Anda di halaman 1dari 25

Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.

Ked (406080079)

BAB XV
DIABETES MELLITUS

TUJUAN BELAJAR

TUJUAN KOGNITIF
Setelah membaca bab ini dengan seksama, maka Anda diharapkan:
1. Mengetahui patogenesis penyakit diabetes melitus pada lanjut usia.
1.1. Menceritakan kembali patofisiologi penyakit diabetes melitus pada lanjut
usia.
1.2. Menyebutkan klasifikasi etiologis penyakit diabetes melitus.
2. Mengetahui penyakit diabetes melitus pada lanjut usia.
2.1. Menyebutkan berbagai penyebab penyakit diabetes melitus pada lanjut usia.
2.2. Menyebutkan berbagai gejala klinik penyakit diabetes melitus pada lanjut
usia.
2.3. Menyebutkan berbagai pengobatan penyakit diabetes melitus pada lanjut usia.

TUJUAN AFEKTIF
Setelah membaca ini dengan penuh perhatian, maka penulis mengharapkan anda akan
dapat:
1. Mendeteksi secara dini penyakit diabetes melitus pada lanjut usia
1.1. Mengenal gejala klinik penyakit diabetes melitus pada lanjut usia.
1.2. Membuat diagnosa penyakit diabetes melitus pada lanjut usia dengan tepat.
2. Memberikan penanganan terbaik terhadap penyakit diabetes melitus pada
lanjut usia
2.1. Memberikan terapi yang efektif terhadap penyakit diabetes melitus pada
lanjut usia.
2.2. Mencegah komplikasi lebih lanjut penyakit diabetes melitus pada lanjut usia.

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 28
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

I. PENDAHULUAN
Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai adanya
hiperglikemia yang disebabkan karena defek sekresi insulin, gangguan kerja insulin
atau keduanya. DM merupakan gangguan yang kronis dan berhubungan dengan
kerusakan berbagai organ tertentu seperti mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh
darah. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan
dengan gejala sangat bervariasi. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa
diperhatikan sampai ketika orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa
darahnya. Terkadang gambaran klinik dari diabetes tidak jelas dan diabetes baru
ditemukan pada saat pemeriksaan penyaring atau pemeriksaan untuk penyakit lain.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah, yang
menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain aterosklerosis, neuropati, gagal
ginjal, dan retinopati. Sedikitnya setengah dari populasi penderita diabetes lanjut usia
tidak mengetahui kalau mereka menderita diabetes karena hal itu dianggap
merupakan perubahan fisiologis yang berhubungan dengan pertambahan usia.
Diabetes melitus pada lanjut usia umumnya adalah diabetes tipe yang tidak tergantung
insulin (NIDDM). Prevalensi diabetes melitus makin meningkat pada lanjut usia.
Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa negara berkembang akibat
peningkatan kemakmuran di negara yang bersangkutan dipengaruhi oleh banyak
faktor antara lain peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup
terutama di kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif. Di
Indonesia sendiri, prevalensi DM pada lanjut usia mencapai 15,9-32,73%. Dimana
saat ini diperkirakan sekitar 5 juta lebih penduduk Indonesia yang berarti 1 dari 40
penduduk Indonesia menderita diabetes.

II. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan meningkatnya umur, maka intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat. Jadi untuk golongan lanjut usia diperlukan batas
glukosa darah yang lebih tinggi dari pada batas yang dipakai untuk menegakkan
diagnosis diabetes melitus pada orang dewasa yang bukan merupakan golongan lanjut
usia. Intoleransi glukosa pada lanjut usia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik
yang kurang, berkurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaan obat-obatan, di
samping karena pada lanjut usia sudah terjadi penurunan sekresi insulin dan resistensi
insulin. Pada lebih 50 % lanjut usia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan ditemukan
hasil Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal, namun intoleransi glukosa
ini masih belum dapat dikatakan diabetes melitus.
Menurut Jeffrey, peningkatan kadar gula darah pada lanjut usia disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu:
Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang
Perubahan karena lanjut usia sendiri yang berkaitan dengan resistensi insulin
akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskular.
Aktivitas fisik yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan.
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress, operasi.
Sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan.

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 29
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

Adanya faktor keturunan.

Keberadaan Umur yang berkaitan


penyakit lain dengan penurunan
insulin
Faktor-
faktor
Genetik Umur yang
penyebab
berkaitan dengan
pada usia
resistensi insulin
lanjut
Obat
Kegemukan

Aktivitas fisik yang


berkurang

Gambar 1. Beberapa faktor penyebab diabetes melitus pada lanjut usia

Patofisiologi
Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan
selanjutnya ke usus. Didalam saluran pencernaan, makanan yang terdiri dari
karbohidrat dipecah menjadi glukosa, protein dipecah menjadi asam amino dan lemak
menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu diedarkan ke seluruh tubuh untuk
dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya
berfungsi sebagai bahan bakar zat makanan itu harus diolah, dimana glukosa dibakar
melalui proses kimia yang menghasilkan energi yang disebut metabolisme.
Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan
glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat
atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas, bila insulin tidak ada maka
glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh
darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi
untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas
limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, tetapi jumlah reseptor insulin
yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke
dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 30
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

Tabel 1. Karakteristik diabetes melitus tipe I dan tipe II

DM TIPE I DM TIPE II
Mudah terjadi ketoasidosis Sukar terjadi ketoasidosis
Pengobatan harus dengan insulin Pengobatan tidak harus dengan
insulin
Onset akut Onset lambat
Biasanya kurus Gemuk atau tidak gemuk
Biasanya terjadi pada umur yang Biasanya terjadi pada umur > 45
masih muda tahun
Berhubungan dengan HLA-DR3 Tidak berhubungan dengan HLA
dan DR4
Didapatkan antibodi sel islet Tidak ada antibodi sel islet
10%nya ada riwayat diabetes 30%nya ada riwayat diabetes pada
pada keluarga keluarga
30-50 % kembar identik terkena 100% kembar identik terkena

Sumber : PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2002

III. KLASIFIKASI ETIOLOGIS DIABETES MELITUS


Klasifikasi etiologis diabetes melitus menurut American Diabetes Association
(1997) :
Diabetes melitus tipe I :
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik
melalui proses imunologik maupun idiopatik.

Diabetes melitus tipe II :


Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.

