Anda di halaman 1dari 10

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. Defenisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan atau
mengalihkan (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine
yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus adalah penyakit hiperkglikemia yang ditandai oleh ketiadaan
absolute insulin atau insensitivitas sel terhadap insulin ( caronin , 2001 )
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.( Brunner and Suddarth, tahun
2002 hal.1220 )
Menurut kelompok definisi DM adalah gangguan metbolisme karbohidrat, lemak,
protein yang ditandai dengan kekuranggan insulin atau menurunnya sensitivitas insulin
sehingga mengakibatkan kadar glukosa dalam darah meningkat
B. Klasifikasi diabetes Melitus.
Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Melitus ( IDDM ). Terjadi pada semua usia
biasanya kurang dari 30 tahun ,BB cenderung menurun. Biasanya pada test urine
keton terdapat hasil positif dengan angka tinggi, hiperglikemia dan tergantung therapi
insulin untuk mencegah ketoacidosis dan bertahan hidup.
Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Melitus ( NIDDM ). Pada saat didiagnosa
berusia lebih dari 30 tahun, BB cenderung meningkat, tidak mudah mendapat
ketoacidosis kecuali selama periode stress. Meskipun tidak tergantung pada insulin
untuk bertahan hidup, pasien mungkin memerlukan untuk kontrol hiperglikemia.
Kelainan toleransi glukosa
Level glukosa plasma lebih tinggi darai normal tetapi bukan didiagnosa sebagai
Diabetes melitus. Pada pemereiksaan glukosa didapatkan hasil glukosa plasma 140
mg/dl dan 200 mg/dl.
Gangguan Glukosa puasa.
Hasil glukosa puasa 110 mg/dl dan < 126 mg/dl
Diabetes Melitus Gestasional ( masa kehamilan )
Terdapat/ ditemukan intoleranssi glukosa selama kehamilan.
C. Etiologi
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-
reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI
terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan
oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia.
Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan
suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
D. Patofisiologi
Diabetes Melitus tipe I
Pada DM tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses auto imun. Hiperglikemia puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan ).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar ( Glukosuria ). Ketika
glukosa yang berlebihan diekskresikan dalam urine, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan ( Diuresis osmotik ) sebagai akibat
kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan berkemih
(poliuria ) dan rasa haus ( polidipsi ).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan BB, akibat menurunnya simpanan kalori, pasien mengalami
peningkatan nafsu makan ( polifagia ).
Pada penderita ini, proses glikogenolisis dan glukoneogenesis terjadi tanpa
hambatan dan menimbulkan hiperglikemia. Adanya pemecahan lemak
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton ( asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa apabila jumlahnya berlebihan ). Akibatnya timbul
ketoacidosis diabetik yang menyebabkan timbul gejala nyeri abdomen, mual, muntah,
nafas bau aseton, penurunan kesadaran yang berakibat kematian. Pemberian insulin
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet
dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting
Diabetes tipe II
Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel dan kemudian terjadi rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukose dalam jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal dan sedikit meningkat. Jika sel-sel Beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM
tipe II. Meski terjadi gangguan sekresi insulin, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton
sehingga tidak terjadi ketoacidosis diabetik. Pada DM tipe II tidak terkontrol, timbul
masalah akut lain yaitu Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik ( HHNK ).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang
lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi)
E. Tanda dan Gejala
1. Diabetes Melitus Tipe I
a. Poliuria
b. Nokturia
c. Polidipsia
d. Poliphagia
e. Iritabilitas
f. berat badan menurun
g. mual, muntah
h. kelelahan
i. letih
2. Diabetes mellitus tipe II
a. Poliuria
b. Polidipsi
c. Polipagi
d. Obesitas
e. gatal-gatal
f. kesemutan, baal
g. cepat lelah
h. inveksi vaginal
i. penglihatan kabur
F. Test Diagnostik
- Pemeriksaan darah ,memperlihatkan peningkatan glukosa darah >>140/100ml pada
dua kali pengukuran terpisah.
