Anda di halaman 1dari 20

K3L LABORATORIUM DAN INDUSTRI

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi matakuliah K3l Laboratorium Dan Industri

Disusun Oleh:
Exwan Rahmawan (141910101010)

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS JEMBER

2017
BAB 1 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

LABORATORIUM KIMIA

1.1 Pengertian Kesehatan Kerja Laboratorium Kimia

Keselamatan dan Keamanan Kerja atau laboratory safety (K3) memerlukan perhatian khusus ,
karena penelitian menunjukkan telah terjadi kecelakaan kerja dengan intensitas yang mengkawatirkan
yaitu 9 orang/hari . Oleh karena itu K3 seyogyanya melekat pada pelaksanaan praktikum dan penelitian
di laboratorium.

Laboratorium adalah tempat staf pengajar, mahasiswa dan pekerja lab melakukan eksprimen
dengan bahan kimia alat gelas dan alat khusus. Penggunaan bahan kimia dan alat tersebut berpotensi
terjadinya kecelakaan kerja. Pada umumnya kecelakan kerja penyebab utamanya adalah kelalaian atau
kecerobohan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan dengan
cara membina dan mengembangkan kesadaran (attitudes) akan pentingnya K3 di laboratorium.

Keselamatan Kerja di Laboratorium, perlu diinformasikan secara cukup (tidak berlebihan) dan
relevan untuk mengetahui sumber bahaya di laboratorium dan akibat yang ditimbulkan serta cara
penanggulangannya. Hal tersebut perlu dijelaskan berulang ulang agar lebih meningkatkan
kewaspadaan. Keselamatan yg dimaksud termasuk orang yg ada disekitarnya.

1
Gambar 1. Simbol-simbol bahaya

1.2 Peraturan Keselamatan Kerja

Tujuan Peraturan Keselamatan Kerja dimaksudkan untuk menjamin :

1. Kesehatan , keselamatan dan kesejahteraan orang yg bekerja di laboratorium.


2. Mencegah orang lain terkena resiko pekerjaan laboratorium yang menyebabkan terganggu
kesehatannya akibat kegiatan di laboratorium.
3. Mengontrol penyimpanan dan penggunaan bahan yang mudah terbakar dan beracun
4. Mengontrol pelepasan bahan berbahaya (gas) dan zat berbau ke udara, sehingga tidak berdampak
negative terhadap lingkungan.

Aturan umum yang terdapat dalam peraturan itu menyangkut hal hal sebagai berikut :

1. Orang yang tak berkepintingan dilarang masuk laboratorium, untuk mencegah hal yang tidak
diinginkan.
2. Jangan melakukan eksprimen sebelum mengetahui informasi mengenai bahaya bahan kimia, alat
alat dan cara pemakaiannya.
3. Mengenali semua jenis peralatan keselamatan kerja dan letaknya untuk memudahkan pertolongan
saat terjadi kecelakaan kerja laboratorium.
4. Harus tau cara pemakaian alat emergensi : pemadam kebakaran, eye shower, respirator dan alat
keselamatan kerja yang lain.
5. Setiap laboran /Pekerja laboratorium harus tau memberi pertolongan darurat (P3K).
6. Latihan keselamatan harus dipraktekkan secara periodik bukan dihapalkan saja

2
7. Dilarang makan minum dan merokok di lab, bhal ini berlaku juga untuk laboran dan kepala
Laboratorium.
8. Jangan terlalu banyak bicara, berkelakar, dan lelucon lain ketika bekerja di laboratorium
9. Jauhkan alat alat yang tak digunakan, tas,hand phone dan benda lain dari atas meja kerja.

1.3 Pakaian di Laboratorium

Pekerja laboratorium harus mentaati etika berbusana di laboratorium. Busana yang dikenakan di
laboratorium berbeda dengan busana yang digunakan sehari hari.

Busana atau pakaian di laboratorium hendaklah mengikuti aturan sebagai berikut :

1. Dilarang memakai perhiasan yang dapat rusak oleh bahan kimia, sepatu safety yang terbuka, sepatu
licin, atau berhak tinggi. Harus menggunakan sepatu safety yang memenuhi standar. Bagi wanita
juga harus menggunakan sepatu safety khusus wanita.
2. Wanita dan pria yang memiliki rambut panjang harus diikat, rambut panjang yang tidak terikat
dapat menyebabkan kecelakaan. karena dapat tersangkut pada alat yang berputar.

