Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Laju pertumbuhan penduduk yang pesat disertai dengan meningkatnya intensitas


pembangunan di segala bidang, menyebabkan permasalahan dan konflik di bidang
pertanahan juga semakin meningkat. Permasalahan yang paling utama adalah terbatasnya
ketersediaan lahan, terutama di kota-kota besar. Kondisi yang demikian memberikan alasan
bagi para investor untuk merambah wilayah pesisir atau pantai dan menjadikannya sebagai
tempat kegiatan usaha, mengingat selama ini wilayah pantai belum banyak tersentuh maupun
dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan wilayah pantai tersebut meliputi kegiatan berbasis
ekonomi, diantaranya sebagai lahan industri, rekreasi/wisata, bangunan hotel dan resort,
pemukiman, pertanian, dan sebagainya. Sementara itu, wilayah pantai merupakan kawasan
dengan ekosistem yang khas karena memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan
menyangga kehidupan masyarakat pantai, sehingga keberadaannya perlu dilestarikan. Pesisir
atau wilayah pantai merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan, baik
perubahan alam maupun perubahan akibat ulah manusia. Fenomena yang terjadi saat ini
sungguh sangat memprihatinkan dan membuat hati miris, dimana eksploitasi wilayah pantai
hanya demi kepentingan pemilik modal besar. Sekitar 80 % wilayah pantai telah dikuasai
oleh swasta, termasuk pengusaha. Mereka dengan leluasa mengubah pantai, termasuk
mendirikan bangunan di wilayah pantai dengan cara mereklamasi pantai (Arika dan Triana,
2002). Selain itu kelestarian lingkungan dan ekosistem pesisir yang kaya tidak menjadi
prioritas utama lagi. Desakan kebutuhan ekonomi telah menyebabkan wilayah pantai yang
seharusnya menjadi wilayah penyangga daratan menjadi tidak dapat mempertahankan
fungsinya sehingga kerusakan lingkungan pantai pun terjadi. Kondisi ini terjadi di pantai
selatan Jabar, dimana keadaannyanya semakin mengkhawatirkan akibat adanya aktivitas
masyarakat setempat serta eksploitasi sumber daya alam seperti pasir besi. Pantai-pantai di
seluruh wilayah Indonesia mestinya terbuka untuk kepentingan umum. Namun ketika hotel-
hotel, resort, cottage serta pemukiman mewah semakin menjamur dibangun di sepanjang
pantai, maka pantai tidak lagi menjadi ruang publik dan terbebas dari monopoli pihak
bermodal besar. Seperti yang terjadi di sepanjang pantai Anyer atau pantai-pantai di Bali,
bangunan atau properti yang seharusnya dibangun paling minim berjarak 20 m dari garis
batas air pasang, ternyata berdiri dan berpagar kokoh serta begitu mepet dengan bibir pantai
bahkan sampai menjorok ke laut. Kondisi tersebut memberikan dampak terhadap kelestarian
lingkungan pantai dan kehidupan nelayan tradisional. Pengamatan yang dilakukan pada tahun
2001 di kawasan pantai Bali menunjukkan bahwa 20% dari 438 km panjang pantai di Bali
mengalami kerusakan. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan kawasan-kawasan lain yang
ada di Indonesia. Misalnya saja di kawasan Pontianak, Bengkayang, dan Sambas kerusakan
pantai mencapai 14 km. Kerusakan juga terjadi di beberapa kawasan pantai Jawa antara lain
di Teluk Jakarta, pantai Eretan, pantai Mauk, dan beberapa kawasan di Sumatera dan
Sulawesi (Iah, 2006). Dampak lainnya adalah nelayan kecil atau tradisional merasa diabaikan
hak-haknya, karena adanya bangunan-bangunan tersebut di sepanjang pantai telah jelas akan
menutup akses nelayan kecil atau tradisional terhadap ruang laut. Mereka akan kesulitan
mendapatkan tempat untuk merapatkan perahunya. Padahal nelayan tradisional yang
merupakan komunitas terbesar masyarakat pantai yang pada akhirnya akan menjadi
komunitas yang paling dirugikan dalam kasus sepertiini. Disamping itu dampak kerusakan
lingkungan pantai dan pesisir yang cukup parah akan menghilangkan fishing ground dan
mempengaruhi kehidupan nelayan tradisional di daerah tersebut yang akhirnya memerparah
kemiskinan nelayan. Fenomena banyaknya bangunan-bangunan di sepanjang pantai dan
kerusakan lingkungan pantai serta kepentingan nelayan tradisional yang termarjinalkan harus
segera mendapat perhatian sekaligus penangan serius. Untuk mencegah terjadinya kerusakan
pantai lebih jauh, diperlukan adanya kawasan sempadan pantai. Daerah yang disebut sebagai
sempadan pantai tersebut harus dijadikan daerah konservasi. Dalam ketentuan Keppres No.
32 Tahun 1990, diatur perlindungan sempadan pantai sejauh 100 meter. Peraturan yang telah
ada tersebut, hendaknya ditaati, ditegakkan, dan ditindaklajuti dengan aturan-aturan
pelaksana dibawahnya baik di tingkat pusat maupun daerah. Penulisan artikel dengan topik
penentuan kawasan sempadan pantai dimaksudkan untuk menguatkan kembali fungsi pantai
sebagai aset yang merupakan milik seluruh manusia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kawasan Sempadan Pantai

