Bab I-IV KPD
Bab I-IV KPD
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
menyebabkan kerusakan beberapa organ. Gawat janin secara intrinsic terkait
dengan hipoksia janin dan asidosis, dan tampaknya sangat terkait dengan asfiksia
perinatal. Pengelolaan gawat janin melibatkan pemantauan intensif, resusitasi
intrauterin, amnioninfusion dan pengiriman segera dengan rute vagina atau
caesar.
Gawat janin dapat terjadi persalinan karena partus lama, infuse oksitosin,
perdarahan, infeksi, insufisiensi plasenta, ibu dengan diabetes, kehamilan pre atau
postterm, ataupun prolaps tali pusat. Hal ini harus segera dideteksi dan perlu
penanganan segera.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Arti klinis ketuban pecah dini :4
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka
kemungkinan terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat
menjadi besar
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan
bagian terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali
merupakan tanda adanya gangguan keseimbangan foto pelvik.
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda tanda persalinan sehingga
dapat memicu terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture
of membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka
panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion
bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.
2.1.2 Epidemiologi
Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput
ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen
matriks ekstra seluler amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran
janin dan desidua bereaksi terhadap stimulus seperti infeksi dan peregangan
selaput ketuban dengan membran pereduksi mediator seperti prostaglandin,
sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas matrix degrading
enzym.3
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan pada
kehamilan midtrester. Frekuensi terjadinya sekitar 8%, 1 3 %, dan kurang dari 1
%. Secara umum insidensi KPD terjadi sekitar 7 12 % (Chan, 2006). Insidensi
KPD kira kira 12 % dari semua kehamilan (Mochtar, 1998), sedangkan menurut
Rahmawati 2011 insidensi KPD adalah sekitar 6 9 % dari semua kehamilan.3
4
2.1.3 Etiologi
5
atau lebih sehingga kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10
kali lebih besar.
5. Kelainan letak yaitu letak sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah.
6. Makrosomia. Kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi
uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada
intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan
selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membrane menjadi
berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
7. Usia ibu yang lebih tua
8. Riwayat KPD sebelumnya
9. Merokok selama kehamilan
Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang
dikelilingi amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut
melebar dan amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body
stalk kemudian dengan korion yang akhirnya menbentuk kantung amnion yang
berisi cairan amnion. Cairan amnion , normalnya berwarna agak keruh serta
mempunyai bau yang khas agak amis. Cairan ini mempunyai berat jenis 1,008
yang seiring dengan tuanya kehamilan akan menurun dari 1,025 menjadi 1,010.
Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih membutuhkan
penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion sementara
6
teori lain menyebutkan berasal dari plasenta. Dalam satu jam didapatkan
perputaran cairan lebih kurang 500 ml.6
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan
sekitar 1000 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, terdiri dari
7
98% - 99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein terutama
albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel sel epitel dan
sirkulasi sekitar 500cc/jam.6
8
2.1.5 Patofisiologi
9
Gambar 3. Mekanisme reaksi inflamasi pada selaput ketuban
2.1.6 Diagnosis
10
2. Pemeriksaan abdomen
Pada pemeriksaan ini haruslah terlebih dahulu diketahui dengan pasti
tanda-tanda kehamilan. Uterus yang dipalpasi terasa lebih lunak dan
bagian-bagian janin lebih mudah dipalpasi.
3. Pemeriksaan dalam
Prinsipnya, pemeriksaan dalam kasus ini sedapat mungkin dibatasi guna
mengurangi resiko infeksi. Pemeriksaan dalam yang dilakukan :
a. Pemeriksaan inspekulo
Dilakukan pertama kali pada pemeriksaan dalam dengan memakai
spekulum steril untuk melihat secara langsung cairan amnion yang
keluar dari ostium uteri eksterna.
b. Pemeriksaan vagina (vagina toucher)
Dilakukan untuk memastikan adanya ketuban atau tidak. Pada
pemeriksaan ini juga ditentukan penipisan dan dilatasi sevik,
identifikasi bagian presentasi anak dan menyingkirkan kemungkinan
prolaps tali pusat.
