Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih


kontroversial dalam ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku
masih belum ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi
yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi
terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup
tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan
kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus
buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada
pengelolaan konservatif.
Sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif
terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai
terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif
ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan
tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi,
karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya
penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora
vagina yang normal bisa menjadi patogen yang akan membahayakan baik pada
ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang
agresif seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk
mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi ; kedua, adalah kurang bulan
atau prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang bulan.
Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak
nafas atau respiratory Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum
masaknya paru.
Gawat janin merupakan suatu kondisi patofisiologi dimana oksigen tidak
tersedia untuk janin dalam jumlah yang cukup, jika tidak di perbaiki atau diatasi,
dapat menyebabkan dekompensasi ulang respon fisiologis dan bahkan

1
menyebabkan kerusakan beberapa organ. Gawat janin secara intrinsic terkait
dengan hipoksia janin dan asidosis, dan tampaknya sangat terkait dengan asfiksia
perinatal. Pengelolaan gawat janin melibatkan pemantauan intensif, resusitasi
intrauterin, amnioninfusion dan pengiriman segera dengan rute vagina atau
caesar.
Gawat janin dapat terjadi persalinan karena partus lama, infuse oksitosin,
perdarahan, infeksi, insufisiensi plasenta, ibu dengan diabetes, kehamilan pre atau
postterm, ataupun prolaps tali pusat. Hal ini harus segera dideteksi dan perlu
penanganan segera.

1.1 Tujuan Penulisan


1.1.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang premature ruptur membrane
(PRM) dan fetal distress
1.2.2. Tujuan Khusus
Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, patogenesa,
diagnosa, dan penatalaksanaan premature ruptur membrane (PRM) dan
fetal distress
1.3 Manfaat Penulisan
1. Sebagai sumber media informasi mengenai premature ruptur membrane
(PRM) dan fetal distress
2. Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus tentang premature
ruptur membrane (PRM) dan fetal dsitress
3. Untuk memenuhi tugas case report session kepaniteraan klinik senior di
Bagian Obstetri dan Ginekologi RSAM Bukittinggi 2017.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketuban Pecah Dini (Premature Ruptur of Membrane)


2.1.1 Definisi
Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis premature rupture of the membrane
PROM ) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses
persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil
mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak
terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu
1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan
adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu
maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm premature
rupture of the membrane - preterm amniorrhexis.4,9
Pengertian KPD menurut WHO yaitu robeknya selaput ketuban sebelum
masa persalinan. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis
sebelum permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar
(1998) mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu
bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5
cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1
jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan. Sedangkan menurut Yulaikah
(2009) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu
sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini
(periode laten). Kondisi ini merupakan penyebab persalinan premature dengan
segala komplikasinya.4,9,11
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 dan pada multipara kurang dari 5cm. Ada
juga yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat usia
kehamilan belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38 42 minggu. 4

3
Arti klinis ketuban pecah dini :4
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka
kemungkinan terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat
menjadi besar
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan
bagian terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali
merupakan tanda adanya gangguan keseimbangan foto pelvik.
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda tanda persalinan sehingga
dapat memicu terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture
of membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka
panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion
bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.

2.1.2 Epidemiologi
Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput
ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen
matriks ekstra seluler amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran
janin dan desidua bereaksi terhadap stimulus seperti infeksi dan peregangan
selaput ketuban dengan membran pereduksi mediator seperti prostaglandin,
sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas matrix degrading
enzym.3
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan pada
kehamilan midtrester. Frekuensi terjadinya sekitar 8%, 1 3 %, dan kurang dari 1
%. Secara umum insidensi KPD terjadi sekitar 7 12 % (Chan, 2006). Insidensi
KPD kira kira 12 % dari semua kehamilan (Mochtar, 1998), sedangkan menurut
Rahmawati 2011 insidensi KPD adalah sekitar 6 9 % dari semua kehamilan.3

4
2.1.3 Etiologi

Penyebab KPD menurut Manuaba 2009 dan Morgan 2009 meliputi :9

1. Inkompetensia serviks merupakan istilah untuk menyebut kelainan pada


otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks smemiliki
suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
congenital pada serviks sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.
2. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia
dan meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah
sampai terjadinya kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten
makin tinggi kemungkinan infeksi. Makin muda usia kehamilan, makin
sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin dan
komplikasi ketuban pecah dini meningkat.
3. Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering akan
mempengaruhi proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang
terbentuk akan lebih tipis dan yang akan menyebabkan selaput ketuban
pecah sebelum tanda tanda inpartu.
4. Overdistensi uterus pada hidramnion, trauma seksual, kehamilan ganda,
dan sevalopelvik disproporsi. Hidramnion atau sering disebut
polihidramnion adalah banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc.
Hidramnion dapat terjadi pada kasus anensefalus, atresia esophagus,
gemeli, dan ibu yang mengalami diabetes melitus gestasional. Ibu dengan
diabetes melitus gestasional akan melahirkan bayi dengan berat badan
berlebihan pada semua usia kehamilan sehingga kadar cairan amnion
juga akan berlebih. Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin

5
atau lebih sehingga kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10
kali lebih besar.
5. Kelainan letak yaitu letak sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah.
6. Makrosomia. Kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi
uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada
intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan
selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membrane menjadi
berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
7. Usia ibu yang lebih tua
8. Riwayat KPD sebelumnya
9. Merokok selama kehamilan

2.1.4 Fisiologi Amnion

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi


uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluelr
matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan
aktivasi kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.5,6

Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang
dikelilingi amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut
melebar dan amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body
stalk kemudian dengan korion yang akhirnya menbentuk kantung amnion yang
berisi cairan amnion. Cairan amnion , normalnya berwarna agak keruh serta
mempunyai bau yang khas agak amis. Cairan ini mempunyai berat jenis 1,008
yang seiring dengan tuanya kehamilan akan menurun dari 1,025 menjadi 1,010.
Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih membutuhkan
penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion sementara

6
teori lain menyebutkan berasal dari plasenta. Dalam satu jam didapatkan
perputaran cairan lebih kurang 500 ml.6

Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang


membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan.
Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas dengan
mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada plasenta sampai pada insertio
tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus
hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran eksternal
berwarna putih dan terbentuk dari vili vili sel telur yang berhubungan dengan
desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada
lapisan uterus.5

Gambar 1. Lapisan selaput ketuban

Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan
sekitar 1000 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, terdiri dari

7
98% - 99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein terutama
albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel sel epitel dan
sirkulasi sekitar 500cc/jam.6

Minggu Janin Plasenta Cairan amnion Persen Cairan


gestasi
16 100 100 200 50
28 1000 200 1000 45
36 2500 400 900 24
40 3300 500 800 17

Fungsi cairan amnion5

1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar


2. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi
3. Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa
(Ph)
4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri
5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan
steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir

Mekanisme KPD menurut Manuaba 2009 antara lain :5

1. Terjadinya premature serviks.


2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi
yang mencegah enzim proteolitik dan enzim kolagenase.

