Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional bertujuan mendorong tercapainya

kesejahteraan keluarga sebagai unit terkecil dari kehidupan bangsa.

Kemandirian keluarga dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, ketahanan,

dan keamanan keluarga akan menentukan secara berantai kehidupan

bangsa secara nasional. Semakin diterima konsep pelayanan kesehatan

modern, angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal akan semakin

dikendalikan (Manuaba, 2007).

Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, diselenggarakan upaya

pelayanan kesehatan dengan pendekatan, pemeliharaan, peningkatan

kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan

penyakit (kuratif) dan pemilihan kesehatan (rehabilitatif) yang

dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan

(Sulistyo, 2009).

Berhasilnya upaya kesehatan tersebut dapat dilhat dari tinggi

rendahnya derajat kesehatan masyarakat yang dapat dilihat dari Umur

Harapan Hidup (UHH). UHH dipengaruhi oleh Angka Kematian Bayi,

(AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Balita (AKABA)

dan Angka Kematian Kasar (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, 2004).

1
2

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)

merupakan baromater pelayanan kesehatan ibu dan anak di suatu negara,

AKI dan AKB di Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN.

Berdasarkan Biro Pusat Statistik (BPS) AKI di Indonesia tahun 2007

sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan AKI

tahun 2002 sebesar 307 per 100.000, AKI tersebut sudah jauh menurun,

namun masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs)

2015 (102 per 100.000 kelahiran hidup). Sementara untuk Angka

Kematian Bayi (AKB) sebesar 26,9 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini

sudah jauh menurun dibandingkan tahun 2002-2003 sebesar 35 per 1.000

kelahiran hidup. Adapun target AKB pada MDGs sebesar 17 per 1.000

kelahiran hidup (Departemen Kesehatan RI, 2007).

Berdasarkan BPS Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2007, AKI dan

AKB di Jawa Barat masih berada pada level yang cukup tinggi. AKI di

Jawa Barat sebesar 250 per 100.000 kelahiran dan AKB sebesar 40,26 per

1.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2007).

AKI dan AKB di Kabupaten Majalengka tahun 2009, AKI sebesar

199,46 per 100.000 kelahiran hidup, dengan penyebabnya adalah

perdarahan 11 kasus, hipertensi dalam kehamilan 9 kasus, infeksi 2 kasus,

dan lain-lain 20 kasus. Sedangkan AKB sebesar 19,28 per 1.000 kelahiran

hidup, dengan penyebabnya adalah bayi berat lahir rendah (BBLR) 92

kasus, asfiksia 43 kasus, kelainan konginetal 24 kasus, infeksi 20 kasus,

pneumonia 15 kasus, aspirasi 10 kasus, diare 1 kasus dan lain-lain 50


3

kasus (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2009). Melihat penyebab

kematian baik pada ibu maupun bayi, hal ini sesungguhnya dapat dicegah

dan diatasi dengan penanganan pada saat hamil, salah satunya dengan

pemeriksaan antenatal yang memenuhi standar.

Menurut Manuaba (2009) pengawasan sebelum lahir (antenatal)

terbukti mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya

meningkatkan kesehatan mental dan fisik kehamilan, untuk menghadapi

persalinan. Dengan pengawasan hamil dapat diketahui berbagai

komplikasi ibu yang dapat memengaruhi kehamilan atau komplikasi hamil

sehingga segera dapat diatasi. Keadaan yang tidak dapat dirujuk ke tempat

yang lebih lengkap peralatannya sehingga mendapat perawatan yang

optimal.

Mual dan muntah merupakan salah satu gejala paling awal, paling

umum dan paling menyebabkan stress yang dikaitkan dengan kehamilan.

Selama masa kehamilan sebanyak 90% wanita mengalami beberapa

bentuk mual dan muntah yang dapat berkisar dari gejala mual ringan yang

khas sampai sedang yang dapat sembuh dengan sendirinya dengan atau

tanpa disertai muntah, sampai kondisi berat, yaitu hiperemesis gravidarum

(Denise, 2008).

Selanjutnya Denise (2008) mengemukakan pula sekitar 51,4%

wanita mengalami mual dan 9,2% wanita mengalami muntah. Keadaan

hiperemesis gravidarum yang sangat patologis jauh lebih jarang terjadi


4

dibandingkan mual dan muntah secara logis, diperkirakan hiperemesis

gravidarum yang sangat patologis terjadi dalam 1 per 500 kehamilan.

Mual dan muntah selama kehamilan biasanya disebabkan oleh

perubahan dalam sistem endoktrin yang terjadi selama kehamilan,

terutama disebabkan oleh tinginya fluktuasi kadar hCG (human chorionic

gonadotrophin), khususnya karena periode mual dan muntah gestasional

yang paling umum adalah pada usia 12-16 minggu pertama, yang pada

saat itu, hCG mencapai kadar tertingginya (Denise, 2008).

Menurut Manuaba (2008) mual dan muntah merupakan mata rantai

panjang yang dikendalikan oleh keseimbangan antara dopamin, serotonin,

histamin dan asetilkolin. Menurunnya serotonin dalam darah dapat

meningkatkan terjadinya mual dan muntah. Kejadian hiperemesis

gravidarum berlangsung sejak usia kehamilan 9-10 minggu. Kejadian ini

makin berkurang dan selanjutnya diharapkan berakhir pada usia kehamilan

12-14 minggu. Sebagian kecil berlanjut sampai usia kehamilan 20-24

minggu.