Adapaun hal umum yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

a. Hindari kontak langsung dengan bahan kimia


b. Hindari menghirup langsung uap bahan kimia
c. Dilarang mencicipi atau mencium bahan kimia kecuali ada perintah khusus ( cukup dengan
mengkibaskan kearah hidung )
d. Bahan kimia dapat bereaksi langsung dengan kulit menimbulkan iritasi (pedih dan gatal)

1.4 Memindahkan Bahan Kimia

Seorang laboran pasti melakukan pekerjaan pemindahan bahan kimia pada setiap kerjanya.

Ketika melakukan pemindahan bahan kimia maka harus diperhatikan hal hal sebagai berikut :

1. Baca label bahan sekurang kurangnya dua kali untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan
bahan misalnya antara asam sitrat dan asam nitrat.
2. Pindahkan sesuai jumlah yang diperlukan
3. Jangan menggunakan bahan kimia secara berlebihan
4. Jangan mengembalikan bahan kimia ke tempat botol semula untuk menghindari kontaminasi,
meskipun dalam hal ini kadang terasa boros Memindahkan Bahan Kimia Cair. Ada sedikit
perbedaan ketika seorang laboran memindahkan bahan kimia yang wujudnya cair.

3
Hal yang harus diperhatikan adalah :

1. Tutup botol dibuka dengan cara dipegang dengan jari tangan dan sekaligus telapak tangan
memegang botol tersebut.
2. Tutup botol jangan ditaruh diatas meja karena isi botol bisa terkotori oleh kotoran yang ada diatas
meja.
3. Pindahkan cairan menggunakan batang pengaduk untuk menghindari percikan.
4. Pindahkan dengan alat lain seperti pipet volume shg lebih mudah.

1.5 Memindahkan Bahan Kimia Padat

Pemindahan bahan kimia padat memerlukan penanganan sebagai berikut :

1. Gunakan sendok sungu atau alat lain yang bukan berasal dari logam.
2. Jangan mengeluarkan bahan kimia secara berlebihan.
3. Gunakan alat untuk memindahkan bebas dari kontaminasi. Hindari satu
4. sendok untuk bermacam macam keperluan.

1.6 Cara Pemanasan Larutan Dalam Tabung Reaksi

Pemanasan tabung reaksi sering dilakukan dalam suatu percobaan di laboratorium. Ada banyak reaksi
yang harus dilakukan pemanasan untuk mempercepat proses reaksi.

Tata cara melakukan pemanasan tabung reaksi adalah :

1. Isi tabung reaksi sebagian saja, sekitar sepertiganya.


2. Api pemanas terletak pada bag bawah larutan.
3. Goyangkan tabung reaksi agar pemanasan merata.
4. Arah mulut tabung reaksi pada tempat yang kosong agar percikannya tidak
5. mengenai orang lain.

1.7 Cara Memanaskan Dengan Gelas Kimia

Pemanasan yang dilakukan menggunakan gelas kimia ( bukan tabung reaksi) maka harus
memperhatikan aturan sebagai berikut :

1. Gunakan kaki tiga sebagai penopang gelas kimia tersebut.


2. Letakkan batang gelas atau batu didih pada gelas kimia untuk menghindari pemanasan mendadak.

4
3. Jika gelas kimia tersebut berfungsi sbg penagas air , isikan air seperempatnya saja supaya tidak
terjadi tumpahan.

1.8 Peralatan Dan Cara Kerja

Bekerja dengan alat alat kimia juga berpotensi terjadinya kecelakaan kerja, oleh karena itu harus
diperhatikan hal hal sebagai berikut :

1. Botol reagen harus dipegang dengan cara pada bagian label ada pada telapak tangan .
2. Banyak peralatan terbuat dari gelas , hati hati kena pecahan kaca. Bila memasukkan gelas pada
prop-karet gunakan sarung tangan sebagai pelindung.
3. Ketika menggunakan pembakar spritus hati hati jangan sampai tumpah di meja
4. karena mudah terbakar. Jika digunakan bunsen amati keadaan selang apakah masih baik atau tidak.
5. Hati hati bila mengencerkan asam sulfat pekat, asam sulfatlah yang dituang
6. sedikit demi sedikit dalam air dan bukan sebaliknya

1.9 Pembuangan Limbah

Limbah bahan kimia secara umum meracuni lingkungan, oleh karena itu perlu penanganan khusus :

1. Limbah bahan kimia tidak boleh dibuang langsung ke lingkungan .


2. Buang pada tempat yang disediakan
3. Limbah organik dibuang pada tempat terpisah agar bisa didaur ulang.
4. Limbah padat (kertas saring, korek api, endapan) dibuang ditempat khusus.
5. Limbah yang tidak berbahaya (Misal : detergen) boleh langsung dibuang ,dg
6. pengenceran air yang cukup banyak.
7. Buang segera limbah bahan kimia setelah pengamatan selesai.
8. Limbah cair yang tidak larut dlm air dan beracun dikumpulkan pada botol dan diberi label yg jelas.