Kawasan Sempadan Pantai Seringkali penggunaan istilah pantai dan pesisir tidak
didefinisikan dengan jelas dan pasti. Apabila ditinjau secara yuridis tampaknya kedua istilah
tersebut harus diberi pengertian secara jelas. Pemaknaan kembali kedua istilah tersebut
dimaksudkan untuk menghindarkan keraguan atau ketidakpastian, baik dalam perumusan
suatu peraturan maupun dalam pelaksanaannya. Berikut ini definisi pantai dan pesisir
(Diraputra, 2001) : Pantai adalah daerah pertemuan antara air pasang tertinggi dengan
daratan. Sedangkan garis pantai adalah garis air yang menghubungkan titik-titik pertemuan
antara air pasang tertinggi dengan daratan. Garis pantai akan terbentuk mengikuti konfigurasi
tanah pantai/daratan itu sendiri. Pesisir adalah daerah pertemuan antara pengaruh daratan
dan pengaruh lautan. Ke arah daratan mencakup daerah-daerah tertentu di mana pengaruh
lautan masih terasa (angin laut, suhu, tanaman, burung laut, dsb). Sedangkan ke arah lautan
daerah pesisir dapat mencakup kawasan-kawasan laut dimana masih terasa atau masih
tampak pengaruh dari aktifitas di daratan (misalnya penampakan bahan pencemar,
sedimentasi, dan warna air). Dari definisi pantai dan pesisir tersebut dapat disimpulkan
bahwa pengertian pesisir mencakup kawasan yang lebih luas dari pengertian pantai. Dalam
konteks ini dapat pula dibedakan antara tanah pantai dan tanah pesisir. Berikut ini
definisi tanah pantai dan tanah pesisir. Tanah pantai adalah tanah yang berada antara garis
air surut terendah dan garis air pasang tertinggi, termasuk ke dalamnya bagianbagian daratan
mulai dari garis air pasang tertinggi sampai jarak tertentu ke arah daratan, yang disebut
sebagai sempadan pantai. Menurut Kepmen Kelautan dan Perikanan No. 10 Tahun 2002
tentang Pengelolaan, sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan
bagi pengamanan dan pelestarian pantai. Kawasan sempadan pantai berfungsi untuk
mencegah terjadinya abrasi pantai dan melindungi pantai dari kegiatan yang dapat
mengganggu/merusak fungsi dan kelestarian kawasan pantai. Daerah sempadan pantai hanya
diperbolehkan untuk tanaman yang berfungsi sebagai pelindung dan pengaman pantai,
penggunaan fasilitas umum yang tidak merubah fungsi lahan sebagai pengaman dan
pelestarian pantai. Berdasarkan Kepres No. 32 Tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung telah ditentukan bahwa : 1) Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk
melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai (pasal
13). 2) Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional
dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah
darat (pasal 14). a. Tinjauan Yuridis Kawasan Sempadan Pantai Wilayah pantai dapat
dipahami sebagai wilayah tempat bertemunya berbagai kepentingan, baik pemerintah,
pengusaha maupun masyarakat dalam rangka memanfaatakan wilayah pantai dan sumber
daya alam yang terkandung di dalamnya. Dalam kaitan ini, pemanfaatan sumber daya pantai
dan ekosistemnya melalui peraturan perundang-undangan memiliki kedudukan penting dalam
upaya memperkecil, mencegah, atau bahkan menghindarkan terjadinya tumpang-tindih
kewenangan dan benturan kepentingan. Perlu diingat bahwa pemanfaatan dan pengelolaan
sumber daya pantai bersifat lintas sektoral karena sektor kelautan melingkupi kewenangan
beberapa institusi negara yang memiliki bidang kerja yang berkaitan dengan laut, misalnya
perhubungan, pariwisata dan budaya, energi dan sumber daya mineral, serta kelautan dan
