Anda di halaman 1dari 2

Inkontinensia anal merupakan komplikasi umum setelah stroke dan mempengaruhi

sekitar 30-40% pasien di fase akut dan 11% di 3 dan 12 bulan setelahnya. Gejala

disfungsi colon dan sistem urinarius berhubungan dengan ukuran lesi vaskuler,

sehingga derajat inkontinensia yang terjadi berhubungan dengan derajat keparahan

stroke. Lesi iskemik pada frontoparietotemporal dapat menimbulkan kejadian

inkontinensia anal darpada lesi hanya pada bagian frontal. Pada penelitian yang

dilakukan Copenhagen Stroke Study, melaporkan bahwa lesi hemoragik yang besar

dan mengenai korteks cereri pada pasien stroke lebih sering menimbulkan gejala

inkontinensia anal daripada pasien strioke tanpa gejala inkontinensia. Usia, diabetes

mellitus, derajat stroke dan kondisi komorbiditas yang menyertai merupakan faktor

resiko yang signifikan terhadap inkontinensia anal.

Multiple sclerosis (MS) merupakan penyakit neurologis progresif yang dsebabkan

oleh lesil demielinisasi multipel dalam susunan saraf pusat yang menimbulkan

berbagai gejala klinis yang ditentukan oleh lokasi dan jumlah lesi yang sama.

Disfungsi sistem urinarius dan sistem gastrointestinal merupakan ketidaknyamanan

paling penting ketiga setelah sapastik dan fatique. Gangguan sistem gastrointestinal

pada pasien multiple sklerosis sering terjadi. Prevalensi gangguan sistem

gastrointestinal , inkontinensia anal, dan / atau konstipasi mencapai 52% - 66% MS

menimbulkan gejala inkontinensia anal oleh karena adanya disfungsi medulla spinalis

terutama lesi pada konus medullaris, sehingga menyebabkan kelemahan dan denervasi

otot dasar panggul dan otot sfingter. Kehilangan kontrol kesadaran pada otot sfingter

ani eksterna terjadi sebagai konsekuensi dari plak MS yang mempengaruhi pusat jalur

kontrol dasar panggul. Beberapa penelitian melaporkan bahwa sensitivitas anorectal ,

tekanan memeras dari kanalis anal, dan tekanan istirahat anal berkurang pada pasien
dengan MS. Dinding rektum juga bersifat hyperirritable dengan mengurangi

compliance rektum, dan semua masalah ini dapat mengakibatkan inkontinensia anal.

Penelitian terhadap fungsi otot - otot sfingter ani pada pasien dengan miopati jarang

dilakukan. Pada distrofi myotonic, sebagain besar pasien menimbulkan gejala diare

dan perut kram. Beberapa penelitian yang berbeda menunjukkan abnormalitas luas

terhadap motilitas gastrointestinal di distrofi miotonic , yang melibatkan esofagus,

usus halus dan kolon. Abercrombie et al. Menggambarkan terjadinya degenerasi sel

otot polos dan fibrosis di otot sfingter ani interna dan hilangnya serat otot lurik dalam

otot sfingter ani eksterna dan otot puborectalis. Data EMG mengkonfirmasi

keterlibatan otot sfingter ani eksterna, dengan berkurangnya unit motorik, miotonia,

dan gambaran miopati tanpa lesi neurogenik. Pemeriksaan manometric anorectal

menunjukkan tekanan oistirahat yang buruk dan rendah tekanan memeras yang

Anda mungkin juga menyukai