Diabetes melitus tipe lain :


1. Defek genetik fungsi sel beta :
Maturity onset diabetes of the young (MODY) 1,2,3
DNA mitokondria
2. Defek genetik kerja insulin
3. Penyakit eksokrin pankreas
4. Endokrinopati :
Akromegali
Sindrom Cushing
Hipertiroidisme
Feokromositoma
5. Obat atau zat kimia
6. Infeksi
Citomegalovirus
Rubela kongenital
7. Imunologi : Antibodi anti reseptor insulin
8. Sindrom genetik lainnya :
Down syndrome
Klinefelter syndrome

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 31
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

Turner syndrome, Huntington syndrome, Chorea syndrome, Prader Willi


Syndrome

IV. GAMBARAN KLINIS


Keluhan umum pada pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
lanjut usia pada umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien
ialah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lanjut usia, terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menjadi tua
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai dengan
komplikasi yang lebih lanjut. Hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat
ke dokter ialah adanya keluhan yang mengenai beberapa organ tubuh, antara lain :
Gangguan penglihatan: katarak
Kelainan kulit: gatal dan bisul-bisul
Kesemutan, rasa baal
Kelemahan tubuh
Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
Infeksi saluran kemih
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital ataupun daerah
lipatan kulit lain, seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya akibat
tumbuhnya jamur. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka lama yang
tidak mau sembuh. Luka ini dapat timbul akibat hal sepele seperti luka lecet karena
sepatu, tertusuk peniti dan sebagainya. Rasa baal dan kesemutan akibat sudah
terjadinya neuropati juga merupakan keluhan pasien, disamping keluhan lemah dan
mudah merasa lelah. Keluhan lain yang mungkin menyebabkan pasien datang
berobat ke dokter ialah keluhan mata kabur yang disebabkan oleh katarak ataupun
gangguan-gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa akibat
hiperglikemia.

Tanda-tanda dan gejala klinik diabetes melitus pada lanjut usia:


1.Penurunan berat badan yang drastis dan katarak yang sering terjadi pada gejala
awal.
2. Infeksi bakteri dan jamur pada kulit (pruritus vulva untuk wanita) dan infeksi
traktus urinarius sulit untuk disembuhkan.
3. Disfungsi neurologi, termasuk parestesi, hipestesi, kelemahan otot dan rasa sakit,
mononeuropati, disfungsi otomatis dari traktus gastrointestinal (diare), sistem
kardiovaskuler (hipotensi ortostatik), sistem reproduksi (impoten), dan
inkontinensia stress.
4. Makroangiopati yang meliputi sistem kardiovaskuler (iskemi, angina, dan infark
miokard), perdarahan intra serebral (TIA dan stroke), atau perdarahan darah tepi
(tungkai diabetes dan gangren).
5. Mikroangiopati meliputi mata (penyakit makula, hemoragik, eksudat), ginjal
(proteinuria, glomerulopati, uremia)

V. DIAGNOSIS
Banyak pasien dengan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang
asimptomatik dan baru diketahui adanya peningkatan kadar gula darah pada
pemeriksaan laboratorium rutin.
Para ahli masih berbeda pendapat mengenai kriteria diagnosis DM pada lanjut
usia. Kemunduran, intoleransi glukosa bertambah sesuai dengan pertambahan usia,

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 32
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

jadi batas glukosa pada DM lanjut usia lebih tinggi dari pada orang dewasa yang
menderita penyakit DM.

Kriteria diagnostik diabetes mellitus dan gangguan toleransi glukosa menurut WHO
1985:
a.Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200mg/ dl, atau
b.Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl, atau
c. Kadar glukosa plasma 200 mg / dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram
pada TTGO
Menurut Kane et al (1989), diagnosis pasti DM pada lanjut usia ditegakkan kalau
didapatkan kadar glukosa darah puasa lebih dari 140 mg/dl. Apabila kadar glukosa
puasa kurang dari 140 mg/dl dan terdapat gejala atau keluhan diabetes seperti di atas
perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Apabila
TTGO abnormal pada dua kali pemeriksaan dalam waktu berbeda diagnosis DM dapat
ditegakkan.
Pada lanjut usia sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa
secara rutin sekali setahun, karena pemeriksaan glukosuria tidak dapat dipercaya
karena nilai ambang ginjal meninggi terhadap glukosa.
Peningkatan TTGO pada lanjut usia ini disebabkan oleh karena turunnya sensitivitas
jaringan perifer terhadap insulin, baik pada tingkat reseptor (kualitas maupun
kuantitas) maupun pasca reseptornya. Ini berarti bahwa sel-sel lemak dan otot pada
pasien lanjut usia menurun kepekaannya terhadap insulin.

Cara Pelaksanaan TTGO (WHO, 1994; PERKENI 2002):

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 33
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

a.Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup)


b.Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan
c. Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air
putih diperbolehkan
d. Diberikan glukosa 75 gram ( orang dewasa ) atau 1,75 gram/ kgBB (anak anak),
dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
e.Diperiksa kadar glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa
f. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.

Pemeriksaan Penyaring :
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala dan tanda DM,
sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang
tidak bergejala yang mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan
dilakukan pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko DM
sebagai berikut:
1. Usia > 45 tahun
2. Berat badan lebih > 120% BB idaman atau IMT > 25 kg/m 2
3. Hipertensi ( > 140 / 90 mmHg )
4. Riwayat DM dalam garis keturunan
5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram
6. Kolesterol HDL 35 mg / dl dan atau trigliserida 250 mg / dl

Catatan:
Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif,
pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan bagi mereka yang
berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap
3 tahun.

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
dan diagnosis DM

Kadar glukosa (mg/dl ) Bukan DM Belum pasti DM


DM
Sewaktu Plasma Vena < 110 110 199 200
Darah Kapiler < 90 90 199 200
Puasa Plasma Vena < 110 110 125 126
Darah Kapiler < 90 90 109 110
Sumber : PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2002

VI. KOMPLIKASI DIABETES MELITUS


1. Komplikasi akut
Ketoasidosis Diabetikum
Ketika kadar insulin rendah, tubuh tidak bisa menggunakan glukosa sebagai
energi dan karenanya lemak tubuh dimobilisasi tempat penyimpanannya.
Penghancuran lemak untuk melepas energi menghasilkan formasi asam lemak.
Asam lemak ini melewati hepar dan membentuk satu kelompok senyawa kimia
bernama benda keton, benda keton dikeluarkan lewat urin disebut ketonuria.

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 34
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

Kadar benda keton yang meningkat dalam tubuh disebut ketosis. Ketosis bisa
meningkatkan keasaman cairan tubuh dan jaringan sehingga kadar yang sangat
tinggi dan menyebabkan satu kondisi yang disebut asidosis. Asidosis akibat dari
benda keton yang meningkat disebut ketoasidosis.
Gejala-Gejalanya :
a.Dehidrasi: kekeringan di mulut dan hilangnya elastisitas kulit
b.Napas berbau asam.
c.Mual-muntah dan rasa sakit di perut
d.Napas berat
e.Tarikan napas meningkat
f.Merasa sangat lemah dan mengantuk

Hipoglikemia
Merupakan salah satu komplikasi akut yang tidak jarang terjadi dan seringkali
membahayakan hidup penderitannya serta ditandai dengan kadar gula darah yang
melonjak turun di bawah 50-60 mg/dl atau suatu keadaan klinik gangguan saraf
yang disebabkan penurunan glukosa darah.

