Anda di halaman 1dari 8

ANALISI KONTRAK

LEMBAGA PEMBIAYAAN NON BANK

Kurangnya pengawasan dan tidak adanya ketegasan lembaga tersebut membuat


integritas perlindungan hukum terhadap konsumen menjadi abstrak. Akibatnya
masyarakat sebagai konsumen mengalami kerugian materiil dan imateriil.
Berikut analisi dan perbuatan-perbuatan melawan hukum lembaga pembiayaan
(termasuk Oto Finance).

1. Kontrak penjanjian ditandatangani tidak dihadapan notaris (tidak ada akta


notaril), berarti bahwa kekuatan pembuktian perjanjian dibawah tangan
dikategorikan tidak memiliki kekuatan hukum. Dasar Hukum, Pasal 1320
KUHPerdata, bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya syarat
objektif, salah satu unsur objektif adalah perjanjian yang dibuat harus mempunyai
kekuatan hukum. Jika syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian yang
dibuat batal demi hukum. Artinya bahwa dimata hukum perjanjian itu dianggap
tidak ada, dan tidak ada hak/kewajiban pihak manapun untuk melakukan
pemenuhan perjanjian. UU No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, disebutkan
bahwa didalam proses pembuatan satu akta harus: dihadiri oleh para penghadap,
dihadiri oleh paling sedikit sua saksi, dibacakan saat itu juga oleh notaris didepan
para penghadap dan saksi, ditandatangani saat itu juga oleh notaris dan kedua
penghadap serta kedua saksi tersebut, dan masing-masing pihak diberikan salinan
akta tersebut.

2. Didalam kontrak penjanjian antara finance dengan konsumen disebutkan


bahwa perjanjian tersebut dibuat dengan Penyerahan Hak Milik Secara
FIDUSIA, tetapi perjanjian FIDUSIA tersebut tidak didaftarkan di Kantor
Pendaftaran Fidusia untuk mendapatkan SERTIFIKAT FIDUSIA. Dasar
Hukum, UU No.42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah
No. 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Fidusia dan Biaya Pembuatan
Akta Jaminan Fidusia, disebutkan salah satu Syarat Pendaftaran Fidusia adalah
adanya salinan Akta Notaril. Sedangkan kontrak perjanjian yang dibuat
dibawah tangan, sehingga tidak memiliki akta notaril, maka tidak bisa dibuatkan
Sertifikat Fidusia.
3. Didalam kontrak penjanjian antara finance dengan konsumen dicantumkan
Klausula Baku yang sudah dibuat dan disiapkan terlebih dahulu secara sepihak.
Didalam klausula baku tersebut dinyatakan bahwa konsumen memberikan kuasa
kepada finance untuk melakukan segala tindakan terkait objek jaminan fidusia
tersebut. Dengan dalih berdasarkan kuasa dari konsumen dalam klausula baku
yang dicantumkan didalam perjanjian dibawah tangan, pihak finance membuat
akta notaril dan sertifikat fidusia secara sepihak, sehingga konsumen tidak
memegang salinan akta notaril dan sertifikat fidusia, karena konsumen tidak turut
serta menghadap notaris, melainkan dikuasakan kepada pihak finance.

Dasar hukum, UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal


18 ayat 1, disebutkan : Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang
ditujukan untuk diperdagangkan dilarang mencantumkan klausula baku pada
setiap dokumen atau perjanjian apabila menyatakan pemberian kuasa konsumen
kepada pihak pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli
konsumen secara angsuran. Dan menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa
kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak
jaminan terhadap barang yang dibeli konsumen secara angsuran. Sanksi
pelanggaran di atur dalam Pasal 62 UU No. 8 tahun 1999 yaitu, Pidana penjara
paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak 2 milyar rupiah.

4. Jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat fidusia atau dibuatkan


sertifikat fidusia tetapi dibuat secara sepihak, maka objek jaminan fidusia tersebut
Tidak Mempunyai Hak Eksekusi Langsung (Parate Eksekusi). Jadi ketika
konsumen dinyatakan wan prestasi, maka pihak finance tidak bisa melakukan
eksekusi terhadap objek jaminan fidusia tersebut. Fakta dilapangan pihak finance
justru melakukan eksekusi sepihak tanpa melalui instansi pemerintahan terkait dan
berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku. Terlebih pihak finance
memakai jasa debt collector untuk melakukan eksekusi.

- Dasar Hukum, Padahal perbuatan mereka bisa dikategorikan Perbuatan


Melawan Hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, dan
menurut pasal ini konsumen dapat melakukan gugatan ganti rugi.

- Tata cara eksekusi jaminan fisudia menurut UU No. 42 tahun 1999.

i. Pelelangan Umum

Eksekusi objek jaminan fidusia dilaksanakan oleh penerima fidusia tanpa


intervensi dari Pengadilan negeri. Penerima fidusia dapat langsung melakukan
penjualan objek jaminan fidusia. Penjualan tersebut harus dilakukan melalui
pelelangan umum oleh Kantor Lelang/Pejabat Lelang. Penerima fisudia berhak
mengambil pelunasan utang dari hasil penjualan tersebut dengan
mengesampingkan kreditor konkuren berdasarkan hak preferer yang dimilikinya.
ii. Penjualan di Bawah Tangan

Syarat dalam melakukan eksekusi objek jaminan fidusia di bawah tangan, yaitu :
a. Penjualan tersebut harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
(pemberi dan penerima fidusia)

b. Dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.


c. Pelaksanaan penjualan hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan
sejak diberitahukan secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
d. Diumumkan sedikit-dikitnya melalui 2 (dua) surat kabar setempat.

Penyimpangan dan perbuatan-perbuatan melawan hukum tersebut diatas


adalah bentuk nyata pelanggaran lembaga pembiayaan/finance (termasuk Adira
Finance). Jika lembaga pemerintah terkait masih lemah dalam pengawasan dan
tidak tegas mengambil sikap dengan memberikan sanki, maka lagi-lagi masyarakat
atau konsumen menjadi pihak yang selalu menjadi korban. Apabila pembiaran
terjadi, maka stigma berikutnya akan membentukan persepsi negative handling
objection atau keberatan-keberatan yang akan diajukan oleh masyarakat sebagai
penanggung akibat melalui visualisasi bahkan direalisasikan dengan berbagai
bentuk versi, menimbulkan akibat hukum yang komplek dan beresiko tinggi.

Perbuatan melawan hukum dan tindakan sepihak serta arogansi debt collector
yang terus terjadi menimbulkan keresahan ditengah masyarakat, sehingga
membentuk gumpalan akumulasi kekecewaan. Mungkin saat ini masih dalam
bentuk otokritik tidak langsung. Tetapi semakin lama, walaupun pelan tapi pasti
akan terjadi perlawanan dan penyerangan balik secara sistematis oleh masyarakat
terhadap aturan dan system perusahaan pembiayaan/finance yang tidak sesuai
dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Sudah jelas telah banyak
merugikan Negara dan masyarakat sebagi konsumen. Praktek begini tentu saja
tidak dapat dibiarkan terus ada dan bertahan terlalu lama perlu perubahan supaya
integritas legalitas hukum perlindungan masyarakat sebagai konsumen tidak lagi
abstrak. (Nurdiansyah)

Anda mungkin juga menyukai