaiknya diberikan obat golongan
simpatomimetik secara aerosol atau parenteral
Obat-obat bronkodilator simpatomimetik berefek samping
menimbulkan takikardia sehingga penggunaan parenteral pada orang tua harus
dilakukan denga hati-hati. Obat jenis ini pun berbahaya pada pasien dengan
penyakit hipertensi, kardiovaskelr dan serebrovaskuler. Pada orang dewasa,
bronkodilator diberikan bersama 0.3 ml larutan epinefrin 1 : 1000
(perbandingan tersebut adalah perbandingan epinefrin dengan pengenceran 10-3
) secara subkutan. Sedangkan pada anak-anak diberikan bronkodilator
sebanyak 0,01 mg/kg BB subkutan (1 mg permil) dan dapat diulang tiap 30
menit sebanyak 2-3 kali atau sesuai kebutuhan.
b. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis Keperawatan untuk klien asma terlihat pada diagnosis keperawatan
untuk klien COPD.
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Sesak nafas , batuk , dan nyeri , di daerah dada sebelah kanan pada saat
bernafas . banyak secret keluar ketika batuk , berwarna kuning kental , merasa
cepat lelah ketika melakukan aktivitas .
Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien yang tidak merokok tetapi tinggal dengan perokok (perokok pasif)
mengalami peningkatan kadar karbon monoksida darah. Dari keterangan
tersebut untuk penyakit Emfisema paru mungkin berkaitan dengan polusi udara
rumah, dan bukan penyakit yang diturunkan.
b. Diagnosis keperawatan
Diagnosis Keperawatan untuk klien bronkitis kronik terlihat pada diagnosis
keperawatan untuk klien COPD. (Soemantri, irman 2009)
Intervensi
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Kami selaku penulis mohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan makalah
ini dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih
bermanfaat dan lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini
dapat bermanfaat bagi semuanya.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner & Suddarth, E/8,
VOL. 2. Jakarta: EGC.
Somantri, Irman. 2008. Asuhan keperawatan pada pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Somantri, Irman. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
http://adriyanii.blogspot.co.id/2010/11/makalah-copd.html
file:///C:/Users/US3R/Documents/Pathway%20PpokAsuhan%20Keperawatan%20Kita%20_
%20Asuhan%20Keperawatan%20Kita.htm