Anda di halaman 1dari 6

Dohong dan Tingang

Hi hi hi! Suara tawa nenek sihir terdengar menyeramkan. Nenek buruk rupa itu baru
saja turun seorang diri dari bukit batu tempatnya balampah. Bukit batu itu berbentuk
aneh, batu-batunya seperti disusun dengan rapi.

Mendengar suara tawa yang menyeramkan itu, Puteri Intan ketakutan. Jantungnya
berdetak kencang. Sambil berjalan mundur, ia mengelus dada. Tak berani ia
mengarahkan pandangan ke arah nenek sihir.

Gadis cantik, siapa namamu? Kenapa kamu ada di tengah hutan ini? tanya si nenek
sihir. Dengan ujung tongkat, ia mengangkat dagu Puteri Intan agar dapat melihat
wajahnya.

Aku Puteri Intan. Ayahandaku, Raja Kalang, telah mengusirku dari istana, jawab
Puteri Intan dengan suara bergetar.

Emmm, kebetulan sekali aku bertemu dengan gadis yang terbuang. Aku akan
menyihirmu menjadi seekor binatang dengan ilmu yang baru kuperoleh, hi hi hi! tawa
nenek sihir.

Ampun, Nek! Jangan sihir aku! pinta Puteri Intan mengiba.

Berkali-kali Puteri Intan mengiba, namun nenek sihir itu tidak menghiraukannya. Nenek
itu kemudian membaca mantra sambil mengacung-acungkan tongkat. Tak pelak lagi,
Puteri Intan terkena sihir. Pusaran asap hijau mengangkat tubuh Puteri Intan, lalu
merubahnya menjadi seekor burung tingang.

Wkwkwk! Burung tingang berkicau merdu. Tingang jelmaan Puteri Intan memiliki
warna bulu biru. Paruhnya berwarna merah, sangat besar dan melengkung bercula.

Menurut wangsit saat aku balampah, sihir di tubuhmu akan hilang jika kamu bertemu
dengan pemuda yang bisa membawamu kembali ke istana, ucap nenek sihir.

Usai menyihir Puteri Intan, nenek itu tiba-tiba menghilang. Burung tingang terbang ke
sana kemari sambil berkicau. Sejak itu, burung tingang hidup di tengah hutan
tersebut. Ia terbang dari satu pohon ke pohon lainnya mencari makanan.

Pada suatu hari dari kejauhan nampak burung tingang jantan mengeluarkan suara
yang parau lantang. Burung dengan ukuran tubuh yang sangat besar itu berusaha
menarik perhatian burung tingang jelmaan Puteri Intan.

Zefanya G. E. Rondonuwu
Ya, Hatalla. Apakah dosaku? Belum cukupkah cobaan yang Kau izinkan terjadi?
batin Puteri Intan. Dalam wujud burung tingang, Puteri Intan selalu berharap kepada
Tuhan agar dapat kembali menjadi manusia dan berkumpul kembali dengan
orangtuanya.

Agar dapat menghindari burung tingang jantan itu, Puteri Intan terbang mencari
makanan di sebuah pohon beringin yang berbuah lebat. Selesai makan, betapa
terkejutnya ketika ia akan meninggalkan pohon itu. Kakinya terikat oleh perangkap
sehingga tidak dapat bergerak. Segala cara ia coba. Ia mematuki perangkap itu
dengan paruh merahnya yang sangat besar. Meskipun sudah meronta-ronta dengan
sekuat tenaga, Puteri Intan tetap tidak dapat melepaskan diri dari perangkap.

Tak lama kemudian, Puteri Intan mendengar langkah seseorang yang mendekat. Ia
pun berkicau merdu sambil meronta-ronta untuk menarik perhatian.

Langkah itu ternyata milik seorang pemuda tampan bernama Dohong. Ia bermaksud
memeriksa perangkap yang dipasangnya kemarin.

Pemuda itu sangat gembira saat melihat seekor burung tingang meronta-ronta
terkena perangkapnya. Tanpa berpikir panjang, ia segera naik pohon untuk
mengambil burung tangkapannya. Lalu, ia memasang kembali perangkapnya.

Wah, cantik sekali burung ini! Kicauannya pun sangat merdu. Baru kali ini aku
memperoleh burung secantik ini, ucap Dohong dengan kagum.

Dengan perasaan senang, Dohong membawa pulang burung itu untuk dipelihara. Ia
pun memasukkannya ke dalam sangkar rotan. Ia merawat burung tingang itu dengan
sangat teliti.

Keesokan harinya Dohong kembali ke tengah hutan. Namun, tak seekor pun burung
yang diperolehnya. Menjelang siang ia memutuskan untuk pulang.

Betapa terkejutnya ketika Dohong sampai di pondoknya. Ia melihat makanan lezat


telah tersaji dan siap untuk disantap. Ia segera makan dengan lahap, tanpa
memikirkan siapa yang telah menyiapkan makanan tersebut.

