Anda di halaman 1dari 8

ANALISI KONTRAK

LEMBAGA PEMBIAYAAN NON BANK

Saat ini banyak lembaga pembiayaan (finance) menyelenggarakan


pembiayaan bagi konsumen (consumer finance). Lembaga pembiayaan ini
dikategorikan dalam LEMBAGA PEMBIAYAAN NON BANK yang prosedur
pelaksanaannya telah diatur oleh pemerintah dalam undang-undang dan
peraturan pemerintah. Namun fakta dilapangan dalam pelaksanaannya
lembaga pembiayaan tersebut tidak mematuhi aturan perundang-
undangan yang berlaku, serta melakukan perbuatan tidak kesesuaian dan
perbuatan-perbuatan melawan hukum, diantaranya adalah dalam kontrak
perjanjian fiducia yang terlampir :

a. Lembaga pembiayaan tersebut melakukan kontrak perjanjian


dengan konsumen tidak di hadapan notaris, sehingga hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai perjanjian dibawah
tangan karena tidak ada akta notaris sebagai KEKUATAN HUKUM
atas perjanjian tersebut. Di dalam pasal 1320 KUHPerdata
disebutkan salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya
syarat objektif, yang salah satu unsur dari syarat objektif tersebut
adalah perjanjian yang dibuat harus mempunyai KEKUATAN
HUKUM. Jika syarat objektif tersebut tidak terpenuhi maka
perjanjian yang dibuat batal demi hukum. Artinya perjanjian itu
dianggap tidak ada, dan tidak ada hak untuk pihak manapun
melakukan penuntutan pemenuhan perjanjian tersebut di mata
hukum. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam prakteknya leasing
telah dengan sengaja melanggar pasal 1320 KUHPerdata.
b. Didalam perjanjian kontrak antara finance dengan konsumen di
sebutkan bahwa perjanjian tersebut dibuat dengan penyerahan
hak milik secara Fidusia, tetapi perjanjian fidusia tersebut tidak
didaftarkan dikantor pendaftaran fidusia untuk mendapatkan
sertifikat fidusia. Sedangkan di dalam UU No. 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia dan PP No. 86 Tahun 2000 tentang Tata
cara Pendaftaran Fidusia dan Biaya Pendaftaran Fidusia disebutkan
salah satu syarat pendaftaran Fidusia adalah adanya salinan Akta
Notaris yang disebutkan di atas. Dikarenakan perjanjian tersebut
dibuat dibawah tangan sehingga tidak ada akta notaris maka tidak
bisa dibuatkan sertifikat fidusia. Jadi dapat disimpulkan bahwa
leasing telah dengan sengaja melanggar UU No. 42 Tahun 1999 Jo
PP No. 86 Tahun 2000.
c. Didalam perjajian antara pihak finance dengan konsumen
dicantumkan Klausula Baku. (Yang dimaksud klausula baku adalah
aturan yang telah dibuat atau disiapkan terlebih dahulu secara
sepihak) dan di dalam klausula baku tersebut dinyatakan bahwa
konsumen memberikan kuasa kepada finance untuk melakukan
segala tindakan terkait objek jaminan fidusia tersebut. Dengan dalih
berdasarkan kuasa dari konsumen dalam klausula baku yang
dicantumkan di dalam perjanjian dibawah tangan tersebut, pihak
finance membuat akta notaris dan sertifikat fidusia secara sepihak,
sehingga konsumen tidak memegang salinan akta notaris dan
sertifikat fidusia tersebut karena konsumen tidak turut serta
menghadap notaris, melainkan dikuasakan kepada pihak finance.
Sementara di dalam pasal 18 ayat 1 UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen disebutkan : pelaku usaha dalam
menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen atau perjanjian apabila Menyatakan pemberian kuasa dari
konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan
dengan barang yang di beli konsumen secara angsuran. Dan
Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli konsumen secara angsuran. Dalam
poin ini bisa dikatakan bahwa leasing telah dengan sengaja
melakukan penyimpangan dan pelanggaran terhadap Pasal 18 UU
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan jeratan
sangsi pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling
banyak 2 Milyar rupia, sebagai mana dimaksud dalam pasal 62 UU
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
d. Dan di dalam UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
disebutkan bahwa didalam proses pembuatan satu akta harus
dihadiri oleh para penghadap, dihadiri oleh paling sedikit dua saksi,
dibacakan saat itu juga oleh notaris di depan para penghadap dan
saksi, di tanda tangani saat itu juga oleh notaris dan kedua
penghadap serta kedua saksi tersebut, dan masing-masing pihak
diberikan salinan akta tersebut.
e. Jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat fidusianya atau yang
sertifikat fidusianya dibuat secara sepihak maka objek jaminan
fidusia tersebut tidak mempunyai hak eksekusi langsung (parate
eksekusi). Maka disaat terjadi Wan Prestasi atau kemacetan dari
konsumen pihak finance tidak bisa melakukan eksekusi terhadap
objek jaminan fidusia tersebut. Fakta di lapangan pihak finance
justru melakukan eksekusi secara sepihak tanpa melalui instansi
pemerintahan terkait dan berdasarkan aturan perundang-undangan
yang berlaku, biasanya pihak finance menggunakan tangan-tangan
Debt Collector untuk melakukan eksekusi, Padahal perbuatan
mereka tersebut bisa dikategorikan Perbuatan Melawan hukum
(PMH) sebagaimana disebutkan dalam pasal 1365 KUHPerdata, dan
konsumen pun dapat melakukan gugatan ganti ruggi menurut pasal
ini.

Bahkan dalam konsep hukum pidana, eksekusi objek jaminan fidusia


yang dilakukan dibawah tangan masuk dalam tindak pidana apabila pihak
finance melalui tangan Debt Collector tersebut melakukan intimidasi,
menakut-nakuti, serta melakukan pemaksaan dan ancaman perampasan,
sebagai mana disebutkan dala pasal 368 KUHPidana. Pasal ini
menyebutkan : barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain, secara melawan hukum memaksa seseorang
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menyerahkan atau
memberikan sesuatu barang, yang sepenuhnya atau sebagian adalah milik
orang itu atau orang lain, untuk supaya membuat hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama
Sembilan bulan. Ketentuan pasal 365 ayat dua, tiga, dan empat berlaku
juga untuk kejahatan ini.

Berdasarkan penyimpangan dan perbuatan melawan hukum tersebut


diatas maka menimbulkan akibat hukum yang komplek dan beresiko
tinggi. Perbuatan melawan hukum, dan tindakan sepihak, serta arogansi
debt collector yang terus terjadi menimbulkan keresahan di tengah
masyarakat. Sehingga terjadilah perlawanan dan penyerangan secara
sistematis yang dilakukan oleh sebagian banyak masyarakat terhadap
aturan dan sisitem perusahaan leasing yang tidak sesuai dengan aturan
perundang-undangan yang berlaku dan dengan jelas telah merugikan
Negara dan masyarakat sebagai konsumen.

Anda mungkin juga menyukai