Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
DERMATITIS ATOPIK
Oleh :
Ayu Herwan Mardatillah
0910015020
Pembimbing :
dr. Agnes Kartini, Sp.KK
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
sebesar 116 pasien (8,14%) pada tahun 2006, tahun 2007 sebesar 148 pasien
(11.05%) sedangkan tahun 2008 sebanyak 230 pasien (11.65%)
(Zulkarnain I., 2009). Prevalensi pada anak laki-laki sekitar 20 %, 12 persen pada
tahun-tahun sebelum studi, dan 19% anak perempuan (11% pada tahun sebelum
tahun 2000).
3
BAB II
KASUS
ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama : Ny. SA
Usia : 1 tahun
Alamat : Samarinda
Agama : Islam
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan secara heteroanamnesis (ibu pasien)
tanggal 26 Oktober 2015 di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda.
Keluhan Utama
Gatal di seluruh badan
Keluhan muncul pertama kali saat pasien memakan ikan laut. Ibu pasien
mengatakan tidak ada mengganti jenis bedak ataupun sabun untuk anaknya. Ibu
pasien sudah membawa pasien berobat dan diberikan salep kulit, namun keluhan
tidak berkurang
4
Riwayat keluarga dengan keluhan serupa dialami oleh ayah pasien sejak
usia muda, keluhan gatal dan bersin-bersin muncul saat makan makanan
laut dan terpajan debu.
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalisata
Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran : composmentis
Berat badan : 12 kilogram
Tanda vital
Nadi : 88 x /menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6oC
Kepala/Leher/Dada/Punggung/Perut : dalam batas normal
Pembesaran Kelenjar : tidak dilakukan pemeriksaan
Status Dermatologis
Lokalisasi : generalisata
Efloresensi : multipel papul dan plak eritematos berbatas tegas, dengan
ukuran dari lentikular hingga plakat, dengan penyebaran
generalisata
DIAGNOSIS BANDING
- Dermatitis Atopik
- Dermatitis Kontak Alergi
- Dermatitis Seboroik
5
2. Pemeriksaan kadar IgE spesifik serum
DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Atopik
PENATALAKSANAAN
1. Antihistamin sistemik (Klorpheneramine Maleat tablet, 3 x 1,4 mg )
2. Kortikosteroid topikal (Hidrokortisone cream 1%, 2 kali sehari)
3. Kortikosteroid sistemik (Dexamethasone tablet, 3 x 0,1 mg)
4. Edukasi
Perawatan kulit
Memperhatikan apa yang penyebab (alergen) timbulnya penyakit ini
agar bisa dihindari
PROGNOSIS
o Quo ad vitam : bonam
o Quo ad sanationam : malam
o Quo ad kosmetikam : bonam
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen. Dermatitis atopik ialah
suatu keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal dan umumnya sering
terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan
kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Penyakit ini
sering behubungan dengan abnormalitas fungsi barrier kulit, sensitisasi alergen dan
infeksi langsung pada kulit. 1,3
3.2 Epidemiologi
Prevalensi dermatitis atopik telah meningkat selama 30 tahun yang lalu. Saat
ini diperkirakan bahwa 10-20% anak-anak dan 1-3% orang dewasa di negara-negara
maju yang terkena. Gangguan tersebut sering dimulai selama masa bayi. Sekitar 45%
dari semua kasus dimulai dalam 6 bulan kelahiran, 60% pada tahun pertama, dan 85%
sebelum 5 tahun. Hingga 70% dari anak-anak memberikan gangguan yang besar
sebelum masa remaja. 2
3.3 Etiologi
Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit inflamatori yang sangat gatal,
diakibatkan oleh interaksi kompleks antara kecenderungan genetik yang
menyebabkan gangguan fungsi sawar kulit, gangguan sistem imun humoral, dan
peningkatan respon imunologik terhadap alergen dan antigen mikroba . 3
7
Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge
(DBPCFC), hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat mempunyai
riwayat alergi terhadap makanan. Bayi dan anak dengan alergi makanan umumnya
disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE spesifik positif terhadap pelbagai
macam makanan. Walaupun demikian uji kulit positif terhadap suatu makanan
tertentu, tidak berarti bahwa penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut,
oleh karena itu masih diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap
makanan tersebut untuk menentukan kepastiannya (Judarwanto W., 2009).