4. Pemeriksaan penunjang
Dari pemeriksaan laboratorium bisa didapatkan keadaan leukositosis
yang mengindikasikan adanya infeksi intra uterin. Sementara melalui
pemeriksaan penunjang guna memastikan diagnosis dapat dilakukan
pemeriksaan pada cairan ketuban, seperti :
1. Tes lakmus (kertas nitrazin)
Prinsip tes ini adealah dengan menggunakan kertas nitrazin yang
berubah warna pada keadaan pH yang berbeda. Sekret vagian pada
wanita hamil mempunyai pH antara 4,5- 5,5 , sedangkan cairan
amnion 7,0-7,2. Cairan ketuban yang bersifat basa akan merubah
lakmus merah jadi biru.
Dari tes lakmus ini bisa didapatkan hasil yang salah pada keadaan-
keadaan :
False positif bila dalam cairan itu bercampur urine, darah, cairan
antiseptik, dan lain-lain.
11
False negatif bila vagina sudah kering.
2. Tes kristalisasi dan aborasi (ferning tes)
Cairan ketuban di keringkan pada glass objek dan dilihat di bawah
mikroskop akan tampak seperti pakis ( fam pattern ) berarti air
ketuban positif. Kadang-kadang terjadi :
4. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
sedikit (Oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion
ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi
bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain
itu dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan
usia janin.
12
2.1.7 Penatalaksanaan
1. Konservatif 5,7,9
13
e. Jika kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik, deksametason dan induksi sesudah 6 jam.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.
g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra
uterin).
h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg tiap 6 jam sebanyak 4
kali.
2. Aktif
Induksi Persalinan
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu yang belum inpartu
baik secara operatif maupun medisinal untuk merangsang timbulnya kontraksi
sehingga diharapkan terjadi persalinan pervaginam. Indikasi ibu adalah kehamilan
dengan diabetes melitus, Rh atau ABO incompability, sollutio plasenta,
preeklampsia/eklampsia. Juga indikasi janin seperti kehamilan post aterm,
14
ketuban pecah dini , IUFD. Sedangkan kontra indikasi induksi persalinan adalah
malposisi dan malpresentasi, insufisiensi plasenta, CPD, cacat rahim,
grandemultipara (>5), gamelli, plasenta previa.4,5
SKOR 0 1 2 3
15
Terdapatnya variasi pemberian oksitosin untuk drip induksi tetap memiliki
prinsip yang sama adalah bagaimana mempergunakan dosis oksitosin seminimal
mungkin dengan menaikkan kadar oksitosin dalam darah secara bertahap dan
berkesinambungan sampai tercapai kadar yang membuat kontraksi adekuat. Bila
dengan pemberian dosis 30-40 mU/mnt tidak dapat dipastikan his yang adekuat,
induksi tidak perlu dilanjutkan lagi, dan biasanya dengan dosis 20 mU/mnt sudah
didapatkan his yang adekuat. Bila his adekuat telah tercapai , dosis oksitosin
dipertahankan dan apabila dengan dosis maksimal didapatkan kemajuan
pembukaan maka induksi dapat dilanjutkan. 4
Secsio Caesaria
Bila his belum muncul langsung beri oksitosin drip. Sebaiknya hanya satu
kolf dan bila ada kemajuan nyata diteruskan dengan kolf kedua. Bila his mula-
mula positif lalu negatif pada fase aktif, maka tunggu dua jam lagi. Bila drip
oktitosin gagal maka indikasi untuk seksio sesaria.9
Bila timbul tanda-tanda infeksi seperti demam air ketuban berbau busuk,
maka ini merupakan indikasi segera untuk terminasi kehamilan. Scott
mengajurkan untuk seksio sesaria bila persalinan tidak dapat diselesaikan dalam
24 jam. Histerektomi harus dilakukan bila infeksinya hebat.9
16
C. Penatalaksanaan pada kehamilan aterm preterm
Ada dua masalah yang sulit yaitu prematuritas dan infeksi. Kematian janin
tidak dapat dihindari walaupun telah diberi antibiotik profilaks bila telah terjadi
infeksi. Tapi bila belum timbul tanda-tanda infeksi maka menghindari kematian
karena prematuritas adalah dengan cara mempertahankan kehamilan sampai fetus
cukup matur untuk dapat hidup di dunia luar.4
17
persalinan pervaginam tidak dapat dilakukan maka dilakukan seksio sesaria
atau seksio sesaria + histerektomi bila infeksinya berat.
