Anda di halaman 1dari 6

DETEKSI DAN KUANTIFIKASI ANTIBIOTIK RESIDU DALAM SAMPEL MADU

DENGAN TEKNIK KROMATOGRAFI

Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi komparatif madu untuk deteksi dan kuantifikasi
residu antibiotik tetrasiklin termasuk, streptomisin, gentamisin dan penisilin. Deteksi residu ini
dilakukan dengan metode TLC sedangkan sampel positif dihitung dengan metode HPLC
dioptimalkan. Sebanyak 100 sampel dikumpulkan dari pasar dan dikategorikan sebagai bermerek
untuk studi banding. Sekitar 12,5% dari sampel bermerek dan 19,96% sampel bermerek
ditemukan positif. Residu tetrasiklin ditemukan maksimum dalam sampel tanpa merek,
sementara gentamisin tidak terdeteksi dalam sampel diuji dengan metode TLC. Dari kuantifikasi
oleh HPLC total residu streptomisin ditentukan 16.31g / g dalam lima sampel unbranded
positif sementara residu ini ditemukan minimum (3,6 g / ml) dalam sampel bermerek.
Akhirnya disimpulkan bahwa madu unbranded memiliki kontaminasi lebih residu antibiotik
dibandingkan dengan yang bermerek.

Madu merupakan produk alami yang mengandung karbohidrat, vitamin dan beberapa
komponen lain seperti residu antibiotik. Dalam penelitian ini, dilakukn deteksi terhadap
antibiotik Ada beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Dengan cara menginfeksi madu
dari lebah, lebah harus menggunakan antibiotik yang berbeda. Antibiotik tetrasiklin, penisilin,
neomisin, gentamisin, streptomisin dilaporkan terdapat pada lebah madu.Antibiotik ini memiliki
efek akut dan kronis beracun terhadap kesehatan manusia dan juga mengurangi khasiat dan
kualitas madu. Metode yang digunakan untuk mendeteksi adalah metode TLC dan ELISA.

METODOLOGI PENELITIAN

Pengambilan sampel

Empat puluh sampel madu bermerk dan enam puluh sampel madu tak bermerk diambil
dari pasar terdekat dan dibawa ke Laboratorium Complex Peshawar PCSIR untuk dianalisis
kandungan antibiotiknya.

Reagen Kimia

Tetrasiklin, Penisilin dan Streptomisin sebagai standar diambil dari Sigma Chemical
(Madrid, Spanyol), Metanol, asam orto-pospat dan etil asetat (Sigma Aldrich Jerman). Zat kimia
yang telah distandarisasi tersebut dipakai untuk metode TLC sedangkan pelarut untuk KCKT
digunakan sebagai pemisahan. Semua pelarut dan air yang telah diionisasi telah disaring dengan
membran berukuran 0,45 um dan dengan tekanan gas selama dua puluh menit dengan pembersih
ultra sonik.

Prosedur ekstraksi untuk pendeteksian dengan TLC

Residu antibiotik diekstraksi dengan cara sebanyak lima gram sampe diekstraksi dengan
campuran etil asetat : air (80:20) dengan cara disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit.
Supernatan diperlukan untuk menandai plat pada TLC untuk pengujian kandungan antibiotik.

Prosedur ekstraksi untuk KCKT

Pengekstraksian dengan sampel madu secara subyektif dilakukan dengan zat kimia yang
sudah di deproteinisasi (ACN). Sebanyak dua gram sampel madu dimasukkan pada tabung reaksi
10 mL lalu ditambah dengan ACN sambil dikocok. Campuran tersebut lalu disentrifugasi selama
lima belas menit pada 5000 rpm. Supernatan diambil dan dikeringkan di bawah aliran nitrogen
pada suhu 40 derajat celcius. Lalu larutkan dengan metanol dan disaring menggunakan membran
berukutan 0,45 um dan diinjeksikan sebanyak 10 uL ke KCKT.

Analisis antibiotik dengan TLC

Tetesan sampel yang sudah diprediksi mengandung antibiotik diletakan ke plat TLC
dengan bantuan jarum suntik mikro dan ditambahkan dengan metanol : air (95:5). Lalu pengujian
dilakukan dengan cara membandingan nilai Rf dari sampel dengan standarnya di bawah sinar
UV dengan panjang gelombang 254 nm.