8
2.1.5 Patofisiologi

Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis


dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease
tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion.
Kolagen interstitial terutama tipe I dan tipe III yang dihasilan dari sel mesenkim
juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.6

Gambar 2. Patofisiologi PROM

Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat


dalam remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP 2, MMP 3, dan MMP
9 ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah
dini. Aktivasi protease ini diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix
metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula rendah dalam cairan amnion pada
wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease dan penurunan
inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran fetal.

9
Gambar 3. Mekanisme reaksi inflamasi pada selaput ketuban

Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker marker


apoptosis dimembran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran
pada kehamilan normal. Banyak penelitian yang mengatakan aktivasi aktivitas
degenerasi kolagen dan kematian sel yang membawa kelemahan pada dinding
membran fetal.6

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis diketahui ibu sedang hamil dengan
keluhan keluar air-air yang banyak dari kemaluan, berwarna jernih, berbau anyir
dan tidak didahului oleh nyeri pinggang yang menjalar ke ari-ari atau keluarnya
lendir bercampur darah dari kemaluan. Perlu juga dalam hal ini untuk mengetahui
usia kehamilan yang dapat diperkirakan berdasarkan hari pertama haid yang
terakhir.4

Dari pemeriksaan fisik,secara garis besar terbagi atas : 4,5,9


1. Pemeriksaan umum
Yang perlu mendapat perhatian dalam hal ini adalah tanda-tanda vital
dari ibu, seperti suhu. Biasanya suhu penderita normal, kecuali bila
disertai infeksi yang ditandai dengan adanya demam.

10
2. Pemeriksaan abdomen
Pada pemeriksaan ini haruslah terlebih dahulu diketahui dengan pasti
tanda-tanda kehamilan. Uterus yang dipalpasi terasa lebih lunak dan
bagian-bagian janin lebih mudah dipalpasi.
3. Pemeriksaan dalam
Prinsipnya, pemeriksaan dalam kasus ini sedapat mungkin dibatasi guna
mengurangi resiko infeksi. Pemeriksaan dalam yang dilakukan :
a. Pemeriksaan inspekulo
Dilakukan pertama kali pada pemeriksaan dalam dengan memakai
spekulum steril untuk melihat secara langsung cairan amnion yang
keluar dari ostium uteri eksterna.
b. Pemeriksaan vagina (vagina toucher)
Dilakukan untuk memastikan adanya ketuban atau tidak. Pada
pemeriksaan ini juga ditentukan penipisan dan dilatasi sevik,
identifikasi bagian presentasi anak dan menyingkirkan kemungkinan
prolaps tali pusat.
4. Pemeriksaan penunjang
Dari pemeriksaan laboratorium bisa didapatkan keadaan leukositosis
yang mengindikasikan adanya infeksi intra uterin. Sementara melalui
pemeriksaan penunjang guna memastikan diagnosis dapat dilakukan
pemeriksaan pada cairan ketuban, seperti :
1. Tes lakmus (kertas nitrazin)
Prinsip tes ini adealah dengan menggunakan kertas nitrazin yang
berubah warna pada keadaan pH yang berbeda. Sekret vagian pada
wanita hamil mempunyai pH antara 4,5- 5,5 , sedangkan cairan
amnion 7,0-7,2. Cairan ketuban yang bersifat basa akan merubah
lakmus merah jadi biru.

Dari tes lakmus ini bisa didapatkan hasil yang salah pada keadaan-
keadaan :

False positif bila dalam cairan itu bercampur urine, darah, cairan
antiseptik, dan lain-lain.

11
False negatif bila vagina sudah kering.
2. Tes kristalisasi dan aborasi (ferning tes)
Cairan ketuban di keringkan pada glass objek dan dilihat di bawah
mikroskop akan tampak seperti pakis ( fam pattern ) berarti air
ketuban positif. Kadang-kadang terjadi :

False positif jika ada lendir serviks.


False negatif jika air ketuban bercampur dengan urine, mekonium
dan sel-sel epitel atau pecah ketuban telah berlangsung lama.
3. Pewarnaan sel-sel lemak fetus (Fat staining technique)
Dengan pewarnaan sudan III dapat diidentifikasikan butiran lemak
dari fetus. Identifikasi rambut lanugo dan verniks kaseosa dari usapan
vagina

4. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
sedikit (Oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion
ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi
bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain
itu dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan
usia janin.

12
2.1.7 Penatalaksanaan

Gambar 4. Penatalaksanaan PRM

1. Konservatif 5,7,9

a. Rawat di rumah sakit


b. Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tak
tahan) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi,
beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.

