Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENGINDERAAN JAUH

Juni 5, 2012

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi)
keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi . Kata geografi berasal dari
bahasa yunani yaitu go (Bumi) dan graphein (menulis, atau menjelaskan). Untuk itu di dalam
mempelajari geografi ilmu yang perlu kita pahami dengan baik yaitu ilmu yang berhubungan dalam
mengkaji peta, agar mempermudah kita melakukan pengamatan di lapangan dan dapat
membandingkan keadaan pada peta dengan keadaan yang sebenarnya. Salah satu ilmu yang
mengkaji tentang peta adalah penginderaan jauh, di sini kita akan membandingkan keadaan pada
peta citra landsat dengan keadaan sebenarnya di lapangan.
Permasalahan yang sedang terjadi di Indonesia yaitu perubahan penggunaan lahan yang setiap
tahunnya terjadi secara meningkat. Banyak hutan-hutan yang ditebang untuk dijadikan lahan
perkebunan ataupun untuk pemukiman warga, disini jelas sekali dampak yang akan terjadi
menyebabkan global warming (pemanasan global). Dari permasalahan pemanasan global ini maka
akibat yang ditimbulkan akan merusak alam dan merugikan manusia.

Kita bisa mengetahui perubahan tata guna lahan tanpa harus langsung ke lapangan, karena bisa
diidentifikasi dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh melalui citra satelit. Dalam
interpretasi citra pengenalan objek merupakan bagian yang sangat penting. Prinsip pengenalan
objek pada citra didasarkan pada penyelidikan karakteristik pada citra. Karakteristik yang tergambar
pada citra dan digunakan untuk mengenali objek disebut unsure interpretasi citra.

Teknologi penginderaan jauh merupakan teknologi yang mempunyai dapat mengikuti


perkembangan kebutuhan masyarakat. Kemampuan penyediaan data dan informasi kebumian yang
bersifat dinamik bermanfaat dalam pembangunan di era Otonomi Daerah. Data dan informasi
mutakhir sangat diperlukan. Ketersediaan data dan informasi yang diimbangi dengan pengolahan
data menjadi informasi wilayah dapat dilakukan dengan sistem informasi geografis (SIG).

Data-data penggunaan lahan juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain misalnya untuk
pembangunan, untuk mengetahui seberapa besar perubahan penggunaan lahan di suatu wilayah,
juga dapat digunakan untuk keperluan perencanaan wilayah apakah lahan tersebut sesuai atau tidak.

Analisis penggunaan lahan dilakukan untuk mengetahui bentuk-bentuk penguasaan, penggunaan,


dan kesesuaian pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya dan lindung. Selain itu, dengan analisis
ini dapat diketahui besarnya fluktuasi intensitas kegiatan di suatu kawasan, perubahan,
perluasan fungsi kawasan, okupasi kegiatan tertentu terhadap kawasan, benturan kepentingan
sektoral dalam pemanfaatan ruang, kecenderungan pola perkembangan kawasan budidaya dan
pengaruhnya terhadap perkembangan kegiatan sosial ekonomi serta kelestarian lingkungan.

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan topik yang diteliti, maka secara spesifik tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.Ingin mengetahui jenis data penggunaan lahan yang dapat diidentifikasi dari citra Landsat.

2.Ingin mengetahui ketelitian citra Landsat dalam mengidentifikasi jenis penggunaan lahan di
daerah Cidaun dan sekitarnya.

3.Ingin mengetahui perbandingan data penggunaan lahan di peta Rupa Bumi dengan data di citra
Landsat.

C. Manfaat Penelitian

1.Dapat mengetahui jenis-jenis penggunaan lahan di Cidaun

2.Dapat mengetahui cara menggunakan ER Mapper

3.Dapat mengetahui perbandingan citra dengan peta Rupa Bumi Indonesia

1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian

Lokasi : Desa Kertajadi, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur Selatan, Profinsi Jawa Barat.

Waktu : Hari Jumat Minggu tanggal 25- 27 November 2011

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Penginderaan Jauh
A. Pengertian penginderaan jauh

Pengindraan jauh adalah ilmu atau seni cara merekam suatu objek tanpa kontak fisik dengan
menggunakan alat pada pesawat terbang, balon udara, satelit, dan lain-lain. Dalam hal ini yang
direkam adalah permukaan bumi untuk berbagai kepentingan manusia. Sedangkan arti dari citra
adalah hasil gambar dari proses perekaman penginderaan jauh (inderaja) yang umumnya berupa
foto.
Beberapa Pengertian Penginderaan Jauh Oleh Para Ahli :

Menurut Lillesand and Kiefer

Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau
gejala dengan jalan menganalisis data yang didapat dengan menggunakan alat tanpa kontak
langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji.

Menurut Lindgren

Penginderaan jauh adalah bermacam-macam teknik yang dikembangkan untuk mendapat perolehan
dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut khusus dalam bentuk radiasi
elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi.

Menurut Sabins

Penginderaan jauh adalah suatu ilmu untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasi citra yang
telah direkam yang berasal dari interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan suatu obyek.

Menurut Curran 1985

Penginderaan jauh (remote sensing), yaitu penggunaan sensor radiasi elektromagnetik untuk
merekam gambar lingkungan bumi yang dapat diinterpretasi sehingga menghasilkan informasi yang
berguna.

Menurut Colwell 1984

Penginderaan jauh (remote sensing), yaitu suatu pengukuran atau perolehan data pada objek
dipermukaan bumi dari satelit atau instrumen lain diatas jauh dari objek yang diindera. Foto udara
citra satelit dan citra radar adalah beberapa bentuk penginderaan jauh.

Menurut Campbell 1987

Penginderaan jauh (remote sensing), yaitu ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai
permukaan bumi seperti lahan dan air dari citra yang diperoleh dari jarak jauh. Hal ini biasanya
berhubungan dengan pengukuran pantulan atau pancaran gelombang elektromagnetik dari suatu
objek.

Menurut Avery 1985

Penginderaan jauh merupakan upaya memperoleh mengidentifikasi dan menganalisis objek dengan
sensor pada posisi pengamatan daerah kajian.

Penginderaan jauh merupakan upaya untukmemperoleh data dari jarak jauh dengan
menggunakan peralatan tertentu. Data yangdiperoleh itu kemudian dianalisis dan
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
o Penginderaan Jauh merupakan terjemahan dari istilah remote sensing, adalah ilmu,
teknologi dan seni dalam memperoleh informasi mengenai objek atau fenomena di
(dekat) permukaan bumi tanpa kontak langsung dengan objek atau fenomena yang
dikaji, melainkan melalui media perekam objek atau fenomena yang memanfaatkan
energi yang berasal dari gelombang elektromagnetik dan mewujudkan hasil perekaman
tersebut dalam bentuk citra.

Pengertian tanpa kontak langsung di sini dapat diartikan secara sempit dan luas. Secara sempit
berarti bahwa memang tidak ada kontak antara objek dengan analis, misalnya ketika data citra
satelit diproses dan ditransformasi menjadi peta distribusi temperatur permukaan pada saat
perekaman. Secara luas berarti bahwa kontak dimungkinkan dalam bentuk aktivitas ground truth,
yaitu pengumpulan sampel lapangan untuk dijadikan dasar pemodelan melalui interpolasi dan
ekstrapolasi pada wilayah yang jauh lebih luas dan pada kerincian yang lebih tinggi.

Menurut Richards dan jia 2006

Data penginderaan jauh diperoleh dari suatu satelit, pesawat udara balon udara atau wahana
lainnya. Data-data tersebut berasal rekaman sensor yang memiliki karakteristik berbeda-beda pada
masing-masing tingkat ketinggian yang akhirnya menentukan perbedaan dari data penginderaan
jauh yang di hasilkan.

Dari beberapa batasan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penginderaan jauh
merupakan upaya memperoleh informasi tentang objek dengan menggunakan alat yang
disebut sensor (alat peraba), tanpa kontak langsung dengan objek atau penginderaan jauh
merupakan pemantauan terhadap suatu objek dari jarak jauh dengan tidak melakukan kontak
langsung dengan objek tersebut.
Penginderaan jauh didefinisikan sebagai suatu metoda untuk mengenal dan menentukan
obyek dipermukaan bumi tanpa melalui kontak langsung dengan obyek tersebut. Banyak
pakar memberi batasan, penginderaan jauh hanya mencakup pemanfaatan gelombang
elektromaknetik saja, sedangkan penginderaan yang memanfaatkan sifat fisik bumi seperti
kemaknitan, gaya berat dan seismik tidak termasuk dalam klasifikasi ini. Namun sebagian
pakar memasukkan pengukuran sifat fisik bumi ke dalam lingkup penginderaan jauh.

Empat komponen dasar dari sistem PJ adalah target, sumber energi, alur transmisi, dan sensor.
Komponen dalam sistem ini berkerja bersama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai
target tanpa menyentuh obyek tersebut. Sumber energi yang menyinari atau memancarkan energi
elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus
berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor adalah
sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan
dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya berupa
citra. Citra ini kemudian diinterpretasi untuk menyarikan informasi mengenai target. Proses
interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan automatic dengan bantuan computer dan
perangkat lunak pengolah citra.
Gambar 1.1 : Proses penginderaan jauh

Sumber:(http://4.bp.blogspot.com/INDRAJA.jpg)

1. Teknologi Penginderaan Jauh

Sebuah platform PJ dirancang sesuai dengan beberapa tujuan khusus. Tipe sensor dan
kemampuannya, platform, penerima data, pengiriman dan pemrosesan harus dipilih dan dirancang
sesuai dengan tujuan tersebut dan beberapa faktor lain seperti biaya, waktu dsb.

1. a. Resolusi Sensor

Rancangan dan penempatan sebuah sensor terutama ditentukan oleh karakteristik khusus dari
target yang ingin dipelajari dan informasi yang diinginkan dari target tersebut. Setiap aplikasi
penginderaan jauh mempunyai kebutuhan khusus mengenai luas cakupan area, frekuensi
pengukuran dan tipe energy akan dideteksi. Oleh karena itu, sebuah sensor harus mampu
memberikan resolusi spasial, spectral dan temporal yang sesuai dengan kebutuhan aplikasi.

Resolusi Spasial

Menunjukan level dari detail yang ditangkap oleh sensor. Semakin detail sebuah studi semakin
tinggi resolusi spasial yang diperlukan. Sebagai ilustrasi, pemetaan penggunaan lahan memerlukan
resolusi spasial lebih tinggi daripada pengamatan cuaca berskala besar.

Resolusi Spektral

Menunjukan lebar kisaran dari masing-masing band spectral yang diukur oleh sensor. Untuk
mendeteksi kerusakan tanaman dibutuhkan sensor dengan kisaran band yang sempit pada bagian
merah.

Resolusi Temporal

Menunjukan interval waktu antar pengukuran. Untuk memonitor perkembangan badai, diperlukan
pengukuran setiap beberapa menit. Produksi tanaman membutuhkan pengukuran setiap musim,
sedangkan pemetaan geologi hanya membutuhkan sekali pengukuran.

