Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SEJARAH

SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK DAN EKONOMI MASA


DEMOKRASI PARLEMENTER (1950-1959)

Kelas : XII MIPA 3

Kelompok :2

SMA N 1PEKALONGAN

Jalan RA Kartini 39 Pekalongan 51128 Telp (0285) 421190


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Paham liberal pertama kali muncul di Perancis saat Napoleon Bonaparte
berkuasa. Paham ini selanjutnta meluas pada wilayah wilayah yang dikuasai oleh
Napoleon Bonaparte.
Latar belakanh pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal tak lain karena
adanya revolusi Perancis yang disebabkan tindakan semena mena terhadap rakyat
kecil. Revolusi Perancis ini mengusung semboyan Liberte atau kebebasan, egolite
atau persamaan dan fraterinte atau persaudaraan.
Revolusi Perancis
Revolusi Perancis yang menjadi latar belakang pelaksanaan sistem politik
demokrasi liberal di beberapa negara terjadi pada 1789 hingga 1871. Revolusi
Perancis ini dipicu oleh pajak yang terlalu tinggi yang dibebankan kepada rakyat
kecil, jumlah utang negara yang semakin banyak, uang yang dihambur hamburkan
oleh permaisuri raja, dan adanya pengarug dari luar yakni kemerdekaan Amerika
Serikat atas pendudukan Inggris.
Paham Liberal
Paham Liberal yang berkembang di Perancis disebut sebut sebagai paham
liberal yang sesunggguhnya. PAham liberal merupakan suatu paham kebebasan
yang mneghapus kekuasaan absolut di Eropa. Paham liberal ini memiliki prinsip
bahwa setiap orang atau negara memiliki kebebasan untuk menentukan nasibnya
sendiri, bebas melakukan usaha apapun, dan bebas bertindak.
Pada awalnya, paham liberal Belanda yang jatuh ke dalam kekuasaan
Napoleon BOnaparte. Kemudia paham itu meluas ke beberapa negara lainnya
termasuk ke Indonesia. Dalam hal ini, Belanda yang memperkenalkan paham
liberal ke Indonesia. Dampaknya terasa saat para penanam modal asing mereka di
Indonesai. Selanjutnya, di Indonesia muncul perbudakan, kerja rodi, dan
kapitalisme.
Latar belakang pelaksanaan sistem politik demokrasi liberan yang berasal
dari revolusi Perancis gaungnya terdengar ke berbagai wilayah.TAk hanya di
Indonesia, sejumlah negara di kawasan Asia pun lantas menjadi penganut paham
liberal seperti Hongkong, Maysia, Singapura, Myanmar, adn Kamboja.
Negara besar seperti Amerika pun menganut paham liberal ini. Selain
Amerika, beberapa negara di benua Amerika yang menganut paham ini antara
lainnya. Sedangkan di Eropa, negara penganut paham liberal antara lain Perancis,
Jerman, Yunani, Italia, Austria, Finlandia, Denmark, dan sederat negara besar
lainnya.
BAB II

PEMBAHASAN

I. Perkembangan politik masa demokrasi liberal


1. Sistem pemerintahan
2. Sistem kepartaian
Partai politik merupakan suatu kelompok terorganisir yang anggota-
anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Paska
proklamasi kemerdekaan, pemerintahan RI memerlukan adanya lembaga
parlemen yang berfungsi sebagai perwakilan rakyat sesuai dengan amanat UUD
1945. Berkaitan dengan hal tersebut, pada tanggal 3 November 1945
pemerinitah mengeluarkan maklumat pembentukan partai.mDiantara partai-partai
tersebut adalah :

Nama Partai Pimpinan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi)


Tanggal Berdiri
Dr. Sukirman Wiryosanjoyo 7 November 1945
Partai Nasional Indonesia Partai Sosialis Indonesia (PSI) Partai Komunis Indonesia
(PNI) Sidik Joyosukarto 29 Amir Syarifuddin 20 (PKI) Mr. Moh. Yusuf 7
Januari 1945 November 1945 November 1945
Partai Buruh Indonesia (PBI) Partai Rakyat Jelata (PRJ) Partai Kristen Indonesia
Nyono 8 November 1945 Sutan Dewanis 8 November
1945
(Parkindo) Ds. Probowinoto 10 Partai Rakyat Sosialis (PRS)
November 1945 Sutan Syahrir 20 November
1945
Persatuan Marhaen (Permai) JB Assa 17 Desember 1945
Indonesia
Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI) IJ Kassimo 8 Desember 1945
Nama Partai Pimpinan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi)
Tanggal Berdiri
Dr. Sukirman Wiryosanjoyo 7 November 1945
Partai Nasional Indonesia Partai Sosialis Indonesia (PSI) Partai Komunis Indonesia
(PNI) Sidik Joyosukarto 29 Amir Syarifuddin 20 (PKI) Mr. Moh. Yusuf 7
Januari 1945 November 1945 November 1945
Partai Buruh Indonesia (PBI) Partai Rakyat Jelata (PRJ) Partai Kristen Indonesia
Nyono 8 November 1945 Sutan Dewanis 8 November
1945

