Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun
kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama
pada kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada
umumnya mengalami mua, muntah, nafsu makan berkurang dan kelelahan.
Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis
wanita dengan penyakit infeksi antara lain infeksi HIV-AIDS.
HIV/AIDS adalah topic yang sangat sensitive dan lebih banyak sehingga
banyak penelitian melibatka anak-anak yang rentan untuk terjangkit HIV.
Setiap usaha dilakukan untuk memastikan bahwa keluarga akan merasa baik.
Orang-orang yang terinfeksi positif HIV yang mengetahui status mereka
mungkin dapat memberikan manfaat. Namun, seks tanpa perlindungan antara
orang yang yang berisiko membawa HIV sero-positif sebagai super infeksi,
penularan infeksi seksual, dan kehamilan yang tidak direncanakan dapat
membuat penurunan kesehatan seksual dan reproduksi. Hal ini jelas bahwa
banyak pasangan yang harus didorong untuk melakukan tes HIV untuk
memastikan status mereka dengan asumsi bahwa mereka mungkin terinfeksi
karena pernah memiliki hubungan seksual denga seseorang yang telah diuji
dan ditemukan sero-positif HIV.
Evolusi infeksi HIV menjadi penyakit kronis memiliki implikasi di semua
pengaturan perawat klinis. Setiap perawat harus memiliki perawatan klinis.
Setiap perawat harus memiliki pengetahuan tantang pencegahan,
pemeriksaan, pengobatan, dan kronisitas dari penyakit dalam rangka untuk
memberikan perawatan yang berkualitas tinggi kepada orang-orang dengan
atau berisiko untuk HIV.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain :
a. Apa pengertian HIV/AIDS ?

1
b. Bagaimana etiologi pada HIV/AIDS?
c. Bagaimana manifestasi klinis pada HIV/AIDS?
d. Bagaimana penularan HIV/AIDS ibu ke anak?
e. Bagaimana Penularan Penyakit HIV/AIDS?
f. Bagaimana pemeriksaan diagnostik HIV/AIDS?
g. Bagaimana pengobatan HIV/AIDS?
h. Bagaimana pencegahan HIV/AIDS?
i. Bagaimana asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan HIV/AIDS?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat :
a. Memahami tentang penyakit HIV/AIDS
b. Mengetahui etiologi pada HIV/AIDS
c. Memahami manifestasi klinis pada HIV/AIDS
d. Mengetahuii penularan HIV/AIDS ibu ke anak
e. Mengetahui Penularan Penyakit HIV/AIDS
f. Mengetahui cara pemeriksaan diagnostik HIV/AIDS
g. Memahami pengobatan HIV/AIDS
h. Mengetahui pencegahan HIV/AIDS
i. Mengetahui asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan HIV/AIDS

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

2
AIDS atau merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya
sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia
dapat dialihkatakan sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.

Acquired : didapat, bukan penyakit keturunan

Immune : sistem kekebalan tubuh

Deficiency : kekurangan

Syndrome : kumpulan gejala-gejala penyakit.

AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus
menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus
(HIV). (Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare).

Sedangkan di dalam kamus kedokteran Dorlan (2002), menyebutkan


bahwa AIDS adalah suatu penyakit retrovirus epidemik menular, yang
disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai
depresi berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok risiko tertentu,
termasuk pria homoseksual atau biseksual, penyalahgunaan obat intravena,
penderita hemofilia, dan penerima transfusi darah lainnya, hubungan seksual
dari individu yang terinfeksi virus tersebut.

Menurut Center for Disease Control and Prevention, AIDS merupakan


bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon
imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan
berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan
kelainan malignitas yang jarang terjadi.

Kehamilan adalah keadaan mengandung embrio atau fetus didalam tubuh,


setelah penyatuan sel telur dan spermatozoon. Kehamilan ditandai dengan
berhentinya haid; mual yang timbul pada pagi hari (morning sickness);
pembesaran payudara dan pigmentasi puting; pembesaran abdomen yang
progresif. Tanda-tanda absolut kehamilan adalah gerakan janin, bunyi jantung
janin, dan terlihatnya janin melalui pemerikasaan sinar-X, atau USG.