Prevalensi reaksi alergi makanan lebih banyak pada anak dengan dermatitis atopik
berat. Makanan yang sering mengakibatkan alergi antara lain susu, telur, gandum,
kacang-kacangan kedelai dan makanan laut (Roesyanto I.D., & Mahadi., 2009).
Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat
dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat
inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR) bulu
binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-negara dengan 4 musim
(Judarwanto W., 2009).
Infeksi kulit
Mikroorganisme telah diketahui sebagai salah satu faktor ekstrinsik yang
berperan memberi kontribusi sebagai pencetus kambuhnya dermatitis atopik.
Mikroorganisme utamanya adalah Staphylococcus aureus (SA). Pada penderita
DA didapatkan perbedaan yang nyata pada jumlah koloni Staphylococcus aureus
dibandingkan orang tanpa atopik. Adanya kolonisasi Staphylococcus aureus pada
kulit dengan lesi ataupun non lesi pada penderita dermatitis atopik, merupakan
salah satu faktor pencetus yang penting pada terjadinya eksaserbasi, dan
merupakan faktor yang dikatakan mempengaruhi beratnya penyakit. Faktor lain
dari mikroorganisme yang dapat menimbulkan kekambuhan dari DA adalah
adanya toksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Enterotoksin yang
dihasilkan Staphylococcus aureus ini dapat menembus fungsi sawar kulit,
sehingga dapat mencetuskan terjadinya inflamasi. Enterotoksin tersebut bersifat
sebagai superantigen, yang secara kuat dapat menstimulasi aktifasi sel T dan
8
makrofag yang selanjutnya melepaskan histamin. Enterotoxin Staphylococcus
aureus menginduksi inflamasi pada dermatitis atopik dan memprovokasi
pengeluaran antibodi IgE spesifik terhadap enterotoksin Staphylococcus aureus,
tetapi menurut penelitian dari Fauzi nurul, dkk, 2009., tidak didapatkan korelasi
antara jumlah kolonisasi Staphylococcus aureus dan kadar IgE spesifik terhadap
enterotoksin Staphylococcus aureus.
3.4 Patogenesis
9
Penurunan cell-mediated immunity
Beberapa fakta menunjukkan bahwa pasien dermatitis atopik mempunyai
cell-mediated immunity yang terganggu. Pasien dapat terkena infeksi kulit
melalui virus herpes simpleks (eczema herpeticum). Ibu yang menderita
herpes labialis dengan lesi kulit yang aktif harus menghindari kontak
langsung dengan kulit anak-anak mereka seperti berciuman, terutama jika
anak mengalami dermatitis.4
Aeroalergen
Aeroalergen dapat memainkan peran penting dalam menyebabkan lesi
eksema. Tingkat reaksi patch test tersering yaitu debu rumah (70%), tungau
(70%), kecoa (63%), cetakan campuran (50%), dan rumput campuran (43%).4
10
Gambar 1. Gambar kiri menunjukkan bayi dengan lesi dermatitis atopik . Gambar kanan
menunjukkan lesi dermatitis atopik yang berkrusta.
Distribusi dan reaksi lesi dermatitis atopik ini berbeda sesuai dengan umur penderita
dan aktifitas penyakit tersebut. Pada bayi, lesi yang muncul dalam stadium akut dan
predileksinya adalah wajah, kulit kepala, dan bagian ekstensor pada badan. Namun
bagian yang tertutup popok tidak terjejas. 3
11
Pada anak-anak dan pada orang yang telah lama mengalami penyakit kulit,
akan memberikan gejala yang kronik pada dermatitis atopik dengan likenifikasi dan
lokasi ruam terdapat pada bagian lipatan ekstremitas. Dermatitis atopik biasanya
hilang sendiri seiring dengan pertambahan usia penderita. Namun, penderita
cenderung mengalami pruritus dan inflamasi apabila terpapar iritan eksogen. Eksema
kronik pada tangan sebagian besar merupakan manifestasi primer pada
pasiendermatitis atopik.3
3.6 Diagnosis
Diagnosis dermatitis atopik berdasarkan pada kriteria yang disusun oleh Hanifin dan
Rajka yang diperbaiki kelompok kerja Inggris yang dikoordinasi oleh William.