Sistem kepartaian yang dianut pada masa demokrasi liberal adalah multi
partai. pembentukan partai politik ini bertujuan untuk mudah dapat mengukur
kekuatan perjuangan kita dan untuk mempermudah meminta tanggung jawab
kepada pemimpin-pemimpin barisan perjuangan.
Partai-partai politik yang tidak memegang jabatan dalam kabinet dan
tidak memegang peranan penting dalam parlemen sering melakukan oposisi yang
kurang sehat dan berusaha menjatuhkan partai politik yang memerintah. Hal
inilah yang menyebabkan pada era ini sering terjadi pergantian kabinet. Kondisi
inilah yang mendorong Presiden Soekarno mencari solusi untuk membangun
kehidupan politik Indonesia yang akhirnya membawa Indonesia dari sistem
demokrasi liberal menuju demokrasi terpimpin.

3. Pemilihan umum 1955

Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di


Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai
pemilu Indonesia yangpaling demokratis.
Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang
kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara
Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini,
anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di
daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung
aman.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan
Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan
kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil
golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali
Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat
pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri
Burhanuddin Harahap.
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
1. Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini
diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai
politik dan individu,
2. Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini
diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia
mendapatkan 57 kursi DPR dan 119 kursi Konstituante (22,3 persen), Masyumi 57
kursi DPR dan 112 kursi Konstituante (20,9 persen), Nahdlatul Ulama 45 kursi
DPR dan 91 kursi Konstituante (18,4 persen), Partai Komunis Indonesia 39 kursi
DPR dan 80 kursi Konstituante (16,4 persen), dan Partai Syarikat Islam Indonesia
(2,89 persen).
Partai-partai lainnya, mendapat kursi di bawah 10. Seperti PSII (8),
Parkindo (8), Partai Katolik (6), Partai Sosialis Indonesia (5). Dua partai mendapat
4 kursi (IPKI dan Perti). Enam partai mendapat 2 kursi (PRN, Partai Buruh, GPPS,
PRI, PPPRI, dan Partai Murba). Sisanya, 12 partai, mendapat 1 kursi (Baperki, PIR
Wongsonegoro, PIR Hazairin, Gerina, Permai, Partai Persatuan Dayak, PPTI,
AKUI, PRD, ACOMA dan R. Soedjono Prawirosoedarso).
Pemilu 1955 tidak dilanjutkan sesuai jadwal pada lima tahun berikutnya,
1960. Hal ini dikarenakan pada 5 Juli 1959, dikeluarkan Dekrit Presiden yang
membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945.
Kemudian pada 4 Juni 1960, Soekarno membubarkan DPR hasil Pemilu
1955, setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan
pemerintah. Presiden Soekarno secara sepihak melalui Dekrit 5 Juli 1959
membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang
semua anggotanya diangkat presiden.