1.10 Terkena Bahan Kimia

Kecelakaan kerja biasa saja terjadi meskipun telah bekerja dengan hati hati.

Bila hal itu terjadi maka perhatikan hal hal sebagai berikut :

1. Jangan panik .
2. Mintalah bantuan rekan anda yg ada didekat anda, oleh karenanya dilarang bekerja sendirian di
laboratorium.

5
3. Bersihkan bagian yang mengalami kontak langsung dengan bahan tersegut, bila memungkinkan
bilas sampai bersih
4. Bila kena kulit, jangan digaruk , supaya tidak merata.
5. Bawaah keluar ruangan korban supaya banyak menghirup oksigen.
6. Bila mengkawatirkan kesehatannya segera hubungi paramedik secepatnya. Terjadi Kebakaran
Kebakaran bisa saja terjadi di laboratorium, karena di dalamnya banyak tersimpan bahan yang
mudah terbakar.

Bila terjadi kebakaran maka :

1. Jangan Panik
2. Segera bunyikan alarm tanda bahaya.
3. Identifikasi bahan yang terbakar (kelas A;B atau C), padamkan dengan kelas pemadam yang sesuai
( Contoh kebakaran klas B bensin, minyak tanah dll tidak boleh disiram dengan air)
4. Hindari menghirup asap secara langsung, gunakan masker atau tutup hidung dengan sapu tangan.
5. Gunakan sepatu safety yang tahan minyak.
6. Tutup pintu untuk menghambat api membesar dengan cepat.
7. Cari Bantuan Pemadam Kebakaran , oleh karenanya No Telpon Pemadam Kebakaran haru ada di
Lab.

1.11 Kombinasi Bahan Yang Harus Dihindari

Kombinasi bahan dibawah ini berpotensi terjadi kecelakaan kerja, oleh karenanya harus dihindari.

1. Natrium atau Kalium dengan air


2. Amonium nitrat, serbuk seng dan air
3. Kalium nitrat dengan natrium asetat
4. Nitrat dengan ester
5. Peroksida dengan magnesium, seng atau aluminium
6. Benzena atau alkohol dengan api

1.12 Gas Berbahaya

Ada beberapa gas yang berbahaya keberadaanya di laboratorium. Gas gas tersebut adalah :

1. Bersifat Iritasi gas HCl, HF, nitrat dan nitrit, klorin, sulfur dioksida ( cermati baunya yg nyegrak).
2. Karbon monoksida sangat mematikan, semua reaksi yang menghasilkan gas tersebut dihindari,
karena tidak berwarna, dan tidak berbau

6
3. Hidrogen sianida berbau seperti almond Hidrogen sulfida dikenali dari baunya Hidrogen selenida
(H2Se) gas yg sangat beracun.

Gambar 1.2 Simbol Gas Berbahaya

7
BAB 2 VIBRASI DAN NOISE

2.1 Definisi Kebisingan


Pencemaran fisis yang sering ditemukan adalah kebisingan. Kebisingan pada lingkungan
dapat bersumber dari suara kenderaan bermotor, suara mesin-mesin industri dan sebagainya.
Keputasan Menteri Negara lingkungan hidup No.32Kep-48/MENLH/11/1996, tentang baku
tingkat Kebisingan menyebutkan: kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha
atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertuntu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan Berikut ini definisi kebisingan menurut para ahli:
Menurut Doelle (1993): suara atau bunyi secara fisis merupakan penyimpangan
tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya udara. Secara fisiologis
merupakan sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi energi getaran dari suatu sumber getar
yang sampai ke gendang telinga.
Menurut Patrick (1977): kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk suara yang
tidak sesuai dengan tempat dan waktunya.Menurut Prabu, Putra (2009) bising adalah suara
yang mengganggu
Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi yang tidak
dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.
Dari pengertian diatas terlihat bahwa kebisingan terjadi bila ada bunyi dilingkungan.
Terdaat 2 hal yang mempengaruhi kualitas bunyi yaitu frekuensi dan intensitas. Dalam hal ini,
frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai ditelingasetiap detiknya. Sedangkan
intensitas merupakan besranya arus energi yng diterima oleh telinga manusia.
2.2 Sifat dan Sumber Bunyi
a. Sifat Kebisingan
Sifat dari kebisingan antara lain (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):Kadarnya
berbeda;Jumlah tingkat bising bertambah, maka gangguan akan bertambah pula;Bising perlu
dikendalikan karena sifatnya mengganggu.
b. Sumber Bunyi
Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar.
Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul udara sekitarnya sehingga
molekul-molekul udara ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya gelombang
rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola ramatan longitudinal. Rambatan

