Anda di halaman 1dari 22

Laboratorium Ilmu Kulit dan Kelamin Refleksi Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

DERMATITIS ATOPIK

Oleh :
Ayu Herwan Mardatillah
0910015020

Pembimbing :
dr. Agnes Kartini, Sp.KK

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie
2015

1
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang


kronik, ditandai dengan rasa gatal, eritema, edema, vesikel, dan luka pada stadium
akut, pada stadium kronik ditandai dengan penebalan kulit (likenifikasi) dan
distribusi lesi spesifik sesuai fase DA, keadaan ini juga berhubungan dengan
kondisi atopik lain pada penderita ataupun keluarganya.
Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Pada 70 % kasus dermatitis
atopik umumnya dimulai saat anak-anak dibawah 5 tahun dan 10% saat remaja /
dewasa (William H.C., 2005). Umumnya episode pertama terjadi sebelum usia
12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan hilang timbul hingga anak
melewati masa tertentu. Sebagian besar anak akan sembuh dari eksema sebelum
usia 5 tahun. Sebagian kecil anak akan terus mengalami eksema hingga dewasa.
Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak <
5 tahun sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-30
tahun terakhir.
Pada penderita DA 30 % akan berkembang menjadi asma, dan 35%
berkembang menjadi rhinitis alergi. Berdasarkan International Study of Ashma,
and Alergies in Children prevalensi gejala dermatitis atopik pada anak usia enam
atau tujuh tahun sejak periode tahun pertama bervariasi yakni kurang dari dua
persen di Iran dan Cina sampai kira-kira 20 persen di Australia, Inggris dan
Skandinavia. Prevalensi yang tinggi juga ditemukan di Amerika. Di Inggris, pada
survei populasi pada 1760 anak-anak yang menderita DA dari usia satu sampai
lima tahun ditemukan kira-kira 84 persen kasus ringan, 14 persen kasus sedang, 2
persen kasus berat (William H.C., 2005). Menurut laporan kunjungan bayi dan
anak di RS di Indonesia, dermatitis atopik berada pada urutan pertama (611 kasus)
dari 10 penyakit kulit yang umum ditemukan pada anak-anak. Di klinik
Dermatovenereologi RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, pada periode bulan Februari
2005 sampai Desember 2007, terdapat 73 kasus dermatitis atopik pada bayi
(Budiastuti M.,dkk., 2007). Sedangkan data di Unit Rawat Jalan Penyakit kulit
Anak RSU Dr. Soetomo didapatkan jumlah pasien DA mengalami peningkatan

2
sebesar 116 pasien (8,14%) pada tahun 2006, tahun 2007 sebesar 148 pasien
(11.05%) sedangkan tahun 2008 sebanyak 230 pasien (11.65%)
(Zulkarnain I., 2009). Prevalensi pada anak laki-laki sekitar 20 %, 12 persen pada
tahun-tahun sebelum studi, dan 19% anak perempuan (11% pada tahun sebelum
tahun 2000).

3
BAB II
KASUS

ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama : Ny. SA
Usia : 1 tahun
Alamat : Samarinda
Agama : Islam
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan secara heteroanamnesis (ibu pasien)
tanggal 26 Oktober 2015 di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda.

Keluhan Utama
Gatal di seluruh badan

Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan gatal di seluruh badan sudah dialami sejak 1 minggu sebelumnya,
pada daerah yang gatal timbul bercak-bercak kemerahan yang melebar seperti
pulau-pulau. Pasien kerap menggaruk daerah gatal tersebut. Keluhan seperti ini
tidak pernah dialami pasien sebelumnya.

Keluhan muncul pertama kali saat pasien memakan ikan laut. Ibu pasien
mengatakan tidak ada mengganti jenis bedak ataupun sabun untuk anaknya. Ibu
pasien sudah membawa pasien berobat dan diberikan salep kulit, namun keluhan
tidak berkurang

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat gatal setiap makanan-makanan tertentu (-), riwayat mengi (-),
riwayat bersin-bersin pagi hari (-) dan jika berada pada lingkungan berdebu (-).

Riwayat penyakit keluarga

4
Riwayat keluarga dengan keluhan serupa dialami oleh ayah pasien sejak
usia muda, keluhan gatal dan bersin-bersin muncul saat makan makanan
laut dan terpajan debu.