3
Wanita usia produktif merupakan usia yang berisiko tertular infeksi HIV.
Dilihat dari profil umur, ada kecendrungan bahwa infeksi HIV pada wanita
mengarah ke umur yang lebih muda, dalam arti bahwa usia muda lebih
banyak terdapat wanita yang terinfeksi, sedangkan pada usia di atas 45 tahun
infeksi pada wanita lebih sedikit. Dilain pihak menurut para ahli kebidanan
bahwa usia reproduktif merupakan usia wanita yang lebih tepat untuk hamil
dan melahirkan. Hasil survey di Uganda pada tahun 2003 mengemukakan
bahwa prevalensi HIV di klinik bersalin adalah 6,2%, dan satu dari sepuluh
orang Uganda usia antara 30-39 tahun positif HIV-AIDS perlu diwaspadai
karena cenderung terjadi pada usia reproduksi.

B. Etiologi

Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang


disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali
diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983
dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di
Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas
kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV.

Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati
diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel
glia jaringan otak. Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di
antaranya ;

1. Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan


seksual). (WHO, 2003)

2. Hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan

3. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai


alat suntik.

4
4. Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu berhubungan
kelamin dengan orang yang terinfeksi HIV.

5. Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi HIV,
berarti setiap orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfusi
atau jarum suntik yang terkontaminasi.

C. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang tampak dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Manifestasi Klinis Mayor

Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan

Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus

Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 tiga bulan

TBC

2. Manifestasi Klinis Minor

Batuk kronis selama lebih dari satu bulan

Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida


Albicans

Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh

Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh


tubuh

Gejala infeksi HIV pada wanita hamil, uumnya sma dengan wanita tidak
hamil atau orang dewasa. infeksi HIV memberikan gambaran klinis yang
tidak spesifik dengan spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala
(asimtomatik) pada stadium awal sampai pada gejala-gejala yang berat pada

5
stadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS
rata-rata baru timbl 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.

Banyak orang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala apapun.


mereka merasa sehat dan juga dari luar Nampak sehat-sehat saja. Namun
orang yang terinfeksi HIV akan menjadi pembawa dan penular HIV kepada
orang lain.

D. Patofisiologi

HIV AIDS Pada Ibu hamil

Etiologi : Infeksi Virus

Faktor Resiko :
1. Seks Bebas
2. Berganti-ganti pasangan
3. Pengguna Narkoba suntik
4. Penerima transfuse darah
5. Tenaga medis

Ibu hamil-bayi

Penularan melalui :
1. Antepartum/ in utero
2. Inpartum
3. Postpartum/ melalui ASI

Ibu

Anak

MK: Ansietas dan isolasi sosial

Efek obat

Sel epitel usus

6
Sistem imun

Sel hepar dan lien

Infeksi pneomocytis carinii

Mual/muntah

Diare kronis

Imunitas

MK : Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh

MK : Nyeri

MK : Defisit volume cairan dan kerusakan integritas kulit

Gampang Sakit

Pada bayi gg. Tumbuh kembang

hepatosplenomegali

MK : Nyeri

Pneumonia

Sersak

MK : Pola Nafas tidak efektif

MK : Resti infeksi oportunistik

E. Penularan HIV/AIDS dari Ibu ke Anak

Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita
HIV/AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko
penularan infeksi yang terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997).
Selain itu juga karena terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah
terinfeksi HIV/AIDS karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya hidup.
Penularan ini dapat terjadi dalam 3 periode:

1. Periode kehamilan

7
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh
virus itu sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang
dapat menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru
melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif
apabila ibu:

a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada


plasenta selama kehamilan.

b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan


virus pada saat itu.

c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.

d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung


berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.

e. Periode persalinan

Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui
transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa
bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama
proses persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh
karena itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.

Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak


selama proses persalinan adalah:Lama robeknya membran.

- Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi


lainnya)

- Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan


darah ibu misalnya, episiotomi.

8
- Anak pertama dalam kelahiran kembar

2. Periode Post Partum

Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI.


Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu
yang menyusui bayinya mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10-
15% dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Risiko penularan
melalui ASI tergantung dari:

a. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan
kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran.

b. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting


susu dan infeksi payudara lainnya.

c. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan


infeksi.

d. Status gizi ibu yang buruk

F. Pemeriksaan Diagnostik

Tes-tes saat ini tidak membedakan antara antibody ibu/bayi, dan bayi dapat
menunjukkan tes negative pada usia 9 sampai 15 bulan. Penelitian mencoba
mengembangkan prosedur siap pakai yang tidak mahal untuk membedakan
respons antibody bayi vs ibu.

