Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau

tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan

peningkatan volume, keenceran, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir

darah, seperti lebih dari 3 kali/hari dan pada neonates lebih dari 4 kali/hari

(Hidayat Aziz Alimul, 2008 :102).

Diare adalah defekasi ener lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa

darah dan/atau lender dalam feses, sedangkan diare akut sendiri

didefinisikan dengan diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan

anak yang sebelumnya sehat (Sodikin, 2011 :225).

Diare akut adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair

atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari

pada biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24 jam. Definisi lain

memakai frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari.

Buang air besar tersebutbdapat/tanpa disertai lender dan darah (Nurarif

Amin Huda, 2015 :194).


B. Etiologi

Faktor penyebab diare

1. Faktor infeksi

a. Infeksi enteral

Merupakan infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan

penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai

berikut:

1) Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas

2) Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,

Poliomyelitis), Adeno-virus, Rotavirus,

Astrovirus

3) Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,

Strongyloides), Protozoa (Entamoeba

histolytica, Giardia lamblia,

Trichomonas hominis), Jamur (Candida

albicans).

b. Infeksi parenteral

Ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti: otitis meia

akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak

berumur dibawah 2 tahun.


2. Faktor malabsorbsi

a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose

dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan

galaktosa), pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering

(intoleransi laktosa).

b. Malabsorbsi lemak

c. Malabsorbsi protein

3. Faktor makanan

Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

4. Faktor psikologis

Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih

besar).

(Ngastiyah, 2014 :224).

C. Patofisiologi

Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya

pertama faktor infeksi, proses ini dapat diawali dengan adanya

mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam saluran pencernaan yang

kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa intestinal yang

dapat menurunkan daerah permukaan intestinal sehingga terjadinya

perubahan kapasitas dari intestinal yang akhirnya mengakibatkan gangguan

fungsi intestinal dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Adanya toksin bakteri

juga akan menyebabkan sistem transport menjadi aktif dalam usus,


sehingga sel mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan dan

elektrolit akan meningkat.

Kedua faktor malabsorpsi, merupakan kegagalan dalam melakukan

absorpsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat kemudian akan

terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat

meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.

Ketiga faktor makanan, dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu

diserap dengan baik dan dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang

akhirnya menyebabkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan.

Keempat faktor psikologis, dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan

peristaltik usus yang dapat mempengaruhi proses penyerapan makanan.

(Hidayat Aziz Alimul, 2008 :101).


Pathway

Infeksi Kuman masuk dan Toksin dalam dinding Hipersekresi air elektrolit (isi Perubahan pola
berkembang biak usus halus rongga) usus meningkat eliminasi BAB
(Diare)

Malabsorpsi Tekanan osmotik Pergeseran air dan Isi rongga usus meningkat Kekurangan
meningkat elektrolit ke rongga volume cairan
usus

Faktor
Makanan Toksin tidak dapat Hiperperistaltik Kemampuan absorpsi
diabsorpsi menurun
Perubahan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
Psikologis Hiperperistaltik Kemampuan absorpsi
menurun

Ansietas
D. Manifestasi Klinis

Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu

makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin

disertai lender atau darah. Warna tinja makin lama makin berubah kehijau-

hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitar

timbullecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam

sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang

tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.

Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat

disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan

keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak

kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat

badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung

(pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi

ringan, sedang, dan berat. Bila berdasarkan tonisitas plasma dibagi menjadi

dehidrasi hipotonik, isotonik dan hipertonik.

Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan dehidrasi berta

dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 12,5%. Pada dehidrasi berat,

volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik

dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan

darah menurun, pasien sangat lemah, kesadran menurun (apatis, samnolen,


kadang sampai soporokomateus). Akibat dehidrasi dieresis berkurang

(oliguria sampai anuria). Bila sudah terjadi asidosis metabolik pasien akan

tampak pucat dengan pernapasan yang cepat dan dalam (pernapasan

kusmaul). Asidosis metabolic terjadi karena:

1. Kehilangan NaHCO3 melalui tinja diare

2. Ketosis kelaparan

3. Produk-produk metaboli yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan

(karena oliguria/anuria)

4. Berpindahnya ion Natrium dari cairan ekstrasel ke cairan intrasel

5. Penimbunan asam laktat (anoksia jaringan).

(Ngastiyah, 2014 :225-226).