II. Mencari sitem ekonomi nasional

1. Pemikiran ekonomi nasional


Pemikiran ekonomi pada 1950an pada umumnya merupakan upaya
mengembangkan struktur perekonomian kolonial menjadi perekonomian
nasional. Upaya membangkitkan perekonomian sudah dimulai sejak kabinet
pertama di era demokrasi parlementer, Kabinet Natsir.
Perhatian terhadap perkembangan dan pembangunan ekonomi dicurahkan
oleh Soemitro Djojohadikusumo. Ia berpendapat bahwa pembangunan ekonomi
Indonesia pada hakekatnya adalah pembangunan ekonomi baru. Oleh karena
itu, pemerintah hendaknya membantu dan membimbing para pengusaha dengan
bimbingan konkret dan bantuan pemberian kredit.
Gagasan Soemitro kemudian dituangkan dalam program Kebinet Natsir
dalam wujud pencanangan Rencana Urgensi Perekonomian(RUP) yang sering
disebut dengan Plan Soemitro. Wujud dari RUP tersebut kemudian dicanangkan
Program Benteng. Program ini antara lain mencadangkan impor barang barang
tertentu bagi kelompok bisnis pribumi, serta membuka kesempatan bagi para
pedagang pribumi membangun bisnis modal di bawah perlindungan pemerintah.
Dalam pelaksanaan program benteng tersebut, muncul sebuah masalah
yaitu penyalahgunaan pemberian lisensi impor. Mereka yang menerima lisensi
bukanlah orang orang yang memiliki potensi kewirausahaan yang tinggi, namun
orang orang yang mempunyai hubungan khusus dengan kalangan birokrat yang
berwenang mendistribusikan lisensi dan kredit. Bahkan ada yang
menyalahgunakan maksud pemerintah tersebut untuk mencari keuntungan yang
cepat dengan menjual lisensi import yang dimilikinya. Penyelewengan lain dalam
program benteng ini adalah adanya perusahaan milik cina yang mendaftarkan diri
dengan atas nama orang Indonesia peribumi. Orang Indonesia hanya digunakan
untuk memperoleh lisensi, pada kenyataannya yang menjalankan lisensi tersebut
adalah perusahaan keturunan Cina. Perusahaan yang lahir dari kerja sama tersebut
dikenal sebagai perusahaan Ali-Baba.
Pemerintah melakukan usaha lain untuk meningkatkan pengusaha
pribumi, yaitu melalui gerakan asaat. Gerakan ini memberikan perlindungan
khusus bagi warga negara Indonesia Asli dalam segala aktivitas di bidang
perekonomian. Ternyata kebijakan pemerintah ini memunculkan reaksi negative.
Pemerintah melakukan upaya perbaikan jangka pendek dengan
mengurangi jumlah uang yang beredar dan mengatasi deficit anggaran. Menteri
keuangan , Syarifudin Prawiranegara mengambil kebijakan memotong uang
dengan memberlakukan nilai setengahnya untuk mata uang yang mempunyai
nominal Rp.2,50 keatas.
Upaya pembangunan ekonomi nasional juga diwujudkan melalui program
pembangunan rencana lima tahun, 1956 1960 yang disiapkan oleh BPN. Tujuan
dari rencana ini adalah mendorong kepentingan umum dan jasa pada sector public
yang hasilnya diharapkan mampu mendorong penanaman modal dalam sector
swasta.
Usaha pembangunan ekonomi nasional lainnya dijalankan dengan
kebijakan nasionalisasi perusahaan perusahaan asing. Nasionalisasi ini berupa
tindakan pancabutan hal milik Belanda atau asing yang kemudian diambil alih
sebagai hal milik pemerintah Indonesia.