Hitung darah lengkap (HDL) dan jumlah limfosit total: Bukan diagnostic
pada bayi baru lahir tetapi memberikan data dasar imunologis.

EIA atau ELISA dan tes Western Blot: Mungkin positif, tetapi invalid

Kultur HIV (dengan sel mononuclear darah perifer dan, bila tersedia,
plasma).

9
Tes reaksi rantai polymerase dengan leukosit darah perifer: Mendeteksi
DNA viral pada adanya kuantitas kecil dari sel mononuclear perifer
terinfeksi.

Antigen p24 serum atau plasma: peningkatan nilai kuantitatif dapat


menjadi indikatif dari kemajuan infeksi (mungkin tidak dapat dideteksi
pada tahap sanagt awal infeksi HIV)

Penentuan immunoglobulin G, M, dan A serum kualitatif (IgG, IgN, dan


IgA): Bukan diagnostic pada bayi baru lahir tetapi memberikan data dasar
imunoogis.

Diagnosis pada Bayi dan Anak

Bayi yang tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis
selama periode neonatal. Penyakit penanda AIDS tersering yang ditemukan
pada anak adalah pneumonia yang disebabkan Pneumocystis carinii. Gejala
umum yang ditemukan pada bayi dengan ifeksi HIV adalah gangguan tumbuh
kembang, kandidiasis oral, diare kronis, atau hepatosplenomegali
(pembesaran hapar dan lien.

Karena antibody ibu bisa dideteksi pada bayi sampai bayi berusia 18
bulan, maka tes ELISA dan Western Blot akan positif meskipun bayi tidak
terinfeksi HIV karena tes ini berdasarkan ada atau tidaknya antibody
terhadap virus HIV. Tes paling spesifik untuk mengidentifikasi HIV adalah
PCR pada dua saat yang berlainan. DNA PCR pertama diambil saat bayi
berusia 1 bulan karena tes ini kurang sensitive selama periode satu bulan
setelah lahir. CDC merekomendasikan pemeriksaan DNA PCR setidaknya
diulang pada saat bayi berusia empat bulan. Jika tes ini negative, maka bayi
terinfeksi HIV. Tetapi bila bayi tersebut mendapatkan ASI, maka bayi resiko
tertular HIV sehingga tes PCR perlu diulang setelah bayi disapih. Pada usia
18 bulan, pemeiksaan ELISA bisa dilakukan pada bayi bila tidak tersedia
sarana pemeriksaan yang lain.

10
Anak-anak berusia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan
menggunakan kombinasi antara gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.
Anak dengan HIV sering mengalami infeksi bakteri kumat-kumatan, gagal
tumbuh atau wasting, limfadenopati menetap, keterlambatan berkembang,
sariawan pada mulut dan faring. Anak usia lebih dari 18 bulan bisa
didiagnosis dengan ELISA dan tes konfirmasi lain seperti pada dewasa.
Terdapat dua klasifikasi yang bisa digunakan untuk mendiagnosis bayi dan
anak dengan HIV yaitu menurut CDC dan WHO.

CDC mengembangkan klasifikasi HIV pada bayi dan anak berdasarkan


hitung limfosit CD4+ dan manifestasi klinis penyakit. Pasien dikategorikan
berdasarkan derajat imunosupresi (1, 2, atau 3) dan kategori klinis (N, A, B,
C, E). Klasifikasi ini memungkinkan adanya surveilans serta perawatan
pasien yang lebih baik. Klasifikasi klinis dan imunologis ini bersifat
eksklusif, sekali pasien diklasifikasikan dalam suatu kategori, maka
diklasifikasi ini tidak berubah walaupun terjadi perbaikanstatus karena
pemberian terapi atau factor lain.

Menurut Depkes RI (2003), WHO mencanangkan empat strategi untuk


mencegah penularan HIV dari ibu ke anak dan anak, yaitu dengan mencegah
jangan sampai wanita terinfeksi HIV/AIDS, apabila sudah dengan HIV/AIDS
dicegah supaya tidak hamil, apabila sudah hamil dilakukan pencegahan
supaya tidak menular pada bayi dan anaknya, namun bila ibu dan anak sudah
terinfeksi maka sebaiknya diberikan dukungan dan perawatan bagi ODHA
dan keluarga.