2.1.8 Komplikasi
Berbagai akibat yang muncul mengiringi kasus ketuban pecah dini antara
lain:5
1. Prematuritas
Dilaporkan bahwa 30% kelahiran preterm disebabkan oleh ketuban
pecah dini
2. Infeksi
Pada ketuban pecah dini, baik ibu maupun janin mempunyai resiko
tinggi untuk mengalami infeksi. Kejadian infeksi semakin tinggi
dengan bertambahnya waktu persalinan sejak terjadinya ketuban pecah
dini. Infeksi maternal disebut khorioamnionitis. Infeksi fetal dapat
berupa septikemia, pneumonia, infeksi saluran kemih, omfalitis,
konyungtivitis, bahkan sepsis.
18
Gambar 5. Infeksi pada PRM
3. Hipoksia dan asfiksia
Hal ini dihubungkan dengan prolaps tali pusat. Insidennya 1,5%.
Kombinasi antara ketuban pecah dini dan malpresentasi janin memperbesar
kejadian ini.
4. Fetal deformation syndrome
Merupakan komplikasi yang paling berat, terjadi KPD pada kehamilan muda.
Dapat terjadi retadasi pertumbuhan dan malformasi wajah.
2.1.9 Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :4
1. Usia kehamilan
2. Adanya infeksi / sepsis
3. Factor resiko / penyebab
4. Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat
kehamilan, lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi
yang lahir antara 34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari
kelahiran premature.
19
2.2. Fetal Distress
2.2.1. Defenisi
Gawat janin adalah Denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per menit
atau lebih dari 160 per menit. Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima O2
yang cukup, sehingga akan mengalami hipoksia. Situasi ini dapat terjadi (kronik)
dalam jangka waktu yang lama atau akut. Disebut gawat janin bila
ditemukan denyut jantung janin diatas 160/menit atau dibawah 100/menit,
denyut jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang kental pada awal
persalinan. Gawat janin merupakan suatu reaksi ketika janin tidak memperoleh
oksigen yang cukup.1,3
2.2.2. Klasifikasi
Denyut jantung janin abnormal dapat disebut juga dengan fetal distress.
Fetal distress dibagi menjadi dua yaitu fetal distress akut dan fetal distress
kronis. Dibawah ini dijelaskan beberapa faktor yang mempengaruhinya:3,5,10
a. Faktor yang mempengaruhi fetal distress akut
1) Kontraksi uterus
Kontraksi uterus hipertonik yang lama dan kuat adalah abnormal dan
uterus dalam keadaan istirahat yang lama dapat mempengaruhi
sirkulasi utero plasenta, ketika kontraksi sehingga mengakibatkan
hipoksia uterus.
2) Kompresi tali pusat
Kompresi tali pusat akan mengganggu sirkulasi darah fetus dan
dapat mengakibatkan hipoksia. Tali pusat dapat tertekan pada
prolapsus, lilitan talu pusat.
3) Kondisi tali pusat
Plasenta terlepas, terjadi solusio plasenta. Hal ini berhubungan dengan
kelainan fetus.
4) Depresi pusat pada sistem pernafasan
Depresi sistem pernafasan pada bayi baru lahir sebagai akibat
pemberian analgetika pada ibu dalam persalinan dan perlukaan pada
proses kelahiran menyebabkan hipoksia.
20
b. Faktor yang mempengaruhi fetal distress kronis
Fetal distress kronis berhubungan dengan faktor sosial yang kompleks.
1) Status sosial ekonomi rendah
Hal ini berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
Status sosial ekonomi adalah suatu gambaran kekurangan
penghasilan tetapi juga kekurangan pendidikan, nutrisi, kesehtan fisik
dan psikis.
2) Umur maternal
Umur ibu yang sangat muda dan tua lebih dari 35 tahun merupakan
umur resiko tinggi.