Diagnosis dermatitis atopik harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria
minor.1
Kriteria Mayor :1
Pruritus
Kriteria Minor :1
Xerosis
Infeksi kulit
Pitriasis alba
12
While dermographism dan delayed blach response
Keilitis
Konjungtivitis berulang
Keratonokus
Aksentuasi perifolikular
13
Sindrom Hyper-IgE
Penyakit Neoplastik
Langerhans cell histiocytosis
Penyakit Hodgkin
Dermatitis Numularis
Dermatitis Seborrheic
Skabies
Pada bayi gejala klinis DA terutama mulai dari pipi dan tidak mengenai
telapak tangan serta kaki. Tanda skabies pada bayi ditandai dengan papula
yang relatif besar (biasanya pada punggung atas), vesikel pada telapak tangan
dan kaki, dan terdapat dennatilis pruritus pada anggota keluarga. Tungau dan
telur dapat dengan mudah ditemukan dari scraping vesicle. Skabies memberi
respons yang baik terhadap pengobatan dengan -benzen heksaklorida.
Dermatitis seboroik infantil
Penyakit ini dibedakan dari DA dengan: (1) pruritus ringan, (2) onset
invariabel pada daerah pantat halus, tidak bersisik, batas jelas, merah terang,
dan (3) sisik kuning gelap pada pipi, badan dan lengan. Dermatitis seboroik
infantil sering berhubungan dengan dermatitis atopik. Pada suatu penelitian,
37% bayi dengan dermatitis seboroik akan menjadi DA 5-13 tahun kemudian.
Dermatitis kontak
Anak yang lebih tua dengan DA dapat menjadi eksema kronik pada kaki.
Bentuk ini harus dibedakan dengan dermatitis kontak karena sepatu.
3.8 Penatalaksanaan
Pengobatan pada bayi dan anak dengan DA harus secara individual dan
didasarkan pada keparahan penyakit. Sebaiknya penatalaksanaan ditekankan pada
kontrol jangka waktu lama (Long-Term Control) bukan hanya untuk mengatasi
kekambuhan. Ada tiga tingkatan utama untuk pengelolaan dermatitis atopik yaitu
perawatan kulit, menghindari pemicu, dan intervensi medis. Perawatan kulit bagi
pasien atopik harus terlebih dahulu dimulai dengan mandi untuk membantu
menjaga hidrasi stratum korneum. Pasien harus mandi dengan mengguanakan air
yang tidak panas selama 20-30 menit. Setelah mandi, permukaan harus ditepuk
kering dengan handuk lembut, kemudian diberikan obat topikal dan emolien atau
emolien saja. Emolien harus diberikan untuk mempertahankan hidrasi yang
optimal.
14
Langkah-langkah umum dalam penatalaksanaan dermatitis atopik yaitu
edukasi pada pasien, menjelaskan mengenai penyakit dan pengobatan kepada
pasien dan orang tuanya. Menghindari faktor-faktor pencetus, pasien sebaiknya
mengenakan pakaian longgar dan menghindari bahan wol yang dapat mengiritasi
dan cuaca panas yang berlebihan. Kuku sebaiknya di potong pendek. Kucing dan
anjing sebaiknya dijauhkan karna dapat menyebabkan eksaserbasi pada beberapa
pasien.