1. Platform
Ground-Based Platforms

sensor diletakkan di atas permukaan bumi dan tidak berpindah-pindah. Sensornya biasanya sudah
baku seperti pengukur suhu, angin, pH air, intensitas gempa dll. Biasanya sensor ini diletakkan di
atas bangunan tinggi seperti menara.
Aerial platforms

biasanya diletakkan pada sayap pesawat terbang, meskipun platform airborne lain seperti balon
udara, helikopter dan roket juga bisa digunakan. Digunakan untuk mengumpulkan citra yang sangat
detail dari permukaan bumi dan hanya ditargetkan ke lokasi tertentu. Dimulai sejak awal 1900-an.

Satellite Platforms

sejak awal 1960 an sensor mulai diletakkan pada satelit yang diposisikan pada orbit bumi dan
teknologinya berkembang pesat sampai sekarang. Banyak studi yang dulunya tidak mungkin
menjadi mungkin.

1. Komunikasi dan pengumpulan data

Pengiriman data yang dikumpulkan dari sebuah sistem RS kepada pemakai kadang-kadang harus
dilakukan dengan sangat cepat. Oleh karena itu, pengiriman, penerimaan, pemrosesan dan
penyebaran data dari sebuah sensor satelit harus dirancang dengan teliti untuk memenuhi
kebutuhan pemakai.

Pada ground-based platforms, pengiriman menggunakan sistem komunikasi ground-based seperti


radio, transmisi microwave atau computer network. Bisa juga data disimpan pada platform untuk
kemudian diambil secara manual. Pada aerial Platforms, data biasanya disimpan on board dan
diambil setelah pesawat mendarat. Dalam hal satellite Platforms, data dikirim ke bumi yaitu kepada
sebuah stasiun penerima. Berbagai cara transmisi yang dilakukan:

Langsung kepada stasiun penerima yang ada dalam jangkauan,


Disimpan on board dan dikirimkan pada saat stasiun penerima ada dalam jangkauan,
Terus menerus, yaitu pengiriman ke stasiun penerima melalui komunikasi satelit berantai
pada orbit bumi, atau
Kombinasi dari cara-cara tersebut. Data diterima oleh stasiun penerima dalam bentuk format
digital mentah. Kemudian data tersebut akan diproses untuk pengkoreksian sistematik,
geometrik dan atmosferik dan dikonversi menjadi format standard. Data kemudian disimpan
dalam tape, disk atau CD. Data biasanya disimpan di stasiun penerima dan pemproses,
sedangkan perpustakaan lengkap dari data biasanya dikelola oleh pemerintah ataupun
perusahaan komersial yang berkepentingan.
1. Radiasi Elektromagnetik
A. Radiasi Elektromagnetik

Gambar 3.1 : Radiasi Elektromagnetik

Sumber: (http://3.bp.blogspot.com/elektromagnetik-inderaja.jpg)

Energi elektromagnetik adalah sebuah komponen utama dari kebanyakan system penginderaan jauh
untuk lingkungan hidup, yaitu sebagai medium untuk pengirim informasi dari target kepada sensor.
Energy elektromagnetik merambah dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa diukur,
yaitu: panjang gelombang/wavelength, frekuensi, amplitudo, kecepatan. Amplitudo adalah tinggi
gelombang, sedangkan panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak.

Frekuensi adalah jumlah gelombang yang melalui suatu titik dalam satu satuan waktu. Frekuensi
tergantung dari kecepatan merambahnya gelombang. Karena kecepatan energy elektromagnetik
adalah konstan (kecepatan cahaya), panjang gelombang dan frekuensi berbanding terbalik. Semakin
panjang suatu gelombang, semakin rendah frekuensinya, dan semakin pendek suatu gelombang
semakin tinggi frekuensinya.

Energy elektromagnetik dipancarkan atau dilepaskan oleh semua masa di alam semesta pada level
yang berbeda-beda. Semakin tinggi level energy dalam suatu sumber energy, semakin rendah
panjang gelombang dari energy yang dihasilkan, dan semakin tinggi frekuensinya. Perbedaan
karakteristik energy gelombang di gunakan untuk mengelompokan energy elektromagnetik.

1. Spektrum Elektromagnetik

Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang gelombang dan


frekuensinya disebut spectrum elektromagnetik. Gambar spectrum elektromagnetik di bawah
disusun berdasarkan panjang gelombang (diukur dalam satuan _m) mencakup kisaran energi yang
sangat rendah, dengan panjang gelombang tinggi dan frekuensi rendah, seperti gelombang radio
sampai ke energi yang sangat tinggi, dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi seperti
radiasi X-ray dan Gamma Ray.

Gambar 3.2 : Spektrum elektromagnetik

http://1.bp.blogspot.com/spektrum-elektromagnetik.jpg

1. Interaksi Energi

Gelombang elektromagnetik (EM) yang dihasilkan matahari dipancarkan (radiated) dan masuk ke
dalam atmosfer bumi. Interaksi antara radiasi dengan partikel atmosfer bisa berupa penyerapan
(absorption), pemencaran (scattering) atau pemantulan kembali (reflectance).Sebagian besar radiasi
dengan energi tinggi diserap oleh atmosfer dan tidak pernah mencapai permukaan bumi. Bagian
energi yang bisa menembus atmosfer adalah yang transmitted. Semua masa dengan suhu lebih
tinggi dari 0 Kelvin (-273 C) mengeluarkan (emit) radiasi EM.

Gambar 3.3 : Interaksi Energi

Sumber : (http://1.bp.blogspot.com/interaksi-energi.jpg)

d. Sensor
Radiometer yang dibawa oleh pesawat terbang atau satelit mengamati bumi dan mengukur level
radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan dari benda-benda yang ada di permukaan bumi atau
pada atmosfer. Karena masing-masing jenis permukaan bumi dan tipe partikel pada atmosfer
mempunyai karakteristik spectral yang khusus (atau spectral signature) maka data ini bisa dipakai
untuk menyediakan informasi mengenai sifat target. Pada permukaan yang rata, hampir semua
energi dipantulkan dari permukaan pada suatu arah, sedangkan pada permukaan kasar, energi
dipantulkan hampir merata ke semua arah. Pada umumnya permukaan bumi berkisar diantara ke
dua ekstrim tersebut, tergantung pada kekasaran permukaan.

Contoh yang lebih spesifik adalah pemantulan radiasi EM dari daun dan air. Sifat klorofil adalah
menyerap sebagian besar rasdiasi dengan panjang gelombang merah dan biru dan memantulkan
panjang gelombang hijau dan near IR. Sedangkan air menyerap radiasi dengan panjang gelombang
nampak tinggi dan near IR lebih banyak daripada radiasi nampak dengan panjang gelombang
pendek (biru)

Gambar 3.4 : Panjang gelombang pada sensor

Sumber: (http://1.bp.blogspot.com/karakteristik-signal.jpg)

Pengetahuan mengenai perbedaan spectral signature dari berbagai bentuk permukaan bumi
memungkinkan kita untuk menginterpretasikan citra.
Ada dua tipe deteksi yang dilakukan oleh sensor, yaitu deteksi pasif dan aktif. Banyak bentuk
penginderaan jauh yang menggunakan deteksi pasif, dimana sensor mengukur level energi yang
secara alami dipancarkan, dipantulkan, atau dikirimkan oleh target. Sensor ini hanya bisa bekerja
apabila terdapat sumber energi yang alami, pada umumnya sumber radiasi adalah matahari,
sedangkan pada malam hari atau apabila permukaan bumi tertutup awan, debu asap dan partikel
atmosfer lain, pengambilan data dengan cara deteksi pasif tidak bisa dilakukan dengan baik. Contoh
sensor pasif yang paling dikenal adalah sensor utama pada satelit Landsat, Thematic Mapper, yang
mempunyai 7 band atau channel.

Band 1 (0,45 0,52 m ; biru) berguna untuk membedakan kejernihan air dan juga
membedakan antara tanah dengan tanaman.
Band 2 (0,52 0,60 m ; hijau) berguna untuk mendeteksi tanaman.
Band 3 (0,63 0,69 m, merah) band yang paling berguna untuk membedakan tipe tanaman,
lebih daripada band 1 dan 2.
Band 4 (0,76 0,90 m ; reflected IR) berguna untuk meneliti biomas tanaman , dan juga
membedakan batas tanah tanaman dan daratan-air.
Band 5 (1,55 1,75 m ; reflected IR) menunjukkan kandungan air tanaman dan tanah,
berguna untuk membedakan tipe tanaman dan kesehatan tanaman. Juga digunakan untuk
membedakan antara awan, salju dan es.
Band 6 (10,4 12,5 m ; thermal IR) berguna untuk mencari lokasi kegiatan geothermal,
mengukur tingakt stress tanaman, kebakaran, dan kelembaban tanah.
Band 7 (2,08 2,35 m ; reflected IR) berhubungan dengan mineral, rasio antara band 5 dan
7 berguna untuk mendeteksi batuan dan deposit mineral

Sedangkan pada deteksi aktif, penginderaan jauh menyediakan sendiri sumber energi untuk
menyinari target dan menggunakan sensor untuk mengukur refleksi energi oleh target dengan
menghitung sudut refleksi atau waktu yang diperlukan untuk mengembalikan energi. Keuntungan
menggunakan deteksi aktif adalah pengukuran bisa dilakukan kapan saja. Akan tetapi sistem aktif
ini memerlukan energi yang cukup besar untuk menyinari target.

4. Citra

1. Pengertian Citra

Citra merupakan salah satu dari beragam hasil proses penginderaan jauh. Definisi citra banyak
dikemukakan oleh para ahli, salah satu di antaranya pengertian tentang citra menurut Hornby
(1974; dalam Sutanto, 1992) yang dapat ditelaah menjadi lima, berikut ini tiga di antaranya:

1) Likeness or copy of someone or something, especially one made in wood, stone, etc.

2) Mental pictures or idea, concept of something or someone.

3) Reflection seen in a mirror or through the lens of a camera.

Citra penginderaan jauh termasuk dalam pengertian yang ke-tiga menurut Hornby. Citra merupakan
gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya. Simonett et al. (1983) mengutarakan dua
pengertian tentang citra yaitu:

1) The counterpart of an object produced by the reflection or refraction of light when focused by a
lens or a mirror.

2) The recorded representation (commonly as a photo image) of object produced by optical, electro-
optical, optical mechanical, or electrical means. It is generally used when the EMR emitted or
reflected from a scene is not directly recorded on film.

Di dalam Bahasa Inggris ada dua istilah yang masing-masing diterjemahkan dengan citra, yaitu
image dan imagery. Berikut ini dikemukakan batasan kedua istilah tersebut menurut Ford (1979;
dalam Sutanto, 1992).

1) Image is representation of an object or scene; an image is usually a map, picture, or photograph.

2) Imagery is visual representation of energy recorded by remote sensing instrument.