3) Merokok
Nikotin dapat menyebabkan vasokontriksi, dan menyebabkan
penurunan aliran darah uterus dimana karbonmonoksida mengurangi
transport oksigen. Angka mortalitas perinatal maningkat.
4) Penyalah gunaan obat terlarang
Penyalah gunaan obat terlarang dalam kehamilan berhubungan
dengan banyak komplikasi meliputi IUGR, hipoksia dan persalinan
preterm yang semuanya meningkatkan resiko kematian perinatal.
5) Riwayat obstetrik yang buruk
Riwayat abortus sebelumnya, persalinan preterm atau lahir mati
berhubungan dengan resiko tinggi pada janin dalam kehamilan ini.
6) Penyakit maternal
Kondisi yang meningkatkan resiko fetal distress kronis dapat
mempengaruhi sistem sirkulasi maternal dan menyebabkan
insufisiensi aliran darah dalam uterus seperti: Hipertensi yang
diinduksi kehamilan, hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal
kronis. Sedangakan faktor yang mempengaruhi penurunan
oksigenasi arteri maternal seperti: penyakit skle sel, anemia berat
(Hb kurang dari 9% dl atau kurang), penyakit paru-paru, penyakit
jantung, epilepsi (jiak tidak terkontrol dengan baik), infeksi
maternal berat. Kondisi tersebut meliputi insufisiensi plasenta, post
21
matur, perdarahan antepartum yang dapat mengakibatkan
pengurangan suplai oksigen ke fetus.
7) Kondisi plasenta
Kondisi tersebut meliputi: insufisiensi plasenta, postmatur, perdarahan
antepartum yang dapat mengakibatkan resiko hipoksia intra uterin.
Resiko ini mengakibatkan pengurangan suplai oksigen ke fetus.
8) Kondisi fetal
Malformasi konginetal tertentu, infeksi intra uterin dan
incompatibilitas resus yang meningkatkan resiko hipoksia intra uterin.
Resiko ini meningkat pada kehamilan ganda.
9) Faktor resiko intra partum
Selama persalinan faktor yang berhubungan dengan peningkatan
resiko fetal distress, yaitu: malpresentasi seperti presentasi
bokong, kelahiran dengan forcep, SC, sedatif atau analgetik yang
berlebihan, komplikasi anastesi (meliputi: hipotensi dan hipoksia),
partum presipitatus atau partus lama.
2.2.3. Etiologi
Penyebab gawat janin sebagai berikut :7,8
a. Persalinan berlangsung lama
Persalinan lama adalah persalinan yang terjadi lebih dari 24 jam
pada primigravida dan lebih dari 18 jam pada multigravida. Persalinan
lama dapat mengakibatkan ibu menjadi Gelisah, letih, suhu badan
meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan meteorismus. Di
daerah lokal sering dijumpai: Bandle Ring, oedema serviks, cairan
ketuban berbau, terdapat mekonium.
b. Induksi persalinan dengan oksitosin
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil belum
inpartu baik secara operatif maupun mesinal, untuk merangsang timbulnya
kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Akibat pemberian oksitosin
yang berlebih-lebihan dalam persalinan dapat mengakibatkan relaksasi
uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta.
c. Ada perdarahan
22
Perdarahan yang dapat mengakibatkan gawat janin yaitu karena
solusio plasenta. Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan
kedalam desidua basalis. Desidua tersebut kemudian terbelah sehingga
meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Sebagai
akibatnya, proses tersebut dalam stadium awal akan terdiri dari
pembentukan hematoma desidua yang menyebabkan pelepasan, kompresi
dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian
tersebut.
d. Infeksi
Infeksi, yang disebabkan oleh pecahnya ketuban pada partus lama
dapat membahayakan ibu dan janin, karena bakteri didalam amnion
menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion
sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneomonia
pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah
konsekuensi serius lainnya.1
e. Insufisiensi plasenta
1) Insufisiensi uteroplasenter akut
Hal ini terjadi karena akibat berkurangnya aliran darah uterus-
plasenta dalam waktu singkat, berupa: aktivitas uterus yang
berlebihan, hipertonika uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian
oksitosin, hipotensi ibu, kompresi vena kava, posisi terlentang,
perdarahan ibu karena solusio plasenta atau solusio plasenta.