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalisata
Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran : composmentis
Berat badan : 12 kilogram
Tanda vital
Nadi : 88 x /menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6oC
Kepala/Leher/Dada/Punggung/Perut : dalam batas normal
Pembesaran Kelenjar : tidak dilakukan pemeriksaan
Status Dermatologis
Lokalisasi : generalisata
Efloresensi : multipel papul dan plak eritematos berbatas tegas, dengan
ukuran dari lentikular hingga plakat, dengan penyebaran
generalisata

Gambar klinis pasien

DIAGNOSIS BANDING
- Dermatitis Atopik
- Dermatitis Kontak Alergi
- Dermatitis Seboroik

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Skin pricktest

5
2. Pemeriksaan kadar IgE spesifik serum

DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Atopik

PENATALAKSANAAN
1. Antihistamin sistemik (Klorpheneramine Maleat tablet, 3 x 1,4 mg )
2. Kortikosteroid topikal (Hidrokortisone cream 1%, 2 kali sehari)
3. Kortikosteroid sistemik (Dexamethasone tablet, 3 x 0,1 mg)
4. Edukasi
Perawatan kulit
Memperhatikan apa yang penyebab (alergen) timbulnya penyakit ini
agar bisa dihindari

PROGNOSIS
o Quo ad vitam : bonam
o Quo ad sanationam : malam
o Quo ad kosmetikam : bonam

6
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen. Dermatitis atopik ialah
suatu keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal dan umumnya sering
terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan
kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Penyakit ini
sering behubungan dengan abnormalitas fungsi barrier kulit, sensitisasi alergen dan
infeksi langsung pada kulit. 1,3

3.2 Epidemiologi
Prevalensi dermatitis atopik telah meningkat selama 30 tahun yang lalu. Saat
ini diperkirakan bahwa 10-20% anak-anak dan 1-3% orang dewasa di negara-negara
maju yang terkena. Gangguan tersebut sering dimulai selama masa bayi. Sekitar 45%
dari semua kasus dimulai dalam 6 bulan kelahiran, 60% pada tahun pertama, dan 85%
sebelum 5 tahun. Hingga 70% dari anak-anak memberikan gangguan yang besar
sebelum masa remaja. 2

3.3 Etiologi
Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit inflamatori yang sangat gatal,
diakibatkan oleh interaksi kompleks antara kecenderungan genetik yang
menyebabkan gangguan fungsi sawar kulit, gangguan sistem imun humoral, dan
peningkatan respon imunologik terhadap alergen dan antigen mikroba . 3

Penyebab dermatitis atopik tidak diketahui dengan pasti, diduga terdapat


berbagai faktor yang saling berkaitan (multifaktorial). Faktor intrinsik berupa
predisposisi genetik, kelainan fisiologi dan biokimia kulit, disfungsi imunologis,
interaksi psikosomatik dan disregulasi/ ketidakseimbangan sistem saraf otonom,
sedangkan faktor ekstrinsik meliputi bahan yang bersifat iritan dan kontaktan,
alergen hirup, makanan, mikroorganisme, perubahan temperatur, dan trauma.
Faktor psikologis dan psikosomatis dapat menjadi faktor pencetus.

7
Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge
(DBPCFC), hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat mempunyai
riwayat alergi terhadap makanan. Bayi dan anak dengan alergi makanan umumnya
disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE spesifik positif terhadap pelbagai
macam makanan. Walaupun demikian uji kulit positif terhadap suatu makanan
tertentu, tidak berarti bahwa penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut,
oleh karena itu masih diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap
makanan tersebut untuk menentukan kepastiannya (Judarwanto W., 2009).
Prevalensi reaksi alergi makanan lebih banyak pada anak dengan dermatitis atopik
berat. Makanan yang sering mengakibatkan alergi antara lain susu, telur, gandum,
kacang-kacangan kedelai dan makanan laut (Roesyanto I.D., & Mahadi., 2009).
Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat
dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat
inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR) bulu
binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-negara dengan 4 musim
(Judarwanto W., 2009).
Infeksi kulit
Mikroorganisme telah diketahui sebagai salah satu faktor ekstrinsik yang
berperan memberi kontribusi sebagai pencetus kambuhnya dermatitis atopik.
Mikroorganisme utamanya adalah Staphylococcus aureus (SA). Pada penderita
DA didapatkan perbedaan yang nyata pada jumlah koloni Staphylococcus aureus
dibandingkan orang tanpa atopik. Adanya kolonisasi Staphylococcus aureus pada
kulit dengan lesi ataupun non lesi pada penderita dermatitis atopik, merupakan
salah satu faktor pencetus yang penting pada terjadinya eksaserbasi, dan
merupakan faktor yang dikatakan mempengaruhi beratnya penyakit. Faktor lain
dari mikroorganisme yang dapat menimbulkan kekambuhan dari DA adalah
adanya toksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Enterotoksin yang
dihasilkan Staphylococcus aureus ini dapat menembus fungsi sawar kulit,
sehingga dapat mencetuskan terjadinya inflamasi. Enterotoksin tersebut bersifat
sebagai superantigen, yang secara kuat dapat menstimulasi aktifasi sel T dan