13
e. Jika kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik, deksametason dan induksi sesudah 6 jam.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.
g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra
uterin).
h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg tiap 6 jam sebanyak 4
kali.
2. Aktif

a. Kehamilan 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio


sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 g intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi, dan
persalina diakhiri:
a) Bila skor pelvik 5, lakukan pematangan servik, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea.
b) Bila skor 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
A. Penanganan Aktif KPD

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya penanganan aktif pada KPD


hanya dilakukan pada indikasi-indikasi tertentu.6

Induksi Persalinan

Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu yang belum inpartu
baik secara operatif maupun medisinal untuk merangsang timbulnya kontraksi
sehingga diharapkan terjadi persalinan pervaginam. Indikasi ibu adalah kehamilan
dengan diabetes melitus, Rh atau ABO incompability, sollutio plasenta,
preeklampsia/eklampsia. Juga indikasi janin seperti kehamilan post aterm,

14
ketuban pecah dini , IUFD. Sedangkan kontra indikasi induksi persalinan adalah
malposisi dan malpresentasi, insufisiensi plasenta, CPD, cacat rahim,
grandemultipara (>5), gamelli, plasenta previa.4,5

Terdapat 2 cara induksi persalinan yaitu medis dan manipulatif. Secara


medis dengan infus oksitosin, prostagladin, cairan hipertonik intra uterin. Secara
tindakan atau manipulatif dengan amniotomi, melepaskan selaput ketuban dari
bagian bawah janin, pemakaian rangsangan listrik dan rangsangan papilla mamae.
Pemilihan secara induksi persalinan disesuaikan dengan kondisi ibu dan janin,
masing-masing teknik memiliki efek samping dan komplikasi terhadap ibu dan
janin.4,5

Keberhasilan dari induksi mendekati persalinan tergantung dari usia


kehamilan (aterm lebih sensitif), kasus KPD atau ibu yang pernah melahirkan
akan memberikan keberhasilan tinggi. Sebaliknya kurang sensitif pada primipara,
penilaian yang menggunakan skor Bishop yaitu makin matang serviks makin
tinggi angka keberhasilannya.5

Tabel 1. Skor Pelvik menurut Bishop

SKOR 0 1 2 3

Pembukaan serviks 0 1-2 3-4 5-6

Pendataran serviks 0-30% 40-50% 60-70% 80%

Penurunan kepala diukur -3 -2 -1.0 +1.+2


dari bidang H III (cm)

Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak

Posisi serviks Kebelakang Searah Kearah


sumbu depan
jalan lahir

15
Terdapatnya variasi pemberian oksitosin untuk drip induksi tetap memiliki
prinsip yang sama adalah bagaimana mempergunakan dosis oksitosin seminimal
mungkin dengan menaikkan kadar oksitosin dalam darah secara bertahap dan
berkesinambungan sampai tercapai kadar yang membuat kontraksi adekuat. Bila
dengan pemberian dosis 30-40 mU/mnt tidak dapat dipastikan his yang adekuat,
induksi tidak perlu dilanjutkan lagi, dan biasanya dengan dosis 20 mU/mnt sudah
didapatkan his yang adekuat. Bila his adekuat telah tercapai , dosis oksitosin
dipertahankan dan apabila dengan dosis maksimal didapatkan kemajuan
pembukaan maka induksi dapat dilanjutkan. 4

Secsio Caesaria

Dalam keadaan tertentu dimana partus akan diperkirakan berlangsung


lama sedangkan ketuban sudah lama pecah atau sudah ada tanda- tanda infeksi
maka usaha untuk menghindari morbiditas dan mortalitas anak perlu dilakukan
pengakhiran kehamilan dengan seksio sesaria, begitu juga halnya dalam
kegagalan melakukan induksi persalinan.4

B. Penatalaksanaan pada kehamilan aterm

Tindakan yang paling tepat adalah dengan mengakhiri persalinan begitu


diagnosis ditegakkan.lakukan observasi dalam 6 jam dengan melakukan
pemeriksaan dalam dan menilai his. Bila his timbul (inpartu) observasi sampai
pembukaan lengkap. Bila pembukaan belum lengkap beri oksitosin drip bila tidak
ada kontra indikasi tertentu.9

Bila his belum muncul langsung beri oksitosin drip. Sebaiknya hanya satu
kolf dan bila ada kemajuan nyata diteruskan dengan kolf kedua. Bila his mula-
mula positif lalu negatif pada fase aktif, maka tunggu dua jam lagi. Bila drip
oktitosin gagal maka indikasi untuk seksio sesaria.9

Bila timbul tanda-tanda infeksi seperti demam air ketuban berbau busuk,
maka ini merupakan indikasi segera untuk terminasi kehamilan. Scott
mengajurkan untuk seksio sesaria bila persalinan tidak dapat diselesaikan dalam
24 jam. Histerektomi harus dilakukan bila infeksinya hebat.9

16
C. Penatalaksanaan pada kehamilan aterm preterm

Ada dua masalah yang sulit yaitu prematuritas dan infeksi. Kematian janin
tidak dapat dihindari walaupun telah diberi antibiotik profilaks bila telah terjadi
infeksi. Tapi bila belum timbul tanda-tanda infeksi maka menghindari kematian
karena prematuritas adalah dengan cara mempertahankan kehamilan sampai fetus
cukup matur untuk dapat hidup di dunia luar.4

Upaya untuk menghindari persalinan pada saat ini dibagi 2 :11


1. Non intervensi atau penanganan menunggu, tidak dilakukan tindakan apa-
apa, hanya menunggu persalinan spontan.
2. Intervensi yang dapat mencakup terapi kortikosteroid yang diberikan dengan
atau tanpa preparat tokolitik untuk menhentikan persalinan preterm, sehingga
kortikosteroid mempunyai cukup waktu untuk menginduksi maturitas
pulmoner.
D. Penanganan yang dilakukan menurut usia kehamilan yaitu :9

1. Kehamilan kurang dari 28 minggu


Segera akhiri karena prognosis janin untuk hdup sangat kecil sekali, dapat
terjadi deformitas pada anak dan mudah terjadi infeksi intra uterine.
2. Kehamilan 2837 minggu
Rawat tiga hari untuk observasi tanda inpartu ada atau tidak.
Perawatan diteruskan sampai akhir ketuban kering melalui jalan lahir.
Berikan progesteron 10 mg IM untuk menghambat rangsangan sel-sel
miometrium dan mengurangi kontraksi uterus.
Jika perlu rawat lama, sedangkan air keuban tidak keluar lagi maka
pasien boleh pulang dengan nasehat antenatal care diperketat (1x
seminggu), dilarang koitus, banyak istirahat dan kembali lagi pada
kehamilan 37 minggu untuk induksi.
Bila perawatan dekat atau pendek, rawat sampai aterm, kemudian
diinduksi.
3. Kehamilan 28-37 minggu, dengan tanda infeksi berat
Pada penderita ini tidak dilakukan penatalaksanaan pasif. Beri antibiotik dan
segera lakukan induksi persalinan tanpa memandang usia kehamilan. Jika

17
persalinan pervaginam tidak dapat dilakukan maka dilakukan seksio sesaria
atau seksio sesaria + histerektomi bila infeksinya berat.