Berdasarkan data di UPTD Puskesmas Rajagaluh Kabupaten

Majalengka tahun 2009 jumlah seluruh ibu hamil 217 dan yang mengalami

hiperemesis gravidarum sebanyak 53 (24,42%) ibu hamil. Angka tersebut

menunjukkan kejadian hiperemesis gravidarum di UPTD Puskesmas

Rajagaluh cukup banyak/tinggi dan perlu mendapat perhatian secara serius

karena hiperemesis gravidarum dapat membahayakan kesehatan ibu dan

janin.
5

Dari paparan yang telah diuraikan peneliti merasa tertarik untuk

melakukan penelitian tentang "Faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu hamil di UPTD Puskesmas

Rajagaluh tahun 2009.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya

adalah belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu hamil di Puskesmas Rajagaluh

tahun 2009.

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian dibatasi pada faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu hamil dari

faktor umur, paritas, dan pekerjaan. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas

Rajagaluh dengan subjek yaitu seluruh ibu hamil yang dirawat di UPTD

Puskesmas Rajagaluh. Jenis penelitian observasional menggunakan data

sekunder dengan pendekatan potong lintang (cross sectional).

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

hiperemesis gravidarum pada ibu hamil di Puskesmas Rajagaluh Tahun

2009.
6

1.4.2 Tujuan Khusus

1.4.2.1 Diketahuinya gambaran kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu hamil

di Puskesmas Rajagaluh tahun 2009.

1.4.2.2 Diketahuinya gambaran umur ibu di Puskesmas Rajagaluh tahun 2009.

1.4.2.3 Diketahuinya gambaran paritas di Puskesmas Rajagaluh tahun 2009.

1.4.2.4 Diketahuinya gambaran pekerjaan di Puskesmas Rajagaluh tahun 2009.

1.4.2.5 Diketahuinya hubungan umur ibu hamil dengan kejadian hiperemesis

gravidarum di Puskesmas Rajagaluh tahun 2009.

1.4.2.6 Diketahuinya hubungan paritas dengan kejadian hiperemesis gravidarum

di Puskesmas Rajagaluh tahun 2009.

1.4.2.7 Diketahuinya hubungan pekerjaan dengan kejadian hiperemesis

gravidarum di tahun 2009.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi penulis

Memperoleh wawasan pengetahuan atau keterampilan dalam

menerapkan manajemen asuhan kebidanan khususnya pada hiperemesis

gravidarum sehingga penulis dapat ikut berperan aktif melakukan upaya-

upaya pencegahan maupun penanggulangan masalah tersebut.

1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan

Untuk dokumentasi agar dapat digunakan sebagai bahan

perbandingan melaksanakan penelitian. Selain itu juga dapat dijadikan

sebagai bahan referensi di perpustakaan agar dapat memudahkan


7

mahasiswa pada khususnya untuk mencari pengetahuan khususnya tentang

hiperemesis gravidarum.

1.5.3 Bagi Instansi

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran

tentang hiperemesis gravidarum sehingga dapat dijadikan sebagai salah

satu bahan rujukan bagi instansi terkait untuk membuat perencanaan dalam

pencegahan dan penanganan kejadian hiperemesis gravidarum.

1.5.4 Bagi Masyarakat

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

wawasan mengenai hiperemesis gravidarum terutama bagi ibu hamil agar

dapat memahami dengan baik mengenai gejala mual muntah pada

kehamilan dan juga faktor-faktor yang dapat menyebabkan ibu hamil

mengalami hiperemesis gravidarum.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan

2.1.1 Definisi

Kehamilan adalah masa dimana seorang wanita membawa embrio

atau fetus di dalam tubuhnya. Dalam kehamilan dapat terjadi banyak

gestasi misalnya, dalam kasus kembar, atau triplet (Yanuar, 2009).

Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam

tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan

kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan (Suririnah, 2009).

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional dalam

Prawirohardjo (2008), kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau

penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau

implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi,

kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan

lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi

dalam 3 trimester, dimana trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu,

trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester

ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40).

Kehamilan berlangsung dalam waktu 280 hari (40 minggu).

Kehamilan wanita dibagi menjadi tiga triwulan yaitu triwulan pertama 0-

8
9

12 minggu, triwulan kedua 13-28 minggu, dan triwulan ketiga 20-40

minggu (Manuaba, 2009).

2.1.2 Tanda-tanda Kehamilan

2.1.2.1 Tanda Dugaan Hamil

1. Tidak datang bulan (amenorea). Konsepsi dan nidasi menimbulkan

pengeluaran hormon, tidak terjadi pertumbuhan dan perkembangan

folikel sehingga terjadi keadaan tidak datang bulan.

2. Buah dada sakit. Buah dada dipersiapkan sejak semula, dengan terjadi

perubahan peredaran darah, menahan air dan garam, sehingga ujung

saraf tertekan yang menimbulkan rasa penuh dan sakit, terutama

kehamilan pertama.

3. Perasaan mengidam (ingin makanan khusus) yang dapat berupa mual-

muntah terutama pagi hari (morning sickness), kurang suka makanan,

tidak tahan bau-bauan, terdapat pengeluaran air liur berlebihan.

4. Gangguan pencernaan dan perkemihan, sering sulit buang air besar

karena kurang makan serat dan pengaruh hormonal.

5. Pigmentasi kulit, karena pengaruh hormon tertentu terdapat pigmentasi

kulit wajah, sekitar buah dada, dan dinding perut.

(Manuaba, 2009)

2.1.2.2 Tanda Kemungkinan Hamil

Pada pemeriksaan kehamilan dapat diduga hamil bila dijumpai

pembesaran rahim dan perut, pemeriksaan memberi petunjuk adanya

kehamilan, terdapat kontraksi rahim saat diraba, ada tanda Hegar,


10

Chadwick, Piscaseck, Ballotement, dan reaksi pemeriksaan kehamilan

positif (Manuaba, 2009).

Cara untuk mendeteksi kehamilan dapat dilakukan dengan langkah

berikut:

1. Mendengarkan denyut jantung janin.

Denyut jantung janin bisa terdengar melalui stetoskop khusus atau

USG Doppler. Dengan bantuan steteoskop khusus, denyut jantung

janin bisa terdengar pada usia kehamilan 18-20 minggu; sedangkan

jika menggunakan USG Doppler, denyut jantung janin bisa terdengar

pada usia kehamilan 12-14 minggu.