Infeksi
Pengidap diabetes, cenderung terkena infeksi karena 3 alasan utama:
a. Bakteri tumbuh baik jika kadar glukosa darah tinggi
b.Mekanisme pertahanan tubuh rendah pada orang yang terkena diabetes
c.Komplikasi terkait diabetes yang meningkatkan resiko infeksi.
Infeksi yang umumnya menyerang pengidap diabetes termasuk infeksi kulit, infeksi
saluran kencing, penyakit pada gusi, tuberkulosis, dan beberapa jenis infeksi jamur.

2. Komplikasi kronis
Penyakit jantung dan pembuluh darah
Aterosklerosis adalah sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit
karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya
arteri di kaki bisa mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai
darah yang mengakibatkan kram, rasa tidak nyaman atau lemas saat berjalan. Jika
suplai darah pada kaki sangat kurang atau terputus dalam waktu lama bisa terjadi
kematian pada jaringan.

Gambar 2. Aterosklerosis pada DM dan Pengaruhnya terhadap Kaki

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 35
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

Kerusakan pada ginjal ( Nefropati)


Diabetes mempengaruhi pembuluh darah kecil ginjal akibatnya efisiensi ginjal
untuk menyaring darah terganggu. Pasien dengan nefropati menunjukan gambaran
gagal ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak napas akibat
penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin
atau ureum serum yang berkisar antara 2% sampai 7,1% pasien diabetes melitus.
Adanya proteinuria yang persisten tanpa adanya kelainan ginjal yang lain merupakan
salah satu tanda awal nefropati diabetik.

Kerusakan saraf ( Neuropati )


Gula darah tinggi menghancurkan serat saraf dan satu lapisan lemak di sekitar
saraf. Saraf yang rusak tidak bisa mengirimkan sinyal ke otak dan dari otak dengan
baik, sehingga akibatnya bisa kehilangan indra perasa, meningkatnya indra perasa
atau nyeri di bagian yang terganggu. Kerusakan saraf tepi tubuh lebih sering terjadi.
Kerusakan dimulai dari jempol kaki serta berlanjut hingga telapak kaki dan seluruh
kaki yang menimbulkan mati rasa, kesemutan, seperti terbakar, rasa sakit, rasa
tertusuk, atau kram pada otot kaki.

Kerusakan pada mata ( Retinopati )


Retina mata terganggu sehingga terjadi kehilangan sebagian atau seluruh
penglihatan. Pasien dengan retinopati diabetik akan mengalami gejala penglihatan
kabur sampai kebutaan.

Gambar 3. Retinopati diabetikum

Keadaan Fisik Penderita DM

Keadaan kepala penderita DM


a. Rambut
Penderita DM yang sudah menahun dan tidak terawat secara baik, biasanya
rambutnya lebih tipis. Bila akar rambut terserang, rambut mudah rontok.
b.Telinga
Karena urat saraf bagian pendengaran DM mudah rusak, telinga sering
mendenging dan bila tidak diobati dapat terjadi ketulian.
c. Mata
Bila kadar glukosa di dalam darah mendadak tinggi, lensa mata menjadi
cembung
Penyakit DM dapat menyebabkan lensa mata menjadi keruh (tampak putih),
penderita mengeluh penglihatan menjadi kabur (katarak).
Komplikasi menahun pada mata yang lain adalah meningkatnya tekanan bola
mata yang disebut glaukoma.

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 36
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

Gangguan pada retina mata akibat DM disebut retinopati diabetik dimana


terjadi penyempitan pembuluh darah kapiler disertai eksudasi dan perdarahan
pada retina.

Keadaan rongga mulut penderita DM


a. Lidah
Lidah penderita DM sering membesar dan terasa tebal sehingga terjadi gangguan
pengecapan pada lidahnya
b. Ludah
Ludah penderita DM seringkali menjadi lebih kental, sehingga mulutnya terasa
kering, disebut xerostomia diabetic
c. Gigi dan gusi
Karena jaringan yang mengikat gigi pada rahang yang disebut periodontium
mudah rusak, gigi penderita DM mudah goyah dan mudah lepas, gusi
membengkak sehingga gigi tampak keluar ( modot).

Keadaan paru dan jantung penderita DM


a. Paru
Penderita DM mudah terjadi TBC paru.
b. Jantung
Penderita DM mudah terkena penyakit jantung koroner, penyakit jantung yang
disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah koroner, mudah terjadi infark
miokard dimana otot jantung menjadi lemah karena kekurangan suplai oksigen.

Keadaan organ hati penderita DM


Penderita DM akan mengalami penyakit lever akibat diabetesnya kelainan ini
disebut Penyakit Hati Diabetik. Penderita DM lebih mudah mengidap radang hati
karena virus Hepatitis B dan hepatitis C dibanding orang yang tidak menderita
penyakit DM.

Keadaan alat pencernaan penderita DM


a. Lambung
Pada penderita DM, akhirnya urat saraf pemelihara lambung akan rusak, lambung
menggelembung sehingga proses pengosongan lambung terganggu.
b. Usus
Pada Penderita DM mengeluh sukar BAB yang disebut obstipasi diabetic.

Keadaan ginjal dan kandung kemih


a. Ginjal
Pada penderita DM mempunyai kecenderungan tujuh belas kali lebih mudah
mengalami gangguan fungsi ginjal yang disebabkan oleh faktor infeksi berulang
yang timbul pada DM dan adanya penyempitan pembuluh darah kapiler yang
disebut microangiopati diabetic.
b. Kandung kemih
Pada penderita DM sering mengalami infeksi saluran kemih (ISK) yang berulang,
selain itu urat saraf yang memelihara kandung kemih sering rusak sehingga
dinding kandung kemih menjadi lemah. Sifat kontrol urat saraf terganggu
menyebabkan penderita sering ngompol atau air kencingnya keluar sendiri tanpa
disadari yang disebut incontinentia urine.

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 37
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

Kemampuan seksual penderita DM


Jika kerusakan sarafnya sudah berat dan permanen biasanya penderita DM akan
menderita impoten yang menetap. Impoten pada penderita DM dapat dibedakan 2
jenis, impotency neurogenic dan impotency psycogenic.

Keadaan urat saraf penderita DM


Karena glukosa di dalam darah penderita DM demikian tinggi, akan merusak urat
saraf penderita jika prosesnya berlangsung lama. Kelainan urat saraf akibat penyakit
DM disebut neuropati diabetic.
Gejala yang sering muncul:
Kesemutan
Rasa panas atau rasa tertusuk tusuk jarum
Rasa tebal terjadi di telapak kaki
Kram
Badan sakit terutama malam hari
Bila ada kerusakan urat saraf disebut polineuropati diabetic.