4. Kehamilan > 37 minggu, infeksi (-)


Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotika profilaksis untuk
mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B :
Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
Atau penisilin G 2 juta unit IV setiap 6 jam sampai persalinan
Jika tidak ada infeksi pascapersalinan, hentikan antibiotika
Nilai keadaan serviks :
Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan
infus oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesarea.

2.1.8 Komplikasi

Berbagai akibat yang muncul mengiringi kasus ketuban pecah dini antara
lain:5
1. Prematuritas
Dilaporkan bahwa 30% kelahiran preterm disebabkan oleh ketuban
pecah dini
2. Infeksi
Pada ketuban pecah dini, baik ibu maupun janin mempunyai resiko
tinggi untuk mengalami infeksi. Kejadian infeksi semakin tinggi
dengan bertambahnya waktu persalinan sejak terjadinya ketuban pecah
dini. Infeksi maternal disebut khorioamnionitis. Infeksi fetal dapat
berupa septikemia, pneumonia, infeksi saluran kemih, omfalitis,
konyungtivitis, bahkan sepsis.

18
Gambar 5. Infeksi pada PRM
3. Hipoksia dan asfiksia
Hal ini dihubungkan dengan prolaps tali pusat. Insidennya 1,5%.
Kombinasi antara ketuban pecah dini dan malpresentasi janin memperbesar
kejadian ini.
4. Fetal deformation syndrome
Merupakan komplikasi yang paling berat, terjadi KPD pada kehamilan muda.
Dapat terjadi retadasi pertumbuhan dan malformasi wajah.

2.1.9 Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :4
1. Usia kehamilan
2. Adanya infeksi / sepsis
3. Factor resiko / penyebab
4. Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat
kehamilan, lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi
yang lahir antara 34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari
kelahiran premature.

19
2.2. Fetal Distress
2.2.1. Defenisi
Gawat janin adalah Denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per menit
atau lebih dari 160 per menit. Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima O2
yang cukup, sehingga akan mengalami hipoksia. Situasi ini dapat terjadi (kronik)
dalam jangka waktu yang lama atau akut. Disebut gawat janin bila
ditemukan denyut jantung janin diatas 160/menit atau dibawah 100/menit,
denyut jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang kental pada awal
persalinan. Gawat janin merupakan suatu reaksi ketika janin tidak memperoleh
oksigen yang cukup.1,3

2.2.2. Klasifikasi
Denyut jantung janin abnormal dapat disebut juga dengan fetal distress.
Fetal distress dibagi menjadi dua yaitu fetal distress akut dan fetal distress
kronis. Dibawah ini dijelaskan beberapa faktor yang mempengaruhinya:3,5,10
a. Faktor yang mempengaruhi fetal distress akut
1) Kontraksi uterus
Kontraksi uterus hipertonik yang lama dan kuat adalah abnormal dan
uterus dalam keadaan istirahat yang lama dapat mempengaruhi
sirkulasi utero plasenta, ketika kontraksi sehingga mengakibatkan
hipoksia uterus.
2) Kompresi tali pusat
Kompresi tali pusat akan mengganggu sirkulasi darah fetus dan
dapat mengakibatkan hipoksia. Tali pusat dapat tertekan pada
prolapsus, lilitan talu pusat.
3) Kondisi tali pusat
Plasenta terlepas, terjadi solusio plasenta. Hal ini berhubungan dengan
kelainan fetus.
4) Depresi pusat pada sistem pernafasan
Depresi sistem pernafasan pada bayi baru lahir sebagai akibat
pemberian analgetika pada ibu dalam persalinan dan perlukaan pada
proses kelahiran menyebabkan hipoksia.

20
b. Faktor yang mempengaruhi fetal distress kronis
Fetal distress kronis berhubungan dengan faktor sosial yang kompleks.
1) Status sosial ekonomi rendah
Hal ini berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
Status sosial ekonomi adalah suatu gambaran kekurangan
penghasilan tetapi juga kekurangan pendidikan, nutrisi, kesehtan fisik
dan psikis.
2) Umur maternal
Umur ibu yang sangat muda dan tua lebih dari 35 tahun merupakan
umur resiko tinggi.
3) Merokok
Nikotin dapat menyebabkan vasokontriksi, dan menyebabkan
penurunan aliran darah uterus dimana karbonmonoksida mengurangi
transport oksigen. Angka mortalitas perinatal maningkat.
4) Penyalah gunaan obat terlarang
Penyalah gunaan obat terlarang dalam kehamilan berhubungan
dengan banyak komplikasi meliputi IUGR, hipoksia dan persalinan
preterm yang semuanya meningkatkan resiko kematian perinatal.
5) Riwayat obstetrik yang buruk
Riwayat abortus sebelumnya, persalinan preterm atau lahir mati
berhubungan dengan resiko tinggi pada janin dalam kehamilan ini.
6) Penyakit maternal
Kondisi yang meningkatkan resiko fetal distress kronis dapat
mempengaruhi sistem sirkulasi maternal dan menyebabkan
insufisiensi aliran darah dalam uterus seperti: Hipertensi yang
diinduksi kehamilan, hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal
kronis. Sedangakan faktor yang mempengaruhi penurunan
oksigenasi arteri maternal seperti: penyakit skle sel, anemia berat
(Hb kurang dari 9% dl atau kurang), penyakit paru-paru, penyakit
jantung, epilepsi (jiak tidak terkontrol dengan baik), infeksi
maternal berat. Kondisi tersebut meliputi insufisiensi plasenta, post

21
matur, perdarahan antepartum yang dapat mengakibatkan
pengurangan suplai oksigen ke fetus.
7) Kondisi plasenta
Kondisi tersebut meliputi: insufisiensi plasenta, postmatur, perdarahan
antepartum yang dapat mengakibatkan resiko hipoksia intra uterin.
Resiko ini mengakibatkan pengurangan suplai oksigen ke fetus.
8) Kondisi fetal
Malformasi konginetal tertentu, infeksi intra uterin dan
incompatibilitas resus yang meningkatkan resiko hipoksia intra uterin.
Resiko ini meningkat pada kehamilan ganda.
9) Faktor resiko intra partum
Selama persalinan faktor yang berhubungan dengan peningkatan
resiko fetal distress, yaitu: malpresentasi seperti presentasi
bokong, kelahiran dengan forcep, SC, sedatif atau analgetik yang
berlebihan, komplikasi anastesi (meliputi: hipotensi dan hipoksia),
partum presipitatus atau partus lama.