8
gelombang diudara ini dikenal sebagai suara atau bunyi sedangkan dengan konteks ruang dan
waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan kenyamanan dan kesehatan.
Jika dilihat di sekitar kita sumber bising sangatlah banyak. Sumber bising ialah sumber
bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak
maupun tidak bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri,
perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah
tangga. Di Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu:
1. Mesin merupakan kebisingan yang berasal dari mesin.
2. Vibrasi, Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan,
benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda gila,
batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.
3. Pergerakan Udara, Gas dan Cairan Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara, gas,
dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet
pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain
2.3 Jenis-jenis Kebisingan
Perbedaan frekuensi dan intensitas menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan yang
memiliki karakteristik yang berbeda. Jenis-jenis kebisingan dapat dibedakan menjadi 4 bagian
yaitu:
1. Kebisingan kontinyu dengan spectrum frekuensi sempit, misalnya suara mesin gergaji sirkuler
2. Kebisingan terputus-putus (intermittent) misalnya lalu lintas, suara pesawat terbang dibandara.
3. Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise) misalnya tembakan meriam, ledakan.
4. Kembisingan implusif berulang misalnya suara mesin tempa.
Tipe kebisingan lingkungan yang tertuang dalam KMNLH (1996) dapat dilihat pada Tabel
2.1
Tabel 2.1
Tipe Kebisingan Lingkungan yang tertuang dakam KMNLH (1996)
TIPE URAIAN
Kebisingan Spesifik Kebisingan di antara jumlah kebisingan yang
dapat dengan jelas dibedakan untuk alasan-
alasan akustik. Seringkali sumber kebisingan
dapat di identifikasikan.
Kebisingan Residual Kebisingan yang tertinggal sesudah
penghapusan seluruh kebisingan spesifik dari

9
jumlah kebisingan di suatu tempat tertentu
dalam suatu waktu tertentu.
Kebisingan Latar Belakangan Semua kebisingan lainnya ketika
memusatkan perhatian pada suatu kebisingan
tertentu.
2.4 Pengukuran Kebisingan
Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak suara
kita lebih kuat dari pada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk
mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah desibel (dB).
Skala desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti
kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB, volume
suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat.
Kebisingan dapat menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara
berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan
tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat: Noise
Level Meter dan Noise Analyzer, untuk mengidentifikasi paparan; Peralatan audiometric,
untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk menganalisis dampak paparan pada
pekerja.
Ada tiga cara atau metode yang digunakan dalam pengukuran akibat kebisingan
dilingkungan kerja.
1. Pengukuran dengan titik sampling
Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi batas hanya pada satu atau
beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk dapat mengevaluasi
kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana misalnya kompresor/generator.
Jarak pengukuran dari sumber harus dicantumkan missalnya 3 meter dari jetinggian 1 meter.
Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon alat ukur yang digunakan.
2. Pengukuran dengan peta kontur
Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dala mengukur kebisingan,
karena peta tersebut dapat menetukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan area.
Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai
dengan pengukurannya yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambar
keadaan kebisingan dengan intensitas dibawah 85 dBA warna orange untuk tingkat kebisingan
diatas 90dBA, warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85-90 dBA.

10
3. Pengukuran dengan gird
Untuk mengukur dengan gird adalah dengan membuat contoh data kebisingan pada lokasi
yang diinginkan. Titik-titik sampling harus dibuat dengan jarak interfal yang sama diseluruh
lokasi. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberapa kotak yang berukuran dan jarak
yang sama, misalnya: 10 x 10 M. kotak tersebut ditandai dengan batis dan kolom untuk
memudahkan identitas.
Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey meter,
sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain. Untuk
permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan octave band analyzer sudah cukup
banyak memberikan informasi.
a. Sound Level Meter (SLM)
SLM (gambar 2.5) adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran
kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator,3
jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi
sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam
pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai
dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun
tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon
manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga pembobotan tersebut berfungsi untuk
mengkompensasi perbedaan respon manusia.
b. Octave Band Analyzer (OBA)
Bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf yang
berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu saja
tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi, maka alat
yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA.
Untuk pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar
yang ada adalah 37,5 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan 4800-9600
Hz.
2.5 Nilai ambang batas kebisingan dan Standar Kebisingan
Nilai batas amabang kebisingan adalah 85 dB yang ditanggap aman untuk sebagaian besar
tenega kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai ambang batas untuk kebisingan
ditempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih dapat diterima
tenega kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu teus menerus

11
tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Berikut ini table waktu maksimum
untuk bekerja.
Table 2.2
Waktu maksimum untuk bekerja adalah sebagai

TINGKAT KEBISINGAN
No PEMAPARAN HARIAN
(dBA)

1. 85 8 Jam

2. 88 4 Jam

3. 91 2 Jam

4. 94 1 Jam

5. 97 30 menit

6. 100 15 menit
Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan
tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan
oleh berbagai pihak berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.718/Men/Kes/Per/XI/1987,tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan.