Keadaan pembuluh darah pada penderita DM


Jika sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai
(makroangiopati diabetik), tungkai akan lebih mudah mengalami gangren diabetic,
yaitu luka pada kaki yang merah kehitam hitaman dan busuk. Bila sumbatan terjadi
pada pembuluh darah yang lebih besar penderita DM akan merasa tungkainya sakit
sesudah ia berjalan pada jarak tertentu karena aliran darah ke tungkai tersebut
berkurang dan disebut claudicatio intermitten.

Gambar 4. Gangren diabetik pada penderita DM

Masalah kaki pada penderita diabetes melitus


Masalah kaki yaitu borok di kaki dengan atau tanpa infeksi terlokalisasi atau
menyerang seluruh kaki dan kematian berbagai jaringan tubuh karena hilangnya suplai
darah, infeksi bakteri, dan kerusakan jaringan sekitarnya merupakan masalah utama pada
penderita diabetes.

Klasifikasi penyakit kaki pada penderita diabetes melitus :


Tingkat 0 : Risiko tinggi mengalami penyakit kaki, belum ada borok.
Tingkat 1 : Borok permukaan yang tidak terinfeksi.
Tingkat 2 : Borok lebih dalam, sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
Tingkat 3 : Borok dalam yang melibatkan tulang dan formasi abscess.
Tingkat 4 : Kematian jaringan tubuh terlokalisir, seperti di ibu jari kaki,
bagian
depan kaki atau tumit.
Tingkat 5 : Kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 38
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

Gambar. Persarafan dan pembuluh darah vena pada kaki

Resiko tinggi mengalami masalah kaki karena diabetes, yaitu :


Mengalami kerusakan saraf kaki.
Mempunyai penyakit pembuluh darah di kaki.
Pernah mepunyai borok di kaki.
Bentuk kaki berubah.
Adanya callus.
Buta atau penglihatan buruk , penyakit ginjal terutama gagal ginjal kronis.
Para lansia, terutama yang hidup sendirian.
Orang-orang yang tidak bisa menjangkau kaki mereka sendiri untuk
membersihkannya.
Kontrol kadar gula darah yang buruk.
Berkurangnya indera perasa di kaki.

Untuk mendiagnosis dan menangani kerusakan saraf kaki dilakukan beberapa tes antara
lain pengukuran :
a. Merasakan sentuhan ringan.
b. Kepekaan pada suhu.
c. Sensasi pada getaran.
d. Efisiensi saraf untuk mengirim pesan ke dan dari otak.

Gambar . Gangren diabetik pada penderita DM

Penatalaksanaan

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 39
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

Petunjuk umum untuk mencegah borok kaki :


Periksa kaki anda setiap hari untuk mendeteksi adanya borok sedini mungkin,
apakah ada kulit retak, melepuh, bengkak, luka, atau perdarahan.

Gambar . Pencegahan borok pada kaki

Periksa sepatu anda baik bagian dalam ataupun luar sebelum memakainya untuk
mendeteksi batu atau benda sejenis lainnya yang mungkin ada.
Pastikan kaki anda diukur setiap kali membeli alas kaki yang baru.
Jauhkan kaki dari udara panas, air panas, dan lain-lain.
Pakaikan alas kaki pelindung di dalam rumah dan hindari berjalan tanpa alas
kaki.
Pakai sepatu yang bertali dan cukup ruang untuk ibu jari kaki.
Berikan pelembab pada daerah kaki yang kering , tetapi tidak pada sela-sela jari.
Bersihkan kaki setiap hari, keringkan dengan handuk termasuk sela-sela jari.
Segera ke dokter bila kaki luka atau berkurang rasa.

SENAM KAKI DIABETES


Kaki diabetes adalah salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti.
Angka amputasi akibat diabetes masih tinggi sedangkan biaya pengobatan juga sangat
tinggi, dan sering tidak terjangkau oleh masyarakat umum. Ada tiga alasan mengapa
orang dengan diabetes lebih tinggi resikonya mengalami masalah kaki, yaitu : sirkulasi
darah kaki dari tungkai yang menurun (gangguan pembuluh darah); berkurangnya
perasaan pada kedua kaki (gangguan saraf); dan berkurangnya daya tahan tubuh terhadap
infeksi.
Senam kaki dapat membantu sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot
kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Latihan senam kaki
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Duduk secara benar di atas kursi dengan meletakkan kaki di
lantai.

Dengan meletakkan tumit di lantai, jari-jari kedua belah kaki


diluruskan ke atas lalu dibengkokkan kembali ke bawah
sebanyak 10 kali.

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 40
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

Dengan meletakkan tumit di lantai, angkat telapak kaki ke


atas. Kemudian, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan
tumit kaki diangkatkan ke atas. Cara ini diulangi sebanyak
10 kali.
Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian depan kaki diangkat
ke atas dan buat putaran 360 dengan pergerakan pada
pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat


putaran 360 dengan pergerakan pada pergelangan kaki
sebanyak 10 kali.

Kaki diangkat ke atas dengan meluruskan lutut. Buat putaran


360 dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10
kali.

Lutut diluruskan lalu dibengkokkan kembali ke bawah


sebanyak 10 kali. Ulangi langkah ini untuk kaki yang
sebelahnya.

Letakkan sehelai kertas surat kabar di lantai. Bentuk kertas


itu menjadi seperti bola dengan kedua belah kaki. Kemudian,
buka bola itu menjadi lembaran seperti semula
menggunakan kedua belah kaki. Cara ini dilakukan hanya
sekali saja.

V. PENATALAKSANAAN
Saat ini, pola penanganan DM baik tipe 1 maupun tipe 2 telah maju sedemikian
pesat terutama dalam hal terapi farmakologis, namun intervensi obat-obatan bagi
lanjut usia mutlak perlu dilakukan dengan lebih hati-hati. Untuk itu, American
Geriatric Society (AGS) menetapkan beberapa langkah-langkah dalam upaya
memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap DM pada lanjut usia.

Tabel 3. Langkah-Langkah Pokok untuk Meningkatkan Penanganan Diabetes


Melitus pada Lanjut usia Menurut American Geriatric Society (AGS)

Edukasi dan penanganan individual


Pencegahan dan penanganan terhadap adanya faktor resiko kardiovaskuler
secara agresif
Mengendalikan stres glikemik sebagai elemen dalam mencegah dan
menangani komplikasi mikrovaskular
Penyaringan dan penanganan terhadap timbulnya sindroma geriatri yang
sering terjadi pada lanjut usia yang menderita DM, misalnya depresi, gangguan
kognitif, inkontinensia urine, jatuh, nyeri, dan polifarmasi

Sumber : DE Elson, MD., PhD. ; SL Norris, MD., MPH., Diabetes in Older Adults :
Overviews of AGS guidelines for the treatment of diabetes mellitus in geriatric

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 41
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

populations, 2004

Di samping langkah-langkah tersebut, juga terdapat nilai-nilai kunci yang digunakan


untuk meningkatkan tata penanganan DM pada lanjut usia.