Kejadian aneh tersebut terulang hingga tiga hari berturut-turut. Dohong mulai
penasaran ingin mengetahui siapa sebenarnya yang melakukan semua itu.

Pada hari berikutnya, pemuda tampan itu berpura-pura hendak memeriksa


perangkapnya. Sebelum hari menjelang siang, ia masuk pondok dengan langkah hati-

Zefanya G. E. Rondonuwu
hati. Alangkah terkejutnya ketika ia melihat pusaran asap hijau keluar dari sangkar
burungnya. Seorang gadis cantik keluar dari asap itu. Ia terpana melihat kecantikan
gadis itu. Ia pun menghampirinya.

Hai, gadis cantik! Kamu siapa dan dari mana asalmu? tanya Dohong.

Ampun, Tuan! Aku adalah Puteri Intan dari Kerajaan Kalang. Nasib buruk telah
menimpaku. Ayahandaku mengusirku dari istana. Setelah itu, seorang nenek
menyihirku menjadi burung tingang saat aku berada di tengah hutan, jelas Puteri
Intan.

Maaf, Tuan Puteri! Mengapa Tuan Puteri diusir dari istana? tanya Dohong sambil
menunduk memberi hormat.

Puteri Intan menceritakan semua peristiwa yang dialaminya. Setelah itu, ia meminta
kepada Dohong agar mengantarnya kembali ke istana. Jika Dohong memenuhi
permintaannya, maka sihir nenek itu akan hilang dengan sendirinya.

Baiklah, Tuan Puteri! Saya bersedia mengantar Tuan Puteri ke istana, ujar Dohong.

Keesokan harinya, mereka berangkat ke istana. Selama dalam perjalanan, Puteri


Intan tidak pernah lagi berubah wujud menjadi burung tingang. Pengaruh sihir nenek
itu telah hilang.

Sesampainya di istana, Dohong dan Puteri Intan menghadap Raja Kalang. Dohong
menceritakan semua yang dialami Puteri Intan kepada Raja Kalang dan permaisuri.
Akhirnya, Raja Kalang pun mengerti bahwa puterinya difitnah oleh seorang dayang
istana.

Maafkan Ayahanda, Puteriku! Ayah telah membuatmu menderita, ucap Raja


Kalang.

Raja Kalang pun menghukum dayang yang telah memfitnah puterinya. Dayang itu
dipenjara. Sedangkan Dohong dan Puteri Intan akhirnya menikah dan dinobatkan
menjadi pewaris tahta Kerajaan Kalang. Mereka pun hidup berbahagia.

Zefanya G. E. Rondonuwu
Kutukan Raja Pulau Mintin

Dahulu kala, ada sebuah kerajaan kecil di Pulau Mintin, Kalimantan Tengah. Kerajaan
itu dipimpin oleh raja yang arif bijaksana. Kehidupan rakyatnya terjamin dan
sejahtera. Rakyat sangat mencintai raja dan permaisuri. Suatu saat, permaisuri
terserang penyakit aneh dan akhirnya meninggal dunia.
Cerita Rakyat dari Kalimantan Tengah Legenda

Cerita Rakyat dari Kalimantan Tengah Legenda

Raja sangat berduka cita. Ia menjadi kehilangan semangat dalam menjalankan


pemerintahan. Oleh karena itu, ia bermaksud untuk pergi berlayar guna menghapus
kesedihan hatinya.

Saat mengutarakan rencananya, penasihat kerajaan bertanya, Lalu siapakah yang


akan menjalankan pemerintahan selama Tuan pergi?

Raja berpikir sejenak, lalu menjawab, Kukira putra kembarku, Naga dan Buaya,
mampu menjalankan tanggung jawab ini. Tolong, bantu mereka jika menghadapi
kesulitan. Sang penasihat mengangguk tanda mengerti.

Setelah itu, Raja memanggil kedua putra kembarnya. Anak-anakku, Ayahanda akan
pergi berlayar sejenak. Sepeninggal ibu kalian, Ayah merasa kehilangan semangat
hidup. Jadi Ayah pikir, ada baiknya jika Ayah pergi sejenak menenangkan diri. Untuk
itu, Ayah minta kalian untuk menjalankan pemerintahan selama kepergian ayah,
pesannya.

Meski Naga dan Buaya adalah kembar, sifat keduanya sangat bertolak belakang.
Buaya yang bersifat baik dan pemurah, menjawab permintaan ayahnya, Jangan
khawatir, Ayah. Pergilah, Ananda berharap Ayah selamat dalam perjalanan dan
pulang dalam keadaan yang lebih baik.

Sedangkan Naga yang sifatnya bertolak belakang dengan adiknya, merasa kalau
permintaan ayahnya itu sebagai beban.

Hmm, tapi tak apalah. Jika Ayah tak ada, aku bisa menggunakan harta kerajaan
untuk bersenang-senang, pikirnya dalam hati.