2. Sistem ekonomi liberal


Sesudah pengakuan kedaulatan, Indonesia menanggung beban ekonomi
dan keuangan sebagai akhibat ketentuan ketentuan KMB : beban utang luar
negeri sebesar Rp 1.500 juta dan utang dalam negeri sebersar Rp . 2800 juta .
Struktur ekonomi yangb diwarisi berat sebelah.Ekspor masih tergantung kepada
beberapa jenis hasil perkebunan. Produksi barang barang ekspor ini dibawah
produksi sebelum perang dunia II.
Masalah jangka pendek yang harus diselesaikan oleh pemerintah adalah
mengurangi jumlah uang yang beredar dan mengatasi kenaikan biaya hidup,
sedangkan masalah panjangnya adalah pertambahan jumlah penduduk dan tingkat
hidup rendah. Beban berat ini merupakan konsekuensi dari pengakuan kekuasaan.
Defisit pemerintahan pada waktu itu Rp 5,1 miliar. Defisit ini sebagian berhasil
dikurangi dengan pinjaman pemerintah,yaitu dengan cara melakukan tindakan
keuangan pada tanggal 20 Maret 1950. Jumlah yang didapat dari pinjaman wajib
sebesar Rp 1,6 miliar. Kemudian, dengan kesepakatan Sidang Mentri Uni
Indonesia-Belanda, diperoleh kredit sebesar Rp. 200.000.000,00 dari negeri
Belanda . Pada tanggal 13 Maret di bidang perdagangan diadakan usaha untuk
memajukan ekspor dengan sistemsertifikat devisa. Tujuan pemerintah adalah untuk
merangsang ekspor. Nilai tukar rupiah dari Rp 3,80 per 1 $, menjadi Rp 7,60 untuk
setiap 1 $ untuk ekspor, dan Rp 11,40 setiap 1$ untuk impor. Sistem ini
memberikan penghasilan yang besar kepada para eksportir dalam rupiah sehingga
mereka dapat membayar lebih tinggi kepada produsen.
Karena pecahnya perang Korea, ekpor RI pada kuartal kedua meningkat
menjadi 187% pada bulan April 1950, dan 243% pada bulan Mei 1950, atau
jumlah$115 juta. Disamping usaha- usaha tersebut pemerintah juga berusaha
mendapatkan kredit dari luar negeri. Kredit ini dimaksudkan untuk pembangunan
prasarana ekonomi. Misi Menteri Kemakmuaran Ir. Juanda dari Amerika Serikat
berhasil mendapatkan kredit dari Exim Bank of Washington sejumlah $
100.000.000. Dari jumlah tersebut direalisasikan $52245.000. Jumlah ini
ditentukan untuk membangun proyek proyek pengangkutan automotif,
pembangunan jalan,telekomunikasi, pelabuhan , kereta api, dan perhubungan
udara.
Sejak tahun 1951penerimaan pemerintah mulai berkurang disebabkan
oleh menurunnya volume perdagangan Internasional. Indonesia sebagai negara
yang sedang berkembang tidak memiliki banyak barang barang ekspor lainya
kecuali perkebunan. Perkembangan ekonomi Indonesia tidak menuju ke arah yang
stabil, bahkan sebaliknya. Pengeluaran pemerintah semakin meningkat akibat tidak
stabilnya situasi politik ( perluasan program pemerintah, biaya untuk operasi-
operasi keamanan dalam negeri ), adalah sebab utama dari defisit. Disamping itu,
pemerintah sendiri tidak berhasil meningkatkan produksi dengan menggunakan
sumber- sumber yang masih ada untuk meningkatkan pendapatan nasional.Kecuali
itu, kelemahan pemerintah lainnya adalah poltik keuangannya tidak dibuat di
Indonesia tapi dirancang di Nederland. Jadi, sebab-sebab terjadinya instabilitas
tidak semata mata terletak pada perluasan program,tetapi dipengaruhi juga oleh
dua faktor di atas. Hal ini adalah akibat dari politik kolonial Belanda. Pemerintah
Belanda tidak mewariskan ahli ahli yang cukup sehingga usaha untuk mengubah
sistem ekonomi kolonoal ke ekonomi nasional tidak menghasilkan perubahan yang
drastis.
Pada tahun berikutnnya Pemerintah berusaha keras untuk meningkatkan
penghasilan negara.Kebijakan moneter ditinjau kembali sesudah pada akhir tahun
1951 Indonesia menasionaliskan De javache Bank. Usaha pemerintah adalah
menurunkan biaya ekspor dan melakukan tindakan penghematan. Defisit pada
tahun 1952 telah meningkat menjadi 3 miliar rupiah.Pada mulanya, pemerintah
tidak pernah meminta DPR untuk mengesahkan anggaran belanja. Barulah tahun
1952 rencana anggaran belanja dimintakan persetujuan DPR.
Karena defisit ini, ada kecenderungan untuk mencetak uang baru, yang
menimbulkan tendensi inflasi. Kecenderungan inflasi secara tidak langsung
menghambat produksi karena naiknya rupiah. Sejak tahun 1953 defisit anggaran
belanja pemerintah sebesar Rp 3047 juta dan peredaran uang berujumlah Rp 7,6
miliar.
Defisit yang terus menerus adalah akibat kebijakan bujeter pemerintah