a. Terapi topikal
Emolien
Emulsi seperti krim berair dan salep pengemulsi harus digunakan secara
teratur pada kulit dan sebagai sabun pengganti. Emolien melembabkan kulit
kering, mengurangi keinginan untuk menggaruk dan mengurangi kebutuhan untuk
steroid topikal.5
Pada kulit yang demikian perlu diberikan pelembab seperti krim hidrofilik
urea 10% dapat pula ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya.1
Steroid topikal dan takrolimus
Pada anak-anak, salep hidrokortison 1% diterapkan dua kali sehari
biasanya cukup. Kadang-kadang diperlukan steroid yang cukup ampuh untuk
waktu yang singkat pada anak-anak dengan dermatitis resisten, dan pada orang
dewasa dengan dermatitis atopik kronik. Salep takrolimus yang digunakan yaitu
0,03% untuk anak-anak, dan 0,1% untuk orang dewasa. Salep takrolimus
merupakan alternatif untuk steroid, terutama untuk dermatitis pada wajah dan
tangan.5
Antibiotik topikal atau antiseptik
Antibiotik topikal atau antiseptik dapat digunakan untuk dermatitis yang
disertai dengan infeksi seperi Bactorban atau salep Fusidin. Antibiotik lebih baik
dikombinasikan dengan steroid (misalnya krim Fusibet).5
15
Coal tar atau iktamol berguna untuk dermatitis dengan likenifikasi atau
ekskoriasi, digunakan sebagai obat oklusif misalnya Coltapaste atau Ichthopaste
biasanya dibiarkan dalam waktu satu malam.5
Terapi Wet-wrap
Berdasarkan tinjauan literatur, terdapat metode yang berbeda dalam
melakukan terapi wet-wrap. Metode yang digunakan bermacam-macam, dimulai
dengan bahan yang digunakan, jenis perban, sampai waktu yang diperlukan.
Terapi wet-wrap efektif pada penggunaan yang singkat pada anak-anak dengan
dermatitis atopik yang sulit diatasi. Penambahan kortikosteroid topikal lebih
efektif dibandingkan apabila hanya menggunakan emolien.5,8
b. Terapi sistemik
Antihistamin sedatif, seperti prometazin atau trimeprazin diberikan pada malam
hari dapat membantu mengurangi keinginan untuk menggaruk pada anak-anak
dan orang dewasa. Eksaserbasi terinfeksi sering memerlukan penggunaan
intermiten dari antibiotik oral dan flukloksasilin sering menjadi pilihan. Pasien
dengan dermatitis atopik yang resisten dan kronik dapat diobati dengan
Ultraviolet B (UVB) atau Psoralen combined with Ultraviolet A (PUVA),
azathioprine atau siklosporin, diberikan selama 8 minggu.5
c. Diet
Beberapa anak dengan dermatitis atopik mempunyai riwayat alergi
terhadap makanan misalnya urtikaria mulut pada kontak dengan makanan, atau
gejala gastrointestinal dan jelas bahwa makanan yang menyebabkan alergi harus
dihindari.5
3.9 Komplikasi
Pada anak penderita DA, 75% akan disertai penyakit alergi lain di
kemudian hari. Penderita DA mempunyai kecenderungan untuk mudah
mendapat infeksi virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis, abses,
vaksinia. Molluscum contagiosum dan herpes).
Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dan
disebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema vaksinatum
16
ini sudah jarang dijumpai, biasanya terjadi pada pemberian vaksin varisela,
baik pada keluarga maupun penderita. lnfeksi Herpes simplex terjadi
akibat tertular oleh salah seorang anggota keluarga. Terjadi vesikel pada
daerah dermatitis, mudah pecah dan membentuk krusta, kemudian terjadi
penyebaran ke daerah kulit normal.