Analisis antibiotik dengan KCKT

Penetapan kandungan antibiotik pada sampel madu dilakukan dengan HPLC. A Hitachi
(D-2000 Elite system manager) dengan tekanan dual (L-2130). Auto sampler L-2200 dan
detektor UV visible L-2420 digunakan untuk menghitung kadar antibiotik, yang mana
dipisahkan dengan menggunakan kolom oven L-2300 dan kolom intersil ODS-3 C18 (GL
Sciences Inc. Tokyo Jepang 5um, 250 x 4,6 nm). Semua pelarut disaring denganmenggunakan
membran sartolon poliamida sebesar 0,45 um (Rocker-300 Model Taiwan) dan ditekan dengan
menggunakan gas pembersih ultrasonik Ceia (Model CP-104 Italia). Penetapan senyawa ini
dilakukan dengan pencampuran fase senyawa aquoeus (A) dan fase senyawa asam organik (B)
Metanol/ACN dengan laju alir selama 1 mL/menit. Streptomisin, tetrasiklin dan senyawa
antibiotik yang lain telah diuji dengan metode yang termodifikasi, yakni senyawa diuji pada
panjang gelombang 210-240 nm. Kuantifikasi telah didapatkan dengan membandingkan area
puncak pada sampel dengan standar yang ditetapkan. Identitas kromatogram telah dikuantifikasi
dengan adanya area puncak pada sampel yang dibandingakna dengan standar waktu retensi.

Masalah utama yang tetap dalam madu adalah terjadinya residu antibiotik yang hadir karena
penggunaan luas antibiotikuntuk terapi berbagai penyakit . Antibiotik inilah yang biasa
digunakan lebah penjaga untuk pengobatan penyakit. Terdapat dua sampel madu yaitu, Sampel
madu bermerek dan sampel tidak bermerek. Kedua sampel ini digunakan untuk menganalisis
residu antibiotik. Dalam penelitian ini difokuskan pada deteksi residu antibiotik terutama
tetrasiklin, penisilin, neomisin, gentamisin, streptomisin.Residu antibiotik ditemukan dengan
metode TLC. Pada sampel yang tidak bermerek antibiotik tetrasiklin banyak ditemukan.
Gentamisin tidak ditemukan di kedua sampel. Residu antibiotik dideteksi dengan dengan layar
kromatografi yang tebal (TLC) setelah itu dilanjutkan dengan metode HPLC. Terjadi perbedaan
puncak pada setiap antibiotik yang terdapat dalam sampel.

A. Metode analisis apa yang digunakan dalam penelitian tersebut?


Metode yang digunakan ada 2 TLC dan HPLC
Bagaimana prinsip kerja instrument yang digunakan?
Prinsip kerja ekstraksi TLC
sampel diekstraksi dengan campuran etil asetat / air (80:20) dengan sentrifugasi
pada 3000rpm selama 10 menit dan supernatan digunakan untuk bercak di piring
TLC untuk mendeteksi residu antibiotik.
Prinsip kerja ekstraksi HPLC
sampel madu ditempatkan ke dalam tabung reaksi 10 mL dan dikocok secara
intensif dengan 3ml ACN selama 1 menit. Campuran disentrifugasi selama 15
menit pada 5000 rpm. Supernatan dikumpulkan dan dikeringkan di bawah aliran
nitrogen pada 40 C. Residu itu kembali dilarutkan dalam metanol, disaring
melalui membran 0.45m filter dan disuntikkan 10 ml sistem HPLC.
Prinsip kerja analisis antibiotik dengan TLC
Tempat masing-masing sampel dengan antibiotik ditargetkan, dimuat standar di
piring TLC dengan bantuan jarum suntik mikro dengan otomatis TLC spotter.
Kemudian dikembangkan dalam metanol / air (95: 5) dan deteksi dilakukan
dengan membandingkan nilai Rf sampel dengan standar di bawah sinar UV dari
254nm.
Prinsip kerja analisis antibiotk dengan HPLC
pemisahan dicapai dengan menggunakan kolom oven L-2300 dan kolom Intersil
ODS-3 C18 (GL Sciences Inc Tokyo Jepang 5m, 250 4.6 mm). Semua pelarut
disaring melalui 0,45 m sartolon membran Poliimida dengan perakitan filtrasi
(Rocker-300 Mo menggunakan midel berbeda Taiwan) dan gasnya oleh
pembersih ultrasonik Ceia (Model CP-104 Italia). Penentuan senyawa ini
dilakukan dengan menggunakan campuran yang berbeda dari fasa berair mobile
(A) air diasamkan dan fase gerak organik (B) metanol / ACN dengan laju alir 1
ml / menit. Streptomisin, tetrasiklin dan dua residu antibiotik lainnya dihitung
dengan metode yang dimodifikasi [17, 18]. Senyawa yang terdeteksi pada 210-
240 nm. Kuantifikasi itu dicapai dengan perbandingan luas puncak sampel dengan
standar eksternal. Kromatogram identik dihitung dengan daerah puncak sampel
dengan standar waktu retensi yang sama.