yang mempunyai dua kelemahan yaitu :
1. Tidak terdapat kontinuitas dalam penerimaan karena penerimaan hanya
tergantung pada pajak pajak tidak langsung. Besar kecilnya penerimaan ini
tergantung kepada perkembangan perdagangan luar negeri.
2. Current Expedictures (pengeluaran yang sedang berjalan) meningkat akibat
perluasan program pemerintah, meluasnya birokrasi dan perkerjaan pekerjaan
yang tidak efisien.
Kebijakan yang ditempuhkemudian oleh pemerintah (Kabinet Natsir)
adalah melaksanakan industrialisasi, yang dikenal sebagai Rencana Sumitro.
Sasarannya ditekankan terutama pada pembangunan industri dasar, seperti
pendirian pabrik semen,pemintalan, karung, dan percetakan.Kebijakan ini diikuti
pula dengan usaha peningkatan produksi, pangan, perbaikan prasarana, dan
penambahan modal asing.
Pada masa Kabinet Ali Satroamidjojo I,pemerintah membentuk Biro
Perancang Negara dengan tugas merancang pembangunan jangka panjang, karena
pemerintah yang terlebih dahulu lebih menekankan pada program jangka pendek,
sehingga hasil belum bisa dirasakan oleh masyarakat. Masa kerja tiap-tiap kabinet
terlalu singkat dan programnya selalu berganti ganti mengakibatkan tidak
terdapat stabilitas politik. Tidak adanya stabilitas politik ini merupakan faktor bagi
kemerosotan ekonomi, inflasi dan lambatnya pelaksanaan pembangunan. Biro ini
dipimpin oleh Ir. Djuanda yang kemudian diangkat menjadi Menteri Perancang
Nasional. Pada bulan Mei 1956 biro ini menghasilkan Rancangan Pembangunan
Lima Tahun (RPLT) (1956-1961). Rancangan Undang- Undang tentang Rencana
Pembangunan ini disetujui oleh DPR pada tanggal 11 November 1958, yang
mempunyai daya surut sampai 1961. Akibat situasi politik dan ekonomi, Garis
garis Besar Rencana Pembangunan Lima Tahun kemudian terpaksa diubah
menjadi prioritas dan sasarannya pada tahun 1957 sesudanh diadakan Musyawarah
Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT ini diperkirakan Rp 12,5
miliar, didasarkan harapan bahwa harga dan upah buruh tidak berubah selama lima
tahun. Akan tetapi , karena adanya depresi di Amerika Serikat dan EropaBarat
pada akhir 1957 dan awal 1958, pendapatan negara menjadi mundur, karena harga
ekspor barang mentah merosot. Demikian pula perjuangan pembebasan Irian Barat
yang mendorong pemerintah untuk melaksanakan tindakan nasionalisasi
perusahaan perusahaan milik Belanda di Indonesia pada bulan Desember 1958,
turut pula mempengaruhi. Faktor politik lainnya yang memberatkan pelaksanaan
RPLT adalah ketegangan antara pusat dan daerah, serta adanya barter gelap yang
bertendensi melaksanakan pembanngunan.
Ketegangan antara pusat dan daerah ini dapat diredakan untuk sementara
waktu dengan diadakannya Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap).
Djuanda yang sementara itu telah menjadi perdana menteri memberikan
kesempatan kepada Munap untuk mengubah rencana pembangunan itu agar
pembangunan yang menyeluruh dalam jangka panjang.Namun, pelaksanaan
pembangunan ini dihambat oleh kesulitan administratif, khususnya penentuan
prioritas . Ketegangan politik yang timbul tidak dapat diredakan lagi dan akhirnya
pecah pemberontakan PRRI/Permesta. Untuk menumpas pemberontakan ini
diperlukan biaya besar. Akibat langsungnya adalah meningkatnya defisit dan
ekspor menunjukan tren menurun.Persentase defisit dari tahun 1959 adalah 20%
pada tahun 1960 meningkat menjadi 100%. Sementara itu, ketegangan politik
antara Indonesia dan Belanda juga memuncak menuju konfrontasi senjata.

III. Nilai-nilai
1. Aktif menggunakan ide, gagasan, dan pikiran
2. Harus memmiliki motivasi untuk maju dan berkembang untuk lebih dewasa
3. Mengembangkan kepekaan terhadap lingkungan
4. Mengembangkan derajat kesehatan jasamani dan rohani
5. Memahami perasaannya sehingga dapat memahami perasaan orang lain
6. Mempunyai kemauan untuk belajar berorganisasi melalui wadah yang ada di
sekolah
7. Menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat dalam mengatur kegiatan ekonomi
8. Setiap individu bebas memiliki sumber-sumber produksi
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/358572304/Bab-3-Sistem-Dan-Struktur-Politik-
Dan-Ekonomi-Masa-Demokrasi-Terpimpin-1959-1965-Rtf-rtf
file:///C:/Users/user/Downloads/makalahsejarahkel5-160823165750.pdf

Anda mungkin juga menyukai