8
makrofag yang selanjutnya melepaskan histamin. Enterotoxin Staphylococcus
aureus menginduksi inflamasi pada dermatitis atopik dan memprovokasi
pengeluaran antibodi IgE spesifik terhadap enterotoksin Staphylococcus aureus,
tetapi menurut penelitian dari Fauzi nurul, dkk, 2009., tidak didapatkan korelasi
antara jumlah kolonisasi Staphylococcus aureus dan kadar IgE spesifik terhadap
enterotoksin Staphylococcus aureus.

3.4 Patogenesis

Imunoglobulin E (IgE) dan respon inflamatori


Peran IgE dalam dermatitis atopik tidak diketahui. IgE meningkat pada
kebanyakan serum pasien dengan dermatitis atopik, tetapi 20% pasien
dermatitis atopik mempunyai serum IgE yang normal dan tidak mempunyai
reaktivitas terhadap alergen.4
Tingkat IgE tidak selalu berhubungan dengan aktivitas penyakit, sehingga
peningkatan serum IgE hanya dapat dianggap sebagai bukti pendukung untuk
diagnosa dermatitis atopik. Total IgE secara signifikan lebih tinggi pada anak
dengan riwayat hidup penyakit pernapasan atopik pada semua kelompok
umur. Kebanyakan orang dengan dermatitis atopik memiliki riwayat rinitis
alergi serta asma dan peningkatan serum antibodi IgE terhadap udara.4
Eosinofilia darah
Eosinofil sebagai sel efektor utama dalam dermatitis atopik. Perhitungan
eosinofil darah berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit. Meskipun
banyak pasien dengan penyakit berat memperlihatkan jumlah eosinofil perifer
yang normal dalam darah. Pasien dengan jumlah eosinofil yang normal
adalah terutama pada mereka yang mengalami dermatitis atopik saja. Pasien
dengan dermatitis atopik yang berat dan yang mempunyai alergi pernapasan
umumnya mempunyai eosinofil darah perifer yang meningkat. Tidak terdapat
akumulasi eosinofil pada jaringan, namun degranulasi eosinofil pada dermis
melepaskan protein yang dapat menyebabkan pelepasan histamin dari basofil
dan sel mast dan merangsang gatal, iritasi, dan likenifikasi.4

9
Penurunan cell-mediated immunity
Beberapa fakta menunjukkan bahwa pasien dermatitis atopik mempunyai
cell-mediated immunity yang terganggu. Pasien dapat terkena infeksi kulit
melalui virus herpes simpleks (eczema herpeticum). Ibu yang menderita
herpes labialis dengan lesi kulit yang aktif harus menghindari kontak
langsung dengan kulit anak-anak mereka seperti berciuman, terutama jika
anak mengalami dermatitis.4
Aeroalergen
Aeroalergen dapat memainkan peran penting dalam menyebabkan lesi
eksema. Tingkat reaksi patch test tersering yaitu debu rumah (70%), tungau
(70%), kecoa (63%), cetakan campuran (50%), dan rumput campuran (43%).4