perikanan. Problemnya, institusi-institusi tersebut tidak memiliki platform dan arah kebijakan
pembangunan yang sejalan dalam bidang kelautan. Masing-masing institusi negara berjalan
sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi yang jelas. Seperti yang terjadi di kawasan wisata
Bunaken, tidak hanya Pemda terlibat dalam pengelolaannya, melainkan juga melibatkan
sejumlah instansi terkait seperti, Badan Pengelola Kawasan Bunaken di Pemda Sulut, Dinas
Pariwisata Sulut, Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam (SBKSDA) dan Dinas Kehutanan
Sulut. Tinjauan yuridis sempadan pantai mencakup pula status kepemilikan kawasan dalam
sempadan pantai dan peraturan perundangan yang memuat ketentuan lebar kawasan
sempadan pantai dihitung dari garis pantai. Dari beberapa definisi sempadan pantai yang
telah dikemukan di atas, dapat disimpulkan bahwa kawasan sempadan pantai merupakan
kawasan yang dikuasai oleh Negara yang dilindungi keberadaannya karena berfungsi sebagai
pelindung kelestarian lingkungan pantai. Dengan demikian kawasan sempadan pantai
menjadi ruang publik dengan akses terbuka bagi siapapun (public domain). Status tanah
Negara pada kawasan tersebut mengisyaratkan bahwa negara dalam hal pemerintah yang
berhak menguasai dan memanfaatkannya sesuai dengan fungsinya. Pemanfaatan dan
pengelolaan kawasan sempadan pantai semata-mata difokuskan untuk kegiatan yang
berkaitan dengan fungsi konservasinya serta harus steril atau terbebas dari kegiatan
pembangunan. Pemerintah sebagai pemegang hak pengelolaan memegang peranan dalam
mengendalikan pemanfaatannya tersebut, bisa dengan jalan kontrol memberikan ijin
pemanfaatan bagian-bagian tanah kawasan pantai pada pihak ketiga berdasarkan perjanjian.
Dan Pemerintah atau Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban mengadakan pengawasan
terhadap pengelolaan kawasan pantai oleh pihak ketiga tersebut. Selain pengawasan dan
kontrol terhadap pemanfaatan kawasan sempadan pantai, sebelumnya perlu dilakukan
pengetatan pemberian izin lokasi untuk pemanfaatan tanah pantai. Sempadan pantai
sebagaimana dimaksud dalam uraian di atas ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Di Indonesia, setelah terjadi perubahan paradigma pemerintahan,
yakni dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 1999, maka tiap daeah tingkat II memiliki
wewenang untuk mengelola wilayah laut selebar 1/3 mil dari lebar laut yang menjadi
wewenang propinsi. Wewenang tersebut, termasuk membuat peraturan tentang penentuan
kawasan sempadan pantai, yang lebarnya ditetapkan sesuai dengan kondisi fisik pantai
masing-masing daerah. Walaupun begitu Pemerintah Pusat melalui Keputusan Presiden
Nomor 32 Tahun 1990, telah menetapkan kawasan sempadan pantai dengan jarak minimal
100 meter dari pantai pada waktu pasang tertinggi, sebagai pedoman bagi pemerintah di
daerah tingkat II. Fakta adanya pelanggaran-pelanggaran di kawasan sempadan pantai
mungkin juga dipicu oleh peraturan perundang-undangan dalam jumlah banyak secara
bersamaan dalam waktu yang sama dan dalam ruang yang sama pula. Hal ini sudah barang
tentu telah membawa konsekuensi terjadinya disharmoni hukum yang ditunjukkan misalnya
dengan adanya tumpang-tindih kewenangan dan benturan kepentingan. Contoh konkret dari
disharmoni tersebut adalah ketidakselarasan dan ketidakserasian antara penerapan UU
Kehutanan dan UU Perikanan dalam masalah konservasi. Inkonsistensi dalam penjatuhan
sanksi terhadap pelanggaran hukum juga menimbulkan terjadinya disharmoni hukum yang