2) Insufisiensi uteroplasenter kronis
Hal ini terjadi karena kurangnya aliran darah dalam uterus-
plasenta dalam waktu yang lama. Misalnya : pada ibu dengan riwayat
penyakit hipertensi.
f. Kehamilan Postterm
Meningkatnya resiko pada janin postterm adalah bahwa dengan
diameter tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif
terhadap gawat janin pada intrapartum, terutama bila disertai dengan
oligohidramnion. Penurunan cairan amnion biasanya terjadi ketika
usia kehamilan telah melewati 42 minggu, mungkin juga pengeluaran
23
mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah
berkurang merupakan penyebabnya terbentuknya mekonium kental yang
terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.
g. Preeklamsia
Preeklamsia dapat menyebabkan kegawatan janin seperti sindroma
distres napas. Hal tersebut dapat terjadi karena vasopasme yang
merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas kedalam lapisan otot
pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan dan
menyebabkan aliran darah dalam plasenta menjadi terhambat dan
menimbulkan hipoksia pada janin yang akan menjadian gawat janin.1
2.2.4. Diagnosis
Tanda gejala gawat janin dapat diketahui dengan :6,10
a. DJJ Abnormal
Dibawah ini dijelaskan denyut jantung janin abnormal adalah sebagai berikut :
24
3) Non Stress Tes (NST)
Eksternal kardiotokograf (CTG), Kriteria yang seharusnya diamati
meliputi 2 hal atau lebih, yaitu : denyut jantung janin, mengalami
penurunan sedikitnya 15 denyutan permenit, menetap sedikitnya 15
detik dalam 20 menit.
4) Doppler
Tanda fetal distress dalam persalinan, sebagai berikut :
a. Denyut jantung
1. Takikardi diatas 160 kali perdetik atau brakikardi dibawah 120
kali per detik.
2. Deselerasi dini
Ketika denyut jantung turun lebih dari 15 kali per menit pada saat
kontraksi, kontraksi deselarasi menggambarkan kontraksi dan
biasanya dianggap masalah serius.
3. Deselerasi yang berubah-ubah
Deselerasi yang berubah-ubah hal ini sangat sulit dijelaskan Ini
dapat terjadi pada awal atau akhir penurunan denyut jantung dan
bentuknya tidak sama. Hubungan antar peningkatan asidosis fetus
dengan dalam dan lamanya deselerasi adalah adanya
abnormalitas denyut jantung janin.
4. Deselerasi lambat
Penurunan denyut jantung janin menunjukan tingkat deselerasi
paling rendah tetapi menunjukan kontraksi pada saat tingkat yang
paling tinggi. Deselerasi yang lambat menyebabkan penurunan
aliran darah fetus dan pengurangan transfer oksigen selama
kontraksi. Penurunan tersebut mempengaruhi oksigenasi serebral
fetus. Jika pola tersebut terjadi disertai dengan abnormalitas
denyut jantung janin harus dipikirkan untuk ancaman yang serius
dalam kesejahteraan fetus.
5. Tidak adanya denyut jantung
Ini mungkin disebabkan oleh karena hipoksia kronis atau berat
dimana sistem syaraf otonom tidak dapat merespon stress.
25
6. Mekonium bercampur air ketuban.
b. Mekonium
Cairan amnion yang hijau kental menunjukkan bahwa air ketuban
jumlahnya sedikit. Kondisi ini mengharuskan adanya intervensi.
Intervensi ini tidak perlu dilakukan bila air ketuban kehijauan tanpa
tanda kegawatan lainnya, atau pada fase akhir suatu
persalinan letak bokong.
26
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesa
Pasien baru masuk KB IGD RSAM pada tanggal 19 Maret 2017 pukul
22.00 WIB , rujukan dari bidan dengan diagnosa G1P0A0H0 gravid aterm 39-40
minggu dengan kala 1 memanjang + KPD 20 jam, dengan keluhan:
a. Keluhan utama
Keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 20 jam sebelum masuk
rumah sakit.
