Anda di halaman 1dari 8

Definisi

Menurut WHO stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun global secara
mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam akibat gangguan aliran darah otak.
Menurut Neil F. Gordon, stroke adalah gangguan potensial yang fatal pada suplai darah bagian
otak. Tidak ada satupun bagian tubuh manusia yang dapat bertahan bila terdapat gangguan
suplai darah dalam waktu relatif lama sebab darah sangat dibutuhkan dalam kehidupan
terutama oksigen pengangkut bahan makanan yang dibutuhkan pada otak dan otak adalah pusat
control system tubuh termasuk perintah dari semua gerakan fisik. Dengan kata lain stroke
merupakan manifestasi keadaan pembuluh darah cerebral yang tidak sehat sehingga bisa
disebut juga cerebral arterial disease atau cerebrovascular disease. Cedera dapat
disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan
penyempitan atau pecahnya pembuluh darah, semua ini menyebabkan kurangnya pasokan
darah yang memadai.

Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak terkontrol di otak.
Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel otak, sekitar 20% stroke adalah stroke
hemoragik (Gofir, 2009). Jenis perdarahan (stroke hemoragik), disebabkan pecahnya
pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun subarakhnoid. Pada perdarahan intrakranial,
pecahnya pembuluh darah otak dapat karena berry aneurysm akibat hipertensi tak terkontrol
yang mengubah morfologi arteriol otak atau pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan
kongenital pada pembuluh darah otak tersebut. Perdarahan subarakhnoid disebabkan pecahnya
aneurysma congenital pembuluh arteri otak di ruang subarakhnoidal

Faktor Risiko
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan intraserebral spontan yang
tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan diskrasia darah,
hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak metastasis, pengobatan dengan
antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada leukemia atau trombositopenia,
serebralarteritis, amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :
1. Hipertensi
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang memperlemah
dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima dan menimbulkan
aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan edema. Hipertensi kronik
dapat juga menimbulkan aneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1 mm) yang tersebar di
sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.
2. Cerebral Amyloid Angiopathy
Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik ditandai oleh adanya
deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri kecil dan arteri sedang
di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah arteri-arteri kortical superfisial
dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan lebih sering di daerah subkortikal lobar
ketimbang daerah basal ganglia. Deposit amiloid menyebabkan dinding arteri menjadi lemah
sehingga kemudian pecah dan terjadi perdarahan intraserebral. Di samping hipertensi, amyloid
angiopathy dianggap faktor penyebab kedua terjadinya perdarahan intraserebral pada penderita
lanjut usia.
3. Arteriovenous Malformation
4. Neoplasma intrakranial. Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang
hipervaskular.
Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur a. lentikulostriata, a.
thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian. Sedangkan perdarahan di serebelum
biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus yang mendapat pendarahan dari cabang a.
serebelaris superior dan a. serecelaris inferior anterior.

Gambar 1. Lokasi tersering sumber perdarahan intraserebral

Patofisiologi
Kasus PIS umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa posterior (batang otak dan
serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula interna). Gambaran patologik
menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh darah otak dan diikuti adanya
edema dalam jaringan otak di sekitar hematom. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan
kompresi oleh hematom dan edema pada struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan
penyempitan atau penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya,
maka gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi pembuluh
darah otak / iskemia dan akibat kompresi pada jaringan otak lainnya.

Gejala klinis
Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat akumulasi darah di dalam
parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur sangat jarang.
Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%) per akut. Biasanya disertai dengan
penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi frekuensi dan derajatnya tergantung
dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara keseluruhan minimal terdapat pada 60%
kasus. dua pertiganya mengalami koma, yang dihubungkan dengan adanya perluasan
perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan prognosis yang jelek. Sakit kepala
hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada PIS,
tetapi frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36% kasus yang disertai dengan sakit kepal sedang
muntah didapati pada 44% kasus. Jadi tidak adanya sakit kepala dan muntah tidak
menyingkirkan PIS, sebaliknya bila dijumpai akan sangat mendukung diagnosis PIS atau
perdarahn subarakhnoid sebab hanya 10% kasus stroke oklusif disertai gejala tersebut. Kejang
jarang dijumpai pada saat onset PIS.