Bila kita berpegang pada batasan ini maka penggunaan istilah image bagi citra penginderaan jauh
tidak salah, akan tetapi penggunaan istilah imagery akan lebih benar. Berbagai pustaka dalam
bahasa Inggris, baik istilah image maupun imagery sama-sama sering digunakan.

2. Jenis-jenis Citra

a. Citra Foto

adalah gambaran suatu gejala di permukaan bumi sebagai hasil pemotretan/perekaman


menggunakan kamera.
Cita foto dibedakan atas dasar spektrum elektromagnetik yang digunakan, posisi
sumbukamera, sudut lipatan kamera, jenis kamera, warna yang digunakan, dan sistem wahananya.

1) Citra foto berdasarkan warna yang digunakan

a) Citra Foto Warna Asli

Gambar 2.1.1 : Citra foto warna asli

Sumber : (http://andimanwno.files.wordpress.com/2010/02/ukuran-lapangan-2.jpg)

b) Citra foto warna semu

Gambar 2.1.2 : Citra foto warna semu

Sumber : (http://andimanwno.files.wordpress.com/2010/02/landsat-novarupta-region-large.jpg)

2) Citra foto berdasarkan posisi sumbu kamera

a) Citra Foto Vertikal, yaitu citra foto yang dibuat dengan posisi sumbu tegak lurus terhadap
permukaan bumi

Gambar 1.2.1 : Citra foto tegak

Sumber: (http://andimanwno.files.wordpress.com/2010/02/citra-foto-tegak.jpg)
b) Citra Foto Condong, yaitu citra foto yang dibuat dengan posisi sumbu kamera miring, dengan
sudut kemiringan kamera lebih dari 100. Adadua jenis foto condong yaitu :

Citra foto agak condong, yaitu jika cakrawala tidak tergambar pada foto

Gambar 1.2.2 : Citra foto condong

Sumber : (http://andimanwno.files.wordpress.com/2010/02/citra-foto-condong.jpg)

Citra foto sangat condong, yaitu jika cakrawala tergambar pada foto.

Gambar : 1.2.3 : Citra foto sangat condong

Sumber : (http://andimanwno.files.wordpress.com/2010/02/citra-foto-condong.jpg)

3) Citra foto berdasarkan sudut lipatan kamera

Jenis kamera Sudut Liputan Jenis Foto


Sudut kecil < 600 Sudut kecil
(narrow angle)

Sudut normal

(normal angle) Sudut normal/sudut


600 750 standar
Sudut lebar

(wide angle)
750 1000 Sudut lebar
Sudut sangat lebar

(super-wide angle)
> 1000 Sudut sangat lebar

Tabel 1.2.1 : Citra foto berdasarkan lipatan kamera

4) Citra foto berdasarkan jenis kamera yang digunakan

a) Citra foto tunggal, citra foto yang dibuat dengan kamera tunggal

b) Citra foto jamak, citra foto yang dibuat pada saat yang sama dan menggambarkan obyek liputan
yang sama. Foto jamak dapat dibuat dengan 3 cara :

Multikamera, menggunakan beberapa kamera yang diarahkan secara bersamaan ke satu


obyek.
Multilensa, menggunakan satu kamera yang memiliki banyak lensa
Kamera tunggal berlensa tunggal dengan pengurai warna

5) Citra foto berdasarkan sistem wahananya

a) Citra Foto Udara, yaitu citra foto yang dibuat dengan menggunakan wahan yang bergerak di udara
misalnya pesawat terbang, helikopter dll

b) Citra Foto Satelit, yaitu citra foto yang dibuat dengan menggunakan wahana satelit yang bergerak
di luar angkasa.

6) Citra foto berdasarkan Spektrum Elektromagnetik yang digunakan

a) Citra Foto Ultraviolet, yaitu citra foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum Ultraviolet

Gambar 1.6.1 : Citra foto ultraviolet

Sumber: (http://andimanwno.files.wordpress.com/2010/02/spektrum-uv.jpg)
b. Citra Foto Otokromatik, yaitu citra foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum tampak dari
warna biru hingga sebagian warna hijau

Gambar 1.6.2 : Citra foto otokromatik

Sumber : (http://andimanwno.files.wordpress.com/2010/02/ortokromatik.jpg)

c) Citra Foto Pankromatik, yaitu cira foto yang dibuat dengan menggunakan seluruh spektrum
tampak

Gambar 1.6.3 : Citra foto pankromatik

Sumber : (http://andimanwno.files.wordpress.com/2010/02/ukuran-lapangan-21.jpg)

d) Citra Foto Inframerah Asli, yaitu citra foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum
infamerah

Gambar 1.6.4 : Citra foto inframerah

Sumber : (http://andimanwno.files.wordpress.com/2010/02/spektrum-inframerah.gif)

e) Citra Foto Inframerah Modifikasi, yaitu citra foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum
inframerah dan sebagian spektrum tampak dari warna merah dan sebagian hijau.

Gambar 1.6.5 : Citra foto inframerah modifikasi

Sumber : (http://andimanwno.files.wordpress.com/2010/02/inframerah-modifikasi.gif)

b. Citra Nonfoto

adalah gambar atau citra tentang suatu obyek dipermukaan bumi yang dihasilkan oleh sensor bukan
kamera dengan cara memindai (scanning).

Prinsip memindai adalah merekam obyek di permukaan bumi dengan mekanisme parsial. Obyek
dipermukaan bumi terbagi dalam sub area berupa garis yang membentuk area seluruhnya.
Mekanisme perekaman baris perbaris pada sub area inilah yang di sebut perekaman secara parsial.

Citra Nonfoto dibedakan atas dasar :

1) Citra Nonfoto berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan

a) Citra Radar

Citra yang dibuat dengan menggunakan spektrum gelombang mikro dan sumber tenaga buatan

Gambar 2.1.1 : Citra Radar


Sumber: (http://andimanwno.files.wordpress.com/2010/02/radar-02.jpg)

b) Citra Inframerah Termal

Citra yang dibuat dengan menggunakan spektrum inframerah termal

Gambar 2.1.2 : Citra inframerah termal

Sumber : (http://andimanwno.files.wordpress.com/2010/02/radar-04.jpg)

c) Citra Gelombang Mikro

Citra yang dibuat dengan menggunakan spektrum gelombang mikro

2) Citra Nonfoto berdasarkan sensor yang digunakan

a) Citra Tunggal

Citra yang dibuat dengan menggunakan sensor tunggal

b) Citra Multispektral

Citra yang dibuat dengan menggunakan sensor saluran jamak

3) Citra Nonfoto berdasarkan wahana yang digunakan

a) Citra Dirgantara

Citra yang dibuat dengan menggunakan wahana yang beroperasi di udara atau dirgantara

b) Citra Satelit

Citra yang dibuat dengan menggunakan wahana yang beroperasi di antariksa/luar angkasa.

3.Analisis Citra

Setelah data dikumpulkan dan dikirimkan ke stasiun penerima, data tersebut harus diproses dan
diubah ke dalam format yang bisa diinterpretasi oleh peneliti. Untuk itu data harus diproses,
ditajamkan dan dimanipulasi. Teknik-teknik tersebut disebut pengolahan citra.

1. Mengubah Data Menjadi Citra

Data citra satelit dikirim ke stasiun penerima dalam bentuk format digital mentah merupakan
sekumpulan data numerik. Unit terkecil dari data digital adalah bit, yaitu angka biner, 0 atau 1.
Kumpulan dari data sejumlah 8 bit data adalah sebuah unit data yang disebut byte, dengan nilai dari
0 255. Dalam hal citra digital nilai level energi dituliskan dalam satuan byte. Kumpulan byte ini
dengan struktur tertentu bisa dibaca oleh software dan disebut citra digital 8-bit. Analisa data
penginderaan jauh memerlukan data rujukan seperti peta tematik, data statistik dan data lapangan.
Hasil nalisa yang diperoleh berupa informasi mengenai bentang lahan, jenis penutup lahan, kondisi
lokasi dan kondisi sumberdaya lokasi. Informasi tersebut bagi para pengguna dapat dimanfaatkan
untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan dalam mengembangkan daerah tersebut.
Keseluruhan proses pmulai dari pengambilan data, analisis data hingga penggunaan data tersebut
disebut Sistem Penginderaan Jauh (Purwadhi, 2001).

1. Karakteristik Citra

Pixel

Pixel (picture element) adalah sebuah titik yang merupakan elemen paling kecil pada citra satelit.
Angka numerik (1 byte) dari pixel disebut digital number (DN). DN bisa ditampilkan dalam warna
kelabu, berkisar antara putih dan hitam (gray scale), tergantung level energi yang terdeteksi. Pixel
yang disusun dalam order yang benar akan membentuk sebuah citra. Kebanyakan citra satelit yang
belum diproses disimpan dalam bentuk gray scale, yang merupakan skala warna dari hitam ke putih
dengan derajat keabuan yang bervariasi. Untuk PJ, skala yang dipakai adalah 256 shade gray scale,
dimana nilai 0 menggambarkan hitam, nilai 255 putih. Dua gambar di bawah ini menunjukkan
derajat keabuan dan hubungan antara DN dan derajat keabuan yang menyusun sebuah citra.

Untuk citra multispectral, masing masing pixel mempunyai beberapa DN, sesuai dengan jumlah
band yang dimiliki. Sebagai contoh, untuk Landsat 7, masing-masing pixel mempunyai 7 DN dari 7
band yang dimiliki. Citra bisa ditampilkan untuk masing-masing band dalam bentuk hitam dan
putih maupun kombinasi 3 band sekaligus, yang disebut color composites. Gambar di bawah ini
menunjukkan composite dari beberapa band dari potongan Landat 7 dan pixel yang menyusunnya.

Contrast

Contrast adalah perbedaan antara brightness relatif antara sebuah benda dengan sekelilingnya pada
citra. Sebuah bentuk tertentu mudah terdeteksi apabila pada sebuah citra contrast antara bentuk
tersebut dengan backgroundnya tinggi. Teknik pengolahan citra bisa dipakai untuk mempertajam
contrast. Citra, sebagai dataset, bisa dimanipulasi menggunakan algorithm (persamaan matematis).

Manipulasi bisa merupakan pengkoreksian error, pemetaan kembali data terhadap suatu referensi
geografi tertentu, ataupun mengekstrak informasi yang tidak langsung terlihat dari data. Data dari
dua citra atau lebih pada lokasi yang sama bisa dikombinasikan secara matematis untuk membuat
composite dari beberapa dataset. Produk data ini, disebut derived products, bisa dihasilkan dengan
beberapa penghitungan matematis atas data numerik mentah (DN).