2. Merasakan pergerakan janin.

Ibu bisa merasakan gerakan janin pada kehamilan 16-20 minggu.

Wanita yang sebelumnya pernah hamil akan meraskan gerakan janin

ini lebih awal.

3. Memeriksa rahim dengan USG.

Rahim yang membesar bisa dilihat dengan USG pada kehamilan 6

minggu, demikian juga halnya dengan denyut jantung janin.

(Suririnah, 2009)

2.1.2.3 Tanda Pasti Kehamilan

Dengan menggunakan alat canggih ultrasonografi (USG),

kehamilan pasti sudah dapat ditetapkan pada umur yang reatif muda. Oleh

karena itu kehamilan pasti dapat ditegakkan melalui pemeriksaan USG

dapat diketahui terdapat fetal plate, kantung gestasi, rahim membesar.


11

Dengan metoda konvensional kepastian hamil diketahui dengan teraba

bagian janin, terdengar denyut jantung janin, teraba gerakan janin.

Pemeriksaan ronsen sudah ditinggalkan karena berbahaya bagi janin,

dengan pemeriksaan ini diketahui gambaran kerangka janin (Manuaba,

2009).

2.1.3 Masa Kehamilan

Menurut Prawirohardjo (2005) kehamilan terbagi menjadi 3

trimester, yaitu:

1. Trimester I : Dimulai dari usia kehamilan 0-13 minggu


2. Trimester II : Dimulai dari usia kehamilan 14-27 minggu
3. Trimester III : Dimulai dari usia kehamilan 28-40 minggu

2.1.4 Perubahan pada Kehamilan

Perubahan pada wanita hamil meliputi perubahan fisiologis dan

perubahan psikologis (Saminem, 2008).


2.1.4.1 Perubahan Fisiologis

Perubahan fisiologis dibagi menjadi perubahan yang dapat dilihat

dan perubahan yang tidak dapat dilihat:

1. Perubahan yang dapat dilihat


a. Perubahan pada kulit
1) Terjadi hiperpigmentasi, yaitu kelebihan pigmen di tempat

tertentu. Pada wajah, pipi dan hidung mengalami

hiperpigmentasi sehingga menyerupai topeng (kloasma

gravidarum).
2) Pada areola mamae dan putting susu, daerah yang berwarna

hitam di sekitar putting susu akan berwarna akan berwarna


12

hitam. Putting susu menghitam dan membesar sehingga lebih

menonjol.
3) Pada area suprapubis, terdapat garis hitam yang memanjang

dari atas simfisis sampai pusat. Warnanya lebih hitam

dibandingkan sebelumnya, munucl garis baru yang memanjang

di tengah atas pusat (linea nigra).


4) Pada perut, selain hiperpigmentasi, yaitu stria livida (garis

yang berwarna biru) dan stria albiklan (garis berwarna putih).

Hal ini terjadi karena pengaruh melanophore stimulating

hormone lobus hipofisis anterior dan pengaruh kelenjar

suprarenalis.
b. Perubahan kelenjar
Kelanjar gondok membesar sehingga leher ibu berbentuk seperti

leher pria. Perubahan ini tidak selalu terjadi pada wanita hamil.
c. Perubahan payudara
Perubahan ini pasti terjadi pada wanita hamil karena dengan

semakin dekatnya persalinan, payudara menyiapkan diri untuk

memproduksi makanan pokok untuk bayi setelah lahir. Perubahan

yang terlihat pada payudara adalah:


1) Payudara membesar, tegang, dan sakit.
2) Vena di bawah kulit payudara membesar dan terlihat jelas.
3) Hiperpigmentasi pada areola mamae dan putting susu serta

muncul areola mamae sekunder.


4) Kelenjar montgomery yang terletak di dalam areola mamae

membesar dan kelihatan dari luar. Kelenjar montgemery

mengeluarkan lebih banyak cairan agar putting susu selalu

lembap dan lemas sehingga tidak menjadi tempat berkembang

biak bakteri.
13

5) Payudara ibu mengeluarkan cairan apabila dipijat. Mulai

kehamilan 16 minggu, cairan yang dikeluarkan jernih. Pada

kehamilan 16 minggu sampai 32 minggu, warna cairan agak

putih seperti air susu yang sanagat encer. Dari kehamilan 32

minggu sampai anak lahir, cairan yang keluar lebih kental,

berwarna kuning, dan banyak mengandung lemak. Cairan ini

disebut kolostrum.
d. Perubahan perut
Semakin mendekati masa persalinan, perut semakin besar.

Biasanya, hingga kehamilan empat bulan, pembesaran perut

belum kelihatan. Setelah kehamilan lima bulan, perut mulai

kelihatan membesar. Saat hamil tua, perut menjadi tegang dan

pusat menonjol ke luar. Timbul stria gravidarum dan

hiperpigmentasi pada line alba serta line nigra.


e. Perubahan alat kelamin luar
Alat kelamin luar ini tampak hitam kebiruan karena adanya

kongesti pada peredaran darah. Kongesti terjadi karena pembuluh

darah membesar, darah yang menuju uterus sangat banyak, sesuai

dengan kebutuhan uterus untuk membesarkan dan memberi

makan janin.
f. Perubahan pada tungkai
Timbul varises pada sebelah atau kedua belah tungkai. Pada hamil

tua, sering terjadi edema pada salah satu tungkai. Edema terjadi

karena tekanan uterus yang membesar pada vena femoralis.


g. Perubahan pada sikap tubuh
Sikap tubuh ibu menjadi lordosis karena perut yang membesar.
(Saminem, 2008: 1-3)
2. Perubahan yang tidak dapat dilihat
a. Perubahan pada alat pencernaan
14

Alat pencernaan lebih kendur, peristaltik kurang baik, terjadi

hipersekresi kelenjar dalam alat pencernaan sehingga

menimbulkan rasa mual, muntah, hipersalivasi dan lain-lain.