Uji HIV pada Wanita Hamil

CDC telah merekomendasikan skrining rutin HIV secara suka rela pada
ibu hamil sejak tahun 2001. Banyak dokter telah mengadopsi kebijakan
universal opt-out skrining HIV (yang berarti bahwa pengujian adalah
otomatis kecuali jika wanita secara khusus memilih untuk tidak di uji) pada
wanita hamil selama tes kehamilan rutin dan telah dieliminasi persyaratan

11
untuk konseling sebelum uji dilakukan dan persetujuan tertulis untuk tes HIV.
Penelitian dianalisis oleh Angkatan US Preventive Services Task
mengungkapkan bahwa pada tahun 1995 tingkat tes HIV di antara wanita
hamil di Amerika Serikat adalah 41% 9 (dianjurkan dilakukan tes universal
pada tahun pertama kehamilan) dan meningkat menjadi 60% pada 1998. Pada
tahun 2005, di negara bagian dan provinsi Kanada yang telah menerapkan
pengujian "opt-out", angka tes HIV di antara perempuan hamil berkisar antara
71% sampai 98%, dibandingkan dengan 15% menjadi 83% dalam keadaan
dan provinsi yang memiliki Kebijakan opt-in yang membutuhkan seorang
wanita untuk secara khusus meminta tes HIV.

G. Penatalaksanaan

Pengalaman program yang signifikan dan bukti riset tentang HIV dan
pemberian makanan untuk bayi telah dikumpulkan sejak rekomendasi WHO
untuk pemberian makanan bayi dalam konteks HIV terakhir kali direvisi
pada tahun 2006. Secara khusus, telah dilaporkan bahwaantiretroviral (ARV)
intervensi baik ibu yang terinfeksi HIV atau janin yang terpapar HIVsecara
signifikan dapat mengurangi risiko penularan HIV pasca kelahiran melalui
menyusui. Bukti ini memiliki implikasi besar untuk bagaimana perempuan
yang hidup dengan HIV mungkin dapat memberi makan bayi mereka, dan
bagaimana para pekerja kesehatan harus nasihati ibu-ibu ini. Bersama-sama,
intervensi ASI dan ARV memiliki potensi secara signifikan untuk
meningkatkan peluang bayi bertahan hidup sambil tetap tidak terinfeksi HIV.

Meskipun rekomendasi 2010 umumnya konsisten dengan panduan


sebelumnya, mereka mengakui dampak penting dariARV selama masa
menyusui, dan merekomendasikan bahwa otoritas nasional di setiap
negarauntuk memutuskan praktik pemberian makan bayi, seperti menyusui
yaitu dengan intervensi ARVuntuk mengurangi transmisi
atau menghindarimenyusui, harus dipromosikan dan didukung oleh layanan

12
Kesehatan Ibu dan Anak mereka. Hal ini berbeda dengan rekomendasi
sebelumnya di mana petugas kesehatan diharapkan untuk
memberikan nasihat secara individual kepada semua ibu yang terinfeksi HIV
tentang berbagai macam pilihan pemberian makanan bayi, dan kemudian
ibu-ibu dapat memilih cara untuk pemberian makanan bayinya.

Dimana otoritas nasional mempromosikan pemberian ASI dan ARV, ibu


yang diketahui terinfeksi HIV sekarang direkomendasikan untuk menyusui
bayi mereka setidaknya sampai usia 12 bulan. Rekomendasi bahwa makanan
pengganti tidak boleh digunakan kecuali jikadapat diterima, layak,
terjangkau, berkelanjutan dan aman (AFASS).

Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load rendah sehingga jumlah


virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan
HIV. Obat yang bisa dipilih untuk negara berkembang
adalah Nevirapine, pada saat ibu saat persalinan diberikan 200mg dosis
tunggal, sedangka bayi bisa diberikan 2mg/kgBB/72 jam pertama setelah
lahir dosis tunggal. Obat lain yang bisa dipilih adalah AZT yang diberikan
mulai kehamilan 36 minggu 2x300mg/hari dan 300mg setiap jam selama
persalinan berlangsung. Intervensi Terapetik Antiretrovirus adalah terapi yang
sekarang berlaku menghadapi masalah membidik berbagai harapan
dalam proses masuknya virus ke dalam sel dan replikasi virus, memanipulasi
gen virus untuk mengendalikan produksi protein virus, membangun kembali
sistem imun, mengkombinasikan terapi, dan mencegah resistensi obat. Tujuan
utama terapi antivirus adalah penekanan secara maksimum dan berkelanjutan
jumlah virus, pemulihan atau pemeliharaan (atau keduanya) fungsi
imunologik, perbaikan kualitas hidup, dan pengurangan morbiditas an
mortalitas HIV.