Resolusi

Resolusi dari sebuah citra adalah karakteristik yang menunjukkan level kedetailan yang dimiliki oleh
sebuah citra. Resolusi didefinisikan sebagai area dari permukaan bumi yang diwakili oleh sebuah
pixel sebagai elemen terkecil dari sebuah citra. Pada citra satelit pemantau cuaca yang mempunyai
resolusi 1 km, masing-masing pixel mewakili rata-rata nilai brightness dari sebuah area berukuran
11 km. Bentuk yang lebih kecil dari 1 km susah dikenali melalui image dengan resolusi 1 km.
Landsat 7 menghasilkan citra dengan resolusi 30 meter, sehingga jauh lebih banyak detail yang bisa
dilihat dibandingkan pada citra satelit dengan resolusi 1 km. Resolusi adalah hal penting yang perlu
dipertimbangkan dalam rangka pemilihan citra yang akan digunakan terutama dalam hal aplikasi,
waktu, biaya, ketersediaan citra dan fasilitas komputasi. Gambar berikut menunjukkan
perbandingan dari 3 resolusi citra yang berbeda.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas citra dalam hal hambatan-hambatan untuk
melakukan interpretasi dan klasifikasi yang diperlukan. Beberapa faktor penting, terutama untuk
aplikasi kehutanan tropis adalah:

Tutupan awan. Terutama untuk sensor pasif, awan bisa menutupi bentuk-bentuk yang berada
di bawah atau di dekatnya, sehingga interpretasi tidak dimungkinkan, Masalah ini sangat
sering dijumpai di daerah tropis, dan mungkin diatasi dengan mengkombinasikan citra dari
sensor pasif (misalnya Landsat) dengan citra dari sensor aktif (misalnya Radarsat) untuk
keduanya saling melengkapi.
Bayangan topografis. Metode pengkoreksian yang ada untuk menghilangkan pengaruh
topografi pada radiometri belum terlalu maju perkembangannya.
Pengaruh atmosferik. Pengaruh atmosferik, terutama ozon, uap air dan aerosol sangat
mengganggu pada band nampak dan infrared. Penelitian akademis untuk mengatasi hal ini
masih aktif dilakukan.
Derajat kedetailan dari peta tutupan lahan yang ingin dihasilkan. Semakin detail peta yang
ingin dihasilkan, semakin rendah akurasi dari klasifikasi. Hal ini salah satunya bisa diperbaiki
dengan adanya resolusi spectral dan spasial dari citra komersial yang tersedia.

Setelah citra dipilih dan diperoleh, langkah-langkah pemrosesan tidak terlalu tergantung sistem
sensor dan juga software pengolahan citra yang dipakai. Berikut ini akan kami sampaikan dengan
singkat beberapa langkah yang umum dilakukan, akan tetapi detail dari teknik dan ketrampilan
menggunakan hanya bisa diperoleh dengan praktek langsung dengan menggunakan sebuah citra
dan software pengolahan citra tertentu. Langkah-langkah dalam pengolahan citra:

Mengukur kualitas data dengan descriptive statistics atau dengan tampilan citra.
Mengkoreksi kesalahan, baik radiometric (atmospheric atau sensor) maupun geometric.
Menajamkan citra baik untuk analisa digital maupun visual.
Melakukan survei lapangan.
Mengambil sifat tertentu dari citra dengan proses klasifikasi dan pengukuran akurasi dari
hasil klasifikasi.
Memasukkan hasil olahan ke dalam SIG sebagai input data.
Menginterpretasikan hasil.

Mengamati citra pada layar adalah proses yang paling efektif dalam mengidentifikasi masalah yang
ada pada citra, misalnya tutupan awan, kabut, dan kesalahan sensor. Citra bisa ditampilkan oleh
sebuah komputer, baik per satu band dalam hitam dan putih maupun dalam kombinasi tiga band,
yang disebut komposit warna. Mata manusia hanya bisa membedakan 16 derajat keabuan dalam
sebuah citra, tetapi bisa membedakan berjuta juta warna yang berbeda. Oleh karena itu, teknik
perbaikan/enhancement citra yang paling sering digunakan adalah memberi warna tertentu kepada
nilai DN tertentu (atau kisaran dari DN tertentu) sehingga meningkatkan kontras antara nilai DN
tertentu dengan pixel di sekelilingnya pada suatu citra.
Sebuah citra true color adalah citra dimana warna yang diberikan kepada nilai-nilai DN mewakili
kisaran spektral sebenarnya dari warna-warna yang digunakan pada citra. False color adalah teknik
dimana warna-warna yang diberikan kepada DN tidak sama dengan kisaran spektral dari warna-
warna yang dipilih. Teknik ini memungkinkan kita untuk memberi penekanan pada bentuk-bentuk
tertentu yang ingin kita pelajari menggunakan skema pewarnaan tertentu. Pada contoh dari false
color di bawah ini yang dibuat dengan komposit 432 dari citra Landsat 7, vegetasi muda, yang
memantulkan near IR, terlihat merah terang. Kegiatan pertanian yang terkonsentrasi akan mudah
dideteksi dengan adanya warna merah terang.

Kalau kita buat plot antara DN dan derajat keabuan untuk setiap pixel, garis yang terbentuk
menggambarkan bentuk hubungan antara keduanya. Hubungan linier (seperti contoh di bawah ini)
menunjukkan bahwa DN dan juga keabuan tersebar merata dalam kisaran nilai 0-255 pada citra

Permasalahan dengan hubungan linier seperti ini adalah bahwa nilai DN dari bentuk-bentuk yang
ingin kita tonjolkan mungkin terkonsentrasi pada kisaran kecil, sehingga derajat keabuan yang
diberikan kepada nilai DN di luar daerah yang ingin kita tonjolkan sebenarnya tidak terpakai. Untuk
memperbaiki kontras dari bagian citra yang kita inginkan kita bisa memakai kurva perbaikan yang
didefinisikan secara matematis. Kurva ini akan menyebarkan ulang nilai derajat keabuan yang
paling sering dipakai sehingga menonjolkan kisaran DN tertentu.

Pemakaian kurva untuk menonjolkan bentuk tertentu dan juga pemilihan 3 band dari sebuah citra
multispektral untuk dikombinasikan dalam sebuah citra komposit memerlukan pengalaman dan
trial and error, karena setiap aplikasi perlu menekankan bentuk yang berbeda dalam sebuah citra.

Sebelum sebuah citra bisa dianalisa, biasanya diperlukan beberapa langkah pemrosesan awal.
Koreksi radiometric adalah salah satu dari langkah awal ini, dimana efek kesalahan sensor dan
faktor lingkungan dihilangkan. Biasanya koreksi ini mengubah nilai DN yang terkena efek
atmosferik. Data tambahan yang dikumpulkan pada waktu yang bersamaan dengan diambilnya citra
bisa dipakai sebagai alat kalibrasi dalam melakukan koreksi radiometric. Selain itu koreksi
geometric juga sangat penting dalam langkah awal pemrosesan. Metode ini mengkoreksi kesalahan
yang disebabkan oleh geometri dari kelengkungan permukaan bumi dan pergerakan satelit. Koreksi
geometric adalah proses dimana titik-titik pada citra diletakkan pada titik-titik yang sama pada peta
atau citra lain yang sudah dikoreksi. Tujuan dari koreksi geometri adalah untuk meletakkan elemen
citra pada posisi planimetric (x dan y) yang seharusnya.

Satu langkah pemrosesan penting yang paling sering dilakukan pada pengolahan citra adalah
klasifikasi, dimana sekumpulan pixel dikelompokkan menjadi kelas-kelas berdasarkan karakteristik
tertentu dari masing-masing kelas. Terutama untuk proses klasifikasi, survei lapangan sangat
diperlukan. Pada umumnya hasil klasifikasi inilah yang akan menjadi input yang sangat berharga
bagi SIG untuk diolah dan diinterpretasi bersama layer-layer data yang lain.

1. Interpretasi Citra

Menurut Este dan Simonett, 1975: Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau
citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Jadi
di dalam interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan berupaya mengenali objek melalui tahapan
kegiatan, yaitu:

deteksi

identifikasi
analisis

Setelah melalui tahapan tersebut, citra dapat diterjemahkan dan digunakan ke dalam berbagai
kepentingan seperti dalam: geografi, geologi, lingkungan hidup, dan sebagainya.

Pada dasarnya kegiatan interpretasi citra terdiri dari 2 proses, yaitu melalui pengenalan objek
melalui proses deteksi dan penilaian atas fungsi objek.

1) Pengenalan objek melalui proses deteksi yaitu pengamatan atas adanya suatu objek, berarti
penentuan ada atau tidaknya sesuatu pada citra atau upaya untuk mengetahui benda dan gejala di
sekitar kita dengan menggunakan alat pengindera (sensor). Untuk mendeteksi benda dan gejala di
sekitar kita, penginderaannya tidak dilakukan secara langsung atas benda, melainkan dengan
mengkaji hasil rekaman dari foto udara atau satelit.

2) Identifikasi, ada 3 (tiga) ciri utama benda yang tergambar pada citra berdasarkan ciri yang
terekam oleh sensor yaitu sebagai berikut:

Spektoral ialah ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga elektromagnetik dan benda
yang dinyatakan dengan rona dan warna.
Spatial ialah ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi bentuk, ukuran, bayangan, pola,
tekstur, situs, dan asosiasi.
Temporal ialah ciri yang terkait dengan umur benda atau saat perekaman.

Penilaian atas fungsi objek dan kaitan antar objek dengan cara menginterpretasi dan menganalisis
citra yang hasilnya berupa klasifikasi yang menuju ke arah teorisasi dan akhirnya dapat ditarik
kesimpulan dari penilaian tersebut. Pada tahapan ini, interpretasi dilakukan oleh seorang yang
sangat ahli pada bidangnya, karena hasilnya sangat tergantung pada kemampuan penafsir citra.

Menurut Prof. Dr. Sutanto, pada dasarnya interpretasi citra terdiri dari dua kegiatan utama, yaitu
perekaman data dari citra dan penggunaan data tersebut untuk tujuan tertentu.

Perekaman data dari citra berupa pengenalan objek dan unsur yang tergambar pada citra serta
penyajiannya ke dalam bentuk tabel, grafik atau peta tematik. Urutan kegiatan dimulai dari
menguraikan atau memisahkan objek yang rona atau warnanya berbeda dan selanjutnya ditarik
garis batas/delineasi bagi objek yang rona dan warnanya sama.

Dalam menginterpretasi citra, pengenalan objek merupakan bagian yang sangat penting, karena
tanpa pengenalan identitas dan jenis objek, maka objek yang tergambar pada citra tidak mungkin
dianalisis. Prinsip pengenalan objek pada citra didasarkan pada penyelidikan karakteristiknya pada
citra. Karakteristik yang tergambar pada citra dan digunakan untuk mengenali objek disebut unsur
interpretasi citra.

1. Interpretasi Citra

Menurut Este dan Simonett, 1975: Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau
citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Jadi
di dalam interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan berupaya mengenali objek melalui tahapan
kegiatan, yaitu:
deteksi

identifikasi

analisis

Setelah melalui tahapan tersebut, citra dapat diterjemahkan dan digunakan ke dalam berbagai
kepentingan seperti dalam: geografi, geologi, lingkungan hidup, dan sebagainya.