Peristaltik yang kurang baik dapat menimbulkan konstipasi.


b. Perubahan pada peredaran dan pembuluh darah
1) Perubahan pada darah
Volume darah semakin meningkat karena jumlah serum lebih

besar daripada pertumbuhan sel darah sehingga terjadi

pengenceran darah (hemodilusi). Masa puncak terjadi pada

umur kehamilan 32 minggu. Serum darah (volume darah)

bertambah 25-30%, sedangkan sel darah bertambah 20%.

Curah jantung akan bertambah 30%. Bertambahnya

hemodilusi darah mulai tampak pada umur kehamilan 16

minggu.
2) Perubahan pada jantung
Selama hamil, jantung memompa untuk dua orang, yaitu ibu

dan janin. Bertambahnya cairan darah menambah volume

darah, tetapi kepekatan darah berkurang dan pembuluh darah

membesar.
3) Perubahan tekanan darah
Tekanan darah tidak tinggi meskipun volume darah bertambah,

bahkan sedikit turun. Turunnya tekanan daran ini disebabkan

oleh kepekatan darah berkurang.


c. Perubahan pada paru
Paru juga bekerja lebih berat karena mengisap zat asam untuk

kebutuhan ibu dan janin. Pada kehamilan tua, posisi paru terdesak

ke atas akibat uterus membesar.


d. Perubahan pada perkemihan
15

1) Ginjal bekerja lebih berat karena harus menyaring ampas dua

orang, yaitu ibu dan janin.


2) Ureter tertekan oleh uterus apabila uterus keluar dari rongga

panggul. Ureter juga semakin berkelok-kelok dan kendur

sehingga menyebabkan perjalanan urine ke kandung kemih

melambat.
3) Pada bulan kedua kehamilan, ibu lebih sering berkemih

karena ureter lebih antefleksi dan membesar.


e. Perubahan pada tulang
Keadaan tulang pada kehamilan juga mengalami perubahan,

bentuk tulang belakang menyesuaikan diri dengan keseimbangan

badan karena uterus membesar.


f. Perubahan pada jaringan pembentuk organ
Jaringan menjadi lebih longgar dan mengikat garam.
g. Perubahan pada alat kelamin dalam
Perubahan pada alat kelamin dalam sudah pasti terjadi karena alat

kelamin dalam merupakan alat reproduksi.


(Saminem, 2008:3-4)
2.1.4.2 Perubahan Psikologis

Menurut teori Rubin dalam Saminem (2008:5), perubahan

psikologis yang terjadi pada trimester I meliputi ambivalen, takut, fantasi,

dan khawatir. Pada trimester II, perubahan meliputi perasaan lebih nyaman

serta kebutuhan mempelajari perkembangan dan pertumbuhan janin

meningkat. Pada trimester III, perubahan yang terjadi meliputi memiliki

perasaan aneh, sembrono, lebih introvert, dan merefleksikan pengalaman

masa lalu.

2.2 Hiperemesis Gravidarum

2.2.1 Definisi
16

Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan selama

masa hamil. Muntah yang membahayakan ini dibedakan dari morning

sickness normal yang umum dialami wanita hamil karena intensitasnya

melebihi muntah normal dan berlangsung selama trimester pertama

kehamilan. Sehubungan dengan adanya ketonemia, penurunan berat badan

dan dehidrasi, hiperemesis gravidarum dapat terjadi di setiap trimester

(Varney, et al., 2006).

Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar

hormon estrogen dan hCG (human chorionic gonadotrophin) dalam

serum. Pengaruh fisiologi kehamilan hormon ini belum jelas, mungkin

karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung yang berkurang.

Pada umunya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun

demikian gejala mual dan muntah dapat berlangsung sampai 4 bulan.

Pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi

buruk. Keadaan inilah yang disebut hiperemesis gravidarum, keluhan

gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit

(Prawirohardjo, 2002).

Muntah yang berlebihan dapat menyebabkan pecahnya pembuluh

darah kapiler pada lambung dan esofagus, sehingga muntah bercampur

darah. Suasana demikian dapat menimbulkan kekawatiran wanita hamil.

sekalipun kejadian muntah dalam bentuk hiperemesis gravidarum tidak

banyak dijumpai, penanganannya memerlukan perhatian yang serius

(Manuaba, 2008).
17

Mual dan muntah merupakan gejala yang wajar ditemukan pada

kehamilan triwulan pertama. Biasanya mual dan muntah terjadi pada pagi

hari sehingga sering dikenal dengan morning sickness. Sementara setengah

dari wanita hamil mengalami morning sickness, 1,5 2 % mengalami

hiperemesis gravidarum, suatu kondisi yang lebih serius. Hiperemesis

gravidarum sendiri adalah mual dan muntah hebat dalam masa kehamilan

yang dapat menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat badan, atau

gangguan elektrolit sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan

membahayakan janin di dalam kandungan. Pada umumnya HG terjadi

pada minggu ke 6 - 12 masa kehamilan, yang dapat berlanjut sampai

minggu ke 16 20 masa kehamilan (Sulystio, 2007).

2.2.2 Etiologi

Mual dan muntah selama kehamilan biasanya disebabkan oleh

perubahan dalam sistem endoktrin yang terjadi selama kehamilan,

terutama disebabkan oleh tinginya fluktuasi kadar hCG (human chorionic

gonadotrophin), khususnya karena periode mual dan muntah gestasional

yang paling umum adalah pada usia 12-16 minggu pertama, yang pada

saat itu, hCG mencapai kadar tertingginya (Denise, 2008).