27
- TP : 24-3-2017
- Gerakan anak sudah dirasakan sejak 4 bulan ini
- Riwayat hamil muda : mual (-) muntah (-) perdarahan (-)
- Riwayat hamil tua: mual(-) muntah (-) perdarahan (-)
- Riwayat ANC : kontrol ke bidan rutin sejak usia kehamilan 2 bulan
- Riwayat menstruasi: Haid pertama usia 12 tahun, teratur 1 kali sebulan
dengan lama 5-6 hari dan 3 kali ganti doek/ hari. Siklus haid 28 hari.
Nyeri haid (-)
- Riwayat perkawinan: 1 kali pada tahun 2015
- Riwayat kehamilan/ abortus/ persalinan: 1/0/0
- Riwayat KB: tidak ada
- Riwayat imunisasi: tidak ada
- Riwayat pekerjaan: Ibu rumah tangga
Tidak ada riwayat penyakit Hipertensi, Diabetes Melitus, jantung, ginjal dan hati
Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit menular, kejiwaan dan penyakit
keturunan
28
2. Status Lokalis
Kepala : Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O. Tidak ada pembesaran KGB dan kelenjar
tiroid
Thorak :
- Paru
Inspeksi : normothorak, simetris kiri dan kanan pada saat statis dan
dinamis, tidak ada retraksi dinding dada saat bernafas, tidak ada venektasi,
tidak ada sikatrik.
Palpasi : fremitus taktil kanan dan kiri sama, expansi dinding dada kiri dan
kanan sama, tidak tertinggal.
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis terabapada LMCS RIC V
29
TBBJ: 3850 gr
His: 4-5x/10 menit/5/S
- Auskultasi: DJJ: 172-185 kali/menit, BU (+) N
Genitalia:
- Inspeksi: V/U tenang, selaput ketuban (-), sisa ketuban hijau kental, tes
lakmus (+)
- Palpasi: VT: 5-6 cm, teraba kaput H II, sutura sagitalis melintang, kaput (+)
0,5 cm
Ekstremitas:
- Oedem -/-
- Reflek Patologis -/-
- Reflek fisiologis +/+
30
b. USG
BPD : 9,66
AFI : 5,2
AC : 38,5
EFW : 3900 gr
c. CTG
31
3.5. Diagnosa Kerja
G1P0A0H0 parturien aterm 39-40 minggu + kala 1 fase aktif + KPD 20 jam
+ fetal distress + JHTIU presentasi kepala H II
3.6. Penatalaksanaan
- Kontrol KU, VS, His, Pembukaan, DJJ
- Resusitasi intra uterine
- IVFD RL 28 gtt/menit
- IVFD D10% drip tetesan cepat
- Inj. Cefotaxime 2 gr IV
- Inj. Dexametason 2 amp
- Informed consent
- Rencana SCTPP emergency
3.7. Follow up
32
I: perut tampak sedikit - Sulfas ferosus 1x300 mg PO
membuncit, luka operasi baik
Pa: TFU 2 jari di bawah pusat,
kontraksi baik
Perkusi: timpani
Auskultasi: BU (+) Normal
Genitalia: V/U tenang,
Volume perdarahan selama
tindakan 250 cc
33
A/P1A0H1 post SCTPP a/i PRM
lama +fetal distress + Nifas hari
1+ ibu anak baik
Selasa/ S/ - nyeri luka operasi (+) Non farmakologi:
21-3- - PPV (-) - Kontrol KU,VS, PPV
2017 - Demam (-) - Pemasangan kateter
- BAK (+) BAB (-) - Mobilitas bertahap
Jam - ASI (+/+) - Breast care
07.00 - Mual (-) muntah (-) - Vulva hygiene
Farmakologi :
O/ KU: sedang, Kes: CMC, TD: - IVFD RL 20 gtt/menit
110/80, HR: 82x/menit, RR: 20 - Inj. Cefotaxim 2x1
x/menit, T: af - Antalgin 3x500 mg (PO)
Abdomen: - Vit. C 2x100 mg (PO)
Inspeksi: luka operasi ditutup - Sulfas ferosus 1x300 (PO)
perban
Palpasi: TFU 2 jari dibawah
pusat, kontraksi baik
Perkusi: timpani
Auskulitasi : BU(+) Normal
Genitalia: v/u tenang, PPV(-),
lochia rubra (+)
34
O/ KU: sedang, Kes: CMC, TD: Farmakologi :
120/70, HR: 84x/menit, RR: 20 - IVFD RL 20 gtt/menit
x/menit, T: af - Cefixime 2x200 mg (PO)
Abdomen: - Metronidazol 3x500 mg (PO)
Inspeksi: luka operasi ditutup - Antalgin 3x500 mg (PO)
perban - Vit. C 2x100 mg (PO)
Palpasi: TFU 2 jari dibawah - Sulfas ferosus 1x300 (PO)
pusat, kontraksi baik
Perkusi : timpani
Auskultasi: BU (+) normal
Genitalia: v/u tenang, PPV(-),
lochia rubra (+)
35
Auskultasi: BU(+) normal selama 10 hari berturut-turut
Genitalia: v/u tenang, PPV(-), setiap hari.