Pada dasarnya kegiatan interpretasi citra terdiri dari 2 proses, yaitu melalui pengenalan objek
melalui proses deteksi dan penilaian atas fungsi objek.

1) Pengenalan objek melalui proses deteksi yaitu pengamatan atas adanya suatu objek, berarti
penentuan ada atau tidaknya sesuatu pada citra atau upaya untuk mengetahui benda dan gejala di
sekitar kita dengan menggunakan alat pengindera (sensor). Untuk mendeteksi benda dan gejala di
sekitar kita, penginderaannya tidak dilakukan secara langsung atas benda, melainkan dengan
mengkaji hasil rekaman dari foto udara atau satelit.

2) Identifikasi, ada 3 (tiga) ciri utama benda yang tergambar pada citra berdasarkan ciri yang
terekam oleh sensor yaitu sebagai berikut:

Spektoral ialah ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga elektromagnetik dan benda
yang dinyatakan dengan rona dan warna.
Spatial ialah ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi bentuk, ukuran, bayangan, pola,
tekstur, situs, dan asosiasi.
Temporal ialah ciri yang terkait dengan umur benda atau saat perekaman.
1. Pemanfaatan Citra
A. Bidang Kehutanan

Bidang kehutanan berkenaan dengan pengelolaan hutan untuk kayu termasuk


perencanaan pengambilan hasil kayu, pemantauan penebangan dan penghutanan kembali,
pengelolaan dan pencacahan margasatwa, inventarisasi dan pemantauan sumber daya hutan,
rekreasi, dan pengawasan kebakaran. Kondisi fisik hutan sangat rentan terhadap bahaya kebakaran
maka penggunaan citra inframerah akan sangat membantu dalam penyediaan data dan informasi
dalam rangka monitoring perubahan temperatur secara kontinu dengan aspek geografis yang cukup
memadai sehingga implementasi di lapangan dapat dilakukan dengan sangat mudah dan cepat.

1. Bidang Penggunaan Lahan

Inventarisasi penggunaan lahan penting dilakukan untuk mengetahui apakah pemetaan lahan yang
dilakukan oleh aktivitas manusia sesuai dengan potensi ataupun daya dukungnya. Penggunaan
lahan yang sesuai memperoleh hasil yang baik, tetapi lambat laun hasil yang diperoleh akan
menurun sejalan dengan menurunnya potensi dan daya dukung lahan tersebut. Integrasi tekn ologi
penginderaan jauh merupakan salah satu bentuk yang potensial dalam penyusunan arahan fungsi
penggunaan lahan. Dasar penggunaan lahan dapat dikembangkan untuk berbagai kepentingan
penelitian, perencanaan, dan pengembangan wilayah. Contohnya penggunaan lahan untuk usaha
pertanian atau budidaya permukiman.
1. Bidang Pembuatan Peta

Peta citra merupakan citra yang telah bereferensi geografis sehingga dapat dianggap sebagai peta.
Informasi spasial yang disajikan dalam peta citra merupakan data raster yang bersumber dari hasil
perekaman citra satelit sumber alam secara kontinu. Peta citra memberikan semua informasi yang
terekam pada bumi tanpa adanya generalisasi. Peranan peta citra (space map) dimasa mendatang
akan menjadi penting sebagai upaya untuk mempercepat ketersediaan dan penentuan kebutuhan
peta dasar yang memang belum dapat meliput seluruh wilayah nasional pada skala global dengan
informasi terbaru (up to date). Peta citra mempunyai keunggulan informasi terhadap peta biasa. Hal
ini disebabkan karena citra merupakan gambaran nyata di permukaan bumi, sedangkan peta biasa
dibuat berdasarkan generalisasi dan seleksi bentang alam ataupun buatan manusia. Contohnya peta
dasar dan peta tanah.

1. Bidang Meteorologi (Meteosat, Tiros, Dan Noaa)

Manfaat penginderaan jauh di bidang meteorologi adalah sebagai berikut.

Mengamati iklim suatu daerah melalui pengamatan tingkat perawanan dan kandungan air
dalam udara.
Membantu analisis cuaca dan peramalan/prediksi dengan cara menentukan daerah tekanan
tinggi dan tekanan rendah serta daerah hujan badai dan siklon.
Mengamati sistem/pola angin permukaan.
Melakukan pemodelan meteorologi dan set data klimatologi.
1. Bidang Oseanografi (Seasat)

Manfaat penginderaan jauh di bidang oseanografi (kelautan) adalah sebagai berikut.

Mengamati sifat fisis laut, seperti suhu permukaan, arus permukaan, dan salinitas sinar
tampak (0-200 m).
Mengamati pasang surut dan gelombang laut (tinggi, arah, dan frekwensi).
Mencari lokasi upwelling, singking dan distribusi suhu permukaan.
Melakukan studi perubahan pantai, erosi, dan sedimentasi (LANDSAT dan SPOT).
1. Bidang Hidrologi (Landsat/Ers, Spot)
Manfaat penginderaan jauh di bidang hidrologi adalah sebagai berikut. Pemantauan daerah
aliran sungai dan konservasi sungai.
Pemetaan sungai dan studi sedimentasi sungai.
Pemantauan luas daerah intensitas banjir.
1. Bidang Geofisika Bumi Padat, Geologi, Geodesi, Dan Lingkungan (Landsat, Geosat)

Manfaat penginderaan jauh di bidang geofisika, geologi, dan geodesi adalah sebagai berikut.

Melakukan pemetaan permukaan, di samping pemotretan dengan pesawat terbang dan


menggunakan aplikasi GIS.
Menentukan struktur geologi dan macam batuan.
Melakukan pemantauan daerah bencana (kebakaran), pemantauan aktivitas gunung berapi,
dan pemantauan persebaran debu vulkanik.
Melakukan pemantauan distribusi sumber daya alam, seperti hutan (lokasi, macam,
kepadatan, dan perusakan), bahan tambang (uranium, emas, minyak bumi, dan batu bara).
Melakukan pemantauan pencemaran laut dan lapisan minyak di laut.
Melakukan pemantauan pencemaran udara dan pencemaran laut. (Dra. Sri Hartati Soenarmo
MSP, 1993)
1. Citra Landsat

1. Pengertian citra landsat

Satelit Landsat merupakan salah satu satelit sumber daya bumi yang dikembangkan oleh NASA dan
Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat. Satelit ini terbagi dalam dua generasi yakni generasi
pertama dan generasi kedua. Generasi pertama adalah satelit Landsat 1 sampai Landsat 3, generasi
ini merupakan satelit percobaan (eksperimental) sedangkan satelit generasi kedua (Landsat 4 dan
Landsat 5) merupakan satelit operasional (Lindgren, 1985), sedangkan Short (1982) menamakan
sebagai satelit penelitian dan pengembangan (Sutanto, 1994). Satelit generasi pertama memiliki dua
jenis sensor, yaitu penyiam multi spektral (MSS) dengan empat saluran dan tiga kamera RBV
(Return Beam Vidicon).

Satelit generasi kedua adalah satelit membawa dua jenis sensor yaitu sensor MSS dan sensor
Thematic Mapper (TM). Perubahan tinggi orbit menjadi 705 km dari permukaan bumi berakibat
pada peningkatan resolusi spasial menjadi 30 x30 meter untuk TM1 TM5 dan TM7 , TM 6 menjadi
120 x 120 meter. Resolusi temporal menjadi 16 hari dan perubahan data dari 6 bits (64 tingkatan
warna) menjadi 8 bits (256 tingkatan warna). Kelebihan sensor TM adalah menggunakan tujuh
saluran, enam saluran terutama dititikberatkan untuk studi vegetasi dan satu saluran untuk studi
geologi tabel (2.1) Terakhir kalinya akhir era 2000- an NASA menambahkan penajaman sensor band
pankromatik yang ditingkatkan resolusi spasialnya menjadi 15m x 15m sehingga dengan kombinasi
didapatkan citra komposit dengan resolusi 15m x 15 m.

Saluran Citra Landsat TM

Kisaran
Saluran Gelombang (m) Kegunaan Utama
Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi.
1 0,45 0,52 Pembedaan vegetasi dan lahan.
Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak
diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini dimaksudkan untuk
membedakan jenis vegetasi dan untuk membedakan tanaman sehat
2 0,52 0,60 terhadap tanaman yang tidak sehat
Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini
3 0,63 0,69 terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil
Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk identifikasi
jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta
4 0,76 0,90 lahan dan air.
Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada
5 1,55 1,75 tanaman, kondisi kelembapan tanah.
6 2,08 2,35 Untuk membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan hidrotermal.
Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan
kelembapan tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan
7 10,40 12,50 gejala termal.
8 Pankromatik Studi kota, penajaman batas linier, analisis tata ruang

Tabel 1.1 : Saluran Citra Landsat TM


Sumber : Lillesand dan Kiefer, 1979 dengan modifikasi)

1. Karakteristik Data Landsat TM

Data Landsat TM (Thematic Mapper) diperoleh pada tujuh saluran spektral yaitu tiga saluran
tampak, satu saluran inframerah dekat, dua saluran inframerah tengah, dan satu saluran inframerah
thermal. Lokasi dan lebar dari ketujuh saluran ini ditentukan dengan mempertimbangkan
kepekaannya terhadap fenomena alami tertentu dan untuk menekan sekecil mungkin pelemahan
energi permukaan bumi oleh kondisi atmosfer bumi.

Jensen (1986) mengemumakan bahwa kebanyakan saluran TM dipilih setelah analisis nilai lebihnya
dalam pemisahan vegetasi, pengukuran kelembaban tumbuhan dan tanah, pembedaan awan dan
salju, dan identifikasi perubahan hidrothermal pada tipe-tipe batuan tertentu.

Data TM mempunyai proyeksi tanah IFOV (instantaneous field of view) atau ukuran daerah yang
diliput dari setiap piksel atau sering disebut resolusi spasial. Resolusi spasial untuk keenam saluran
spektral sebesar 30 meter, sedangkan resolusi spasial untuk saluran inframerah thermal adalah 120
m (Jensen,1986).

1. Keunggulan Landsat TM

Keunggulan Landsat-TM dalam memberikan informasi tentang potensi hutan mangrove menurut
Dirgahayu, dkk (2000:4) adalah sebagai berikut:

a) Dapat melihat adanya kecenderungan kerusakan hutan mangrove dalam kaitannya dengan
perkembangan areal perladangan dan pertambakan.
b) Dapat mendeteksi dan memantau kondisi objek vegetasi.

c) Data kanal (saluran) 2, 3, 4 dan 5 Lansat-TM mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap kondisi
pertumbuhan dan perkembangan vegetasi, termasuk vegetasi hutan mangrove.

Pengenalan vegetasi tersebut dilakukan dengan analisis terhadap pantulan dari daun. Besarnya
radiasi yang dipantulkan dari daun tergantung pada beberapa faktor seperti fisiologi daun,
pigmentasi daun, jenis tanah dan lain-lain.