H. Pencegahan

13
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga
cara, dan bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan
setelah persalinan. Cara tersebut yaitu:

1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan


untuk bayi yang baru dilahirkan.

Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah


sehingga jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang
efektif untuk menularkan HIV. Resiko penularan akan sangat rendah (1-
2%) apabila terapi ARV ini dipakai. Namun jika ibu tidak memakai ARV
sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua cara yang dapat mengurangi
separuh penularan ini. AZT dan 3TC dipakai selama waktu persalinan, dan
untuk ibu dan bayi selama satu minggu setelah lahir. Satu tablet nevirapine
pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada
bayi 23 hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan AZT selama
persalinan mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen. Namun,
resistansi terhadap nevirapine dapat muncul pada hingga 20 persen
perempuan yang memakai satu tablet waktu hamil. Hal ini mengurangi
keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu. Resistansi ini juga
dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui. Walaupun begitu, terapi
jangka pendek ini lebih terjangkau di negara berkembang.

2. Penanganan obstetrik selama persalinan

Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio


caesaria karena metode ini terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari
ibu ke bayi sampai 80%. Apabila pembedahan ini disertai dengan
penggunaan terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai
87%. Walaupun demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko karena
kondisi imunitas ibu yang rendah yang bisa memperlambat penyembuhan
luka. Oleh karena itu, persalinan per vagina atau sectio caesaria harus
dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain.

14
3. Penatalaksanaan selama menyusui

Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan untuk


bayi dengan ibu yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian,
didapatkan bahwa 14 % bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi.

I. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi,


menggunakan obat-obat.

b. Penampilanumum : pucat, kelaparan.

c. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil,


keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB
menurun, nyeri, sulit tidur.

d. Psikososial : kehilangan pekerjaan


dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut,
cemas, meringis.

e. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati,
withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses
piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi
dan delusi.

f. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka,


tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah,
disfagia, epsitaksis.

g. Neurologis : gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo,


ketidakseimbangan, kaku kuduk, kejang, paraplegia.

15
h. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan
ADL.

i. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.

j. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot


Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif.

k. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun,


diare, inkontinensia, perut kram, hepatos plenomegali, kuning.

l. Gu : lesi atau eksudat pada genital,

m. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

2. Diagnosa keperawatan

a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi


dan pola hidup yang beresiko.

b. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV,


adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

c. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran


oksigen, malnutrisi, kelelahan.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan
menurunnya absorbsi zat gizi.

e. Diare berhubungan dengan infeksi GI

f. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang


keadaan yang orang dicintai.

3. Intervensi keperawatan

a. Diagnosa keperawatan 1

16
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi,
malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.

Intervensi Keperawatan :

1. Monitor tanda-tanda infeksi baru.

2. Gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif.


Cuci tangan sebelum meberikan tindakan.

3. Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan


yang patogen.

4. Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.

5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order

Rasional

1. Untuk pengobatan dini

2. Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang diperoleh di


rumah sakit.

3. Mencegah bertambahnya infeksi.

4. Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan.

5. Mempertahankan kadar darah yang terapeutik Pasien akan bebas


infeksi oportunistik.

Kriteria hasil:

komplikasinya dengan kriteria tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab


tidak ada infeksi oportunis, tanda vital dalam batas normal, tidak ada
luka atau eksudat.

b. Diagnosa Keperawatan 2

17
Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan
infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat
ditransmisikan.

Intervensi

1. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah


transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.

2. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien.

Rasional

1. Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini.

2. Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain

Kriteria Hasil :

Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan


universal precautions dengan kriteriaa kontak pasien dan tim
kesehatan tidak terpapar HIV, tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.

c. Diagnosa Keperawatan 3

Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan,


pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.

Intervensi:

1. Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas

2. Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu

3. Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.

Rasional :

1. Respon bervariasi dari hari ke hari.

2. Mengurangi kebutuhan energi

18
3. Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik

Kriteri Hasil :

Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan


takikardi selama aktivitas.

d. Diagnosa Keperawatan 4

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan
menurunnya absorbsi zat gizi.

Intervensi :

1. Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.