Tabel 4. Nilai-Nilai Kunci dalam Meningkatkan Penanganan DM pada


Lanjut usia

Menawarkan terapi individu dengan mempertimbangkan :


Harapan hidup Status fungsional
Gangguan kognitif Dukungan sosial
Pilihan pasien
Mengunakan terapi yang sesederhana dan semurah mungkin
Mendukung upaya pendidikan diabetes bagi pasien dan pengasuh lanjut usia
dengan melibatkan tenaga kesehatan professional
Mengobati hipertensi dan dislipidemia untuk menurunkan resiko gangguan
kardiovaskular
Mempertimbangkan penanganan hipertensi yang seringkali membutuhan > 1
jenis obat dan pengobatannya pun harus dengan perlahan-lahan untuk
menyesuaikan dosis dengan tepat
Tujuan dalam kontrol glikemik seharusnya selalu melibatkan pemeriksaan
HbA1c dengan sasaran < 7%. Bila perlu pertimbangkan pula pemeriksaan lain
tergantung pada :
Harapan hidup Status fungsional
Pilihan pasien Beratnya penyakit yang diderita
Dilakukan pemeriksaan terhadap mata paling sedikit tiap 2 tahun atau tiap
tahun bila terdapat retinopati atau bila adanya gangguan penglihatan lain atau
bila hanya faktor resiko seperti hipertensi dan kontrol glikemik yang buruk
Penyaringan terhadap adanya depresi dan memberikan penanganan setelah
diagnosa ditegakan
Mengatur pengobatan terkini dan memonitor secara teratur efek samping obat
Penyaringan terhadap timbulnya gangguan kognitif dan sindroma geriatrik
lain seperti : inkontinensia urine, nyeri, dan jatuh

Sumber : DE Elson, MD., PhD. ; SL Norris, MD., MPH., Diabetes in Older Adults :
Overviews of AGS guidelines for the treatment of diabetes mellitus in geriatric
populations, 2004

Diperkirakan 25-50 % dari DM lanjut usia dapat dikendalikan dengan baik hanya
dengan diet saja, 3 % membutuhkan insulin dan 20-45 % dapat diobati dengan anti
diabetik oral dan diet saja. Para ahli berpendapat bahwa sebagian besar DM pada
lanjut usia adalah tipe II dan dalam penatalaksanaannya perlu diperhatikan secara
khusus, baik cara hidup pasien, keadaan gizi dan kesehatannya, penyakit lain yang
menyertai serta ada atau tidaknya komplikasi DM.
Pedoman penatalaksanaan diabetes pada lanjut usia adalah:
Menilai penyakitnya secara menyeluruh dan memberikan pendidikan kepada
pasien dan keluarganya.
Menghilangkan gejala-gejala akibat hiperglikemia.
Lebih bersifat konservatif, usahakan agar glukosa darah tidak terlalu tinggi (200

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 42
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

-220 mg/dl) dan tidak terlampau rendah karena bahaya terjadinya hipoglikemia
Mengendalikan glukosa darah dan berat badan sambil menghindari resiko
hipoglikemi.
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (24 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral
(OHO) atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu OHO dapat segera diberikan
sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun cepat, insulin dapat segera
diberikan. Pada kedua keadaan tersebut perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya
hipoglikemia. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri,
setelah mendapat pelatihan khusus.

Pilar Pengelolaan DM
A. Edukasi
Meliputi pemahaman tentang DM, penyulitnya, obat-obatan, olahraga, perencanaan
makan, komplikasi dan masalah yang akan dihadapi, hipoglikemia, perawatan kaki
pada diabetes dan lain-lain. Intinya perubahan perilaku dan perbaikan pola hidup.
Keberhasilan pengelolaan diabetes membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga
dan masyarakat.
B. Perencanaan makanan
Prinsipnya: anjuran makan seimbang seperti anjuran makan sehat pada umumnya,
tidak ada makanan yang dilarang, hanya dibatasi sesuai kebutuhan ( tidak berlebih ),
menu sama dengan menu keluarga, gula dalam bumbu tidak dilarang. Makanan
dianjurkan seimbang dengan komposisi energi dari karbohidrat 60- 70%, protein 10-
15%, dan lemak 20-25%.
C. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur ( 3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit ). Sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Latihan jasmani yang dimaksud ialah jalan, bersepeda santai, jogging,
berenang.
Prinsipnya : Continous, Rhytmical, Interval, Progresive dan Endurance
D. Intervensi farmakologis
Apabila pengendalian diabetes tidak berhasil dengan pengaturan diet dan olahraga
barulah diberi obat hipoglikemik.

Terapi farmakologis pada penderita DM

A. Obat Hipoglikemik Oral


Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 3 golongan :
Pemicu sekresi insulin: Sulfonilurea dan glinid
Penambah sensitivitas terhadap insulin: Metformin, tiazolidindion
Penghambat absoppsi glukosa: Penghambat alfa glukosidase

A.1. Pemicu Sekresi Insulin


Sulfonilurea :
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan
kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya, namun masih boleh

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 43
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.. Absorbsi derivat sulfonilurea
melalui usus baik.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaan seperti
orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskuler
tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang seperti chlorpropamid.
Mekanisme kerja sulfonilurea :
Cara kerja obat golongan ini masih merupakan ajang perbedaan pendapat, tetapi pada
umumnya dikatakan sebagai:
Cara kerja utama adalah meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas
Meningkatkan performance dan jumlah reseptor insulin pada otot dan sel lemak
Meningkatkan efisiensi sekresi insulin dan potensiasi stimulasi insulin transport
karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak
Penurunan produksi glukosa oleh hati.