harus diharmonisasikan melalui kegiatan penyerasian dan penyelarasan hukum (Patlis Jason
M. dkk, 2005). Situasi ini perlu segera disikapi dengan menyelaraskan berbegai peraturan
yang sudah melalui revisi-revisi, pencabutan atau penerbitan peraturan yang baru. b. Tinjauan
Teknis Kawasan Sempadan Pantai Garis sempadan pantai ditentukan lebarnya berdasarkan
garis pantai yang ada. Jadi sebelum dilakukan penentuan garis sempadan pantai, terlebih
dahulu ditentukan garis pantainya sebagai acuan penarikan batas kawasan sempadan. Garis
pantai menurut IHO Hydrographic Dictionary (1970) adalah garis pertemuan antara pantai
dan air (lautan). Walaupun secara periodik permukaan laut selalu berubah, suatu permukaan
laut tertentu yang tetap dan dapat ditentukan harus dipilih untuk menjelaskan posisi garis
pantai. Sedangkan dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, garis pantai
didefinisikan sebagai garis air rendah. Oleh karena itu secara teknis harus dijelaskan juga
garis air rendah mana yang dipilih. Dalam bidang hidrografi biasanya digunakan garis air
tinggi (high water line) sebagai garis pantai. Dalam bidang pertanahan garis pantai yang
digunakan merupakan garis air rendah atau garis pertemuan antara air pasang rata-rata
tertinggi pada saat pasang purnama atau pasang perbani, sehingga terdapat perbedaan dengan
garis pantai yang dimaksud dalam aplikasi hidrografi. Fakta yang ada, penentuan garis pantai
di lapangan banyak menghadapi kendala, baik yang berkaitan dengan karakteristik pantai
maupun teknik-teknik penentuannya (Djunarsah, 2001). Namun dalam peraturan-peraturan
perundangan yang berlaku garis sempadan pantai ditetapkan dengan acuan garis air tertinggi,
seperti ketentuan mengenai sempadan pantai dalam Pasal 34 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, adalah : Kriteria
kawasan lindung untuk sempadan pantai yaitu daratan sepanjang tepian yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang
tertinggi ke arah darat. Pada prinsipnya penentuan letak garis sempadan pantai
diperhitungkan berdasarkan karakterisik pantai, fungsi kawasan, dan diukur dari garis pasang
tertinggi pada pantai yang bersangkutan. Contohnya untuk kawasan pantai budidaya/non-
lindung, perhitungan garis sempadan pantai didasarkan pada tingkat kelandaian/keterjalan
pantai. Sedangkan untuk kawasan pantai lindung, garis sempadan pantainya minimal 100 m
dari garis pasang tertinggi pada pantai yang bersangkutan. 3. Urgensi Penentuan Kawasan
Sempadan Pantai Gencarnya pembangunan sarana infrastruktur di kawasan pantai yang
kurang memperhatikan daya dukung lingkungan akan menyebabkan kerusakan ekosistem
pantai dan laut. Tentu saja kerusakan ekosistem itu dipicu oleh pola hidup dan paradigma
pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah, kurang mengacu pada
kaidah kelestarian lingkungan. Apabila kawasan sempadan pantai dapat difungsikan secara
optimal maka kerusakan perairan nasional dapat diminimalisir. Penentuan garis sempadan
pantai yang tegas akan memberikan manfaat bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan
dalam hal ini para stokeholder, beberapa manfaat tersebut yaitu: 1) menjamin terbukanya
akses ruang laut kepada nelayan tradisional, 2) menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem
di wilayah pesisir, 3) menjamin keamanan bangunan atau infrastrukur lainnya dari jangkauan
bencana tsunami dan penetapan daerah evakuasi jika terjadi bencana, 4) menjadi patokan
penyelenggara pemerintahan dalam menata kawasan pesisir/pantai.