Tabel 2.3: Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan


Tingkat Kebisingan (dB A)
NO Zona Maksimum yang Maksimum yang
dianjurkan diperbolehkan
1 A 35 45

2 B 45 55

3 C 50 60

4 D 60 70

Zona A diperuntukan bagi tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan


kesehatan dsb, Zona B diperuntukan perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya,

12
Zona C diperuntukan untuk perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya serta
Zona D industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya.

2.6 Pengaruh Kebisingan


Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan kepada indera-indera
pendengar. Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan
terjadi secara cepat sesudah pemaparan dihentikan. Tetapi pemaparan secara terus-menerus
mengakibatkan kerusakan menetap kepada indera-indera pendengaran.
Dempak kebisingan tergantung kepada besar tingkat kebisingan. Tingkat kebisingan
adalah ukuran energy bunyi yang dinyatakan dalam satuan desiBell (dB). Pemantauan tingkat
kebisingan dapat dilakukan dengan alat sound Level Meter.
Selain gangguan kesehatan kerusakan terhadap indera-indera pendegar, kebisingan juga
dapat menyebabkan : gangguan kenyamanan, kecemasan dan gangguan emosional, stress,
denyut jantung bertambah dan gangguan-gangguan lainnya. Secara umum pengaruh
kebisingan terhadapa masyarakat dapat dibagi menjadi 2, yaitu: Gangguan fisiologi, dan
Gangguan psikologis Pengaruh bising terhadap masyarakat dapat dibagi menjadi dua macam
yaitu:
1. Ganguan Fisiologis
Ganguan fisiologis yang diakibatkan oleh kebisingan yakni gangguan yang langsung terjadi
pada faal manusia. Gangguan ini diantaranya:
Perederan darah terganggu oleh kerena permukaan darah yang dekat dengan permukaan kulit
menyempit akibat bising > 70 dB.
Otot-otot menjadi tegang akibat bising > 60 dB
Gangguan tidur
Gangguan pendengaran, oleh karena bunyi yang terlalu keras dapat merusak gendang telinga.
Penerunan daya dengar dapat dibagi menjadi 3 kategori meliputi:
a. Trauma Akustik
Trauma akustik adalah efek dari pemaparan yang singkat terhadap suara yang keras seperti
sebuah letusan. Dalam kasus ini energi yang masuk ke telinga dapat mencapai struktur telinga
dalam dan bila melampaui batas fisiologis dapat menyebabkan rusaknya membran thympani,
putusnya rantai tulang pendengaran atau rusak organ spirale (Goembira, Fadjar, Vera S
Bachtiar, 2003). Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh
alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari
bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras,

13
seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang
pendengaran atau saraf sensoris pendengaran (Prabu,Putra, 2009).

b. Temporary Threshold Shift (TTS)/Tuli Sementara


Tuli sementara merupakan efek jangka pendek dari pemaparan bising berupa kenaikan
ambang pendengaran sementara yang kemudian setelah berakhirnya pemaparan bising, akan
kembali pada kondisi semula. TTS adalah kelelahan fungsi pada reseptor pendengaran yang
disebabkan oleh energi suara dengan tetap dan tidak melampui batas tertentu. Maka apabila
akhir pemaparan dapat terjadi pemulihan yang sempurna. Akan tetapi jika kelelahan
melampaui batas tertentu dan pemaparan terus berlangsung setiap hari, maka TTS secara
berlahan-lahan akan berubah menjadi PTS (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). TTS
diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami
penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat.
Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih
kembali (Prabu,Putra, 2009).
c. Permanent Threshold Shift (PTS)/Tuli Permanen
Tuli permanen adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversible sehingga
tidak mungkin tejadi pemulihan. Gangguan dapat terjadi pada syaraf-syaraf pendengaran, alat-
alat korti atau dalam otak sendiri. Ini dapat diakibatkan oleh efek kumulatif paparan terhadap
bising yang berulang.
Gangguan pencernaan
Gangguan system saraf
2. Gangguan Psikologis
Gangguan yang secara tidak langsung terhadap manusia dan sukar untuk diukur. Gangguan
psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, dan cepat marah.. Bila
kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa
gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.
Bising juga dapat berpengaruh terhadap produktifitas kerja bagi masyarakat pekerja.
Pengaruh bising terhadap produktivitas kerja yaitu:

1. kuantitas hasil kerja sama, kualitas berbeda bila dalam keadaan bising
2. kerja yang banyak menggunakan pemikiran lebih banyak terganggu dibanding dengan kerja
manual.