Pemeriksaan Fisik
Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus PIS. Tingginya frekuensi hipertensi
berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya hipertensi sistemik seperti
hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus okuli pada kasus yang
diduga PIS mempunyai tujuan ganda yaitu mendeteksi adanya tanda-tanda retinopati
hipertensif dan mencari adanya perdarahan subhialoid (adanya darah di ruang preretina, yang
merupakan tanda diagnostik perdarahan subarakhnoid) yang mempunyai korelasi dengan
ruptur aneurisma. Kaku kuduk terdapat pada 48% kasus PIS.
Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae ke arah lesi,
sedang pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak horisontal mata dengan
deviation conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan berakibat kelumpuhan gerak mata
atas (upward gaze palsy), jadi mata melihat ke bawah dan kedua mata melihat ke arah hidung.
Pada perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular bobbing.
Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi unkus maka
pupil anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di thalamus akan berakibat
pupil miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di tengah,
diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif. Keadaan ini juga sering dijumpai pada
herniasi transtentorial. Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih
terdapat reaksi, pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.
Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke, sedang pada lesi
di mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik. Pada lesi di
bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan pola pernafasan apneustik. Pola pernafasan
ataksik timbul pada lesi di medula oblongata. Pola pernafasan ini biasanya terdapat pada pasien
dalam stadium agonal.

DIAGNOSIS
PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur sangat jarang
Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran.
Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial
dijumpai pada PIS, tetapi frekuensinya bervariasi
Pada perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular bobbing.
Perdarahan di thalamus akan berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat
Pada perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di tengah, diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi
pupil negatif
Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih terdapat reaksi,
pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar
Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke
lesi di mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik
Pada lesi di bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan pola pernafasan apneustik
Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset yang tiba-tiba dan terjadi
koma yang dalam dengan defisit neurologik bilateral serta progresif dan fatal. Bahkan
perdarahan kecil segera menyebabkan koma, pupil pinpoint (1 mm) namun reaktif, gangguan
gerak okuler lateral, kelainan saraf kranial, kuadriplegia, dan postur ekstensor. Nyeri kepala,
mual dan muntah jarang.