Ya, Naga memang senang berfoya-foya, ia tidak pernah memikirkan kepentingan


orang lain.
Cerita Rakyat Kalimantan Tengah Kutukan Raja Pulau Mintin

Zefanya G. E. Rondonuwu
Cerita Rakyat Kalimantan Tengah Kutukan Raja Pulau Mintin

Setelah Raja berangkat, Naga mulai berulah. la tak mau mendampingi Buaya
menjalankan pemerintahan. Sehari-hari, kerjanya hanya tidur-tiduran dan bersenang-
senang. Ia bahkan memaksa penasihat kerajaan untuk memberinya uang setiap hari.
Dan semua uang itu ia habiskan untuk berjudi.

Karena kesal dengan tingkah laku kakaknya Buaya lalu menghadap penasihat
kerajaan untuk menegur Naga. Namun, Naga tak mengindahkan segala nasihat. Ia
bahkan mengancam akan melaporkan penasihat kerajaan pada ayahnya. Aku akan
bilang pada ayah bahwa kau yang menghambur-hamburkan uang kerajaan. Ayah
pasti lebih percaya pada anaknya sendiri, kata Naga dengan sombong. Penasihat
kerajaan pun tak berani menasihati Naga lagi.

Hari berganti hari, tingkah laku Naga semakin menjadi-jadi. Bersama para
pengawalnya, ia bahkan mendatangi rumah-rumah penduduk dan memaksa mereka
untuk membayar pajak yang besar. Mendengar tindak tanduk Naga, Buaya menjadi
sangat marah. Tanpa membuang waktu ia mendatangi Naga lalu menegurnya.
Naga, apa yang kau lakukan? Bukankah kau seharusnya menjalankan amanah yang
diberikan Ayah?

Sambil tertawa-tawa, Naga mengejeknya, Buaya, kau memang pengecut. Apa


gunanya jadi raja jika tak bisa bersenang- senang? Ha ha ha,

Buaya tak tahan lagi. Ia bertekad untuk menghentikan segala tindak-tanduk Naga.
Namun, Naga pasti tak akan menyerah begitu saja. Dengan segenap kekuatannya, ia
melawan Buaya. Pertempuran pun tak terelakkan. Dengan membawa pasukan
masing-masing, mereka bertempur habis-habisan. Korban pun berjatuhan. Banyak
pengawal yang mati sia-sia.

Di tengah perjalanannya, hati Raja gundah- gulana. Ia merasa sesuatu sedang terjadi
di kerajaaannya. Beliau lalu memerintahkan awak kapal untuk pulang. Firasatnya
benar. Sesampainya di kerajaan, ia melihat mayat bergelimpangan di mana-mana.
Belum hiiang rasa herannya, la melihat kedua putra kernbarnya sedang bertarung.
Apa-apaan ini? teriaknya. Naga dan Buaya serentak menoleh pada ayahnya.
Mereka Iangsung menghentikan pertarungan.

Buaya menghampiri raja dan berkata, Ampun Ayah, Ananda hanya ingin
menghentikan tindakan Naga yang semena-mena.

Zefanya G. E. Rondonuwu
Bohong! Ia iri padaku Ayah. Ia ingin menjadi raja tunggal. Ia ingin membunuhku,
teriak Naga.
Cerita Rakyat dari Kalimantan Tengah

Cerita Rakyat dari Kalimantan Tengah

Apa pun itu, kalian telah menyia-nyiakan kepercayaan Ayah pada kaIian. Lihatlah,
berapa banyak korban yang jatuh gara-gara ulah kalian? jawab raja dengan
marah.

Langit menghitam dan petir menggelegar ketika raja berteriak meluapkan


amarahnya. Demi ibumu, aku harus menghukum kalian! Buaya, jadilah kau seekor
buaya. Ayah tahu tujuanmu baik, melindungi rakyat. Tapi kau juga menyengsarakan
mereka, maka tinggallah di pulau ini dan jagalah rakyat dari serangan musuh!

Seketika berubahlah Buaya menjadi seekor buaya yang diiringi suara petir yang
terus menggelegar. Melihat adiknya berubah menjadi buaya, Naga pun ketakutan.
Ampun Ayah, maafkan aku.

Raja memandang anaknya dengan rasa penyesalan. Naga, jadilah kau naga yang
sesungguhnya. Karena kesalahanmu, semuanya menjadi kacau. pergilah dari pulau
ini, tinggallah di Sungai Kapuas. Tugasmu adalah menjaga Sungai Kapuas agar tidak
ditumbuhi cendowan bantilung!

Dalam sekejap, Naga pun berubah menjadi seekor naga. la pergi meninggalkan
ayahnya dan tinggal di Sungai Kapuas seumur hidupnya.

Zefanya G. E. Rondonuwu

Anda mungkin juga menyukai