14
Selain sisi negative berupa gangguan fisiologis dan psikologis bising juga memberikan sisi
negataif salah satunya adalah menambah produktifitas music.

2.6 Baku Mutu Tingkat Kebisingan


Untuk menjamin bahwa tingkat kebisingan tidak berpotensi mengakibatkan gangguan
kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan maka dibuat suatu standar acuan yang di sebut
baku tingkat kebisingan. Dimana baku tigkat kebisingan adalah batas maksimal. Tingkat
kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolekan dibuang kelingkungan
dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan.
Baku tingkat kebisingan nilainya disesuaikan dengan peruntukannya ataupun dengan
lingkungan kegiatan. Baku tingkat kebisingan untuk perumahan tidak sama dengan erkantoran,
sedangkan baku tingkat kebisingan untuk lingkungan kegiatan rumah sakit juga tidak sama
dengan kegiatan lingkungan sekolah.

2.7 Pengendalian Kebisingan


Mengingat dampak negative dari pemaparan kebisingan bagi masyarakat, sebisa mungkin
diusahakan agar tingkat kebisingan yang memapari masyarakat lebih rendah dari baku tingkat
kebisingan. Hal ini dapat dilakukan dengan pengendalian kebisisngan pada sumbernya,
penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi ataupun proteksi pada masyarakat yang
terpapar.
Pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat melalui pemberlakuan peraturan yang
melarang sumber bising (misalnya mesin pabrik) yang mengelurkan bunyi dengan tingkat
kebisingan yang tinggi. Penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi masih dapat
dilakukan dengan membuat penghalang (barrier) pada jalan transmisi diantara sumber bising
dengan masyarakat yang terpapar. Sebagai contoh, penanaman pohon bamboo disekitar
kawasan industry dapat mereduksi bising yang diterima masyarakat ataupun proteksi
kebisingan ada masyarakat yang terpapar dapat dilakukan pengguanaan sumbat telinga pada
masyarakat yang berada dekat kawasan industry yang menghasilkan kebisingan

15
BAB 3 BIORITMIK

3.1 Pengertian Analisis Beban Kerja

Analisa beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja orang yang digunakan atau
dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu, atau dengan kata lain analisis
beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan berapa jumlah tanggung jawab
atau beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada seorang petugas.

Analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah pegawai yang dibutuhkan untuk
merampungkan suatu pekerjaan dan berapa jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang dapat
dilimpahkan kepada seorang pegawai, atau dapat pula dikemukakan bahwa analisis beban kerja adalah
proses untuk menetapkan jumlah jam kerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk
merampungkan beban kerja dalam waktu tertentu.

Dengan cara membagi isi pekerjaan yang mesti diselesaikan oleh hasil kerja rata-rata satu orang,
maka akan memperoleh waktu yang dibutuhkan untuk merampungkan pekerjaan tersebut. Atau akan
memperoleh jumlah pegawai yang dibutuhkan melalui jumlah jam kerja setiap pegawai tersebut.

Dalam manajemen kepegawaian, kegiatan penerimaaan dan penempatan pegawai mutlak harus
dilakukan didalam satu unit organisasi, baik organisasi pemerintah maupun swasta. Kegiatan
manajemen kepegawaian adalah kegiatan untuk mendapatkan landasan guna penerimaan dan
penempatan pegawai yang pada awalnya dilakukan terlebih dahulu melalui analisis jabatan (job
analysis), yang berarti suatu kegiatan untuk memberikan gambaran tentang syarat-syarat jabatan (job
specification) yang diperlukan bagi setiap pegawai yang akan diterima dalam menduduki suatu jabatan
didalam suatu organisasi.

Perencanaan kebutuhan pegawai suatu instansi mutlak diperlukan dalam rangka memenuhi
kebutuhan pegawai yang tepat baik jumlah dan waktu, maupun kualitas. Melalui studi analisis beban
kerja yang dilakukan akan dapat memberikan gambaran pegawai yang dibutuhkan baik kuantitatif
maupun kualitatif yang dirinci menurut jabatan dan unit kerja.