Farmakokinetik dan dosis derivat sulfonilurea :


a.Tolbutamid (Rastinon)
Mula kerja cepat dan kadar maksimal dicapai dalam 3-5 jam. Dalam darah
tolbutamid terikat protein plasma. Didalam hati obat ini diubah menjadi
karboksitolbutamid dan diekresi melalui ginjal. Dosisnya 0,5-3 g dibagi dalam
beberapa dosis. Isi tablet 0,5 g. Masa kerja 6-12 jam.

b. Asetoheksamid
Dalam tubuh cepat sekali mengalami biotransformasi, masa paruh plasma hanya
0,5-2 jam. Tetapi dalam tubuh obat ini diubah menjadi 1-hidroksihekasamid yang
ternyata lebih kuat efek hipoglikemianya dari pada asetoheksamid itu sendiri.
Selain itu 1-hidroksiheksamid juga memperlihatkan masa paruh lebih panjang,
kira-kira 4-5 jam, sehingga efek asetoheksamid lebih lama daripada tolbutamid.
Kira-kira 10% dari metabolit asetoheksamid diekresi melalui empedu dan
dikeluarkan bersama tinja. Dosisnya 0,25-1,25 g, dosis tunggal atau dalam
beberapa dosis. Isi tablet 250 mg, 500 mg. Masa kerja 12-24 jam.
c. Tolazamid
Diserap lebih lambat diusus daripada sediaan lainnya; efeknya terhadap kadar
glukosa darah belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan. Masa paruh
kira-kira 7 jam. Dalam tubuh tolazamid diubah menjadi p-karboksitolazamid, 4-
hidroksi metiltolazamid dan senyawa-senyawa lain; beberapa diantaranya memiliki
sifat hipoglikemik yang cukup kuat. Tolazamid memiliki sifat khusus yaitu
menurunkan resistensi insulin dijaringan hati dan diluar hati serta pemberian
jangka panjang dapat memperbaiki resistensi insulin. Dosisnya 100-250 mg, dosis
tunggal atau dalam beberapa dosis. Isi tablet 100 mg, 250 mg masa kerja 10-14
jam.

d. Klorpropamid (Diabinese, Tesmel)


Cepat diserap oleh usus, 70-80% dimetabolisme dalam hati dan metabolitnya
cepat diekresi seluruhnya melalui ginjal. Selain itu klorpropamid juga memiliki
sifat retensi natrium, karena itu hati-hati pada DM dengan hipertensi pada
pemberian jangka panjang. Dalam darah obat ini terikat albumin; masa paruhnya
kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat beberapa hari setelah
pengobatan dihentikan. Efek hipoglikemik maksimal dosis tunggal terjadi kira-
kira 10 jam setelah obat itu diberikan. Efek maksimal pemberian berulang, baru
tercapai setelah1-2 minggu. Sedangkan ekskresinya baru lengkap setelah

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 44
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

beberapa minggu. Dosisnya 100-500 mg, dosis tunggal. Isi tablet 5 mg. Masa
kerja 15 jam.

e. Glipizid (Aldiab, Glucotrol XL, Glizid, Minidiab)


Mirip dengan sulfonilurea lainnya dengan kekuatan 100x lebih kuat dari pada
tolbutamid, tetapi efek hipogilkemia maksimal mirip dengan sulfonilurea lain.
Dengan dosis tunggal pagi hari terjadi peninggian kadar insulin selama 3x makan,
tetapi insulin puasa tidak meningkat. Glipizid diabsorbsi lengkap sesudah
pemberian oral dan dengan cepat dimetabolisme dalam hati menjadi tidak aktif.
Metabolit dan kira-kira 10% obat yang utuh dieskresi melalui ginjal. Reaksi
kemerahan pada waktu minum alcohol terjadi 4-15%. Satu setengah persen
penderita menghentikan obat karena efek samping obat ini. Sifat khusus dari
glipizid adalah menekan produksi glukosa oleh hati. Dosisnya 5-10 mg. Isi tablet 5
mg. Masa kerja >12 jam.

f. Gliburid / Glibenklamid (Condiabet, Daonil / Semi-Daonil, Euglucon,


Glidanil, Glimel, Gluconic, Gluconin, Glulo, Glyamid, Prodiabet,
Prodiamel, Renabetic, Tiabet, Trodeb)
Cara kerjanya sama dengan derivat sulfonilurea lainnya. Obat ini 200X lebih kuat
dari pada tolbutamid tetapi efek hipoglikemia maksimal mirip sulfonilurea lainnya.
Pada pengobatan dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder dengan seluruh
kegagalan kira-kira 21% selama 1,5 tahun. Gliburid efektif dengan pemberian dosis
tunggal. Bila pemberian dihentikan obat akan bersih dari serum sesudah 36 jam.
Sifat khusus gliburid adalah mempunyai efek hipoglikemik yang kuat, sehingga
para penderita harus selalu diingatkan untuk melakukan jadwal makan yang ketat.
Juga mempunyai efek antiagregasi trombosit. Dalam batas-batas tertentu masih
dapat diberikan pada penderita dengan kelainan faal hati dan ginjal. Dosisnya 5-20
mg, 1-2 kali sehari (lebih dari 10 mg, dalam 2 dosis). Isi tablet 5 mg. Masa kerja 15
jam.

g. Gliklasid (Diamicron MR, Glibet, Glicab, Glidiabet, Glidanil,


Glucodex, Glumeco, Glycafor, Gored, Linodiab, Meltika,
Nufamicron, Pedab, Tiaglib, Xepabet, Zibet, Zumadiac)
Mempunyai sifat khusus yaitu efek hipoglikemik sedang, sehingga jarang
menimbulkan hipoglikemia. Mempunyai efek antiagresi trombosit yang poten,
sehingga tepat bila digunakan pada DM type II yang sudah mempunyai penyulit
angiopati diabetic. Dapat diberikan pada gangguan faal hati dan ginjal yang ringan.
Dosisnya 80-240 mg. Isi tablet 80 mg. Masa kerja 10-12 jam.
h. Glikuidon (Gliquidone, Glunenorm)
Mempunyai sifat khusus yaitu efek hipoglikemik sedang, sehingga jarang
menimbulkan hipoglikemia. Selain itu hampir seluruhnya diekresi melalui empedu
dan usus, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan kelainan faal hati dan atau
ginjal yang lebih berat. Dosisnya 30-120 mg. Isi tablet 30 mg.

i. Glibornuride
Mempunyai sifat khusus yaitu menekan sekresi glukosa dari hati, sehingga lebih
bermanfaat untuk menekan peningkatan gula darah puasa. Selain itu juga
meningkatkan kerja insulin melalui tingkat reseptor dan postreseptor. Dosisnya
12,5-100 mg. Isi tabletnya 12,5 mg.

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 45
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

Efek Samping penggunaan Sulfonilurea :


Pada umumnya frekuensi efek nonterapi tidak lebih dari 5%, sedangkan reaksi
alergi jarang sekali terjadi. Frekuensi efek samping pada tolbutamid paling rendah
jika dibandingkan dengan karbutamid atau sediaan lain yang kerjanya lebih panjang.
Gambaran gejala pada dasarnya serupa untuk semua derivat sulfonilurea, hanya
frekuensinya berlainan. Gejala meliputi gejala saluran cerna, kulit, hematologik,
susunan saraf pusat, mata dan sebagainya.
Gejala saluran cerna antara lain berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam
lambung yang kadang-kadang terasa seperti pirosis substernal didaerah jantung.
Gejala saluran cerna ini dapat dikurangi dengan mengurangi dosis, memberinya
bersamaan makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis. Gejala susunan saraf
pusat berupa vertigo, bingung, ataksia, dan sebagainya. Gejala hematologik
diantaranya leucopenia dan agranulositosis.
Selain itu telah diketahui juga bahwa obat-obat tersebut dapat menimbulkan
ikterus obstruktif. Ikterus biasanya bersifat sementara dan lebih sering timbul pada
pemakaian klopropamid (0,4%). Berkurangnya toleransi terhadap alcohol juga telah
dilaporkan pada pemakaian tolbutamid dan klorpropamid.
Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita yang tidak mendapat dosis tepat, tidak
makan cukup atau dengan gangguan fungsi hati dan atau ginjal. Kecenderungan
hipoglikemia pada orangtua disebabkan oleh mekanisme kompensasi berkurang atau
asupan makanan yang cenderung kurang. Selain itu, hipoglikemia tidak mudah
dikenali pada orang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut (akibat tidak ada
reflek simpatis) dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma. Penurunan
kecepatan ekskresi klorpropamid dapat meningkatkan hipoglikemia.