Penentu Batas Sempadan Pantai


Banyak versi parameter yang digunakan untuk menentukan lebar batas sempadan.
Diantaranya adalah yang menggunakan parameter-parameter berikut:
1. Arus laut
2. Arus laut (sea current) adalah gerakan massa air laut dari satu tempat ke tempat lain
baik secara vertikal (gerak ke atas) maupun secara horizontal (gerakan ke samping).
Contoh-contoh gerakan itu seperti gaya coriolis, yaitu gaya yang membelok arah arus
dari tenaga rotasi bumi. Pembelokan itu akan mengarah ke kanan di belahan bumi
utara dan mangarah ke kiri di belahan bumi selatan. Gaya ini yang mengakibatkan
adanya aliran gyre yang searah jarum jam (ke kanan) pada belahan bumi utara dan
berlawanan dengan arah jarum jam di belahan bumi selatan. Perubahan arah arus dari
pengaruh angin ke pengaruh gaya coriolis dikenal dengan spiral ekman. Menurut
letaknya arus dibedakan menjadi dua yaitu arus atas dan arus bawah. Arus atas adalah
arus yang bergerak di permukaan laut. Sedangkan arus bawah adalah arus yang
bergerak di bawah permukaan laut.
3. Faktor pembangkit arus permukaan adalah angin yang bertiup diatasnya. Tenaga angin
memberikan pengaruh terhadap arus permukaan (atas) sekitar 2% dari kecepatan angin
itu sendiri. Kecepatan arus ini akan berkurang sesuai dengan makin bertambahnya
kedalaman perairan sampai pada akhirnya angin tidak berpengaruh pada kedalaman
200 meter.

1. Gelombang laut
2. Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus
permukaan laut. Ada tiga jenis gelombang berdasarkan penyebabnya; gelombang
karena angin (gelombang angin), gelombang karena daya tarik menarik bumi-bulan-
matahari (gelombang pasut), dan gelombang karena akibat gempa vulkanik maupun
tektonik di dasar laut (gelombang tsunami). Kalau dilihat dari sifatnya, gelombang
dibagi 2 tipe, yaitu:
3. 1. Gelombang pembentuk pantai (constructive wave)
4. 2. Gelombang perusak pantai (destructive wave)
5. Gelombang pembentuk pantai bercirikan mempunyai ketinggian kecil dan kecepatan
rambat rendah. Sehingga saat gelombang itu ppecah di pantai akan mengangkut
sedimen. Sedimen akan tertinggal di pantai sebagai deposit ketika air balik ke laut
atau perlahan merembes ke tanah.
6. Sedangkan gelombang perusak pantai biasanya mempunyai ketinggian dan kecepatan
rambat yang tinggi. Ketika gelombang menghantam dan pecah di pantai, maka
banyak material pantai yang terangkut menuju tengah laut atau terbawa ke tempat
lain.

Tipe dan jenis pantai


Secara sederhana, pantai dapat diklasifikasikan berdasarkan material penyusunnya, yaitu
menjadi:

1. Pantai Batu (rocky shore), yaitu pantai yang tersusun oleh batuan induk yang keras seperti
batuan beku atau sedimen yang keras.
2. Beach, yaitu pantai yang tersusun oleh material lepas. Pantai tipe ini dapat dibedakan
menjadi:
a. Sandy beach (pantai pasir), yaitu bila pantai tersusun oleh endapan pasir.
b. Gravely beach (pantai gravel, pantai berbatu), yaitu bila pantai tersusun oleh gravel
atau batuan lepas. Seperti pantai kerakal.
3. Pantai bervegetasi, yaitu pantai yang ditumbuhi oleh vegetasi pantai. Di daerah tropis,
vegetasi pantai yang dijumpai tumbuh di sepanjang garis pantai adalah mangrove, sehingga
dapat disebut Pantai Mangrove.
Bila tipe-tipe pantai di atas kita lihat dari sudut pandang proses yang bekerja membentuknya,
maka pantai dapat dibedakan menjadi:
1. Pantai hasil proses erosi, yaitu pantai yang terbentuk terutama melalui proses erosi yang
bekerja di pantai. Termasuk dalam kategori ini adalah pantai batu (rocky shore).
2. Pantai hasil proses sedimentasi, yaitu pantai yang terbentuk terutama kerena prose
sedimentasi yang bekerja di pantai. Termasuk kategori ini adalah beach. Baik sandy
beach maupungravely beach.
3. Pantai hasil aktifitas organisme, yaitu pantai yang terbentuk karena aktifitas organisme
tumbuhan yang tumbuh di pantai. Termasuk kategori ini adalah pantai mangrove.
Kemudian, bila dilihat dari sudut morfologinya, pantai dapat dibedakan menjadi:
1. Pantai bertebing (cliffed coast), yaitu pantai yang memiliki tebing vertikal. Keberadaan
tebing ini menunjukkan bahwa pantai dalam kondisi erosional. Tebing yang terbentuk dapat
berupa tebing pada batuan induk, maupun endapan pasir.
2. Pantai berlereng (non-cliffed coast), yaitu pantai dengan lereng pantai. Pantai berlereng ini
biasanya merupakan pantai pasir.