2.2.3. Etiologi
Penyebab gawat janin sebagai berikut :7,8
a. Persalinan berlangsung lama
Persalinan lama adalah persalinan yang terjadi lebih dari 24 jam
pada primigravida dan lebih dari 18 jam pada multigravida. Persalinan
lama dapat mengakibatkan ibu menjadi Gelisah, letih, suhu badan
meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan meteorismus. Di
daerah lokal sering dijumpai: Bandle Ring, oedema serviks, cairan
ketuban berbau, terdapat mekonium.
b. Induksi persalinan dengan oksitosin
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil belum
inpartu baik secara operatif maupun mesinal, untuk merangsang timbulnya
kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Akibat pemberian oksitosin
yang berlebih-lebihan dalam persalinan dapat mengakibatkan relaksasi
uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta.
c. Ada perdarahan

22
Perdarahan yang dapat mengakibatkan gawat janin yaitu karena
solusio plasenta. Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan
kedalam desidua basalis. Desidua tersebut kemudian terbelah sehingga
meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Sebagai
akibatnya, proses tersebut dalam stadium awal akan terdiri dari
pembentukan hematoma desidua yang menyebabkan pelepasan, kompresi
dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian
tersebut.
d. Infeksi
Infeksi, yang disebabkan oleh pecahnya ketuban pada partus lama
dapat membahayakan ibu dan janin, karena bakteri didalam amnion
menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion
sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneomonia
pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah
konsekuensi serius lainnya.1
e. Insufisiensi plasenta
1) Insufisiensi uteroplasenter akut
Hal ini terjadi karena akibat berkurangnya aliran darah uterus-
plasenta dalam waktu singkat, berupa: aktivitas uterus yang
berlebihan, hipertonika uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian
oksitosin, hipotensi ibu, kompresi vena kava, posisi terlentang,
perdarahan ibu karena solusio plasenta atau solusio plasenta.
2) Insufisiensi uteroplasenter kronis
Hal ini terjadi karena kurangnya aliran darah dalam uterus-
plasenta dalam waktu yang lama. Misalnya : pada ibu dengan riwayat
penyakit hipertensi.
f. Kehamilan Postterm
Meningkatnya resiko pada janin postterm adalah bahwa dengan
diameter tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif
terhadap gawat janin pada intrapartum, terutama bila disertai dengan
oligohidramnion. Penurunan cairan amnion biasanya terjadi ketika
usia kehamilan telah melewati 42 minggu, mungkin juga pengeluaran

23
mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah
berkurang merupakan penyebabnya terbentuknya mekonium kental yang
terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.
g. Preeklamsia
Preeklamsia dapat menyebabkan kegawatan janin seperti sindroma
distres napas. Hal tersebut dapat terjadi karena vasopasme yang
merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas kedalam lapisan otot
pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan dan
menyebabkan aliran darah dalam plasenta menjadi terhambat dan
menimbulkan hipoksia pada janin yang akan menjadian gawat janin.1

2.2.4. Diagnosis
Tanda gejala gawat janin dapat diketahui dengan :6,10
a. DJJ Abnormal
Dibawah ini dijelaskan denyut jantung janin abnormal adalah sebagai berikut :

1) Denyut jantungt janin irreguller dalam persalinan sangat bervariasi


dan dapat kembali setelah beberapa waktu. Bila DJJ tidak kembali normal
setelah kontraksi, hal ini menunjukan adanya hipoksia.
2) Bradikardi yang terjadi diluar saat kontraksi, atau tidak menghilang
setelah kontraksi menunjukan adanya gawat janin.
3) Takhikardi dapat merupakan reaksi terhadap adanya :
a) Demam pada ibu
b) Obat-obat yang menyebabkan takhikardi (misal: obat tokolitik)
Bila ibu tidak mengalami takhikardi, DJJ yang lebih dari 160 per menit
menunjukan adanya hipoksia.

b. Deteksi fetus melalui pemeriksaan antenatal


Pemeriksaan yang digukankan untuk mendeteksi fetus meliputi:
1) USG untuk menilai pertumbuhan fetus
2) Profil biofisikal
Pemeriksaan fisik pada fetus menggunakan USG parameter yang
digunakan untuk menilai meliputi: gerakan pernafasan fetus, gerakan
fetus, tonus fetus, indeks cairan amnion dan NST.

24
3) Non Stress Tes (NST)
Eksternal kardiotokograf (CTG), Kriteria yang seharusnya diamati
meliputi 2 hal atau lebih, yaitu : denyut jantung janin, mengalami
penurunan sedikitnya 15 denyutan permenit, menetap sedikitnya 15
detik dalam 20 menit.
4) Doppler
Tanda fetal distress dalam persalinan, sebagai berikut :
a. Denyut jantung
1. Takikardi diatas 160 kali perdetik atau brakikardi dibawah 120
kali per detik.
2. Deselerasi dini
Ketika denyut jantung turun lebih dari 15 kali per menit pada saat
kontraksi, kontraksi deselarasi menggambarkan kontraksi dan
biasanya dianggap masalah serius.
3. Deselerasi yang berubah-ubah
Deselerasi yang berubah-ubah hal ini sangat sulit dijelaskan Ini
dapat terjadi pada awal atau akhir penurunan denyut jantung dan
bentuknya tidak sama. Hubungan antar peningkatan asidosis fetus
dengan dalam dan lamanya deselerasi adalah adanya
abnormalitas denyut jantung janin.
4. Deselerasi lambat
Penurunan denyut jantung janin menunjukan tingkat deselerasi
paling rendah tetapi menunjukan kontraksi pada saat tingkat yang
paling tinggi. Deselerasi yang lambat menyebabkan penurunan
aliran darah fetus dan pengurangan transfer oksigen selama
kontraksi. Penurunan tersebut mempengaruhi oksigenasi serebral
fetus. Jika pola tersebut terjadi disertai dengan abnormalitas
denyut jantung janin harus dipikirkan untuk ancaman yang serius
dalam kesejahteraan fetus.
5. Tidak adanya denyut jantung
Ini mungkin disebabkan oleh karena hipoksia kronis atau berat
dimana sistem syaraf otonom tidak dapat merespon stress.