Glinid
Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari dua macam obat yaitu :

a. Repraglinid (Novonorm)
Merupakan derivat asam benzoat. Mempunyai efek antihipoglikemik ringan
sampai sedang. Diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati. Efek samping yang dapat terjadi pada
obat ini adalah keluhan gastrointestinal.

b. Nateglinid (Starlix)
Cara kerja hampir sama dengan repaglinide, namun merupakan derivat dari
fenilalanin. Diabsorbsi cepat setelah pemberian oral dan diekskresi secara
terutama melalui urin. Efek samping yang dapat terjadi pada penggunaan obat
ini adalah keluhan infeksi saluran pernapasan atas.

A.2. Penambah Sensitivitas pada Insulin


Biguanid
Senyawa biguanid terbentuk dari dua molekul guanidine dengan kehilangan satu
molekul amonia. Sediaan yang tersedia adalah menformin, buformin, dan
metformin.

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 46
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

Derivat biguanid mempunyai mekanisme kerja yang berlainan dengan derivat


sulfonilurea, obat-obat tersebut kerjanya tidak melalui perangsangan sekresi
insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran. Pemberian biguanid pada orang
non diabetik tidak menurunkan kadar glukosa darah; tetapi sediaan biguanid
ternyata menunjukan efek potensiasi dengan insulin. Pemberian biguanid tidak
menimbulkan perubahan ILA (Insulin Like Activity) di plasma, dan secara
morfologis sel pulau langerhans juga tidak mengalami perubahan.
Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi
lemak. Pada penderita diabetes yang gemuk, ternyata pemberian biguanid
menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum jelas pula; pada orang
non diabetik yang gemuk tidak timbul penurunan berat badan dan kadar glukosa
darah. Penyerapan biguanid oleh usus baik sekali dan obat ini dapat digunakan
bersamaan insulin atau sulfonilurea. Sebagian besar penderita diabetes yang gagal
diobati dengan sulfonilurea dapat ditolong dengan biguanid.

Mekanisme Kerja Biguanid


Biguanid tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang

dapat menimbulkan efektifitas insulin yaitu :

Menghambat absorpsi karbohidrat


Menghambat glukoneogenesis di hati
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
Meningkatkan jumlah reseptor insulin.
Memperbaiki defek respon insulin.

Farmakokinetik dan Dosis Derivat :


a. Metformin (Benofomin, Diabex / Diabex Forte, Diafac, Eraphage,
Gludepatic, Forbetes, Formell, Gliformin, Glucophage,
Glucotika, Glufor, Glumin, Metformin Dexa Medica, Methpica,
Neodipar, Reglus-500, Tudiab, Zumamet)
Metformin menurunkan glukosa darah dengan memperbaiki transport glukosa
ke dalam sel otot yang dirangsang oleh insulin.
Metformin menurunkan produksi glukosa hati dengan jalan mengurangi
glikogenolisis dan glukoneogenesis.
Metformin juga dapat menurunkan kadar trigliserida, LDL kolesterol, dan total
kolesterol, dan juga dapat meningkatkan LDL kolesterol.
Metformin berbeda dengan golongan sulfonilurea karena tidak meningkatkan
sekresi insulin, jadi tidak dapat menyebabkan hipoglikemia, tidak menaikan
berat badan dan malah kadang-kadang dapat menurunkan berat badan.
Metformin menurunkan kadar glukosa puasa sebanyak 60 mg/dl dan gliko Hb
1,8%. Jadi hampir sama efektif seperti sulfonilurea.
Metformin juga meningkatkan jumlah reseptor insulin.
Pada saat ini metformin masih banyak dipakai dibeberapa negara termasuk
Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosis laktat jauh lebih sedikit asal dosis
tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak ada kegagalan ginjal dan penyakit hati.
Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan
tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Dosisnya 500-3000 mg,
2-3 kali sehari. Isi tablet 500 mg.

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 47
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

b. Fenformin
Pada terapi fenformin pada umumnya tidak terjadi efek toksik yang hebat.
Beberapa penderita mengalami mual, muntah diare serta kecap logam (metallic
taste); tetapi dengan menurunkan dosis keluhan-keluhan tersebut segera hilang.
Pada beberapa penderita yang mutlak bergantung pada insulin luar, kadang-kadang
biguanid menimbulkan ketosis yang tidak disertai dengan hiperglikemia (starvation
ketosis). Dari berbagai derivat biguanid, data fenformin yang paling banyak
terkumpul tetapi sediaan ini kini dilarang dipasarkan di Indonesia karena bahaya
asidosis laktat yang mungkin ditimbulkannya. Di Eropa fenformin digantikan
metformin yang kerjanya serupa fenformin tetapi diduga lebih sedikit
menyebabkan asidosis laktat. Dosisnya 50-150 mg perhari isi tablet 25 mg.

Kontraindikasi sediaan Biguanid


Sediaan biguanid tidak boleh diberikan pada penderita dengan penyakit hati berat,
penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung kongestif. Pada keadaan gawat
sebaiknya tidak diberikan biguanid. Pada kehamilan seperti juga dengan sediaan anti
diabetik oral lainnya, sebaiknya tidak diberikan biguanid, sampai terbukti bahwa
obat ini tidak menimbulkan bahaya yang berarti.

Thiazolindion / Glizaton
Thiazolindion berikatan pada peroxisome proliferator activated receptor gamma
suatu reseptor inti sel di sel otot dan sel lemak.
Contoh obat golongan ini adalah :
a. Pioglitazon (Actos)
Mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
pentranspor glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat ini
dimetabolisme di hepar. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung karena dapat memperberat edema dan juga pada gangguan faal hati. Saat
ini tidak digunakan sebagai obat tunggal.
b. Rosiglitazon
Cara kerja hampir sama dengan pioglitazon, diekskresi melalui urin dan feses.
Mempunyai efek hipoglikemik yang cukup baik jika dikombinasikan dengan
metformin. Pada saat ini belum beredar di Indonesia.