3.5 Gejala Klinis


Dermatitis atopik biasanya muncul pada awal kehidupan (bayi). Kira-kira
50% penderita terkena penyakit ini pada tahun pertama kehidupan dan 30% penderita
lainnya terkena penyakit ini pada usia antara 1 hingga 5 tahun. Kurang lebih 50%
hingga 80% penderita dermatitis atopik akan terkena rinitis alergi atau asma pada
kehidupaan anak-anak ke depannya. Namun, penderita yang terkena alergi respiratori
akan mendapat gejala dermatitis atopik yang lebih signifikan. 3
Sensasi yang sangat gatal dan reaktifitas kulit merupakan gejala kardinal pada
dermatitis atopik. Rasa gatal bisa hilang timbul sepanjang hari tetapi bertambah berat
pada awal sore dan malam. Konsekuensi yang bisa terjadi adalah menggaruk, papul
prurigo, likenifikasi, dan lesi pada kulit yang eksema. Lesi kulit yang akut pula
ditandai dengan gejala seperti sensasi yang sangat gatal, papul eritema dengan
ekskoriasi, vesikel pada kulit yang eritem, dan eksudat dat serosa. Dermatitis subakut
ditandai dengan gejala seperti papul eritematous berskuama yang disertai dengan
ekskoriasi. Dermatitis kronik ditandai dengan gejala seperti plak yang menebal pada
kulit, likenifikasi, dan papul fibrotik (prurigo nodularis). Pada semua jenis dermatitis
atopik, pasien mempunyai kulit yang kering. 3

10
Gambar 1. Gambar kiri menunjukkan bayi dengan lesi dermatitis atopik . Gambar kanan
menunjukkan lesi dermatitis atopik yang berkrusta.

Distribusi dan reaksi lesi dermatitis atopik ini berbeda sesuai dengan umur penderita
dan aktifitas penyakit tersebut. Pada bayi, lesi yang muncul dalam stadium akut dan
predileksinya adalah wajah, kulit kepala, dan bagian ekstensor pada badan. Namun
bagian yang tertutup popok tidak terjejas. 3

Gambar 2. Dermatitis atopik pada fase infantile.6

Gambar 3. Dermatitis atopik fleksura pada pergelangan tangan anak.6

11
Pada anak-anak dan pada orang yang telah lama mengalami penyakit kulit,
akan memberikan gejala yang kronik pada dermatitis atopik dengan likenifikasi dan
lokasi ruam terdapat pada bagian lipatan ekstremitas. Dermatitis atopik biasanya
hilang sendiri seiring dengan pertambahan usia penderita. Namun, penderita
cenderung mengalami pruritus dan inflamasi apabila terpapar iritan eksogen. Eksema
kronik pada tangan sebagian besar merupakan manifestasi primer pada
pasiendermatitis atopik.3

3.6 Diagnosis

Diagnosis dermatitis atopik berdasarkan pada kriteria yang disusun oleh Hanifin dan
Rajka yang diperbaiki kelompok kerja Inggris yang dikoordinasi oleh William.
Diagnosis dermatitis atopik harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria
minor.1
Kriteria Mayor :1
Pruritus

Dermatitis di wajah atau ekstensor pada anak

Dermatitis fleksura pada dewasa

Dermatitis kontak atau residif

Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

Kriteria Minor :1
Xerosis

Infeksi kulit

Dermatitis non spesifik pada tangan atau kaki

Iktiosis/hiperliniar palmaris/keratosis piliaris

Pitriasis alba

Dermatitis di papilla mammae

12
While dermographism dan delayed blach response

Keilitis

Lipatan infra ortbital Dennie-Morgan

Konjungtivitis berulang

Keratonokus

Katarak subkapsular anterior

Orbita menjadi gelap

Muka pucat atau eritem

Gatal bila berkeringatt

Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak

Aksentuasi perifolikular

Hipersensitivitas terhadap makanan

Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau emosi

Tes kulit alergi tipe dadakan positif

Kadar IgE serum meningkat

Awitan pada usia dini

3.7 Diagnosa Banding


Diagnosis banding bentuk infantil ialah dermatitis seboroik, pada bentuk
anak dan dewasa ialah neurodermatitis.
Diagnosis Banding lainnya:
Dermatitis Kontak Alergi
Dermatophytosis atau dermatophytids
Sindrom defisiensi imun
Sindrom Wiskott-Aldrich