Penderita DA, mempunyai kecenderungan meningkatnya jumlah koloni
Staphylococcus aureus.1
3.10 Pencegahan
Salah satu faktor perlindungan utama DA adalah ASI. ASI yang diberikan
secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan akan memberikan keuntungan
nutrisional dan melindungi anak dari penyakit alergi. ASI eksklusif selama 6
bulan dimaksudkan untuk menghindarkan bayi dari pemberian makanan yang
dapat menimbulkan dan sebagai faktor presipitasi alergi. ASI kaya akan
immunoglobulin A (IgA) yang dapat membantu melindungi saluran cerna dengan
mengikat protein asing yang berpotensi sebagai alergen dan menghambat
absorbsinya. Kandungan ASI akan menstimulasi pematangan saluran cerna,
sehingga akan lebih siap untuk menerima antigen, mengatur flora normal saluran
cerna dan faktor imunomodulator. Bayi dengan risiko tinggi atopik yang tidak
mendapat ASI eksklusif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita dermatitis
atopik.
3.11 Prognosis
17
Kadar IgE serum sangat tinggi.
BAB IV
PEMBAHASAN
18
Refleksi kasus dilakukan pada pasien An.SA usia 1 tahun, dengan keluhan
utama gatal pada muka, leher, badan, lengan, paha, hingga ke kaki. Diagnosis
dermatitis atopik pada pasien ini didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
Dari anamnesis yang diperoleh dari ibu pasien didapatkan bahwa anaknya
yang berusia 1 tahun mengalami keluhan gatal dan bintik-bintik kemerahan pada
kulit yang dialami sejak 1 minggu sebelumnya , keluhan ini pertama kali muncul
setelah memakan ikan laut. Dari riwayat keluarga didapatkan ayah kandung
pasien memiliki riwayat gatal dan bersin-bersin jika terpajan debu.
Hal ini sesuai dengan teori prevalensi dermatitis atopik diperkirakan 60%
terjadi pada tahun pertama kehidupan. Keluhan yaitu sangat gatal yang
diakibatkan interaksi komplek antara kecenderungan genetik yang menyebabkan
peningkatan respon imunologik terhadap alergen. Dermatitis atopik berkaitan
dengan multifaktorial dimana salah satu faktor ekstrinsik adalah makanan.
19
Kkortikosteroid topikal (Hidrokortisone cream 1%, 2 kali sehari), diberikan untuk
anti inflamasi lesi kulit, dalam hal ini diberikan kortikosteroid potensi rendah
untuk meminimalisir efek samping yang tidak diinginkan dari pemakaian yang
lama. Kortikosteroid sistemik (Dexamethasone tablet, 3 x 0,1 mg), diberikan
untuk mengendalikan eksaserbasi akut, dalam jangka pendek serta dosis yang
rendah. Orang tua diedukasikan untuk memperhatikan apa yang menjadi
penyebab kemungkinan terjadinya keluhan pada anaknya tersebut agar dapat
dihindari di kemudian hari.
Prognosis pada dermatitis atopik bisa lebih buruk bila kedua orangtua
menderita DA. Ada kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak, dan sering
ada yang kambuh pada masa remaja, sebagian kasus menetap pada usia diatas 30
tahun.
BABV
KESIMPULAN
Seorang An.SA berusia 1 tahun, datang dengan keluhan gatal pada seluruh
badan disertai bintik-bintik kemerahan pada kulit, keluhan ini pertama kali
muncul. Riwayat atopik dialami oleh ayah kandung pasien. Dari pemeriksaan fisik
20
didapatkan multipel papul dan plak eritematos berbatas tegas, dengan ukuran dari
lentikular hingga plakat, dengan penyebaran generalisata. Didiagnosis dengan
Dermatitis Atopik, diberikan terapi antihistamin sistemik, kortikosteroid topikal
dan kortikosteroid sistemik.
DAFTAR PUSTAKA
21
3. Wolff K, Goldsmith I. A. Katz S I, Gilchrest B A, Paller A S, Leffell D J, et
al. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine.2008. Mc Graw-Hill.
4. Budimulja, dkk. Dermatomikosis Superfisialis. PERDOSKI.
5. Murtiatustik D, Erviani E, Agusni I, Suyoso S. Atlas Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi Kedua Dep/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin Fk
Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: Airlangga University Press,
2008. Hal: 66-69
22