Mual dan muntah merupakan mata rantai panjang yang

dikendalikan oleh keseimbangan antara dopamin, serotonin, histamin dan

asetilkolin. Menurunnya serotonin dalam darah dapat meningkatkan

terjadinya mual dan muntah. Kejadian hiperemesis gravidarum

berlangsung sejak usia kehamilan 9-10 minggu. Kejadian ini makin


18

berkurang dan selanjutnya diharapkan berakhir pada usia kehamilan 12-14

minggu. Sebagian kecil berlanjut sampai usia kehamilan 20-24 minggu

(Manuaba, 2008).

Penyebab dari hiperemesis gravidarum belum diketahui namun

diperkirakan berhubungan dengan kehamilan pertama; peningkatan

hormonal pada kehamilan, terutama pada kehamilan ganda dan hamil

anggur; usia di bawah 24 tahun; perubahan metabolik dalam kehamilan;

alergi; dan faktor psikososial. Wanita dengan riwayat mual pada kehamilan

sebelumnya dan mereka yang mengalami obesitas (kegemukan) juga

mengalami peningkatan risiko HG. Faktor risiko terjadinya hiperemesis

gravidarum diantaranya adalah :

1. Level hormon -hCG yang tinggi. Hormon ini meningkat cepat pada

triwulan pertama kehamilan dan dapat memicu bagian dari otak yang

mengontrol mual dan muntah

2. Peningkatan level estrogen. Mempengaruhi bagian otak yang

mengontrol mual dan muntah

3. Perubahan saluran cerna. Selama kehamilan, saluran cerna terdesak

karena memberikan ruang untuk perkembangan janin. Hal ini dapat

berakibat refluks asam (keluarnya asam dari lambung ke tenggorokan)

dan lambung bekerja lebih lambat menyerap makanan sehingga

menyebabkan mual dan muntah

4. Faktor psikologis. Stress dan kecemasan dapat memicu terjadinya

morning sickness
19

5. Diet tinggi lemak. Risiko HG meningkat sebanyak 5 kali untuk setiap

penambahan 15 g lemak jenuh setiap harinya

6. Helicobacter pylori. Penelitian melaporkan bahwa 90% kasus

kehamilan dengan HG juga terinfeksi dengan bakteri ini, yang dapat

menyebabkan luka pada lambung.

(Sulystio, 2007)

2.2.3 Patofisiologis

Perasaan mual akibat kadar estrogen meningkat, mual dan muntah

terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi, hiponatremia, penurunan

klorin urin, selanjutnya terjadi hemokonosentrasi, yang mengurangi

perfusi darah ke jaringan dan menyebabkan tertimbunnya asam aseton

asenk, hidroksi, butirik dan aseton dalam darah, kekurangan cairan yang

diminum dan kehilangan cairan karena muntah yang menyebabkan

dehidrasi. Dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah

ke jaringan berkurang membuat frekuensi muntah semakin berlebihan

(Manuaba, 2008).

2.2.4 Klasifikasi Hiperemesis Gravidarum

Tingkatan hiperemesis gravidarum dibagi menjadi tiga tingkatan

(Sulystio, 2007):

2.2.4.1 Tingkat I

1. Muntah berlangsung terus


20

2. Makan berkurang

3. Berat badan menurun

4. Kulit dehidrasi-tonusnya lemah

5. Nyeri di daerah epigastrium

6. Tekanan darah turun dan nadi meningkat

7. Lidah kering

8. Mata tampak cekung

2.2.4.2 Tingkat II

1. Penderita tampak lebih lemah

2. Gejala dehidrasi makin tampak mata cekung, tugor kulit makin kurang,

lidah kering dan kotor.

3. Tekanan arah turun, nadi meningkat.

4. Berat badan makin menurun

5. Mata ikterik

6. Gejala hemokonsentrasi makin tampak : urin berkurang, badan aseton

dalam urin meningkat.

7. Terjadinya ganguan buang air besar

8. Mulai tampak gejala ganguan kesadaran, menjadi apatis

9. Nafas berbau aseton

2.2.4.3 Tingkat III

1. Muntah berkurang
21

2. Keadaan umum wanita hamil menurun : tekanan darah turun, nadi

meningkat, dan suhu naik : keadaan dehidrasi makin jelas

3. Ganguan faal hati terjadi dengan manifestasi ikterus

4. Ganguan kesadaran dalam bentuk : somnolen sampai koma :

komplikasi susunan saraf pusat (Ensepalopati wearnicke) : nistagmus-

perubahan arah bola mata, diplopia-gambar tampak ganda, perubahan

mental.

2.2.5 Bahaya Hiperemesis Gravidarum

Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan cadangan karbohidrat

habis dipakai untuk keperluan energi sehingga pembakaran tubuh beralih

pada cadangan lemak dan protein. Oleh karena pembakaran lemak kurang

sempurna, terbentuk badan keton dalam darah yang dapat menambah

beratnya gejala klinis. Sebagian cairan lambung serta elektrolit natrium,

kalium dan kalsium dikeluarkan melalui muntah. Penurunan kalium akan

menambah beratnya muntah sehingga makin berkurang kalium dalam

keseimbangan tubuh serta makin meningkatnya terjadinya muntah

(Denise, 2008).

Muntah yang berlebihan menyebabkan cairan tubuh makin

berkurang sehingga darah menjadi kental (hemokonsentrasi) yang dapat

melambatkan peredaran darah, yang berarti konsumsi oksigen dan

makanan ke jaringan berkurang. Kekurangan makanan dan oksigen ke

jaringan akan menimbulkan kerusakan jaringan yang dapat menambah

beratnya keadaan janin dan ibu hamil (Manuaba, 2008).