2. Monitor BB, intake dan ouput

3. Atur antiemetik sesuai order

4. Rencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya.

Rasional :

1. Intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan dan mulut

2. Menentukan data dasar

3. Mengurangi muntah

4. Meyakinkan bahwa makanan sesuai dengan keinginan pasien

Krtiteria Hasil :

Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk


memenuhi kebutuhan metaboliknya dengan kriteria mual dan muntah
dikontrol, pasien makan TKTP, serum albumin dan protein dalam batas
n ormal, BB mendekati seperti sebelum sakit.

e. Diagnosa Keperawatan 5

19
Diare berhubungan dengan infeksi GI

Intervensi

1. Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.

2. Auskultasi bunyi usus

3. Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order

4. Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside

Rasional

1. Mendeteksi adanya darah dalam feses

2. Hipermotiliti mumnya dengan diare

3. Mengurangi motilitas usus, yang pelan, emperburuk perforasi


pada intestinal

4. Menghilangkan distensi

Kriteriaa hasil:

Pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal


dengan kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal,
kram perut hilang,

f. Diagnosa Keperawatan 6

Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas


tentang keadaan yang orang dicintai.

Intervensi :

1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya

2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal

3. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.

Rasional :

20
1. Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan
keluarga.

2. Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas

3. Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak


sederhana.

Krtiteria Hasil :

Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan


adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien
dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktur.

4. Implentasi

DX. 1

1. Memonitor tanda-tanda infeksi baru.

2. Menggunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif.


Cuci tangan sebelum memberikan tindakan.

3. Menganjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan


yang patogen.

4. Mengumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.

5. Mengatur pemberian antiinfeksi sesuai order.

DX.2

1. Menganjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah


transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.

2. Menggunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien.

DX.3

1. Memonitor respon fisiologis terhadap aktivitas

21
2. Memberikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu

3. Menjadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.

DX.4

1. Memonitor kemampuan mengunyah dan menelan.

2. Memonitor BB, intake dan ouput

3. Mengatur antiemetik sesuai order

4. Merencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya.

DX.5

1. Mengkaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.

2. Mengauskultasi bunyi usus

3. Mengatur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order

4. Memberikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside

DX.6

1. Mengkaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya

2. Membiarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal

3. Mengajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.

5. Evalusi

Setelah di berikan asuhan keperawatan kepada klien, kebutuhan klien


sedikit demi sedikit terpenuhi.

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

AIDS adalah suatu penyakit retrovirus epidemik menular, yang disebabkan


oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai depresi berat
imunitas seluler, dan mengenai kelompok risiko tertentu, termasuk pria
homoseksual atau biseksual, penyalahgunaan obat intravena, penderita

23
hemofilia, dan penerima transfusi darah lainnya, hubungan seksual dari
individu yang terinfeksi virus tersebut.

B. Saran

Semoga Makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik
dan saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik

DAFTAR PUSTAKA

1. Hartati Nyoman, Suratiah, Mayuni IGA Oka. Ibu Hamil dan HIV-AIDS.
Gempar: Jurnal Ilmiah Keperawatan Vol. 2 No.1 Juni 2009.

2. Doku Paul Narh. Parental HIV/AIDS status and death, and Childrens
Phychological Wellbeing. International Journal of Mental Health system
2009;3(26):1-8

24
3. Siregar FA. Pengenalan dan Pencegahan HIV-AIDS. Medan. Universitas
Sumatera Utara, 2004.

4. Anonymous. HIV/ AIDS. WHO. 2010

5. Dorland WAN. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta: EGC.

6. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison: Prinsip-


Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol. 1 (Edisi 13). 1995.

7. Walter J, Linda F, Melanie JO, William DD, Theresa G, Alice S, et


all.Immunomodulatory factors in cervicovaginal secretions from pregnant
and non-pregnant women: A cross-sectional. BMC Infectious Disease 2011;
11(263): 1-7.

8. Anonymous. 2007. Rencana Nasional Penanggulangan HIV-AIDS di


Indonesia 2007-2010. Jakarta: Komisi Penanggulangan AIDS.

9. Susanti NN. Psikologi Kehamilan. Jakarta: EGC, 2000.

10. Hanafiah MJ, Amir A. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan Edisi 4. EGC:
Jakarta. 2007.

11. Hartati N, Suratiah, Iga OM. Ibu hamil dengan HIV-AIDS. Gempar: Jurnal
Ilmiah Keperawatan. 2009:2:1.

25

Anda mungkin juga menyukai