E. Komplikasi

1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, isotonic atau hipertonik).

2. Renjatan hipoolemik.

3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,

bradikardia, perubahan elektrokardiogram).

4. Hipoglikemia.

5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi

enzim laktase.

6. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.

7. Malnutrisi energi protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau

kronik).

(Ngastiyah, 2014 :225).


F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan tinja

a. Makroskopis dan mikroskopis

b. Ph dan kadar gula dalam tinja

c. Biakan dan rsistensi feses (colok dubur)

2. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan

kesembangan asam basa (pernapasan kusmaul).

3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Pospat.

(Nurarif Amin Huda, 2015: 196).

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis

a. Pemberian cairan

Pemberian cairan pada pasien diare engan memperhatikan derajat

dehidrasinya dan keadaan umum.

1) Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang

cairan diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan

NaHCO3, KCl dan glukosa. Untuk diare akut pada anak diatas

umur 6 bulan kadar natrium 90 mEq/L. Pada anak dibawah

umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan/sedang kadar natrium 50-

60 mEq/L. formula lengkap sering disebut oralit.

2) Cairan parental, pada umumya diberikan cairan Ringer Laktat

(RL). Mengenai pemberian cairan seberapa banyak ysng


diberikan bergantung dari berat/ringannya dehidrasi, yang

diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur

dan berat badannya.

3) Pemberian cairan pasien MEP tipe marasmik, jenis cairan yang

diberikan DG aa. Selain pemberian cairan yang telah disebutkan

masih ada ketentuan pemberian cairan pada pasien lainnya

misalnya pasien bronkopneumonia dengan diare.

b. Pengobatan diatetik

Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat

badan kurang dari 7 kg jenis makanan:

1) Susu (ASI dan atau formula yang mengandung laktosa rendah

dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau

sejenis lainnya).

2) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim),

bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa.

3) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan

misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak

yang berantai sedang atau tidak jenuh.

c. Obat-obatan

Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang

melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang

mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air

tajin, tepung beras dan sebagainya). (Ngastiyah, 2014 :227-229).


2. Penatalaksanaan keperawatan

a. Memberiakan nutrisi (makanan) setelah dehidrasi teratasi yang

mengandung cukup kalori, protein, mineral, dan vitamin.

b. Pada bayi, pertahankan pemberian ASI atau lakukan pemberian

pengganti air susu (bagi yang tidak minum ASI).

c. Memeberikan makanan dengan mempertimbangkan usia, berat

badan, dan kemampuan menerima pada anak.

d. Melakukan pemantauan dan pengukuran status gizi atau tanda

kecukupan nutrisi.

e. Memberikan penjelasan kepada keluarga tentang bagaimana

mencegah makanan yang dapat menyebabkan diare, cara

mensterilkan botol susu, dan hygiene lingkungan.

f. Melakukan penggantian popok dengan sering dan mengkajinya

setiap saat setelah buang air besar atau kecil.

g. Memberikan salep pelumas atau bedak pada daerah rectum dan

perineum.

h. Mengajarkan kepada keluarga untuk menjaga kebersihan atau

hygiene pada daerah sekitar rectum dan perineum serta cara

mengganti popok atau memberikan bedak atau salep pelumas.

(Hidayat Aziz Alimul, 2008 :103-104).


2. KONSEP TUMBUH KEMBANG

A. Definisi

Tumbuh kembang anak menurut Dr. Soetjiningsih mencakup dua

peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit

dipisahkan yaitu mengenai pertumbuhan dan perkembangan.

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,

jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang

dapat diukur dengan ukuran berat, panjang, umur tulang, dan

keseimbangan metabolik.

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan

fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil

dari proses pematangan. Disisni menyangkut adanya proses diferensasi

sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ, dan system organ yang berkemang

sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.

Termasuk perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil

interaksi dengan lingkungan.

Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak terhadap

aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan

fungsi organ/individu. Walau demikian, kedua peristiwa itu terjadi secara

sinkron pada setiap individu.

(Ngastiyah, 2014 :1).


B. Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

1. Faktor genetik

Melalui intruksi genetik yang terkandung didalam sel telur yang telah

dibuahi dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai

dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas

jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas, dan berhentinya

pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik adalah berbagai faktor

bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku

bangsa/bangsa. Potensi genetik yang bermutu jika berinteraksi dengan

lingkungan secara positif akan dicapai hasil akhir yang optimal.

2. Faktor lingkungan prenatal

a. Ibu gizi pada waktu ibu hamil

b. Mekanis

c. Toksin/zat kimia

d. Endokrin

e. Radiasi

f. Infeksi

g. Stres

h. Imunitas

i. Anoksia embrio

3. Faktor lingkungan post-natal

Lingkungan biologis yang meliputi:

a. Ras/suku bangsa
b. Jenis kelamin

c. Umur

d. Gizi

e. Perawatan kesehatan

f. Kepekaan terhadap penyakit

g. Penyakit kronis

h. Fungsi metabolisme

i. Hormone

4. Faktor fisik

a. Cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah

b. Sanitasi

c. Keadaan rumah

d. Radiasi

5. Faktor psikososial

a. Stimulasi

b. Motivasi belajar

c. Ganjaran atau hukuman

d. Kelompok sebaya

e. Stress

f. Sekolah

g. Cinta dan kasih

h. Kualitas interaksi anak dan orang tua


6. Faktor keluarga

a. Pekerjaan/pendapatan keluarga

b. Pendidikan ayah/ibu

c. Jumlah saudara

d. Jenis kelamin

e. Stabilitas rumah tangga

f. Kepribadian ayah/ibu

g. Adat istiadat dan norma-norma

h. Agama, kehidupan politik dalam masyarakat.

(Ngastiyah, 2014 :2-7).

C. Kebutuhan dasar anak

1. Kebutuhan fisik biomedis (asuh)

Kebutuhan fisik biomedis (asuh) meliputi pangan/gizi, erawatan dasar:

imunisasi, penimbangan bayi/anak secara teratur, pengobatan jika

sakit, papan/pemukiman yang layak, hygiene perorangan, sanitasi

lingkungan yang baik, sandang, kesegaran jasmani, rekreasi.

2. Kebutuhan sosial/kasih sayang (asih)

Pada tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat dan mesra antara

ibu/pengganti ibu dan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin

tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental, maupun psikososial.

Peran dan kehadiran ibu, adanya kontak fisik menyentu/mendekap dan

memandang pada saat memberi ASI akan berdampak positif dalam

tumbuh kembang anak. Sebaliknya jika kurang kasih saying pada


tahun pertama, kehidupan anak akan berdampak negatife bagi tumbuh

kembang anak baik fisik, mental, maupun sosial emosi yang disebut

sindrom deprivasi mama. Kasih sayang dari orang tuanya (ayah/ibu)

akan menciptakan ikatan yang erat (bounding) dan kepercayaan dasar

(basic trust).

3. Kebutuhan stimulasi mental (asah)

Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar

(pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental (asah) ini

mengembangkan perkembangan mental psikososial, kecerdasan,

keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, moral-

etika, dan produktivitas.

(Ngastiyah, 2014 :7-8).

D. Ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan

1. Pertumbuhan memiliki cirri-ciri sebagai berikut:

a. Dalam pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam hal

bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi badan,

lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar dada, dan lain-lain.

b. Dalam pertumbuhan dapat terjadi perubahan proporsi yang dapat

terlihat pada proporsi fisik atau organ manusia yang muncul mulai

dari masa konsepsi hingga dewasa.

c. Pada pertumbuhan dan perkembangan terjadi hilangnya ciri-ciri

lama yang ada selama masa pertumbuhan, seperti hilangnya


kelenjar timus, lepasnya gigi susu, atau hilangnya refleks-refleks

tertentu,

d. Dalam pertumbuhan terdapat cirri baru yang secara perlahan

mengikuti proses kematangan, seperti adanya rambut pada daerah

aksila, pubis, atau dada.

2. Perkembangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Perkembangan selalu melibatkan proses pertumbuhan yang diikuti

dari perubahan fungsi, seperti perkembangan sistem reproduksi

akan diikuti perubahan pada fungsi alat kelamin.

b. Perkembangan memiliki pola yang konstan dengan hukum tetap,

yaitu perkembangan dapat terjadi dari daerah kepala menuju ke

arah kaudal atau dari bagian proksimal ke bagian distal.

c. Perkembangan memiliki tahapan yang berurutan mulai dari

kemampuan melakukan hal yang sederhana menuju kemampuan

melakukan hal yang sempurna.

d. Perkembangan setiap individu memiliki kecepatan pencapaian

perkembangan yang berbeda.

e. Perkembangan dapat menentukan pertumbuhan tahap selanjutnya,

dimana tahapan perkembangan harus dilewatitahap demi tahap.

(Hidayat Aziz Alimul, 2008 :10).

E. Tahap-Tahap Tumbuh Kembang

1. Masa embrio (kosepsi -8 minggu)

2. Masa janin/fetus (9 minggu-lahir)


3. Masa bayi (usia 0-1 tahun)

a. Masa neonatal (usia 0-28 hari)

b. Masa pascanatal (usia 29 hari-1 tahun)

4. Masa prasekolah (usia 1-6 tahun)

5. Masa sekolah (usia 6-18 tahun)

a. Masa praremaja (6-10 tahun)

6. Masa remaja dini

a. Wanita (8-13 tahun)

b. Pria (10-15 tahun)

7. Masa remaja lanjut

a. Wanita (13-18 tahun)

b. Pria (15-20 tahun)

(Ngastiyah, 2014 :8).

3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1) Dapatkan riwayat penyakit termasuk hal-hal seperti berikut:

a) Kemungkinan memakan makanan atau air terkontaminasi.

b) Kemungkinan infeksi ditempat lain (misalnya pernapasan, infeksi

saluran kemih).

2) Lakukan pengkajian fisik rutin.

3) Observasi adanya manifestasi gastrointestinal.

4) Kaji status dehidrasi.

5) Catat keluaran rektal yang meliputi jumlah, volume, dan karakteristik.


6) Observasi dan catat adanya tanda-tanda yang berkaitan seperti

tenesmus, kram, dan muntah.

7) Bantu dengan prosedur diagnostik, misalnya tamping spesimen sesuai

kebutuhan: feses untuk pH, berat jenis, frekuensi; urin untuk pH, berat

jenis, frekuensi; HDL, elektrolit serum, kreatinin, dan BUN.

8) Identifikasi sumber infeksi misalnya periksa anggota rumah yang lain

dan rujuk pada pengobatan bila diindikasikan.

(Sodikin, 2011 :123-124).

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif.

2. Diare b.d proses infeksi, inflamasi diusus.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan

intake makanan

(Nurarif Amin Huda, 2015 :196)


C. Intervensi

1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar-kapiler.

Diagnosa NOC NIC


Definisi: kelebihan
atau defisit pada
oksigenasi dan/atau
eliminasi
karbondioksida pada
membran alveolar
kapiler.
Batasan
karakteristik:
1. pH darah arteri
abnormal
2. pH arteri
abnormal
3. pernapasan
abnormal
4.
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2012). Sedangkan kasus kematian

bayi di Kabupaten Pringsewu pada tahun 2013 adalah sebanyak 61%

menderita diare (Dinas Kesehatan Pringsewu, 2013).

Berdasarkan data catatan medis di Ruang Anak Rumah Sakit Umum Daerah

Pringsewu pada tahun 2016 dari bulan Januari-Juni telah didapat ada 60 anak

yang menderita penyakit diare. Sedangkan dari bulan Juli-Desember didapat

ada 138 anak yang menderita penyakit diare.Dari data yang diperoleh dari

ruang anak RS Umum Daerah Pringsewu didapatkan bahwa yang mengalami

penyakit diare pada anak ini berkisar pada umur rata-rata >1 tahun sampai <4

tahun.Dapat disimpulkan bahwa penyakit diare di ruang anak RS Umum

Daerah Pringsewu pada tahun 2016 setiap bulannya mengalami peningkatan

(Rekam Medik RSUD Pringsewu, 2016).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh I Putu Eka Praditya & dkk,