22

2.3 Penanganan Hiperemesis Gravidarum

2.3.1 Pencegahan (Prinsip Pencegahan)

Sebelum diberikan pengobatan sebaiknya dilakukan pencegahan

yang prinsipnya adalah mengobati emesis agar tidak terjadi hiperemesis.

Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan

jalan memberikan penerangan tentang kehamilan dan persalinan sebagai

suatu proses yang fisiologis, memberikan keyakinan bahwa mual dan

kadang-kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan

muda dan akan menghilang setelah kehamilan 16 minggu (Manuaba,

2008).

2.3.2 Obat-Obatan

Apabila dengan cara di atas keluhan dan gejala tidak berkurang

maka diperlukan pengobatan (Prawirohardjo, 2002) :

1. Tidak memberikan obat yang teratogen

2. Sedativa yang sering diberikan adalah phenobarbital

3. Vitamin yang sering dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6

4. Antihistaminika seperti dramamine, avomine

5. Pada keadaan berat, anti emetik seperti diklomin hidrokhoride atau

khlorpromasine

2.3.4 Isolasi

Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan

peredaran udara baik. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya
23

perawat dan dokter saja yang boleh masuk. Catat cairan yang keluar dan

masuk. Kadang-kadang isolasi dapat mengurangi atau menghilangkan

gejala ini tanpa pengobatan (Prawirohardjo, 2002).

2.3.5 Terapi Psikologik

Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar,

normal dan fisiologik. Jadi tidak perlu takut dan khawatir. Yakinkan

penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan dan dihilangkan masalah

atau konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini

(Prawirohardjo, 2002).

2.3.6 Cairan Parenteral

Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan

protein dengan glukosa 5 %, dalam cairan gram fisiologis sebanya 2-3 liter

sehari. Bila perlu dapat ditambah dengan kalium dan vitamin khususnya

vitamin B kompleks dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat

diberikan pula asam amino esensial secara intravena. Buat dalam daftar

kontrol cairan yang masuk dan dikeluarkan. Berikan pula obat-obatan

seperti yang telah disebutkan di atas (Prawirohardjo, 2002).

2.3.7 Menghentikan Kehamilan

Pada beberapa kasus, pengobatan hiperemesis gravidarum tidak

berhasil malah terjadi kemunduran dan keadaan semakin menurun

sehingga diperlukan pertimbangan untuk melakukan gugur kandungan di

antaranya gangguan kejiwaan seperti delirium, apatis, smanolen serta


24

gangguan penglihatan seperti pendarahan retina, kemunduran penglihatan

(Prawirohardjo, 2002).

2.3.8 Kebutuhan Makanan bagi Ibu Hiperemesis Gravidarum

Makan dalam jumlah sedikit tapi sering, jangan makan dalam jumlah

atau porsi besar akan menambah mual. Berusahalah makan sewaktu

sempat, dengan porsi kecil tapi sering. Makan makanan yang tinggi

karbohidrat dan protein yang dapat untuk membantu mengatasi rasa mual.

Dan banyak mengkonsumsi, buah, sayuran dan makanan yang tinggi

karbohidrat seperti roti, kentang, biskuit, dan lain-lain. Hindari makanan

yang berlemak, berminyak dan pedas yang akan memperburuk rasa mual

(Denise, 2008).

2.4 Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hiperemesis Gravidarum

2.4.1 Umur

Umur adalah rentang waktu yang telah dijalani sejak dari lahir

hingga ulang tahun terakhir yang dinyatakan dalam tahun, secara teoritis

semakin bertambah usia seseorang, maka secara psikologis dan sosial akan

bertambah semakin dewasa (Chaniago, 2002).

Menurut Manuaba (2000) bahwa pada usia reproduksi (20-35 tahun)

terjadi kesiapan respon maksimal baik dalam mempelajari sesuatu atau

menyelesaikan hal-hal tertentu dan setelah itu sedikit demi sedikit

menurun seiring dengan bertambahnya umur.


25

Pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun penyakit

kehamilan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kurun waktu reproduksi

sehat yaitu 20-35 tahun. Keadaan pada kehamilan remaja disebabkan

belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan

kesehatan ibu maupun janin dan pada kehamilan tua kondisi ibu dan

keelastisan otot-otot semakin berkurang (Manuaba, 2001).

Frekuensi hiperemesis gravidarum lebih tinggi pada primigravida

terutama primigravida pada wanita yang berusia muda. Dari hasil

penelitian, ibu hamil yang paling banyak mengalami hiperemesis

gravidarum adalah ibu hamil yang umurnya kurang dari 20 tahun

(Permatasari, 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Armilah (2009) ada hubungan

bermakna antara umur dengan kejadian hiperemesis gravidarum. Usia ibu

< 20 tahun dan > 35 tahun lebih beresiko terhadap kejadian hiperemesis

gravidarum dibandingkan dengan usia ibu 20-35 tahun.

2.4.2 Paritas

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin hidup

bukan jumlah janin yang dilahirkan. Terdapat beberapa jenis paritas;


26

paritas 1 (primipara), paritas lebih dari dua (multipara) (Prawirohardjo,

2008).

Pengelompokanya adalah sebagai berikut :

1. Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan

bayi hidup.

2. Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi

hidup pertama kali.

3. Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi hidup beberapa

kali (sampai 5 kali).

4. Grande multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali

lebih atau mati.

Banyaknya paritas berpengaruh terhadap terjadinya hiperemesis

gravidarum. Hiperemesis gravidarum terjadi pada 60%80% wanita

dengan kehamilan pertama, dan 40%60% wanita yang pernah hamil

sebelumnya (Puruhito, 2006).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Armilah (2009) paritas ada

hubungan bermakna dengan kejadian hiperemesis ghravidarum dibuktikan

dengan nilai p = 0,001 (p < ). Paritas multipara atau > 2 lebih besar resiko

terhadap kejadian hiperemesis gravidarum dibandingkan dengan paritas

primipara.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Renaldi (2006) ibu yang

pertama kali hamil beresiko hiperemesis gravidarum lebih besar

dibandingkan ibu yang hamil > 2 kali. Pada ibu hamil dengan paritas
27

primipara berkaitan erat dengan pengalaman yang masih kurang dan

kesiapan secara emosional dan psikologis yang belum matang dalam

menghadapi masa kehamilan sehingga dapat meningkatkan gejala emesis

menjadi patologis yang perlu penanganan secara tepat.