Pada daerah panjang gelombang sinar tampak (0,4 0,7 m) pigmen daun/klorofil mempunyai
daya penyerapan yang tinggi, sedangkan pada daerah panjang gelombang infra merah dekat (0,7
1,3 m) mempunyai daya pemantulan yang tinggi. Selain unsur-unsur tersebut, pada dasarnya daun
banyak mengandung air, daya penyerapan air oleh daun paling tinggi berada pada daerah panjang
gelombang infra merah tengah (1,3 3,0 m).

Satelit penginderaan jauh yang sering digunakan adalah untuk melihat penutupan lahan adalah
satelit Landsat. Citra landsat komposit warna cocok digunakan untuk menduga cakupan lahan dan
penggunaannnya. Salah satu sensor dari satelit landsat adalah sensor TM (Thematic Mapper), yang
memiliki resolusi spasial 30 x 30 meter dengan karakteristik tertentu.

Klasifikasi citra menurut Lillesand dan Kiefer (1990), dibagi ke dalam dua klasifikasi yaitu klasifikasi
terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification).
Proses pengklasifikasian klasifikasi terbimbing dilakukan dengan prosedur pengenalan pola spektral
dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih
contoh-contoh kelas (training area) yang mewakili setiap kelompok, kemudian dilakukan
perhitungan statistik terhadap contoh-contoh kelas yang digunakan sebagai dasar klasifikasi.

Pada klasifikasi tidak terbimbing, pengklasifikasian dimulai dengan pemeriksaan seluruh pixel dan
membagi kedalam kelas-kelas berdasarkan pada pengelompokkan nilai-nilai citra seperti apa
adanya. Hasil dari pengklasifikasian ini disebut kelas-kelas spektral. Kelas-kelas spektral tersebut
kemudian dibandingkan dengan kelas-kelas data referensi untuk menentukan identitas dan nilai
informasi kelas spektral tersebut.

Pemanfaatan citra landsat telah banyak digunakan untuk beberapa kegiatan survai
maupun penelitian,antara lain geologi, pertambangan
,geomorfologi,hidrologi,dan kehutanan.Dalamsetiap perekaman,citra landsat
mempunyai cakupan area 185Km x 185Km,sehingga aspek dari objek tertentu yang
cukup luas dapat diidentifikasi tanpa menjelajah seluruh daerah yang disurvai atau
yang diteliti.Dengan demikian,metode ini dapat menghemat waktu maupun biaya
dalam pelaksanaanya dibidang cara konvensional survai secara tristris di lapangan
(Wahyunto et al., 1995).
Citra satelit dianalisis berdasarkan perbedaan warna,pola,dan tekstur yang nampak
pada citra satelit berwarna dan ditekankan pada pengenalan jenis Vegetasi, tanaman
dan tipe penggunaan lahan.

Setiap warna dalam citra satelit memberikan makna tertentu.Warna hijau


mengidentifikasi adanya vegetasi makin hijau warnanya berarti vegetasi makin lebat
(hutan).Warna biru menunjukan adanya kenampakan air,dan semakin biru atau biru
kehitaman berarti wilayah tersebut tergenang (water body).Bila warna biru ada kesan
petak-petak yang ukurannya lebih besar dan lokasiny adekat dengan garis pantai
berarti areal tersebut dalah areal tambak.Unsur pola dan site\lokasi dapat digunakan
untuk dapoat mengenal jenis pengunaan lahan dan tanaman vegetasi yang tumbuh
didaerah tersebut.Sebagai contoh bila ada kenampakan hijau (warna) pada wilayah
berpetak-petak (pola) yang lokasinya diwilayah dataran (lokasi),hal yang itu
mengidentifikasi adanya lahan sawah yang ditanami padi.Warnahijau (vegetasi) pada
wilayah bervola aliran radial sentrivugal menunjkan adnya vegetasi atau tanaman
tahunan atau hutan yang tumbuh didaerah berlereng (berbukit-bergunung).

1. C. Kajian Penggunaan Lahan

1. 1. Pengertian
Lahan menurut FAO (1977) adalah suatu daerah permukaan bumi yang ciri-cirinya (chracteristics)
mencakup semua pengenal (atributes) yang bersifat cukup mantap atau yang dapat diduga bersifat
mendaur dari biosfer, atmosfer, tanah, geologi, hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan, serta hasil
kegiatan manusia pada masa lampau dan masa kini, sepanjang pengenal-pengenal tadi berpengaruh
murad (significant) atas penggunaan lahan pada waktu sekarang dan pada waktu mendatang.

Lahan merupakan persatuan sejumlah komponen yang berpotensi sumberdaya. Potensi lahan
ditentukan oleh potensi sumberdaya masing-masing yang menjadi komponennya, baik potensi
bawaan maupun potensi yang berkembang dari nasabah salingtindak (interactive relationship) dan
nasabah kompensatif (compensatory relationship) antar sumberdaya.

Lahan bermatra (dimension) ruang karena merupakan bentangan muka bumi dan ciri-cirinya
mengubah (vary) dari tapak (site) ke tapak. Lahan juga bermatra waktu karena ciri-cirinya
mengubah menuruti proses interaktif dan kompensatif antar komponen-komponennya dank arena
sifat mendaur pengenal beberapa komponennya. Maka lahan dapat disebut suatu system ruang.

Istilah lahan digunakan berkenaan dengan permukaan bumi beserta segenap karakteristik-
karakteristik yang ada padanya dan penting bagi perikehidupan manusia (Christian dan Stewart,
1968). Secara lebih rinci, istilah lahan atau land dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah di
permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat
siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan
induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas
manusia di masa lalu dan sekarang; yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan
lahan oleh manusia pada saat sekarang dan di masa mendatang (Brinkman dan Smyth, 1973; dan
FAO, 1976).
Lahan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang tersusun atas komponen struktural yang sering
disebut karakteristik lahan, dan komponen fungsional yang sering disebut kualitas lahan. Kualitas
lahan ini pada hakekatnya merupakan sekelompok unsur-unsur lahan (complex attributes) yang
menentukan tingkat kemampuan dan kesesuaian lahan (FAO, 1976).
Lahan sebagai suatu sistem mempunyai komponen- komponen yang terorganisir secara spesifik
dan perilakunya menuju kepada sasaran-sasaran tertentu. Komponen-komponen lahan ini dapat
dipandang sebagai sumberdaya dalam hubung- annya dengan aktivitas manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Penggunaan lahan (land use) adalah modifikasi yang dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan
hidup menjadi lingkungan terbangun seperti lapangan, pertanian, dan permukiman. Penggunaan
lahan didefinisikan sebagai jumlah dari pengaturan, aktivitas, dan input yang dilakukan manusia
pada tanah tertentu (FAO, 1997a; FAO/UNEP, 1999). Penggunaan lahan memiliki efek
sampingyang buruk seperti pembabatan hutan, erosi, degradasi tanah, pembentukan gurun, dan
meningkatnya kadar garam pada tanah.
1. Klasifikasi Lahan
A. Lahan Potensial

Lahan potensial adalah lahan yang nilai ekonomi tinggi, dalam arti sempit. Lahan potensial selalu
dikaitkan dengan produksi pertanian, yaitu lahan yang dapat memberikan hasil pertanian yang
tinggi walaupun dengan biaya pengelolaan yang rendah.

Tapi dalam arti luas, lahan potensial dikaitkan dengan fungsinya bagi kehidupan manusia, yaitu
lahan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga
potensial tidaknya suatu lahan diukur sampai sejauh mana lahan tersebut memberikan manfaat
secara optimal bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh suatu lahan tidak potensial untuk lahan
pertanian tetapi potensial untuk pemukiman, pariwisata, atau kegiatan lainnya.

1. b. Lahan Kritis

Menurut Wahono (2002 : 3), lahan kritis adalah lahan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai
pengatur media pengatur tata air, unsur produksi pertanian, maupun unsur perlindungan alam dan
lingkungannya.

Lahan kritis merupakan suatu lahan yang kondisi tanahnya telah mengalami atau dalam proses
kerusakan fisik, kimia atau biologi yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi, orologi, produksi
pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi di sekitar daerah pengaruhnya (Ade Iwan
Setiawan, 1996 : 19).

Pengklasifikasian suatu lahan merupakan pengelompokkan lahan yang memiliki faktor-faktor


pembatas permanen yang sama. Dalam pengklasifikasian, lahan dikelompokkan menjadi delapan
kelas kemampuan lahan. Garis besar dari pengklasifikasian tersebut adalah :
a) Kelas I, merupakan lahan untuk segala jenis penggunaan tanpa memerlukan tindakan
pengawetan tanah yang spesifik. Tanah pada kelas ini tidak memiliki penghambat atau ancaman
kerusakan, sehingga dapat ditanam dengan tanaman semusim dengan aman. Tindakan pemupukkan
dan pemeliharaan sangat diperlukan untuk mempertahankan kesuburan dan produktivitasnya.
Lahan ini dicirikan dengan lereng yang datar, bahaya erosi yang sangat kecil, solum tanah dalam,
drainase baik, mudah untuk diolah, dapat menahan air dengan baik, responsif terhadap
pemupukkan, tidak terancam banjir, iklim mikro yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman.
b) Kelas II, merupakan lahan yang sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian dengan sedikit
hambatan dan ancaman kerusakan. Jika digarap untuk tanaman semusim, maka perlu diadakan
tindakan konservasi seperti strip cropping, crop rotation dengan penutup tanah, guludan
(galengan), dan pemupukkan. Ciri-ciri dari lahan kelas ini adalah lereng landai, kepekaan erosi
sedang, tekstur tanah halus, solum tanah agak dalam, struktur tanah kurang baik, salinitas ringan
sampai sedang, kadang terjadi banjir, drainase sedang, iklim mikro agak kurang untuk tanaman.
c) Kelas III, merupakan lahan yang dapat digunakan untuk berbagai jenis usaha pertanian dengan
hambatan dan ancaman yang lebih besar dari pada lahan kelas II. Penggunaan lahan kelas ini
memerlukan usaha-usaha pengawetan seperti perbaikan drainase, strip cropping, crop rotation,
terrasering, pemupukkan, dll. Ciri-ciri lahan kelas ini adalah lereng bergelombang atau miring,
drainase buruk, solum tanah sedang, permeabilitas tanah bagian bawah lambat, peka terhadap erosi,
kapasitas menahan air rendah, kesuburan tanah rendah, sering terjadi banjir, lapisan cadas dangkal,
salinitas sedang, hambatan iklim agak besar.
d) Kelas IV, merupakan lahan yang memiliki faktor penghambat lebih besar dibandingkan dengan
lahan kelas III. Faktor penghambat pada lahan kelas ini adalah lereng yang miring atau berbukit
(15%-30%), kepekaan erosi besar, solum tanah dangkal, kapasitas menahan air rendah, drainase
jelek, salinitas tinggi, iklim kurang menguntungkan.bila lahan ini akan digunakan untuk tanaman
semusim, maka perlu dibuatkan teras-teras, saluran drainase, crop rotation dengan penutup tanah.
e) Kelas V, merupakan lahan yang tidak sesuai untuk tanaman semusim. Ciri-ciri lahan ini adalah
lereng datar atau cekung, sering tergenang dan banjir, berbatu-batu, pada sistem perakaran
tumbuhan sering ditemui catclay, berawa-rawa. Lahan ini cocoknya untuk hutan produksi, hutan
lindung, padang penggembalaan, atau suaka alam.
f) Kelas VI, merupakan lahan yang tidak sesuai untuk pertanian. Penggunaannya terbatas untuk
padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam. Ciri-ciri lahan kelas ini
adalah lereng agak curam (30%-45%), ancaman erosi berat, solum tanah sangat dangkal, berbatu-
batu, iklim tidak sesuai. Pengelolaan lahan ini dapat dapat diusahakan dengan cara pembuatan teras
bangku, strip cropping, penutupan tanah dengan rumput perlu selalu diusahakan.
g) Kelas VII, merupakan lahan yang tidak sesuai untuk pertanian. Jika ingin dipaksakan harus
digunakan teras bangku yang ditunjang dengan cara-cara vegetatif untuk konservasi. Ciri-ciri lahan
kelas ini adalah lereng curam (45%-65%), tererosi berat, solum tanah sangat dangkal, dan berbatu-
batu.
h) Kelas VII, merupakan lahan yang sangat tidak cocok untuk pertanian. Lahan ini harus
senantiasa didiamkan dalam keadaann alami. Lahan kelas ini sangat berguna untuk hutan lindung,
cagar alam, atau tempat rekreasi. Ciri-ciri lahan kelas ini adalah lereng yang sangat curam (>65%),
berbatu-batu, kapasitas menahan air sangat rendah, solum tanah sangat dangkal, sering terlihat
adanya singkapan batuan, kadang-kadang seperti padang pasir berbatu (Jamulya dan Sunarto,
1991).