2014. Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di

Negara berkembang, dengan perkiraan 1,3 miliar episode dan 3,2 juta

kematian setiap tahun pada balita. Secara keseluruhan, anak-anak mengalami

diare rata-rata 3,3 episode pertahun, akan tetapi pada beberapa tempat dapat

lebih dari 9 episode per tahun. Pada daerah dengan episode diare yang tinggi,

seorang balita dapat menghabiskan 15% waktunya dengan diare kurang lebih

80% kematian yang berhubungan dengan diare terjadi pada 2 tahun pertama

kehidupan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Tria Teguh Setiawan & dkk, 2016. Di

Jawa Tengah, cakupan penemuan dan penanganan diare pada balita dari tahun

2010-2014 terus meningkat. Tahun 2014 kasus diare menurut golongan umur

banyak ditemukan pada golongan terbanyak umur >5 tahun sebanyak 24.899

kasus (65%) dan terendah pada kelompok umur <1 tahun sejumlah 3.780

kasus (10%). Sedangkan menurut jenis kelamin perempuan lebih banyak

dibandingkan laki-laki, perempuan sejumlah 20.421 kasus (54%) kasus dan

laki-laki sejumlah 17.713 kasus (46%). Hasil pengelolaan didapatkan

kekurangan volume cairan pada anak G kebutuhan cairan dalam tubuh klien

sudah terpenuhi sebagian. Anak G mengalami diare, BAB 6 kali dengan

karakteristik lembek, BAK 2 kali/hari, balance cairan (output cairan-intake

cairan) anak G pada hari sabtu 9 April 2016 adalah sebesar -92 cc.

Berdasarkan fenoma tersebut penulis tertarik mengangkat Asuhan

Keperawatan pada Anak yang mengalami Diare dengan masalah keperawatan

Kekurangan Volume Cairan di ruang Anak Rumah Sakit Umum Daerah

Pringsewu sebagai makalah ilmiah syarat untuk mengikuti ujian akhir

program di STIKes Muhammadiyah Pringsewu Tahun 2017.

B. Batasan Masalah

Batasan masalah pada karya tulis ilmiah berbasis studi kasus ini dibatasi pada

Asuhan Keperawatan pada Anak yang mengalami Diare dengan masalah

keperawatan Kekurangan Volume Cairan di Rumah Sakit Umum Daerah

Pringsewu Tahun 2017.


C. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada Anak yang mengalami Diare

dengan masalah keperawatan Kekurangan Volume Cairan di Rumah Sakit

Umum Daerah Pringsewu Tahun 2017.

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Anak yang mengalami Diare

dengan masalah keperawatan Kekurangan Volume Cairan di Rumah Sakit

Umum Daerah Pringsewu Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada Anak yang mengalami Diare

dengan masalah keperawatan Kekurangan Volume Cairan di Rumah

Sakit Umum Daerah Pringsewu Tahun 2017.

b. Menetapkan diagnosis keperawatan pada Anak yang mengalami Diare

dengan masalah keperawatan Kekurangan Volume Cairan di Rumah

Sakit Umum Daerah Pringsewu Tahun 2017.

c. Menyusun perencanaan keperawatan pada Anak yang mengalami

Diare dengan masalah keperawatan Kekurangan Volume Cairan di

Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu Tahun 2017.

d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Anak yang mengalami

Diare dengan masalah keperawatan Kekurangan Volume Cairan di

Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu Tahun 2017.


e. Melakukan evaluasi pada Anak yang mengalami Diare dengan

masalah keperawatan Kekurangan Volume Cairan di Rumah Sakit

Umum Daerah Pringsewu Tahun 2017.

E. Manfaat

1. Bagi Perawat

Untuk menambah pengetahuan dan sebagai bahan pertimbangan untuk

penelitian yang selanjutnya.

2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai referensi dan tolak ukur dalam memberikan asuhan keperawatan

kepada klien.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Untuk menambah informasi dan referensi perpustakaan Institusi

Pendidikan STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung.

4. Bagi klien

Diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada keluarga terutama para

ibu tentang pentingnya memperhatikan tanda-tanda yang dapat

mempengaruhi terjadinya penyakit diare pada anak sehingga diharapkan

dapat menurunkan angka kejadian penyakit diare.

Anda mungkin juga menyukai