2.4.3 Pekerjaan

Ibu bekerja adalah ibu yang melakukan secara rutin pekerjaannya

lebih dari delapan jam setiap harinya dan jenis pekerjaan yang dilakukan

adalah guru sebagai pengajar tetap/tidak tetap. Dagang kriterianya adalah

seseorang yang memperjualbelikan barang setiap hari, buruh adalah

seseorang yang hanya menerima upah dari hasil kerja dan bekerja pada

orang lain, tani kriterianya adalah seseorang yang melakukan pekerjaan

sehari-hari di ladang atau di sawah (Parlindungan, 2005).

Beberapa ahli menyimpulkan bahwa wanita dengan keadaan

ekonomi yang baik akan lebih jarang menderita hiperemesis gravidarum.

Hiperemesis gravidarum mungkin lebih sering terdapat pada wanita dan

keluarga yang tidak mampu, bahkan dari hasil pengalaman ini

menyebabkan hipotensi yang mengatakan bahwa ibu hamil yang

mengalami kekurangan makanan yang bergizi banyak mengalami

hiperemesis gravidarum. Dalam sejumlah penelitian dengan memberikan

nutrisi tambahan, ditemukan penurunan frekuensi hiperemesis gravidarum,

memberi data yang meyakinkan bahwa insiden hiperemesis gravidarum

karena wanita dari keluarga tidak mampu, banyak yang belum siap
28

mempunyai anak dan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya menjaga

kesehatan (Sulystio, 2007).

Ibu hamil yang melakukan aktivitas pekerjaan yang lebih berat dapat

meningkatkan ketegangan emosional (stres), tekanan psikologis dan

bahkan akan mengalami keterlambatan yang tidak semestinya dalam

kehamilan, kondisi ini dapat menyebabkan kejadian hiperemesis

gravidarum (Denise, 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Armilah (2009) pekerjaan ada

hubungan bermakna dengan kejadian hiperemesis gravidarum. Ibu yang

bekerja lebih besar resiko terhadap kejadian hiperemesis gravidarum

dibandingan dengan ibu yang tidak bekerja.

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL


29

DAN METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka Konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara

konsepkonsep yang ingin diteliti atau diukur melalui penelitian

penelitian yang dilakukan (Notoatmodjo, 2002).

Frekuensi hiperemesis gravidarum lebih tinggi pada primigravida

terutama primigravida pada wanita yang berusia muda. Dari hasil

penelitian, ibu hamil yang paling banyak mengalami hiperemesis adalah

ibu hamil yang umurnya kurang dari 20 tahun (Permatasari, 2008).

Banyaknya paritas berpengaruh terhadap terjadinya hiperemesis

gravidarum. Hiperemesis gravidarum terjadi pada 60%80% wanita

dengan kehamilan pertama, dan 40%60% wanita yang pernah hamil

sebelumnya (Puruhito, 2006).

Penghasilan seseorang yang lebih, maka akan lebih mudah untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan. Beberapa ahli menyimpulkan bahwa

wanita dengan keadaan ekonomi yang baik akan lebih jarang menderita

hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum mungkin lebih sering

terdapat pada wanita dan keluarga yang tidak mampu (Sulystio, 2007).

Dalam penelitian ini, kerangka 30


konsep digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel dependen


30

Karakteristik Ibu Hamil:

Umur

Kejadian
Paritas Hiperemesis Gravidarium

Pekerjaan

Diagram 3.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Berhubungan


dengan Kejadian Hiperemesis Gravidarum

Dalam kerangka konsep di atas, peneliti akan melakukan penelitian

mengenai kejadian hiperemesis gravidarum yang dianalisis menurut

karakteristik ibu yaitu umur, paritas dan pekerjaan.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi

titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002). Penelitian ini terdiri dari

dua variabel yaitu variabel independen meliputi umur, paritas dan

pekerjaan dan vaiabel dependen yaitu kejadian hiperemesis gravidarum.

3.3 Hipotesis Penelitian

3.3.1 Hipotesis Nol (Ho)

1. Tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian hiperemesis

gravidarum di UPTD Puskesmas Rajagaluh Kecamatan Rajagaluh

Kabupaten Majalengka tahun 2009.

2. Tidak ada hubungan antara umur kehamilan dengan kejadian

hiperemesis gravidarum di UPTD Puskesmas Rajagaluh Kecamatan

Rajagaluh Kabupaten Majalengka tahun 2009.


31

3. Tidak ada hubungan antara paritas dengan kejadian hiperemesis

gravidarum di UPTD Puskesmas Rajagaluh Kecamatan Rajagaluh

Kabupaten Majalengka tahun 2009.

4. Tidak ada hubungan pekerjaan dengan kejadian hiperemesis

gravidarum di UPTD Puskesmas Rajagaluh Kecamatan Rajagaluh

Kabupaten Majalengka tahun 2008.

3.3.2 Hipotesis Alternatif (Ha)

1. Ada hubungan antara umur dengan kejadian hiperemesis gravidarum di

UPTD Puskesmas Rajagaluh Kecamatan Rajagaluh Kabupaten

Majalengka tahun 2009.

2. Ada hubungan antara umur kehamilan dengan kejadian hiperemesis

gravidarum di UPTD Puskesmas Rajagaluh Kecamatan Rajagaluh

Kabupaten Majalengka tahun 2009.