Penanganan Perdarahan Intraserebral


Semua penderita yang dirawat dengan intracerebral hemorrhage harus
mendapat pengobatan untuk :
1. Normalisasi tekanan darah
2. Pengurangan tekanan intrakranial
3. Pengontrolan terhadap edema serebral
4. Pencegahan kejang.
Hipertensi dapat dikontrol dengan obat, sebaiknya tidak berlebihan karena adanya beberapa
pasien yang tidak menderita hipertensi; hipertensi terjadi karena cathecholaminergic discharge
pada fase permulaan. Lebih lanjut autoregulasi dari aliran darah otak akan terganggu baik
karena hipertensi kronik maupun oleh tekanan intrakranial yang meninggi. Kontrol
yang berlebihan terhadap tekanan darah akan menyebabkan iskemia pada miokard, ginjal dan
otak.
Dalam suatu studi retrospektif memeriksa dengan CT-Scan untuk mengetahui hubungan
tekanan darah dan pembesaran hematoma terhadap 79 penderita dengan PISH, mereka
menemukan penambahan volume hematoma pada 16 penderita yang secara bermakna
berhubungan dengan tekanan darah sistolik. Tekanan darah sistolik 160 mmHg tampak
berhubungan dengan penambahan volume hematoma dibandingkan dengan tekanan darah
sistolik 150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah dari golongan :
1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors
2. Angiotensin Receptor Blockers
3. Calcium Channel Blockers
Tindakan segera terhadap pasien dengan PIS ditujukan langsung terhadap pengendalian
TIK serta mencegah perburukan neurologis berikutnya. Tindakan medis seperti hiperventilasi,
diuretik osmotik dan steroid (bila perdarahan tumoral) digunakan untuk mengurangi hipertensi
intrakranial yang disebabkan oleh efek massa perdarahan. Sudah dibuktikan bahwa evakuasi
perdarahan yang luas meninggikan survival pada pasien dengan koma, terutama yang bila
dilakukan segera setelah onset perdarahan.
Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas. Pasien
memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang sangat segera dari
hematoma. Angiogram memungkinkan untuk menemukan kelainan vaskuler. Adalah sangat
serius untuk memikirkan pengangkatan PIS yang besar terutama bila ia bersamaan dengan
hipertensi intrakranial yang menetap dan diikuti atau telah terjadi defisit neurologis walau telah
diberikan tindakan medis maksimal.
Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya kelainan neurologis
memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan terpilih. Beratnya perdarahan inisial
menggolongkan pasien ke dalam tiga kelompok :
1. Perdarahan progresif fatal.
Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat tekanan darah
mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur darahnya, gangguan elektrolit umum terjadi
dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat efek serebral dari perdarahan serta obstruksi jalan
nafas memperburuk keadaan. Perburukan dapat diikuti sejak saat perdarahan dengan
bertambahnya tanda-tanda peninggian TIK dan gangguan batang otak. Pengelolaan inisial pada
kasus berat ini adalah medikal dengan mengontrol tekanan darah ke tingkat yang tepat,
memulihkan kelainan metabolik, mencegah hipoksia dan menurunkan tekanan intrakranial
dengan manitol, steroid ( bila penyebabnya perdarahan tumoral) serta tindakan hiperventilasi.
GCS biasanya kurang dari 6.
2. Kelompok sakit ringan (GCS 13-15).
3. Kelompok intermediet
Kelompok intermediet, dimana perdarahan cukup berat untuk menimbulkan defisit
neurologis parah namun tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak dapat bertahan hidup
(GCS 6-12). Tindakan medikal di atas diberikan hingga ia keluar dari keadaan berbahaya,
namun keadaan neurologis tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada keadaan ini
pengangkatan hematoma dilakukan secara bedah.
Mengurangi Efek Massa
Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal maupun bedah. Pasien dengan
peninggian TIK dan atau dengan area yang lebih fokal dari efek massa, usaha nonbedah untuk
mengurangi efek massa penting untuk mencegah iskemia serebral sekunder dan kompresi
batang otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi peninggian TIK antara lain :
1. Elevasi kepala higga 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta
memperbaiki drainase vena.
2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam
untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).
3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan
koloid bila perlu.
4. Ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainase CSS untuk mempertahankan
TIK kurang dari 20 mmHg.
5. Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO2 25-30 mmHg.
Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat PIS, peninggian kepala, restriksi
cairan, dan manitol biasanya memadai. Tindakan ini dilakukan untuk memperbaiki tekanan
perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder. Harus ingat bahwa tekanan perfusi
serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial rata-rata dikurangi tekanan intrakranial,
hingga tekanan darah sistemik harus dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai
sedikit lebih tinggi dari tingkat normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70
mmHg, bila perlu memakai vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin.
Pasien sadar dipantau dengan pemeriksaan neurologis serial, pemantauan TIK jarang
diperlukan. Pada pasien koma yang tidak sekarat (moribund), TIK dipantau secara rutin.
Disukai ventrikulostomi karena memungkinkan mengalirkan CSS, karenanya lebih mudah
mengontrol TIK. Perdarahan intraventrikuler menjadi esensial karena sering terjadi
hidrosefalus akibat hilangnya jalur keluar CSS. Lebih disukai pengaliran CSS dengan
ventrikulostomi dibanding hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka lama. Pemantauan
TIK membantu menilai manfaat tindakan medikal dan membantu memutuskan apakah
intervensi bedah diperlukan.
Pemakaian kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral akibat PIS pernah dilapor
kan bermanfaat pada banyak kasus anekdotal. Namun penelitian menunjukkan bahwa
deksametason tidak menunjukkan manfaat, di samping jelas meningkatkan komplikasi (infeksi
dan diabetes). Namun digunakan deksametason pada perdarahan parenkhimal karena tumor
yang berdarah dimana CT-scan memperlihatkan edema serebral yang berat.
Prognosis
Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi. diperkirakan
mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara dramatis meningkat pada perdarahan
talamus dan serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm, dan pada perdarahan pons yang lebih
dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar mortalitas berkisar dari 6-30 %. Bila volume darah
sesungguhnya yang dihitung (bukan diameter hematomnya), maka mortalitas kurang dari 10%
bila volume darahnya kurang dari 20 mm3 dan 90% bila volume darahnya lebih dari 60 mm3.
Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga penting untuk prognosis pasien.
Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat menjadi 63%. Mortalitas juga
meningkat pada perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada fossa posterior atau yang
meluas masuk ke dalam ventrikel. Felmann E mengatakan bahwa 45% pasien meninggal bila
disertai perdarahan intraventrikular. Suatu penilaian dilakukan untuk memperkirakan
mortalitas dalam waktu 30 hari pertama dengan menggunakan 3 variabel pada saat masuk
rumah sakit yaitu Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran perdarahan dan tekanan nadi.
Perdarahan kecil bila ukurannya kurang dari satu lobus, sedangkan perdarahan besar bila
ukurannya lebih dari satu lobus. Bila GCS lebih dari 9, perdarahannya kecil, tekanan nadi
kurang dari 40 mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari adalah 98%. Tetapi
bila pasien koma, perdarahannya besar dan tekanan nadinya lebih dari 65 mmHg, maka
probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari hanya 8%. Pada PIS hipertensif jarang terjadi
perdarahan ulang.

Anda mungkin juga menyukai