Kemiringan lereng, panjang lereng, dan bentuk lereng semuanya akan mempengaruhi besarnya erosi
dan aliran permukaan. Kemiringan lereng dapat dilihat dari peta topografi dan peta tanah.
Kemiringan suatu lereng dikelompokkan sebagai berikut :

Datar 0 3%
Landai atau berombak 3% 8%
Agak miring atau bergelombang 8% 15%
Miring atau berbukit 15% 30%
Agak curam 30% 45%
Curam 45% 65%
Sangat curam lebih dari 65%

1. Interpretasi Objek Penggunaan Lahan


Istilah lahan digunakan berkenaan dengan permukaan bumi beserta segenap karakteristik-
karakteristik yang ada padanya dan penting bagi perikehidupan manusia (Christian dan Stewart,
1968). Secara lebih rinci, istilah lahan atau land dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah di
permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis
yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief,
hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di
masa lalu dan sekarang; yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh
manusia pada saat sekarang dan di masa mendatang (Brinkman dan Smyth, 1973; dan FAO, 1976).
Lahan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang tersusun atas (i) komponen struktural yang sering
disebut karakteristik lahan, dan (ii) komponen fungsional yang sering disebut kualitas
lahan. Kualitas lahan ini pada hakekatnya merupakan sekelompok unsur-unsur lahan (complex
attribute) yang menentukan tingkat kemampuan dan kesesuaian lahan (FAO, 1976).

Pola pengggunaan lahan di daerah pantai Jawa Barat terutama dipengaruhi oleh keadaan tanah,
persediaan air dataran rendah dan letak ketinggian dari permukaan laut. Berdasarkan pengaruh
keadaan tanah dan air tersebut daerah pantai Jawa Barat di bagi dalam 9 (sembilan) macam pola
penggunaan lahan utama yaitu:

a) Sawah Dua Musim

Penggunaan lahan sawah dua kali setahun merupakan lahan yang dapat ditanami padi dua
kali setahun, kelompok pengguna lahan ini dapat dijumpai pada daerah datar sepanjang pantai
Jawa Barat. Pada umumnya sawah yang berada di dataran rendah belakang pantai tersebut dapat
ditanami sepanjang tahun tanpa tergantung curah hujan, karena didukung sumber air dari sistem
pengairan teknis dengan suplai yang cukup dan teratur dari beberapa sungai utama, diantaranya
pengairan Tarum Timur dari S. Citarum, S. Cimanuk dan beberapa sungai lainnya yang debitnya
cukup. Pola penggunaan sawah dua kali setahun ini pada umumnya telah diusahakan secara intensif
dengan teknologi maju, seperti teknologi penggunaan paket A, B, C, dan D pada program Supra
Insus dengan pola tanam, padi-padi, palawija/bera selain tanaman padi utama. Pada beberapa
tempat pola penggunaan ini menjalani pergiliran dengan tebu, dan kadang-kadang setelah tanaman
padi ditanami dengan sayuran seperti bawang merah, cabe, ketimun dan sebagainya.

b) Sawah Satu Musim

Pola pengggunaan sawah satu kali setahun ini dijumpai pada daerah datar, berombak, bergelombang
bahkan sampai pada wilayah berbukit dengan adanya sistem terasering dan pengairan yang
teratur. Kelompok penggunaan lahan ini terdapat di daerah sebelah atas/hulu dengan pola
penggunaan sawah dua musim atau pada wilayah-wilayah perbukitan yang penyebarannya
terpencar-pencar, tergantung adanya sumber air. Disamping itu sumber air pola sawah satu kali
setahun ini juga tergantung pada curah hujan.
Pola tanam adalah padi, palawija/sayuran atau bera. Tanaman padi pada umumnya ditanam pada
musim penghujan setelah itu lahan diberakan atau ditanam palawija/sayuran seperti jagung, ketela
pohon, kedelai, ketela rambat, cabe, kol, seledri dan lain sebagainya. Umumnya tindakan
pemupukan pada semua jenis tanaman ini sudah dilakukan

c) Tegalan

Tegalan disini adalah usahatani lahan kering dengan tanaman semusim. Pada umumnya pola
penggunaan tegalan dimasukkan pada daerah-daerah yang tidak mendapat pengairan secara teratur
atau sumber air tergantung pada curah hujan. Kelompok pengguna ini terpencar-pencar di daerah
berombak sampai daerah berbukit, baik pada lahan hak milik yang terpencar-pencar maupun pada
lahan kawasan hutan yang pengelolaannya mendapat izin dari PT. Perhutani. Pola penggunaan
tegalan ini pada umumnya telah diusahakan secara intensif menggunakan pupuk, pemberantasan
hama dan tumpang sari, dengan pola tanam, palawija-palawija/sayuran-bera dengan tanaman
utama jagung, ketela rambat, ketela pohon, cabe, dan lain sebagainya.

d) Kebun Campuran

Tipe penggunaan ini umumnya dicirikan oleh adanya tanaman keras seperti kelapa, bambu dan
lainnya sebagainya, atau berupa tanaman buah-buahan seperti mangga, durian, nangka, pisang,
melinjo, pepaya dan lain-lain. Tanaman ini ditanam secara bersama-sama dengan pola pertanaman
yang kurang teratur. Penyebarannya cukup merata di seluruh daerah pantai utara Jawa Barat,
umumnya menempati daerah sepanjang jaringan jalan-jalan desa atau berkelompok pada daerah-
daerah dekat pemukiman/pekarangan pendudukan setempat.

e) Rumput/Semak

Tipe penggunaan lahan ini terdapat di daerah-daerah yang kurang produktif lagi bagi lahan
pertanian dan dicirikan dengan banyaknya tumbuhan perdu dan rumput-rumputan seperti keliara,
alang-alang atau tanaman kayu-kayuan yang berdiameter kurang dari 5 cm.

f) Belukar

Belukar merupakan pertumbuhan tahap pertama kearah pembentukan hutan kembali. Pada
umumnya belukar dicirikan oleh vegetasi yang rapat, yang terdiri dari kayu-kayuan muda
berdiameter 5-30 cm, sedikit bercampur dengan semak dan rumput-rumputan. Semakin lama kayu-
kayuan tersebut menjadi dominan, sedangkan vegetasi semak dan rumput-rumputan menjadi
kurang. Kelompok pengguna ini dijumpai pada wilayah bekas perladangan atau tegalan yang
ditinggalkan, yang dijumpai hampir disemua tempat secara terpencar-pencar dengan luasan yang
relativesempit. Kelompok vegetasi yang terdapat pada belukar ini antara lain terdiri dari kaliara,
puspa, jeunjing, herendong, paku-pakuan dan sebagainya.

g) Tambak

Hampir disepanjang pantai di Jawa Barat terdapat tambak yang dibangun dikawasan bekas hutan
mangrove. Tambak-tambak yang ada sebagian besar tambak tradisional dan beberapa merupakan
tambak semi-intensif/intensif yang umumnya dimiliki oleh perusahaan. Tambak-tambak intensif
umumnya merupakan modifikasi dari tambak-tambak tradisional sebelumnya. Seiring dengan
pesatnya pembangunan tambak maka semakin banyak juga lahan hutanmangrove yang dikonversi
menjadi tambak. Saat ini diperkirakan luas green belt kurang dari 5 % dari yang seharusnya. Akibat
intensifnya pembukaan lahan untuk tambak, dampak negatif-pun justru dirasakan oleh usaha
tambak itu sendiri. Sejak tahun 1990-an produksi udang justru mengalami penurunan. Jenis ikan
yang diusahakan antara lain : bandeng dan udang yang merupakan sumber devisa. Penggunaan
lahan ini meyebar hampir di seluruh pantai di Jawa Barat.

h) Rawa dan Kolam

Tipe penggunaan lahan ini terpencar-pencar menempati daerah pantai utara dengan luasan yang
sempit-sempit. Kelompok vegetasi umumnya umumya tumbuh dalam lingkungan yang selalu
tergenang air antara lain : purun, mendong (walini). Walaupun lahan ini tidak diusahakan secara
intensif tetapi dapat memberikan hasil tambahan bagi penduduk sekitarnya disamping usaha
pertanian, yaitu dengan memanfaatkan ikan-ikan rawa seperti gabus dan lain-lain. Pola penggunaan
rawa di daerah rawa seperti gabus dan lain-lain. Tipe penggunaan yang lebih intensif usaha
perikanan yang dilakukan oleh penduduk setempat, terutama pada daerah datar yang sumber air
tawarnya cukup banyak. Usaha ini sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri
dan sebagian untuk dijual dan dapat memberikan hasil tambahan yang cukup berarti disamping
usaha pertanian lainnya.