Sedimen pantai adalah material sedimen yang diendapkan di pantai. Berdasarkan ukuran
butirnya, sedimen pantai dapat berkisar dari sedimen berukuran butir lempung sampai gravel.
Kemudian, berdasarkan pada tipe sedimennya, pantai dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Pantai gravel, bila pantai tersusun oleh endapan sedimen berukuran gravel (diameter butir >
2 mm).
2. Pantai pasir, bila pantai tersusun oleh endapan sedimen berukuran pasir (0,5 2 mm).
3. Pantai lumpur, bila pantai tersusun oleh endapan lumpur (material berukuran lempung
sampai lanau, diameter < 0,5 mm).

Klasifikasi tipe-tipe pantai berdasarkan pada sedimen penyusunnya itu juga mencerminkan
tingkat energi (gelombang dan atau arus) yang ada di lingkungan pantai tersebut. Pantai
gravel mencerminkan pantai dengan energi tinggi, sedang pantai lumpur mencerminkan
lingkungan berenergi rendah atau sangat rendah. Pantai pasir menggambarkan kondisi energi
menengah. Di Pulau Jawa, pantai berenergi tinggi umumnya diojumpai di kawasan pantai
selatan yang menghadap ke Samudera Hindia, sedang pantai bernergi rendah umumnya di
kawasan pantai utara yang menghadap ke Laut Jawa.

Daerah pantai yang masih mendapat pengaruh air laut dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Beach (daerah pantai)
Yaitu daerah yang langsung mendapat pengaruh air laut dan selalu dapat dicapai oleh pasang
naik dan pasang turun.
2. Shore line (garis pantai)
Jalur pemisah yang relatif berbentuk baris dan merupakan batas antara daerah yang dicapai
air laut dan yang tidak bisa dicapai.
3. Coast (pantai)
Daerah yang berdekatan dengan laut dan masih mendapat pengaruh air laut.