25
6. Mekonium bercampur air ketuban.
b. Mekonium
Cairan amnion yang hijau kental menunjukkan bahwa air ketuban
jumlahnya sedikit. Kondisi ini mengharuskan adanya intervensi.
Intervensi ini tidak perlu dilakukan bila air ketuban kehijauan tanpa
tanda kegawatan lainnya, atau pada fase akhir suatu
persalinan letak bokong.

2.2.5. Penatalaksanaan Gawat Janin pada Persalinan


Penanganan gawat janin saat persalinan adalah sebagai berikut :1,3,7
1) Cara pemantauan
a) Kasus resiko rendah auskultasi DJJ selama persalinan :
1. Setiap 15 menit kala I
2. Setiap setelah his kala II
3. Hitung selama satu menit setelah his selesai
b) Kasus resiko tinggi gunakan pemantauan DJJ elektronik secara
berkesinambungan
c) Hendaknya sarana untuk pemeriksaan pH darah janin disediakan
2) Interpretasi data dan pengelolaan
a) Untuk memperbaiki aliran darah uterus :
Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi
plasenta
b) Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan)
c) Berikan oksigen 6-8 L/menit
d) Untuk memperbaiki hipotensi ibu (setelah pemberian anastesi epidural)
segera berikan infus 1 L infus RL
e) Kecepatan infus cairan-cairan intravaskular hendaknya dinaikkan
untuk meningkatkan aliran darah dalam arteri uterina.
3) Untuk memperbaiki aliran darah umbilikus
a) Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi
plasenta.
b) Berikan ibu oksigen 6-8 L/menit
Biasanya resusitasi intrauterin tersebut diatas dilakukan selama 20 menit.

26
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. I
Tanggal Lahir : 28-03-1994
Usia : 22 tahun
No MR : 467988
Agama : Islam
Alamat : Ponggungan Bawah lasi Mudo, Kec. Candung

3.2. Anamnesa

Pasien baru masuk KB IGD RSAM pada tanggal 19 Maret 2017 pukul
22.00 WIB , rujukan dari bidan dengan diagnosa G1P0A0H0 gravid aterm 39-40
minggu dengan kala 1 memanjang + KPD 20 jam, dengan keluhan:

a. Keluhan utama

Keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 20 jam sebelum masuk
rumah sakit.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


- Keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 20 jam sebelum masuk
rumah sakit, awalnya berwarna jernih kemudian keluar hijau kental dan
tidak berbau
- Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 1 hari yang lalu
- Keluar lendir campur darah dari kemaluan sejak 3 jam sebelum masuk
rumah sakit
- Keluar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada
- Demam tidak ada
- Mual dan muntah tidak ada.
- Sudah tidak haid sejak 9 bulan yang lalu
- HPHT : 17-6-2016

27
- TP : 24-3-2017
- Gerakan anak sudah dirasakan sejak 4 bulan ini
- Riwayat hamil muda : mual (-) muntah (-) perdarahan (-)
- Riwayat hamil tua: mual(-) muntah (-) perdarahan (-)
- Riwayat ANC : kontrol ke bidan rutin sejak usia kehamilan 2 bulan
- Riwayat menstruasi: Haid pertama usia 12 tahun, teratur 1 kali sebulan
dengan lama 5-6 hari dan 3 kali ganti doek/ hari. Siklus haid 28 hari.
Nyeri haid (-)
- Riwayat perkawinan: 1 kali pada tahun 2015
- Riwayat kehamilan/ abortus/ persalinan: 1/0/0
- Riwayat KB: tidak ada
- Riwayat imunisasi: tidak ada
- Riwayat pekerjaan: Ibu rumah tangga

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada riwayat penyakit Hipertensi, Diabetes Melitus, jantung, ginjal dan hati

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit menular, kejiwaan dan penyakit
keturunan

3.3. Pemeriksan Fisik


1. Status Generalis
- Keadaan Umum : Sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif
- Tekanan Darah : 120/70 mmHg
- Nadi : 78 x/i
- Nafas : 18 x/i
- Suhu : 36,7 oC

28
2. Status Lokalis
Kepala : Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O. Tidak ada pembesaran KGB dan kelenjar
tiroid
Thorak :
- Paru

Inspeksi : normothorak, simetris kiri dan kanan pada saat statis dan
dinamis, tidak ada retraksi dinding dada saat bernafas, tidak ada venektasi,
tidak ada sikatrik.
Palpasi : fremitus taktil kanan dan kiri sama, expansi dinding dada kiri dan
kanan sama, tidak tertinggal.
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis terabapada LMCS RIC V

Perkusi : Batas kiri : RIC V linea midclavicularis sinistra


Batas kanan : RIC IV linea sternalis dextra
Batas atas : RIC II linea parasternalis sinistra
Batas pinggang jantung RIC III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : murmur (-), gallop (-)
Abdomen : (status obsetrikus)
- Inspeksi: Perut tampak membuncit sesuai dengan usia kehamilan aterm. Tidak
ada sikatrik. Striae (+)
- Palpasi :
L1: Teraba bagian besar, lunak, noduler
L2: Teraba tahanan terbesar janin di sebelah kiri dan bagian terkecil
janin disebelah kanan
L3: teraba masa keras, bulat dan melenting, terfiksir
L4: konvergen
TFU: 3 jari di bawah prosesus xyphoideus (35 cm)

29
TBBJ: 3850 gr
His: 4-5x/10 menit/5/S
- Auskultasi: DJJ: 172-185 kali/menit, BU (+) N
Genitalia:
- Inspeksi: V/U tenang, selaput ketuban (-), sisa ketuban hijau kental, tes
lakmus (+)
- Palpasi: VT: 5-6 cm, teraba kaput H II, sutura sagitalis melintang, kaput (+)
0,5 cm
Ekstremitas:
- Oedem -/-
- Reflek Patologis -/-
- Reflek fisiologis +/+