lochia rubra (+) - Kontrol ke poli kebidanan
RSAM Bukittinggi pada hari
A/ P1A0H1 post SCTPP a/i ke 10 atau bila ada keluhan
PRM lama + fetal distress +
Nifas Hari 4 + ibu anak baik
36
BAB IV
DISKUSI KASUS
Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia
22 tahun dengan diagnosa G1P0A0H0 parturien aterm 39-40 minggu + kala 1 fase
aktif + KPD 20 jam + fetal distress + JHTIU presentasi kepala H II. Diagnosa
ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik obstetri, serta
pemeriksaan penunjang berupa USG transabdominal dan pemeriksaan
laboratorium.
Telah dilaporkan satu kasus, wanita usia 22 tahun masuk KB IGD RSAM
tanggal 19 maret 2017 pukul 22.00 wib dengan keluhatan utama keluar air-air
yang banyak dari kemaluan sejak 20 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluar
lendir bercampur darah sejak 4 jam SMRS. Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari
sejak 2 hari ini. Keluar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada. HPHT 17-6-
2016 dan TP 24-3-2017 dengan riwayat menstruasi teratur. Sesuai dengan literatur
yang telah dipaparkan diatas, pengertian KPD menurut WHO yaitu robeknya
selaput ketuban sebelum masa persalinan yaitu, bila pembukaan pada primi
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Pada pasien ini,
didapatkan keluhan keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 20 jam SMRS.
37
Pada pemeriksaan darah, didapatkan hasil laboratorium yaitu leukosit
meningkat (20.400/uL). Pada pemeriksaan USG didapatkan kesan usia kehamilan
39-40 minggu dengan presentasi kepala. BPD : 9,66, AFI: 5,2 ; AC: 38,5 ; EFW:
3900 gr, janin hidup tunggal intra uterin presentasi kepala, aktifitas gerak janin
baik. Dan diagnosa oligohidramnion dapat disingkirkan karena AFI diatas 5.
sehingga diagnosa PRM dapat ditegakkan. Tindakan yang dipilih adalah
melakukan terminasi segera sectio secarea. Dilakukan sectiosecarea karena pasien
mengalami pecah ketuban sudah 20 jam dan sudah terdapat tanda-tanda infeksi
seperti ketuban berwarna hijau kental dan terdapat leukositotis dan pembukaan
masih 5-6 cm sehingga biasanya pada primipara membutuhkan waktu 4 jam untuk
pembukaan lengkap sedangkan pasien ini juga mengalami fetal distres, maka
harus dilakukan terminasi segera dengan SCTPP untuk menghindari resiko
morbiditas dan mortalitas baik bagi ibu dan janin.
38
BAB V
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
39
2. Cunningham, et al.2012. Williams Obstetrics 23rd ed. McGraw-Hill. p 59-61,
490-491, 495-498
3. Marmi, RetnoA.M.S., Fatmawaty.E,. 2011. Asuhan Kebidanan Patologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
4. Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan
Obstetri Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2011.
5. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds)
Pengantar Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan.
Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007.
6. Nugroho, Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Numed
7. Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Fetal Distress.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
8. Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Prawirohardjo Sarwono
9. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. 2014. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu
Kebidanan. Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi
Baru Lahir. Edisi Keempat. Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
10. Saifudin, Abdul B. 2012. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal & Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
11. Kementerian Kesehatan RI. 2012. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan
40