Antara pantai yang satu dengan garis pantai yang lainnya mempunyai perbedaan. Perbedaan
dari masing-masing jenis pantai tersebut umumnya disebabkan oleh kegiatan gelombang dan
arus laut. Menurut Johnson, pantai dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
1. Pantai yang Tenggelam (Shoreline of submergence)
Shoreline of submergence merupakan jenis pantai yang terjadi apabila permukaan air
mencapai atau menggenangi permukaan daratan yang mengalami penenggelaman. Disebut
pantai tenggelam karena permukaan air berada jauh di bawah permukaan air yang sekarang.
Untuk mengetahui apakah laut mengalami penenggelaman atau tidak dapat dilihat dari
keadaan pantainya. Naik turunnya permukaan air laut selama periode glasial pada jaman
pleistosin menyebabkan maju mundurnya permukaan air laut yang sangat besar. Selain itu,
penenggelaman pantai juga bisa terjadi akibat penenggelaman daratan. Hal ini terjadi karena
permukaan bumi pada daerah tertentu dapat mengalami pengangkatan atau penurunan yang
juga dapat mempengaruhi keadaan permukaan air laut. Pengaruh ini sangat terlihat di daerah
pantai dan pesisir.
Pada bentang lahan yang disebabkan oleh proses geomorfologi, pantai yang tenggelam dapat
dibagi menjadi beberapa jenis. Hal ini dapat dilihat dari bentuk pantai yang berbeda sebagai
akibat dari pengaruh gelombang dan arus laut. Jenis-jenis pantai tersebut antara lain:
a. Lembah sungai yang tenggelam
Pada umumnya lembah sungai yang tenggelam ini disebut estuarium, sedangkan pantainya
disebut pantai ria. Lembah sungai ini dapat mengalami penenggelaman yang disebabkan oleh
pola aliran sungai serta komposisi dan struktur batuannya.
b. Fjords atau lembah glasial yang tenggelam
Fjords merupakan pantai curam yang berbentuk segitiga atau berbentuk corong. Fjords atau
lembah glasial yang tenggelam ini terjadi akibat pengikisan es. Ciri khas dari bagian pantai
yang tenggelam ini yaitu panjang, sempit, tebingnya terjal dan bertingkat-tingkat, lautnya
dalam, dan kadang-kadang memiliki sisi yang landai. Pantai fjords ini terbentuk apabila
daratan mengalami penurunan secara perlahan-lahan. Bentang lahan ini banyak terdapat di
pantai laut di daerah lintang tinggi, dimana daerahnya mengalami pembekuan di musim
dingin. Misalnya di Chili, Norwegia, Tanah Hijau, Alaska, dan sebagainya.
c. Bentuk pengendapan sungai
Bentuk pengendapan sungai dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu: (1) Delta, yaitu
endapan sungai di pantai yang berbentuk segitiga dan cembung ke arah laut; (2) Dataran
banjir, yaitu sungai yang terdapat di kanan dan kiri sungai yang terjadi setelah sungai
mengalami banjir; (3) Kipas alluvial, yaitu bentuk pengendapan sungai seperti segitiga,
biasanya terdapat di daerah pedalaman, dan ukurannya lebih kecil bila dibandingkan dengan
delta, serta sungainya tidak bercabang-cabang.
d. Bentuk pengendapan glacial
Bentuk pengendapan ini disebabkan oleh proses pencairan es.
e. Bentuk permukaan hasil diastrofisme
Bentuk kenampakan ini dapat diilustrasikan sebagai fault scraps (bidang patahan), fault line
scraps (bidang patahan yang sudah tidak asli), graben (terban), dan hocgbacks. Setelah
mengalami penenggelaman, fault scraps, fault line scraps, dan dinding graben akan langsung
menjadi pantai.
f. Bentuk permukaan hasil kegiatan gunung api
Jenis pantai yang disebabkan oleh kegiatan gunung api ini dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu: (1) Merupakan hasil kegiatan kerucut vulkanis (mound), yang menyebabkan
terbentuknya pantai yang cembung ke luar; (2) Merupakan hasil kegiatan aliran lava (lava
flow), yang menyebabkan terbentuknya pantai yang cekung ke luar
2. Pantai yang Terangkat (Shoreline of emergence)
Pantai ini terjadi akibat adanya pengangkatan daratan atau adanya penurunan permukaan air
laut. Pengangkatan pantai ini dapat diketahui dari gejala-gejala yang terdapat di lapangan
dengan sifat yang khas, yaitu:
1. Terdapatnya bagian atau lubang dataran gelombang yang terangkat
Di daerah ini banyak dijumpai teras-teras pantai (stacks), lengkungan tapak (arches), pantai
terjal (cliffs), serta gua-gua pantai (caves).
2. Terdapatnya teras-teras gelombang
Teras gelombang ini terbentuk pada saat permukaan air mencapai tempat-tempat di mana
teras tersebut berada. Teras-teras ini merupakan batas permukaan air.
3. Terdapatnya gisik (beaches)
Gisik yaitu tepian laut yang terdapat di atas permukaan air laut yang terjadi karena adanya
pengangkatan dasar laut.
4. Terdapatnya laut terbuka
Laut terbuka ini terjadi karena adanya dasar laut yang terangkat.
5. Garis pantai yang lurus (straight shoreline)
Erosi gelombang dan pengendapannya pada laut dangkal cenderung menurunkan bentang
lahan dan menyebabkan dasar laut dasar laut yang dangkal menjadi datar. Apabila dasar laut
yang dangkal tersebut sekarang mengalami pengangkatan, maka garis pantai yang terbentuk
akan kelihatan lurus.
3. Pantai yang Netral (Neutral shoreline)
Jenis pantai ini terjadi di luar proses penenggelaman dan pengangkatan, misalnya pantai yang
terjadi pada delta, plain hanyutan, terumbu karang, gunung api, gumuk-gumuk pasir, dan
jenis pantai yang merupakan hasil dari sesar (patahan).
4. 4. Pantai Majemuk (Compound shorelines)
Jenis pantai ini terjadi sebagai gabungan dua atau lebih proses di atas. Berarti dalam suatu
daerah bisa terjadi proses penenggelaman, pengangkatan, pengendapan, dan sebagainya