A.3. Penghambat Alfa Glukosinase


Acarbose (Glucobay 50/ Glucobay 100)
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase
didalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus
dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar
insulin. Efek samping akibat maldigestivus karbohidrat berupa gejala
gastrointestinal seperti meteorismus, flatulence, dan diare. Flatulence merupakan
efek yang terjadi pada 50% pengguna obat ini. Alfa glukosidase inhibitor dapat
menghambat bioavailabilitas metformin jika diberikan secara bersamaan pada orang
normal.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih obat hipoglikemik oral:

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 48
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

1. Dosis harus dimulai dengan dosis rendah kemudian dinaikan bertahap


2. Harus diketahui betul cara kerja, lama kerja, dan efek samping obat tersebut.
3. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi
obat
4. pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakan
menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal baru beralih kepada insulin
5. Usahakan harga obat terjangkau oleh orang dengan diabetes.

Obat hipoglikemik oral pada pasien geriatri :


Hipoglikemia harus dihindari pada orang dengan diabetes usia lanjut, oleh karena itu
sebaiknya obat-obatan yang bekerja jangka panjang tidak dipakai dan diberikan obat-
obatan yang mempunyai masa paruh yang pendek tetapi bekerja cukup lama.

Terapi Kombinasi Sulfonilurea dan Biguanid


Pada saat-saat tertentu diperlukan terapi kombinasi / pemakaian bersama antara obat-obat
golongan sulfonilurea dan biguanid. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang
sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk biguanid untuk bekerja efektif.
Kedua-duanya rupanya mempunyai efek terhadap sensitivitas reseptor; jadi pemakaian
kedua obat tersebut saling menunjang. Kombinasi kedua obat efektif pada banyak
penyandang DM yag sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai sendiri-sendiri.

Obat Hipoglikemik Oral dan Insulin


Kombinasi Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan insulin dapat dimulai jika dengan OHO
dosis hampir maksimal, baik sendiri-sendiri ataupun secara kombinasi namun kadar
glukosa darah belum tercapai. Pada keadaan ini dipikirkan adanya kegagalan pemakaian
OHO. Untuk kombinasi ini, insulin kerja sedang dapat diberikan pada pagi atau malam
hari

B. INSULIN
(Actrapid HM / Actrapid HM Penfill, Humulin, Insulatard HM / Insulatard HM
Penfill, Mixtard 30 HM / Mixtard HM Penfill, Monotard HM)

Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans kelenjar
pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian
meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah
penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke
dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen
didalam sel otot dan hati.
Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin eksogen
adalah insulin yang disuntikan dan merupakan suatu produk farmasi.

Indikasi terapi dengan insulin :


1. Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi
insulin oleh sel beta sangat sedikit atau hampir tidak ada.
2. Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis
lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
3. Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark
miokard akut atau stroke.
4. DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet
saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 49
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

5. Ketoasidosis diabetik
6. Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik
7. Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan
suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat,
secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar
glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika
terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
9. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral

Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi 4 macam, yaitu :


1. Insulin kerja singkat :

Yang termasuk di sini adalah insulin regular ( Crystal Zinc Insulin / CZI )

Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral.
Preparatnya antara lain : Actrapid, Velosulin , Semilente
Insulin jenis ini diberi 30 menit sebelum makan, mencapai puncak setelah
1 3 macam dan efeknya dapat bertahan sampai 8 jam.
2. Insulin Kerja menengah :

Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH),Monotard,


Insulatard. Jenis ini awal kerjanya adalah 1.5 2.5 jam.
Puncaknya tercapai dalam 4 15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai
dengan 24 jam.
3. Insulin Kerja Panjang :

Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorpsi dengan lambat


dari tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lama, yaitu
sekitar 24 36 jam.
Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard
4. Insulin Infasik ( campuran ) :

Merupakan kombinasi insulin jenis singkat dan menengah.


Preparatnya: Mixtard 30 / 40

VI. Pencegahan
1. Pencegahan primer: mencegah agar tidak timbul penyakit Diabetes.
2. Pencegahan sekunder: mencegah agar walaupun sudah terjadi penyakit,
penyulitnya tidak terjadi.
3. Pencegahan tersier: mencegah supaya tidak terjadi kecacatan lebih lanjut,
misalnya senam kaki diabetes.

VII. Anjuran
1. Kurangi berat badan
2. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 50
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

3. Kontrol kesehatan secara teratur, terutama jika terdapat luka yang tidak
menyembuh
4. Kontrol kadar gula secara teratur.

VIII. Kesimpulan
Diabetes melitus pada lanjut usia merupakan penyakit metabolik kronis yang
memiliki gejala hiperglikemik yang disebabkan karena defek sekresi insulin.
Diabetes melitus pada lanjut usia seringkali tidak menimbulkan gejala dan terlambat
diketahui. Oleh sebab itu untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut dengan
prinsip meningkatkan kualitas hidup para lanjut usia digunakan pengelolaan diabetes
melitus pada lanjut usia disesuaikan dengan pilar pengelolaan diabetes seperti :
edukasi, perencanaan makanan, latihan jasmani dan intervensi farmakologi. Disertai
anjuran yang dapat mencegah komplikasi yang lebih berat seperti kurangi berat
badan, olahraga teratur, menjaga berat badan ideal, kontrol kesehatan dan kadar gula
secara teratur.

DAFTAR PUSTAKA

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 51
Diabetes Mellitus Yoko Irawan., S.Ked (406080079)

Braunwald, Eugene, MD et al. (2003). Harrisons Principles of Internal Medicine, 15 th


edition, vol. I : McGraw-Hill : 1355-9

Darmojo, R. Boedhi, H. Hadi Martono. Buku Ajar Geriatri. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta : 1999.

Inzucchi, Silvio E. The Diabetes Mellitus Manual, International Edition. McGraw-Hill.


USA : 2005

Katzung, Bertran G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerbit : Salemba Medika. Jakarta :
2004.

Olson, DE, Norris, SL. Diabetes in Older Adults : Overview of AGS Guidelines for the
Treatment of Diabetes Mellitus in Geriatric Populations. American Geriatric
Society : www.geri.com.USA : 2004

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsesus Pengelolaan Diabets Melitus Tipe II.


PB PERKENI. 2004

Setiono, Mangoenprasojo. Hidup Sehat dan Normal dengan Diabetes. Penerbit Think
Fresh. Yogyakarta : 2001

Suyono, S., dkk. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan V. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta : 2005

Syarif, Amir, dkk. Farmakologi dan Terapi, edisi IV (dengan perbaikan). Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 1995

William, R Hazard, et al. Principal of Geriatric Medicine and Gerontology, vol. I. USA :
McGraw-Hill : 1990

Kepaniteran Klinik Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 06 April 2009 09 Mei 2009 52

Anda mungkin juga menyukai