- Glukosa didalam urine dapat diukur, glukosa urine dalam keadaan normal adalah nol
- Keton didalam urine dapat diukur, terutama pada individu dengan diabetes tipe I yang
tidak terkontrol
- Peningkatan hemoglobin terglikosilasi. Normalnya 4 6 %. Hemoglobin terglikosilasi
jika hiperglikemia kronik, maka kadar HB terglikosilasi meningkat , hemoglobin
tertentu yang paling sering diukur dan dilaporkan adalah Hb A1C. normalnya Hb A1C
< 7 % dari Hb total
G. Pengobatan
a. Diet
Asupan kalori untuk penderita diabetes mellitus adalah :
a. 1 50 % - 60 % karbohidrat
b. 2 20 % - 30 % protein
c. 3 12 % - 20 % lemak
b. Latihan
Tujuan :
- Menurunkan kadar glukosa darah
- Menurunkan berat badan
- Menambah kadar lemak darah
c. Pemantauan
- Kadar glukosa darah secara mandiri
- Adanya hiperglikemia pada pagi hari
- Hemoglobin glikosilat
- Pemeriksaan urine untuk glukosa dan keton
d. Therapy
- Insulin : jenis jenis insulin yang digunakan
Spesias : sapi , babi , human
Kemurnian : insulin yang dimurnikan , insulin yang sangat dimurnikan ,
human insulin
Lama kerja : singkat , menengah , panjang
- Agen antidiabetik oral
- Obat hiperglikemia oral
Golongan sulfonglurea
Golongan glunit
Golongan alfa glukoslade
- Obat hipoglikemia :
Golongan sulfalurea
Golongan glgulaid
e. Pendidikan
Penyuluhan tentang diabetis mellitus :
Perawatan kaki : untuk mencegah komplikasi yaitu ulkus gangrene dengan cara :
o Periksa kaki setiap hari , apakah kulit retak, meliputi luka , perdarahan
o Bersihkan kaki setiap hari pada waktu mandi dengan air bersih dan sabun
mandi
o Beri pelembab / lotion pada kaki yang kering , tapi tidak pada sela sela jari
kaki
o Segera kedokter bila kaki mengalami luka
Hindari stress emosianal
H. Komplikasi
Hiper / hipoglikemia
Ketoasidosis metabolic
Makro vascular
o arteri koroner ( MCI )
o cerebrovaskular ( TIA , Stroke )
o penyakit vascular perifer ( luka yang lama senbuh )
Mikro vascular
o Neuropati ( kesemutan , baal , meal , muntah , dll )
o Retinopati ( penglihatan kabur )
o Nefropati ( renal failure )
I. Prognosis
Sekitar 60 % pasien diabetes melitus tipe I yang mendapatkan insulin dapat bertahan
hidup seperti orang nermal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik dan
kemungkinan meninggal lebih cepat.
Sedangkan untuk pasien DM tipe II, jika pasien cepat didiagnosa dan diobati maka akan
memperlambat terjadinya komplikasi pada pasien sehingga morbiditas dan mortalitasnya
menurun. Namun, jika telat didiagnosa dan diobati, maka tingkat mortalitas dan
morbiditasnya akan meningkat karena komplikasi mudah terjadi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien masuk RS dengan keluhan bengkak pada kedua kaki .pembengkakan pada jari
tangan kanan ,demam menggigil ,nyeri yang dirasakan skala sedang 6.dirasakan sejek
1 minggu yg lalu
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat diabetes
Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital.
Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
d. Pemeriksaan Fisik
Neuro sensori, disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori,
kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi
dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa
sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot
pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau
aseton.
Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis
pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus
hiper aktif).
Reproduksi/sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit
orgasme pada wanita
Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon
menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran
tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
e. Aspek psikososial
Stress, anxientas, depresi
Peka rangsangan
Tergantung pada orang lain
f. Pemeriksaan diagnostic
Gula darah meningkat > 200 mg/dl
Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
Alkalosis respiratorik
Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal.
Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai
meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pada luka.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson, Maroin., Maas M dan Moorhead S. 2000. Nursing Outcomes Classiffication
(NOC). Mosby: Philadelphia
Nanda. Panduan Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006. NANDA
Internasional: Philadelphia
Rukmana, Arif Wibawa. 2008. Ulkus Diabetikum. Dalam
www.blogkoecampoeradoek.com. Diakses tanggal 9 desember 2014
Smeltzer, Suzzane C dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah,
Ed8 Vol 2. EGC. Jakarta
Somantri, Irman. 2007. Penanganan Nyeri. Dalam www.somantri.com. Diakses tanggal 9
desember 2014
Herenda, (2005), Korelasi Tingkat Stres Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes
Mellitus Tipe II Di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: UGM Skripsi

Anda mungkin juga menyukai