4. Status ruang lahan


Status lahan di wilayah pantai sangat terkait dengan Perda RTRW wilayah setempat,
dimana tata ruang itu sendiri adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
struktur ruang
susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang
berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional
pola ruang
distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang
untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya

kawasan lindung
wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
Sumberdaya alam yang berada di pantai sebagai kawasan lindung, salah satunya
adalah lahan gambut.
Kawasan bergambut
a) Kawasan bergambut yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten dan Kota memiliki
kriteria sebagai berikut :
1) Tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih;
2) Terdapat di bagian muara sungai dan rawa;
3) Tingkat pelapukan muda (febrist) dan bervegetasi berupa hutan;
4) Merupakan hamparan yang utuh > 50 ha.

b) Pengelolaan kawasan bergambut :


1) Harus melibatkan pemerintah dan stakeholders secara aktif;
2) Program pengelolaan kawasan bergambut harus tersosialisasi dengan baik;
3) Pemberian insentif kepada perorangan atau kelompok dalam rangka peningkatan
kualitas fungsi kawasan bergambut.
c) Pengembangan kegiatan budidaya di kawasan bergambut :
1) Kegiatan budidaya yang dkembangkan harus disesuaikan dengan karakteristik
kawasan.
2) Perlu dilengkapi dengan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota dengan melibatkan secara aktif masyarakat setempat;
3) Untuk tetap menjaga fungsi lindungnya maka perlu adanya rekayasa teknis dalam
pengembangan kawasan bergambut; dan
4) Pengenaan sanksi kepada pihak-pihak yang menimbulkan kerusakan lingkungan di
kawasan bergambut

kawasan budidaya
wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi
dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan
Padahal seyogyanya wilayah pantai dengan lebar tertentu adalah kawasan lindung,
namun kenyataannya banyak wilayah pantai yang telah berubah menjadi kawasan
budidaya, baik untuk kegiatan pemukiman, pertanian, industri dan lainnya. Sehingga
ketika ada Pemerintah Daerah yang akan membuat garis sempadan pantai di
wilayahnya akan mengalami kendala. Tidak mungkin menggeser bangunan beton
bertingkat yang telah ada toh? Sehingga kemungkinan besar bahwa penerapan aturan
sempadan pantai hanya bisa diberlakukan kepada area yang belum terbangun.

Wilayah pantai yang sudah jadi kawasan budidaya, berdasarkan fungsi dikelompokkan
atas:
1) Kawasan peruntukan permukiman;
2) Kawasan perdagangan dan jasa;
3) Kawasan peruntukan industri;
4) Kawasan peruntukan pariwisata;
5) Kawasan pendidikan;
6) Kawasan pelabuhan laut / penyeberangan;
7) Kawasan bandar udara;
8) Kawasan mixed-use (campuran);
9) Kawasan ruang terbuka hijau.

Pattinaja (2011), parameter yang diukur untuk menentukan batas sempadan


pantai menggunakan pertimbangan 5 karakteristik berikut ini:
(1) Karakteristik topografi ditentukan berdasarkan parameter kemiringan pantai.
(2) Karakteristik biofisik ditentukan berdasarkan keberadaan ekosistem lahan basah,
terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria, laguna, dan delta.
(3) Karakteristik hidro-oseanografi pesisir ditentukan berdasarkan parameter tinggi
gelombang.
(4) Karakteristik kebutuhan ekonomi dan budaya ditentukan berdasarkan
pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh pemangku
kepentingan utama.
(5) Karakteristik ketentuan lain ditentukan berdasarkan parameter potensi bencana
alam, struktur batuan, posisi geografis, dan keunikan bentang alam.

Anda mungkin juga menyukai