13
Sindrom Hyper-IgE
Penyakit Neoplastik
Langerhans cell histiocytosis
Penyakit Hodgkin
Dermatitis Numularis
Dermatitis Seborrheic
Skabies
Pada bayi gejala klinis DA terutama mulai dari pipi dan tidak mengenai
telapak tangan serta kaki. Tanda skabies pada bayi ditandai dengan papula
yang relatif besar (biasanya pada punggung atas), vesikel pada telapak tangan
dan kaki, dan terdapat dennatilis pruritus pada anggota keluarga. Tungau dan
telur dapat dengan mudah ditemukan dari scraping vesicle. Skabies memberi
respons yang baik terhadap pengobatan dengan -benzen heksaklorida.
Dermatitis seboroik infantil
Penyakit ini dibedakan dari DA dengan: (1) pruritus ringan, (2) onset
invariabel pada daerah pantat halus, tidak bersisik, batas jelas, merah terang,
dan (3) sisik kuning gelap pada pipi, badan dan lengan. Dermatitis seboroik
infantil sering berhubungan dengan dermatitis atopik. Pada suatu penelitian,
37% bayi dengan dermatitis seboroik akan menjadi DA 5-13 tahun kemudian.
Dermatitis kontak
Anak yang lebih tua dengan DA dapat menjadi eksema kronik pada kaki.
Bentuk ini harus dibedakan dengan dermatitis kontak karena sepatu.

3.8 Penatalaksanaan
Pengobatan pada bayi dan anak dengan DA harus secara individual dan
didasarkan pada keparahan penyakit. Sebaiknya penatalaksanaan ditekankan pada
kontrol jangka waktu lama (Long-Term Control) bukan hanya untuk mengatasi
kekambuhan. Ada tiga tingkatan utama untuk pengelolaan dermatitis atopik yaitu
perawatan kulit, menghindari pemicu, dan intervensi medis. Perawatan kulit bagi
pasien atopik harus terlebih dahulu dimulai dengan mandi untuk membantu
menjaga hidrasi stratum korneum. Pasien harus mandi dengan mengguanakan air
yang tidak panas selama 20-30 menit. Setelah mandi, permukaan harus ditepuk
kering dengan handuk lembut, kemudian diberikan obat topikal dan emolien atau
emolien saja. Emolien harus diberikan untuk mempertahankan hidrasi yang
optimal.

14
Langkah-langkah umum dalam penatalaksanaan dermatitis atopik yaitu
edukasi pada pasien, menjelaskan mengenai penyakit dan pengobatan kepada
pasien dan orang tuanya. Menghindari faktor-faktor pencetus, pasien sebaiknya
mengenakan pakaian longgar dan menghindari bahan wol yang dapat mengiritasi
dan cuaca panas yang berlebihan. Kuku sebaiknya di potong pendek. Kucing dan
anjing sebaiknya dijauhkan karna dapat menyebabkan eksaserbasi pada beberapa
pasien.

a. Terapi topikal

Emolien
Emulsi seperti krim berair dan salep pengemulsi harus digunakan secara
teratur pada kulit dan sebagai sabun pengganti. Emolien melembabkan kulit
kering, mengurangi keinginan untuk menggaruk dan mengurangi kebutuhan untuk
steroid topikal.5
Pada kulit yang demikian perlu diberikan pelembab seperti krim hidrofilik
urea 10% dapat pula ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya.1
Steroid topikal dan takrolimus
Pada anak-anak, salep hidrokortison 1% diterapkan dua kali sehari
biasanya cukup. Kadang-kadang diperlukan steroid yang cukup ampuh untuk
waktu yang singkat pada anak-anak dengan dermatitis resisten, dan pada orang
dewasa dengan dermatitis atopik kronik. Salep takrolimus yang digunakan yaitu
0,03% untuk anak-anak, dan 0,1% untuk orang dewasa. Salep takrolimus
merupakan alternatif untuk steroid, terutama untuk dermatitis pada wajah dan
tangan.5
Antibiotik topikal atau antiseptik
Antibiotik topikal atau antiseptik dapat digunakan untuk dermatitis yang
disertai dengan infeksi seperi Bactorban atau salep Fusidin. Antibiotik lebih baik
dikombinasikan dengan steroid (misalnya krim Fusibet).5

Coal tar atau pasta iktamol

15
Coal tar atau iktamol berguna untuk dermatitis dengan likenifikasi atau
ekskoriasi, digunakan sebagai obat oklusif misalnya Coltapaste atau Ichthopaste
biasanya dibiarkan dalam waktu satu malam.5