3.2 Metode Analisis Beban Kerja

Dalam rangka mendapatkan informasi yang diperlukan dalam kegiatan ini dilakukan dengan 3
pendekatan yaitu :

1. Pendekatan Organisasi

Organisasi dipahami sebagai wadah dan sistem kerja sama dari jabatan-jabatan. Melalui pendekatan
organisasi sebagai informasi, akan diperoleh informasi tentang : nama jabatan, struktur organisasi, tugas
pokok, fungsi dan tanggung jawab, kondisi kerja, tolok ukur tiap pekerjaan, proses pekerjaan, hubungan
kerja, serta persyaratan-persyaratan seperti : fisik, mental, pendidikan, ketrampilan, kemampuan, dan
pengalaman.

Berdasarkan pendekatan organisasi ini dapat dibuatkan prosedur kerja dalam pelaksanaan kerja
yang menggambarkan kerja sama dan koordinasi yang baik. Kegiatan dan hubungan antar unit
organisasi perlu dibuatkan secara tertulis, sehingga setiap pegawai tahu akan tugasnya bagaimana cara
melakukannya serta dengan siapa pegawai itu harus mengadakan hubungan kerja.

16
Selanjutnya tugas dan fungsi setiap satuan kerja dihitung beban tugasnya. Hambatannya karena
belum adanya ukuran beban tugas, hal ini perlu kesepakatan tiap satuan kerja yang sejenis. Dengan
demikian ukuran beban tidak hanya satu, tetapi bisa dua, tiga atau lebih.

2. Pendekatan analisis jabatan

Jabatan yang dimaksud tidak terbatas pada jabatan struktural dan fungsional, akan tetapi lebih
diarahkan pada jabatan-jabatan non struktural yang bersifat umum dan bersifat teknis (ingat kriteria
jabatan baik aspek material maupun formal). Melalui pendekatan ini dapat diperoleh berbagai jenis
informasi jabatan yang meliputi identitas jabatan, hasil kerja, dan beban kerja serta rincian tugas.
Selanjutnya informasi hasil kerja dan rincian tugas dimanfaatkan sebagai bahan pengkajian beban kerja.

Beban kerja organisasi sesuai prinsip organisasi akan terbagi habis pada sub unit-sub unit dan sub
unit terbagi habis dalam jabatan-jabatan. Melalui pendekatan analisis jabatan ini akan diperoleh suatu
landasan untuk penerimaan, penempatan dan penentuan jumlah kualitas pegawai yang dibutuhkan
dalam periode waktu tertentu antara lain :

1. Sebagai landasan untuk melakukan mutasi;


2. Sebagai landasan untuk melakukan promosi;
3. Sebagai landasan untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan (Diklat);
4. Sebagai landasan untuk melakukan kompensasi;
5. Sebagai landasan untuk melaksanakan syarat-syarat lingkungan kerja;
6. Sebagai landasan untuk pemenuhan kebutuhan peralatan atau prasarana dan sarana kerja

3. Pendekatan Administratif

Melalui pendekatan ini akan diperoleh berbagai informasi yang mencakup berbagai kebijakan
dalam organisasi maupun yang erat kaitannya dengan sistem administrasi kepegawaian.

a. Teknik Penghitungan Beban Kerja

Analisis beban kerja dilakukan dengan membandingkan bobot/beban kerja dengan norma waktu
dan volume kerja. Target beban kerja ditentukan berdasarkan rencana kerja atau sasaran yang harus
dicapai oleh setiap jabatan, misalnya mingguan atau bulanan. Volume kerja datanya terdapat pada setiap
unit kerja, sedangkan norma waktu hingga kini belum banyak diperoleh sehingga dapat dijadikan suatu
faktor tetap yang sangat menentukan dalam analisis beban kerja.

Teknik perhitungan yang digunakan adalah teknik perhitungan yang bersifat praktis empiris, yaitu
perhitungan yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman basis pelaksanaan kerja masa lalu, sesuai
judgement disana-sini dalam pengukuran kerja dilakukan berdasarkan sifat beban kerja pada masing-
masing jabatan, mencakup :

1) Pengukuran kerja untuk beban kerja abstrak

Untuk mengukur beban kerja abstrak diperlukan beberapa informasi antara lain :

a) Rincian / uraian tugas jabatan.


b) Frekwensi setiap tugas dalam satuan tugas.
c) Jumlah waktu yang dibutuhkan setiap tugas.
d) Waktu Penyelesaian Tugas merupakan perkalian beban kerja dengan norma waktu.
e) Waktu kerja efektif.
f) Pengukuran kerja untuk beban kerja konkret

17
Untuk mengukur beban kerja konkret diperlukan beberapa informasi antara lain :

a) Rincian / uraian tugas jabatan.


b) Satuan hasil kerja.
c) Jumlah waktu yang dibutuhkan setiap tugas.
d) Target waktu kerja dalam satuan waktu.
e) Volume kerja merupakan perkalian beban kerja dengan norma waktu.
f) Waktu kerja efektif.