3.4. Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium :
Pemeriksaan darah lengkap:
- Hemoglogbin : 10.9 gr/dl
- Hematokrit : 34,2 %
- Leukosit : 20.400 / uL
- Trombosit : 202.000 / uL
- PT : 8,6 sec
- APTT : 26,2 sec
Serologi:
- HbSAg : Non Reaktif
- Ag HIV : Non Reaktif

30
b. USG

BPD : 9,66

AFI : 5,2

AC : 38,5

EFW : 3900 gr

Janin hidup tunggal intra uterin presentasi kepala

Aktifitas gerak janin baik

Kesan : gravid aterm 39-40 minggu

c. CTG

31
3.5. Diagnosa Kerja
G1P0A0H0 parturien aterm 39-40 minggu + kala 1 fase aktif + KPD 20 jam
+ fetal distress + JHTIU presentasi kepala H II

3.6. Penatalaksanaan
- Kontrol KU, VS, His, Pembukaan, DJJ
- Resusitasi intra uterine
- IVFD RL 28 gtt/menit
- IVFD D10% drip tetesan cepat
- Inj. Cefotaxime 2 gr IV
- Inj. Dexametason 2 amp
- Informed consent
- Rencana SCTPP emergency
3.7. Follow up

Hari/ Subjektif, Objektif, Assasement Planning


tanggal
Senin/ Jam 23.30 Pasien diantar ke Non farmakologi:
20-3- ruang OK. - Kontrol post op: KU, VS,
2017 Jam 23.50 dilakukan SCTPP. PPV, urine, luka operasi
Jam Jam 00.30 lahir seorang bayi - Puasa 6 jam
01.00 laki-laki - Cek darah lengkap post op
BB: 3800 gr, PB: 49 cm, A/S: - Mobilisasi bertahap
6/8 ketuban hijau kental tidak - Breast Care
berbau, plasenta lahir lengkap 1 - Vulva higiene
buah 550 gr. Farmakologi:
- IVFD RL 28 gtt/menit
Post operasi - Inj. Cefotaxime 2x1 gr (I.V)
KU: sedang, Kes: CMC, TD: - Pronalges supp 3x100 mg per
120/70, HR: 80x/menit, RR: 21 rectum
x/menit, T: af - Asam mefenamat 3x500 mg
Abdomen: - Vit. C 2x100 mg PO

32
I: perut tampak sedikit - Sulfas ferosus 1x300 mg PO
membuncit, luka operasi baik
Pa: TFU 2 jari di bawah pusat,
kontraksi baik
Perkusi: timpani
Auskultasi: BU (+) Normal
Genitalia: V/U tenang,
Volume perdarahan selama
tindakan 250 cc

A/ P1A0H1 post SCTPP a/i PRM


lama + fetal distress. Anak-ibu
dalam rawatan
Senin/ S/ - nyeri luka post op (+) Non farmakologi:
20-3- - PPV (-) - Kontrol KU,VS, PPV
2017 - ASI(+/+) - Pemasangan kateter
- BAK (+) BAB(-) - Mobilitas bertahap
Jam - Demam (-) - Breast care
07.00 - Mual (-) muntah(-) - Vulva hygiene
O/ KU: sedang, Kes: CMC, TD: - Cek Hb 6 jam post op
110/70, HR: 80 x/menit, RR: Farmakologi:
18x/menit, T: af - IVFD RL 28 gtt/menit
Abdomen: - Inj. Cefotaxim 2x1
Inspeksi: luka operasi ditutup - Antalgin 3x500 mg PO
perban - Asam mefenamat 3x500 mg
Palpasi: TFU 2 jari di bawah PO
pusat, kontraksi baik - Vit. C 2x100 mg PO
Perkusi: timpani - Sulfas ferosus 1x300 mg PO
Auskultasi: BU (+) normal
Genitalia: v/u tenang, PPV(-),
lochia rubra (+)

33
A/P1A0H1 post SCTPP a/i PRM
lama +fetal distress + Nifas hari
1+ ibu anak baik
Selasa/ S/ - nyeri luka operasi (+) Non farmakologi:
21-3- - PPV (-) - Kontrol KU,VS, PPV
2017 - Demam (-) - Pemasangan kateter
- BAK (+) BAB (-) - Mobilitas bertahap
Jam - ASI (+/+) - Breast care
07.00 - Mual (-) muntah (-) - Vulva hygiene
Farmakologi :
O/ KU: sedang, Kes: CMC, TD: - IVFD RL 20 gtt/menit
110/80, HR: 82x/menit, RR: 20 - Inj. Cefotaxim 2x1
x/menit, T: af - Antalgin 3x500 mg (PO)
Abdomen: - Vit. C 2x100 mg (PO)
Inspeksi: luka operasi ditutup - Sulfas ferosus 1x300 (PO)
perban
Palpasi: TFU 2 jari dibawah
pusat, kontraksi baik
Perkusi: timpani
Auskulitasi : BU(+) Normal
Genitalia: v/u tenang, PPV(-),
lochia rubra (+)

A/ P1A0H1 post SCTPP a/i


PRM lama + fetal distress +
Nifas Hari 2 + ibu anak baik
Rabu/ S/ - nyeri luka operasi (+) Non farmakologi:
22-3- - PPV (-) - Kontrol KU,VS, PPV
2017 - Demam (-) - Mobilitas bertahap
- BAK (+) BAB (-) - Breast care
Jam - ASI (+/+) - Vulva hygiene
07.00 - Mual (-) muntah (-)

34
O/ KU: sedang, Kes: CMC, TD: Farmakologi :
120/70, HR: 84x/menit, RR: 20 - IVFD RL 20 gtt/menit
x/menit, T: af - Cefixime 2x200 mg (PO)
Abdomen: - Metronidazol 3x500 mg (PO)
Inspeksi: luka operasi ditutup - Antalgin 3x500 mg (PO)
perban - Vit. C 2x100 mg (PO)
Palpasi: TFU 2 jari dibawah - Sulfas ferosus 1x300 (PO)
pusat, kontraksi baik
Perkusi : timpani
Auskultasi: BU (+) normal
Genitalia: v/u tenang, PPV(-),
lochia rubra (+)