Terapi Wet-wrap
Berdasarkan tinjauan literatur, terdapat metode yang berbeda dalam
melakukan terapi wet-wrap. Metode yang digunakan bermacam-macam, dimulai
dengan bahan yang digunakan, jenis perban, sampai waktu yang diperlukan.
Terapi wet-wrap efektif pada penggunaan yang singkat pada anak-anak dengan
dermatitis atopik yang sulit diatasi. Penambahan kortikosteroid topikal lebih
efektif dibandingkan apabila hanya menggunakan emolien.5,8

b. Terapi sistemik
Antihistamin sedatif, seperti prometazin atau trimeprazin diberikan pada malam
hari dapat membantu mengurangi keinginan untuk menggaruk pada anak-anak
dan orang dewasa. Eksaserbasi terinfeksi sering memerlukan penggunaan
intermiten dari antibiotik oral dan flukloksasilin sering menjadi pilihan. Pasien
dengan dermatitis atopik yang resisten dan kronik dapat diobati dengan
Ultraviolet B (UVB) atau Psoralen combined with Ultraviolet A (PUVA),
azathioprine atau siklosporin, diberikan selama 8 minggu.5

c. Diet
Beberapa anak dengan dermatitis atopik mempunyai riwayat alergi
terhadap makanan misalnya urtikaria mulut pada kontak dengan makanan, atau
gejala gastrointestinal dan jelas bahwa makanan yang menyebabkan alergi harus
dihindari.5

3.9 Komplikasi
Pada anak penderita DA, 75% akan disertai penyakit alergi lain di
kemudian hari. Penderita DA mempunyai kecenderungan untuk mudah
mendapat infeksi virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis, abses,
vaksinia. Molluscum contagiosum dan herpes).
Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dan
disebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema vaksinatum

16
ini sudah jarang dijumpai, biasanya terjadi pada pemberian vaksin varisela,
baik pada keluarga maupun penderita. lnfeksi Herpes simplex terjadi
akibat tertular oleh salah seorang anggota keluarga. Terjadi vesikel pada
daerah dermatitis, mudah pecah dan membentuk krusta, kemudian terjadi
penyebaran ke daerah kulit normal.
Penderita DA, mempunyai kecenderungan meningkatnya jumlah koloni
Staphylococcus aureus.1

3.10 Pencegahan
Salah satu faktor perlindungan utama DA adalah ASI. ASI yang diberikan
secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan akan memberikan keuntungan
nutrisional dan melindungi anak dari penyakit alergi. ASI eksklusif selama 6
bulan dimaksudkan untuk menghindarkan bayi dari pemberian makanan yang
dapat menimbulkan dan sebagai faktor presipitasi alergi. ASI kaya akan
immunoglobulin A (IgA) yang dapat membantu melindungi saluran cerna dengan
mengikat protein asing yang berpotensi sebagai alergen dan menghambat
absorbsinya. Kandungan ASI akan menstimulasi pematangan saluran cerna,
sehingga akan lebih siap untuk menerima antigen, mengatur flora normal saluran
cerna dan faktor imunomodulator. Bayi dengan risiko tinggi atopik yang tidak
mendapat ASI eksklusif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita dermatitis
atopik.

3.11 Prognosis

Sulit meramalkan prognosis DA pada seseorang. Prognosis lebih buruk bila


kedua orangtua menderita DA. Ada kecenderungan perbaikan spontan pada masa
anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja, sebagian kasus menetap
pada usia diatas 30 tahun.
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik DA, yaitu:
DA luas pada anak
Menderita rhinitis alergik dan asma bronchial.
Riwayat DA pada orangtua atau saudara kandung
Awitan (onset) DA pada usia muda
Anak tunggal