Berkaitan dengan alat ukur dan oleh karena instansi pemerintah merupakan instansi non profit, hal
yang dapat dipergunakan sebagai alat ukur adalah jam kerja yang harus di isi dengan kerja untuk
menghasilkan berbagai produk baik bersifat konkret maupun abstrak (benda atau jasa).

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 19 Tahun 2011 tentang
Pedoman Umum Penyusunan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil, ditetapkan jam kerja efektif terdiri dari
jumlah jam kerja formal dikurangi dengan waktu kerja yang hilang karena tidak bekerja seperti melepas
lelah, istirahat makan dan sebagainya. Dalam menghitung jam kerja efektif digunakan ukuran sebagai
berikut :

1. Jam Kerja Efektif per hari = 1 hari x 5 jam =300 menit


2. Jam Kerja Efektif per minggu = 5 hari x 5 jam =25 jam = 1.500 menit
3. Jam Kerja Efektif per bulan = 20 hari x 5 jam =100 jam = 6.000 menit
4. Jam Kerja Efektif per tahun = 240 hari x 5 jam =1.200 jam = 72.000 menit

Setiap unit kerja mempunyai hasil kerja yang berbeda satu sama lain baik jenis maupun satuannya,
sehingga agar dapat diukur dengan alat ukur jam kerja efektif, semua produk/hasil kerja tersebut harus
dikonfirmasikan sehingga memiliki satu kesatuan.

Untuk dapat menjadikan hal tersebut, setiap volume kerja yang berbeda antara unit kerja adalah
merupakan variabeltidak tetap dalam pelaksanaan analisis beban kerja dalam arti volume kerja setiap
waktu dapat berubah, sedangkan waktu yang dipergunakan untuk menghasilkan/menyelesaikan produk
tersebut (yang selanjutnya akan disebut norma waktu) relatif tetap, dan selanjutnya akan menjadi
variabel tetap dalam pelaksanaan analisis beban kerja.

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan dimuka, disebutkan bahwa beban/bobot kerja merupakan
hasil kali volumekerja dengan norma waktu.Volume kerja setiap unit kerja dapat diketahui berdasarkan
dokumentasi hasil kerja yang ada, sedangkan norma waktu perlu ditetapkan dalam standar norma waktu
baku, yang akan dijadikan faktor tetap dalam setiap melakukan analisis beban kerja, dengan asumsi-
asumsi tidak terdapat perubahan yang menyebabkan norma waktu tersebut berubah.

18
BAB 4 ANALISIS DAN PENYELESAIAN BIORITMIK

4.1 Analisa Kebutuhan Pegawai

Pertanyaan berapakah jumlah pegawai yang dibutuhkan untuk merampungkan suatu tugas,
merupakan pertanyaan yang amat kritis. Untuk menjawab pertanyaan penting itu orang harus
memahami 3 (tiga) buah konsep sebagai latar belakang yaitu meliputi target volume pekerjaan, tingkat
pelaksanaan standar dan waktu yang ditetapkan untuk merampungkan tugas dengan tepat.

1. Beban Tugas (target volume kerja), merupakan volume pekerjaan yang mesti dirampungkan dalam
batas tempo tertentu. Target volume kerja dapat dinyatakan dalam berbagai satuan seperti : meter,
meter kubik, kilogram, lembar, berkas, laporan, desa, kecamatan dan satuan lazim lainnya.
2. Standar Kerja Rata-rata (tingkat pelaksanaan standar), merupakan volume pekerjaan yang dapat
dirampungkan oleh seorang atau sejumlah pegawai dalam satu satuan waktu dengan standar
kualitas tertentu.
3. Waktu Kerja Efektif, yakni waktu kerja yang telah ditetapkan secara formal setelah dikurangi waktu
luang (allowance).

Pengukuran beban kerja dimulai dengan pengukuran dan perumusan Norma waktu setiap
proses/tahapan penyelesaian pekerjaan sesuai dengan uraian, dan prosedur kerja yang berlaku. Dalam
melakukan pengukuran dan perumusan norma waktu, dilakukan secara cermat dan seksama dengan
memperhatikan tingkat kewajaran penggunaan waktu kerja bagi pegawai/pemangku jabatan terkait dan
terhadap kebenaran uraian proses/tahapan kerja untuk menghasilkan produk, sehingga dapat diperoleh
hasil pengukuran beban kerja yang memadai.

19

Anda mungkin juga menyukai