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Bahan dan Alat


A. Bahan

Bahan yang digunakan untuk praktikum penginderaan jauh di desa kertajati cidaun cianjur selatan
adalah :

1. Peta Rupa Bumi Indonesia : peta rupa bumi Indonesia digunakan untuk membantu
menginterpretasi penggunahan lahan dan bentukan lahan pada citra landsat. Selain itu peta
rupa bumi Indonesia juga dapat digunakan untuk mempermudah ketika kita mencari tempat
atau lokasi yang kita tuju atau cari. Yaitu Peta RBI Lembar Kertajadi 1208 521 dengan skala
1 : 25.000
2. Citra Landsat

Untuk menginterpretasi jenis penggunaan lahan yang terdapat di desa kertajati cidaun cianjur
selatan digunakan citra landsat tahun 2001.

1. Peta Geologi Lembar Sindang Barang dan Bandarwaru skala 1 : 100.000


2. Alat

Alat yang digunakan untuk praktikum penginderaan jauh di desa kertajati cidaun cianjur selatan
adalah :

a) Hardward computer yang digunakan untuk menginterpretasi citra landsat daerah kertajadi
cidaun cianjur selatan.
b) Software yang digunakan untuk interpretasi citra landsat daerah kertajadi cidaun cianjur
selatan yaitu menggunakan program ER Mapper versi 6.4.

c) Alat Lapangan yang digunakan diantaranya :

GPS => untuk membantu kita menemukan dan mengetahui koordinat (grid atau geodetic)
daerah praktikum. Caranya yaitu kita ambil data tentang suatu tempat dilihat dari
ketinggiannya. Kemudian setelah ditentukan ketinggiannya maka arahkan arah itu
terhadap garis koordinat, maka didapatkan garis lintang dan garis bujur yang sesuai dengan
ketinggian tempat yang telah ditentukan.
Kompas=> untuk mengetahui arah dan letak tempat yang akan disajikan titik pengamatan.
Cara kerja kompas yaitu: kompas harus terletak diatas permukaan yang datar sehingga
kinerja kompas itu bisa menentukan suatu arah yang lebih tepat dimana jarum kompas selalu
menggarah ke arah utara sehingga memungkinkan kita untuk dapat dengan mudah
menentukan arah utara pada suatu daerah yang tidak di ketahui kemana arah mata
anginnya.Kemudian setelah penempatan kompas itu dalam keadaan stabil dan datar, kita
arahkan kompas pada satu titik yang akan menjadi tiitik focus penelitian, setelah kita
mendapatkan satu titik focus kemudian ambil garis lurus sehingga menghasilkan sebuah titik
pertemuan, maka itulah titik atau tempatyang harus di jadikan penelitian.
Camera Digital => untuk mengambil sampel yang telah kita tandai.
Alat tulis berupa buku tulis dan ballpoint
1. Variabel penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (1998:99) variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang
menjadi titik perhatian suatu penelitian.Hal ini senada dengan pendapat Ibnu Hajar (1999:156) yang
mengartikan variabel adalah objek pengamatan atau fenomena yang diteliti. Sedangkan menurut
Sutrisno Hadi (1982:437) variabel adalah semua keadaan, faktor, kondisi, perlakuan, atau tindakan
yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen.

Setelah diteliti baik dari data citra maupun dari peta rupa bumi, terdapat 2 jenis penggunaan lahan
di Desa Kertajadi, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur Selatan, Provinsi Jawa Barat. Yaitu
pemukiman dan sawah irigasi.

1. Jalannya Penelitian

1) Prosedur Penelitian

a) Waktu dan Lokasi

Waktu dan lokasi pada saat pengambilan data adalah sebagai berikut :

Waktu : Hari Jumat Minggu tanggal 25 27 November 2011


Lokasi : Desa Kertajadi Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur Selatan

b) Sumber Data
Data Primer yang langsung diperoleh dari hasil Pengamatan langsung di lapangan
berdasarkan hasil interpretasi dalam Citra dan Peta Rupabumi serta survey lapangan.
Data Sekunder diperoleh dari litelatur-literatur yang berkenaan dengan topik pembahasan,
dan data hasil pengolahan Citra Satelit. Observasi Lapangan.
1. Analisis Citra Digital

1) Membuka Program Er Mapper

Er Mapper adalah salah satu software (perangkat lunak) yang digunakan untuk mengolah data citra
atau satelit. Masih banyak perangkat lunak yang juga dapat digunakan untuk mengolah data citra,
diantaranya adalah Idrisi, Erdas Imagine, PCI dan lain-lain. Masing-masing perangkat lunak
mempunyai keunggulan dan kelemahannya sendiri. Er Mapper dapat dijalankan pada workstation
dengan system operasi UNIX dan computer PCs (Personal Komputers) dengan system operasi
windows 95 ke atas dan Windows NT.

Untuk membuka program Er Mapper langkah pertama yang harus dilakukan adalah klik start menu
kemudian pilih program Er Mapper 6.4.

Tunggu sampai Keluar jendela Menu ER-MAPPER seperti gambar dibawah ini

2) Menampilkan Citra ke Layer

a) Dari menu bar pilih view dengan mengklik Algorithm akan muncul kotak dialog Algorithm dan
layer Window atau dengan cara klik akan muncul kotak dialog seperti dibawah ini .
b) Dari kotak dialog Algoritm Klik Open yang berada dibawah kata no Dataset akan tampil kotak
dialog Raster Dataset,pilih letak penyimpanan data citra lalu klik OK

c) setelah itu akan tampil citra dengan warna Pseudo seperti gambar dibawah ini .
3) Crop Data

a) Pada kotak Algorithm duplicate pseudo layer menjadi 6 (sesuai dengan jumlah band) dengan
cara pada kotak Algorithm klik (duplicate)

b) Klik dua kali pada pseudo layer yang paling atas/pertama lalu hapus dan ganti dengan B1 klik
ikon refresh image . Ganti pseudo layer dengan band 1-6 secara berurut dengan cara seperti diatas
tadi. Jika sudah selesai periksa ulang untuk memastikan tidak ada yang salah dalam penulisan
dengan cara klik (Ps):Default Surface akan muncul seperti dibawah :

c) Setelah dipastikan semua data citra masuk dengan benar akan keluar citra dengan
warna pseudo lalu batasi kajian wilayah dengan zoombox tool seperti gambar dibawah ini .
d) Setelah daerah kajian pada citra selesai di batasi langkah selanjunya adalah menyimpan data
citra tersebut dengan klik menu file lalu pilih save as atau dengan klik icon .pada kotak dialog save
as beri nama contoh cianjurselatan .ers dan pada kotak dialog Files of Type pilih format ER mapper
Raster Dataset (ers) .Lalu klik ok seperti dibawah ini .

e) Setelah itu muncul kotak dialog save as ER- MAPPER Dataset seperti dibawah ini lalu klik Ok

4) Memasukan komposisi warna RGB ke Citra. Tampilkan citra hasil croping


contoh Cianjurselatan.ers

a) Pada kotak algorithm klik (ps) Default Surface lalu klik kanan pada mouse pilih Red Green Blue.
Sorot pada pseudo layer lalu klik duplicate dua kali agar jumlahnya ada tiga pseudo layer yang
pertama klik kanan ganti menjadi Red, yang kedua menjadi Green dan ketiga menjadi Blue. Red dan
rubah band menjadi band 4, Green menjadi 5, dan Blue menjadi band 3, klik untuk mempertajam
citra seperti gambar dibawah ini.

b) Setelah berhasil memasukan warnaRGB save as citra dengan format alg dan ers seperti gambar
dibawah ini .lalu klik ok

Citra dengan Band 542 RGB


5) Klasifikasi

Dalam teknik klasifikasi ada dua cara yaitu klasifikasi Supervised (klasifikasi terawasi) dan
klasifikasi Unsupervised (klasifikasi tidak terawasi).

a) Klasifikasi Supervisaed

Setelah kombinasi band kita memasuki langkah selanjutnya yaitu klasifikasi


supervised, pertam kembali lagi kita pada menubar, setelah itu pada menubar klik View
Algorithm, pilih file yang akan diklasifikasi yitu hasil kombinasi band 543 (RGB).
Kemudian lakukan proses Calculate Statistic terlebih dahulu, yaitu pada menubar
pilih Process setelah itu Calculate Statistic, maka akan muncul kotak dialog seperti
dibawah ini

Buka file yang akan dicalculate pada dataset. Subsamplin intervalnya

Force Recalculate Stas diaktifkan/diklik. Kemudian klik OK, lalu OK dan Cancel

Akan muncul gambar yang ada Calculating Statistics, Connection Opened, dan Connection Closed
dan setelah itu bila data anda berhasil maka di Calculating Statistic akan ada kata SUCCES, seperti
pada gambar dibawah ini ;
Kembali kita pada menubar, setelah itu pada menubar klik Edit lalu klik lagi Edit Class Region

Tunggu sampai keluar kotak dialog New Map Composition ,klik OK

Setelah Keluar kotak dialog tool Kemudian itu pada Tools klik untuk mendigit penggunaan lahan.
Penggunaan lahan yang didigit adalah Laut, Pantai, Hutan, Pemukaiman, dan Perkebunan.
Kemudian setiap kali mendigit, klik dan ketik nama sesuai penggunaan lahan yang telah didigit,
lalusave pada disket hitam. Lakukan terhadap penggunaan lahan lainnya, sehingga hasilnya sebagai
berikut ;

Lalu pada Tools klik simbol poligon untuk mendigit penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang
harus didigit adalah, Pemukiman

Setelah berhasil Mendeliniasi Simpan citra hasil deliniasi dengan Klik menu file dan klik save as atau
klik icon .

Klasifikasi Unsupervised

Buka citra yang akan diklasifikasikan dalam RGB caranya sama buka dulu RGB yang akan
diklasifikasikan.

Klik Process pilih Calculate Statistic akan muncul koyak dialog calculate statistic isi dataset
dengan file CianjurRikoRGB547.ers dengan cara buka disebelah kanan ikon open pilih filenya.
Subsampling intervalnya 4 klik OK akan muncul kotak dialog Calculate Statistic-Status disusul kotak
Calculate Statistic dengan isi Calculate Statistic finished successfully dan klik OK tutup semuanya
kecuali citranya.

Klik Proses pilih Isocclass unsuvervised classification maka akan muncul kotak
dialog Unsupervissed Classification
Membuka hasil klasifikasi. Dari menubar pilih View pilih dengan mengklik Algorithm akan
muncul kotak algorithm dan layer window atau klik akan muncul kotak dialoh algorithm.
Dari kotak dialog Algorithmklik ikon yang berada dibawah kata NoDataset akan tampil
kotak dialog Raster Dataset pilih file yang akan dibuka contoh file CianjurRikoRGB321, klik
kanan pada pseudo layer ganti menjadi class display setelah dipilih klik OK maka akan
muncul citra pada layar window yang warnanya hitam putih
Edit pilih Edit Class/region Color and Name akan muncul kotak dialog Edit Clas/Region
Details. Klik Auto-gen colors akan muncul Auto-generate colors Red band menjadi 3(buka
pilih band 3) Green menjadi 2 dan Blue menjadi 1, aktifkan full Saturation klik Auto-gen klik
OK klik Save dan kotak Auto-Generate Close.

Anda mungkin juga menyukai