17
Kadar IgE serum sangat tinggi.

BAB IV
PEMBAHASAN

18
Refleksi kasus dilakukan pada pasien An.SA usia 1 tahun, dengan keluhan
utama gatal pada muka, leher, badan, lengan, paha, hingga ke kaki. Diagnosis
dermatitis atopik pada pasien ini didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
Dari anamnesis yang diperoleh dari ibu pasien didapatkan bahwa anaknya
yang berusia 1 tahun mengalami keluhan gatal dan bintik-bintik kemerahan pada
kulit yang dialami sejak 1 minggu sebelumnya , keluhan ini pertama kali muncul
setelah memakan ikan laut. Dari riwayat keluarga didapatkan ayah kandung
pasien memiliki riwayat gatal dan bersin-bersin jika terpajan debu.
Hal ini sesuai dengan teori prevalensi dermatitis atopik diperkirakan 60%
terjadi pada tahun pertama kehidupan. Keluhan yaitu sangat gatal yang
diakibatkan interaksi komplek antara kecenderungan genetik yang menyebabkan
peningkatan respon imunologik terhadap alergen. Dermatitis atopik berkaitan
dengan multifaktorial dimana salah satu faktor ekstrinsik adalah makanan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan multipel papul dan plak eritematos


berbatas tegas, dengan ukuran dari lentikular hingga plakat, dengan penyebaran
generalisata. Hal ini sesuai dengan teori bahwa dermatitis atopik pada stadium
subakut didapatkan lesi kulit yang eksema dimana didapatkan papul-papul
eritematous berskuama.

Dermatitis atopik dapat didiagnosis banding dengan banyak kelainan kulit


yang lain. Pada infantil yaitu dermatitis seboroik, diagnosis banding lain yaitu
dermatitis kontak iritan hingga skabies. Untuk dermatitik seboroik pada infantil
tanda dan gejala yang didapatkan yakni pruritus ringan, awitan invariabel pada
daerah pantat halus, tidak bersisik, batas jelas, merah terang, dan sisik kuning
gelap pada pipi, badan dan lengan. Berbeda dengan dermatitis kontak dimana ada
riwayat kontak terpajan dengan suatu iritan atau alergen. Sedangkan pada skabies
pada bayi yaitu ditandai dengan papula yang relatif besar (biasanya pada
punggung atas), vesikel pada telapak tangan dan kaki, dan terdapat dennatilis
pruritus pada anggota keluarga.
Pada pasien ini diberikan pengobatan anti histamin sistemik
(Klorpheneramine Maleat tablet, 3 x 1,4 mg), diberikan sebagai anti pruritus.

19
Kkortikosteroid topikal (Hidrokortisone cream 1%, 2 kali sehari), diberikan untuk
anti inflamasi lesi kulit, dalam hal ini diberikan kortikosteroid potensi rendah
untuk meminimalisir efek samping yang tidak diinginkan dari pemakaian yang
lama. Kortikosteroid sistemik (Dexamethasone tablet, 3 x 0,1 mg), diberikan
untuk mengendalikan eksaserbasi akut, dalam jangka pendek serta dosis yang
rendah. Orang tua diedukasikan untuk memperhatikan apa yang menjadi
penyebab kemungkinan terjadinya keluhan pada anaknya tersebut agar dapat
dihindari di kemudian hari.
Prognosis pada dermatitis atopik bisa lebih buruk bila kedua orangtua
menderita DA. Ada kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak, dan sering
ada yang kambuh pada masa remaja, sebagian kasus menetap pada usia diatas 30
tahun.

BABV
KESIMPULAN

Seorang An.SA berusia 1 tahun, datang dengan keluhan gatal pada seluruh
badan disertai bintik-bintik kemerahan pada kulit, keluhan ini pertama kali
muncul. Riwayat atopik dialami oleh ayah kandung pasien. Dari pemeriksaan fisik

20
didapatkan multipel papul dan plak eritematos berbatas tegas, dengan ukuran dari
lentikular hingga plakat, dengan penyebaran generalisata. Didiagnosis dengan
Dermatitis Atopik, diberikan terapi antihistamin sistemik, kortikosteroid topikal
dan kortikosteroid sistemik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Kelima. Jakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010.
2. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi Kedua. Jakarta.
EGC. 2004.

21
3. Wolff K, Goldsmith I. A. Katz S I, Gilchrest B A, Paller A S, Leffell D J, et
al. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine.2008. Mc Graw-Hill.
4. Budimulja, dkk. Dermatomikosis Superfisialis. PERDOSKI.
5. Murtiatustik D, Erviani E, Agusni I, Suyoso S. Atlas Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi Kedua Dep/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin Fk
Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: Airlangga University Press,
2008. Hal: 66-69

22

Anda mungkin juga menyukai