3. Ada hubungan antara paritas dengan kejadian hiperemesis gravidarum

di UPTD Puskesmas Rajagaluh Kecamatan Rajagaluh Kabupaten

Majalengka tahun 2009.

4. Ada hubungan pekerjaan dengan kejadian hiperemesis gravidarum di

UPTD Puskesmas Rajagaluh Kecamatan Rajagaluh Kabupaten

Majalengka tahun 2008.

3.4 Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional


32

Definisi Cara Skala


No Variabel Alat Ukur Hasil Ukur
Operasonal Ukur Ukur

1 2 3 4 5 6 7
1. Hiperemesis Status ibu hamil Melihat Format 1. Hiperemesis Ordinal
Gravidarm berdasarkan buku pendataan 2. Tidak
mual dan rekapitulasi Hiperemesis
muntah selama pasien
hamil poned
2 Umur Rentang waktu Melihat Format 1. < 20 tahun dan Ordinal
yang telah buku pendataan > 35 tahun
dijalani sejak rekapitulasi 2. 20-35 tahun
dari lahir hingga pasien
ulang tahun poned
terakhir yang
dinyatakan
dalam tahun
(Chaniago,
2002)
3 Paritas Paritas adalah Melihat Format 1. primipara, Ordinal
jumlah buku pendataan jika jumlah
kehamilan yang rekapitulasi paritas < 2
menghasilkan pasien 2. multipara,
janin hidup poned jika jumlah
bukan jumlah paritas 2
janin yang
dilahirkan.
4 Pekerjaan Aktivitas yang Melihat Format 1. Bekerja Nominal
dilakukan ibu buku pendataan 2. Tidak bekerja
setiap hari rekapitulasi
seperti petani, pasien
buruh, dagang poned
dan lain
sebagainya

3.5 Metode Penelitian

3.5.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan

pendekatan desain cross sectional yaitu penelitian untuk mempelajari

dinamika korelasi antara faktor-faktor dengan efek dengan cara

pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat

artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran
33

dillakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat

pemeriksaan (Notoatmodjo, 2002).

3.5.2 Lokasi dan Waktu penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Rajagaluh Kabupaten

Majalengka pada bulan Maret 2010.

3.5.3 Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang di

teliti (Notoatmodjo, 2002).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang

dirawat di UPTD Puskesmas Rajagaluh Kecamatan Rajagaluh Kab.

Majalengka pada tahun 2009 yaitu sebanyak 217 ibu hamil.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari jumlah yang diambil dari

keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoatmodjo 2005).

Pada penelitian sampel adalah semua ibu hamil yang dirawat di

UPTD Puskesmas Rajagaluh Kecamatan Rajagaluh pada tahun 2009

yaitu sebanyak 217 ibu hamil (total sampling).

3.5.4 Tenaga Pengumpulan Data


34

Tenaga pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah peneliti sendiri. Data yang digunakan yaitu data sekunder yang

diambil dari buku rekapitulasi pasien poned UPTD Puskesmas Rajagaluh

tahun 2009.

3.5.5 Pengolahan Data

Pengolahan data di lakukan dengan beberapa tahapan sebagai

berikut:

1. Editing

Adalah memeriksa dan menyesuaikan data dengan rencana

semula seperti apa yang di inginkan.

2. Coding (Mengkode Data)

Adalah memberi kode pada data dengan merubah kata-kata

menjadi angka.

3. Sorting

Mensortir dengan memilih atau mengelompokkan data menurut

jenis yang dikehendaki (klasifikasi data).

4. Entri Data

Memasukan data melalui pengolahan komputer.

5. Cleaning data (pembersihan data)

Lihat variabel apakah data sudah besar atau belum

6. Mengeluarkan informasi

3.5.6 Analisis Data


35

1. Analisa Univariat

Dimaksudkan untuk mengetahui distribusi frekuensi dengan

proporsi variabel-variabel yang diamati menggunakan rumus :

n
P x100%
N

Keterangan :

P = Proporsi
n = Jumlah sampel
N = Jumlah katagori yang diinginkan

Interpretasi datanya sebagai berikut (Arikunto, 2002):

No Skala Pengukuran Interpretasi


1 0 Tidak ada satupun
2 1% - 25% Sebagian kecil responden
3 26%-49% Kurang dari setengah responden
4 50% Setengahnya responden
5 51-75% Lebih dari setengahnya
6 76%-99% Sebagian besar responden
7 100% Seluruh responden

2.Analisis Bivariat

Bertujuan untuk melihat hubungan variabel independen dan

variabel dependen untuk membuktikan adanya hubungan dua variabel

independen. Test signifikasi menggunakan Chi-square dengan rumus :

x2
ad bc .n
2

n1.n 2.m1.m2

Apabila terdapat sel yang kosong atau nilai < 5 maka digunakan

fisher exact.
36

Menentukan uji kemaknaan hubungan dengan cara

membandingkan nilai ( value) dengan nilai = 0,05 pada taraf

kepercayaan 95% :

1) Nilai ( value) < 0,05 maka HO ditolak, yang berarti ada

hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

2) Nilai ( value) > 0,05 maka Ho gagal ditolak, yang berarti

tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

3.5.7 Jadwal Penelitian


1. Tahap Persiapan
a. Menyusun rancangan penelitian
b. Memilih lapangan penelitian
c. Mengurus administrasi
d. Melakukan pendekatan pada institusi di lokasi penelitian
e. Menyiapkan perlengkapan penelitian
2. Tahap Pelaksanaan
a. Mendapat izin penelitian
b. Mendapat persetujuan dari responden
c. Pengumpulan hasil penelitian
d. Melakukan pengolahan data dan analisis data
3. Tahap Akhir
a. Penyusunan laporan
b. Sidang atau persentasi hasil penelitian

Anda mungkin juga menyukai