B. Bagaimana pengolahan data hasil penelitian tersebut?

Hasil pengolahan data yang didapat dari penelitian ini adalah sampel madu bermerek
dievaluasi untuk kehadiran streptomycin, tetracycline, penisilin dan residu antibiotik gentamisin.

Residu antibiotik ini terdeteksi dengan metode TLC dan hasilnya ditabulasi dalam (Tabel 1)
yang menunjukkan bahwa jumlah total 5 sampel dari 30 merek dan 9 Kontaminasi
tetrasiklin adalah maksimum dalam sampel tanpa merek, yang sekitar 8,3%, streptomycin dan
penisilin adalah 6.66 dan 5%, sedangkan di bermerek 5, 6 dan 1% dari sampel terkontaminasi
oleh penisilin, streptomisin dan tetrasiklin. Namun, gentamisin tidak terdeteksi dalam sampel
apapun. Sampel positif hasil untuk kuantifikasi dengan HPLC. Waktu retensi tetrasiklin adalah
5.63, 2.60 untuk streptomisin dan gentamisin 10.96 untuk, yang diidentifikasi oleh literatur
sebelumnya dan dihitung dengan standar eksternal.

Kuantifikasi ini sampel positif dilakukan dengan membandingkan daerah puncak sampel dengan
standar yang ditargetkan. Kontaminasi maksimum tetrasiklin dihitung 16.31g / g dari jumlah
lima sampel unbranded positif (Tabel 2).

Streptomisin residu adalah 12.02g / g total empat sampel yang positif, sedangkan kontaminasi
residu total sampel bermerek positif tercatat 10,5, 4.54 dan 3.67g / g untuk streptomisin,
penisilin dan tetrasiklin.

Masalah utama yang tetap dalam madu adalah terjadinya residu antibiotik yang hadir karena
penggunaan luas antibiotikuntuk terapi berbagai penyakit . Antibiotik inilah yang biasa
digunakan lebah penjaga untuk pengobatan penyakit. Terdapat dua sampel madu yaitu, Sampel
madu bermerek dan sampel tidak bermerek. Kedua sampel ini digunakan untuk menganalisis
residu antibiotik. Dalam penelitian ini difokuskan pada deteksi residu antibiotik terutama
tetrasiklin, penisilin, neomisin, gentamisin, streptomisin.Residu antibiotik ditemukan dengan
metode TLC. Pada sampel yang tidak bermerek antibiotik tetrasiklin banyak ditemukan.
Gentamisin tidak ditemukan di kedua sampel. Residu antibiotik dideteksi dengan dengan layar
kromatografi yang tebal (TLC) setelah itu dilanjutkan dengan metode HPLC. Terjadi perbedaan
puncak pada setiap antibiotik yang terdapat dalam sampel.

C. Kesimpulan

Dari analisis yang telah di lakukandapat di simpulkanbahwa :

Kandungan antibiotik setelah dideteksi dengan metode TLC hasilnya menunjukan bahwa
lima sampel dari tiga puluh jenis madu bermerk dan sembilan sampel dari empat puluh sembilan
jenis madu yang tak bermerk positif ditemukan kandungan antibiotik.Kandungan tetrasiklin
paling tinggi ditemukan di sampel madu tak bermerk, yang mana mencapai 8,3%. Streptomisin
dan penisilin sejumlah 6,66% dan 5%, sedangkan pada madu bermerk mencapai 5%, 6%, dan
1%.Residu tetrasiklin ditemukan pada sampel tanpa merek, sementara gentamisin tidak
terdeteksi dalam sampel diuji dengan metode TLC.Sehingga dapat di simpulkan madu tidak
bermerk memiliki kontaminasi lebih residu antibiotic dibandingkan dengan yang bermerek.

Anda mungkin juga menyukai