A/ P1A0H1 post SCTPP a/i


PRM lama + fetal distress +
Nifas Hari 3 + ibu anak baik
Kamis/ S/ - nyeri luka operasi (-) Non farmakologi:
23-3- - PPV (-) - Vulva higiene
2017 - Demam (-) - Breast care
Jam07.00 - BAK (+) BAB (+) Farmakologi:
- ASI (+/+) - Metronidazol 3 x 500 mg
- Mual (-) muntah (-) - Cefixim 2x200 mg
- Paracetamol 3x750 mg
O/ KU: sedang, Kes: CMC, TD: - SF 2x 200 mg
120/80, HR: 82x/menit, RR: 20 - Vit C 3 x 250 mg
x/menit, T: af Pasien di boleh kan pulang
Abdomen: Edukasi :
Inspeksi: luka operasi ditutup - Minum obat teratur di rumah
perban - Rajin menyusui anak (ASI
Palpasi: TFU 2 jari dibawah Ekslusif) dan rajin bergerak
pusat, kontraksi baik - Ganti perban di bidan atau
Perkusi: timpani fasilitas kesehatan terdekat

35
Auskultasi: BU(+) normal selama 10 hari berturut-turut
Genitalia: v/u tenang, PPV(-), setiap hari.
lochia rubra (+) - Kontrol ke poli kebidanan
RSAM Bukittinggi pada hari
A/ P1A0H1 post SCTPP a/i ke 10 atau bila ada keluhan
PRM lama + fetal distress +
Nifas Hari 4 + ibu anak baik

36
BAB IV
DISKUSI KASUS

Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia
22 tahun dengan diagnosa G1P0A0H0 parturien aterm 39-40 minggu + kala 1 fase
aktif + KPD 20 jam + fetal distress + JHTIU presentasi kepala H II. Diagnosa
ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik obstetri, serta
pemeriksaan penunjang berupa USG transabdominal dan pemeriksaan
laboratorium.

Telah dilaporkan satu kasus, wanita usia 22 tahun masuk KB IGD RSAM
tanggal 19 maret 2017 pukul 22.00 wib dengan keluhatan utama keluar air-air
yang banyak dari kemaluan sejak 20 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluar
lendir bercampur darah sejak 4 jam SMRS. Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari
sejak 2 hari ini. Keluar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada. HPHT 17-6-
2016 dan TP 24-3-2017 dengan riwayat menstruasi teratur. Sesuai dengan literatur
yang telah dipaparkan diatas, pengertian KPD menurut WHO yaitu robeknya
selaput ketuban sebelum masa persalinan yaitu, bila pembukaan pada primi
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Pada pasien ini,
didapatkan keluhan keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 20 jam SMRS.

Pemeriksaan obstetrik didapatkan abdomen : perut tampak


membuncit sesuai dengan usia kehamilan aterm, TFU : 3 jari dibawah procesius
xyphoideus (35 cm), kepala belum terfiksir (konvergen). Gerak janin : (+) , His:
4-5x/10 menit/5/S, DJJ: 172-185 x/menit, TBBJ: 3850 gram. selaput ketuban (-),
sisa ketuban hijau kental, tes lakmus (+). VT: 5-6 cm. Interpretasi dari
pemeriksaan dalam yang telah dilakukan yaitu cairan yang keluar dari kemaluan
pasien merupakan cairan ketuban yang berwarna hijau kental dan tidak berbau.
Dimana sesuai dengan yang telah dipaparkan, ketuban dapat merubah kertas
lakmus merah menjadi biru. Dan didukung dengan pemeriksaan vagina toucher
didapatkan selaput ketuban yang sudah tidak utuh. Pada DJJ pasien menunjukkan
adanya fetal distress dengan DJJ 172-185 x/menit, dimana menurut literatur fetal
distress adalah DJJ <100 kali/menit dan >180 kali/menit.

37
Pada pemeriksaan darah, didapatkan hasil laboratorium yaitu leukosit
meningkat (20.400/uL). Pada pemeriksaan USG didapatkan kesan usia kehamilan
39-40 minggu dengan presentasi kepala. BPD : 9,66, AFI: 5,2 ; AC: 38,5 ; EFW:
3900 gr, janin hidup tunggal intra uterin presentasi kepala, aktifitas gerak janin
baik. Dan diagnosa oligohidramnion dapat disingkirkan karena AFI diatas 5.
sehingga diagnosa PRM dapat ditegakkan. Tindakan yang dipilih adalah
melakukan terminasi segera sectio secarea. Dilakukan sectiosecarea karena pasien
mengalami pecah ketuban sudah 20 jam dan sudah terdapat tanda-tanda infeksi
seperti ketuban berwarna hijau kental dan terdapat leukositotis dan pembukaan
masih 5-6 cm sehingga biasanya pada primipara membutuhkan waktu 4 jam untuk
pembukaan lengkap sedangkan pasien ini juga mengalami fetal distres, maka
harus dilakukan terminasi segera dengan SCTPP untuk menghindari resiko
morbiditas dan mortalitas baik bagi ibu dan janin.

38
BAB V

PENUTUP

5.1.Kesimpulan

Ketuban Pecah Dini (PRM) adalah pecahnya selaput korioamniotik


sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila
seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam
kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37
minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM). Oleh karena itu
KPD/PRM membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk
mempercepat persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko
terjadinya infeksi. Fetal distress harus segera dideteksi dan perlu penanganan
segera. Istilah fetal distress biasa digunakan untuk menggambarkan hipoksia pada
janin dimana dapat menyebabkan kecacatan pada janin, atau k ematian bila janin
tidak segera dilahirkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dewi. A.h., Cristine. C.P. 2012. Asuhan Persalinan Normal. Yogyakarta:


Numed

39
2. Cunningham, et al.2012. Williams Obstetrics 23rd ed. McGraw-Hill. p 59-61,
490-491, 495-498
3. Marmi, RetnoA.M.S., Fatmawaty.E,. 2011. Asuhan Kebidanan Patologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
4. Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan
Obstetri Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2011.
5. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds)
Pengantar Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan.
Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007.
6. Nugroho, Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Numed
7. Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Fetal Distress.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
8. Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Prawirohardjo Sarwono
9. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. 2014. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu
Kebidanan. Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi
Baru Lahir. Edisi Keempat. Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
10. Saifudin, Abdul B. 2012. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal & Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
11. Kementerian Kesehatan RI. 2012. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan

40

Anda mungkin juga menyukai