MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web PDF
MI-1 Program Pengendalian TB Rev HBS-web PDF
Uraian Materi
1
Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
HK.02.02/MENKES/305/2014 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata
Laksana Tuberkulosis merupakan acuan bagi dokter yang terlibat dalam penanganan
tuberkulosis pembuat keputusan klinis, institusi pendidikan dan kelompok profesi
terkait untuk menyusun panduan praktik klinis/standar prosedur operasional dalam
penanganan tuberkulosis di fasilitas pelayanan kesehatan.
Dengan diterbitkannya peraturan ini diharapkan semua dokter yang terlibat dalam
penanganan tuberkulosis pembuat keputusan klinis, institusi pendidikan dan kelompok
profesi terkait dapat mempedomani peraturan tersebut dalam melayani pasien TB
Modul ini akan membahas tentang Lima komponen Strategi DOTS,Kegiatan dan hasil
kegiatan,Tantangan,Pengorganisasian,Pengaruh infeksi HIV terhadap masalah TB,TB
resitan obat, International Standards for TB Care (ISTC) dan Piagam Hak dan
Kewajiban Pasien TB
2
Kegiatan Belajar 1
GAMBARAN UMUM TB
Pokok Materi
1. Patogenesis dan Penularan TB
2. Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia
3. Risiko Menjadi Sakit TB dan Pengaruh HIV-AIDS terhadap Masalah TB
Uraian Materi
3
Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam
jangka waktu lama pada suhu antara 4C sampai -70C.
Sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet akan
mati dalam beberapa menit.
Dalam dahak pada suhu antara 30 37C akan mati lebih kurang 1
minggu.
Dapat bersifat dormant (tidur / tidak berkembang).
b. Cara Penularan TB
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percikan dahak
yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan
hasil pemeriksaan BTA negatif tidak dapat menularkan, karena
sensitivitas dengan pemeriksaan mikroskopis hanya 60%.
Infeksi akan terjadi bila seseorang menghirup udara yang mengandung
percikan dahak pasien TB.
Pada waktu pasien batuk,bersin dan bicara dapat mengeluarkan
sampai satu juta percikan dahak (droplet nuclei).
a. Paparan
4
b. Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6 14 minggu setelah
infeksi
Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup
dalam lesi tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali.
Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi
sebelum penyembuhan lesi
c. Sakit TB
Faktor risiko untuk Konsentrasi / jumlah kuman yang
menjadi sakit TB adalah terhirup
tergantung dari : Lamanya waktu sejak terinfeksi
Usia seseorang yang terinfeksi
Tingkat daya tahan tubuh seseorang.
Seseorang dengan daya tahan tubuh
yang rendah diantaranya infeksi
HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk)
akan memudahkan berkembangnya TB
aktif (sakit TB).
d. Meninggal dunia
Faktor risiko kematian Akibat dari keterlambatan diagnosis dan
karena TB: atau kesalahan diagnosis
Pengobatan tidak adekuat
Adanya kondisi kesehatan awal yang
buruk atau penyakit penyerta
Catatan: Pasien TB tanpa pengobatan selama 5 tahun, 50% akan
meninggal dan risiko ini akan meningkat pada pasien dengan HIV
positif.
Faktor risiko kejadian TB, secara ringkas digambarkan pada gambar berikut:
transmisi
Jumlah kasus TB BTA+
Faktor lingkungan : Risiko menjadi TB bila
Ventilasi dengan HIV:
Kepadatan 5-10% setiap tahun
Dalam ruangan >30% lifetime
SEMBUH
Faktor Perilaku
HIV(+)
KRONIS/
TB RESISTEN
OBAT
TERPAJAN INFEKSI
10%
TB MATI
Konsentrasi Kuman Keterlambatan diagnosis
Lama kontak dan pengobatan
Malnutrisi Tatalaksana tak memadai
Penyakit DM, Kondisi kesehatan
immunosupresan
6
Kegiatan Belajar 2
LIMA KOMPONEN STRATEGI DOTS,
Tujuan umum
Peserta mampu menjelaskan lima komponen strategi DOTS
Tujuan khusus
Peserta mampu menjelaskan tentang strategi DOTS dan lima komponen strategi DOTS
Pokok Materi
1. Apakah Strategi DOTS itu ?
2. Lima komponen strategi DOTS
Uraian Materi
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada tahun 1993 WHO menyatakan Global
Emergency TB, dan merekomendasikan pengendalian TB dengan strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Short-course).
Penerapan yang efektif kelima strategi DOTS akan dapat mengurangi penularan
TB, mengurangi risiko terjadinya multy drug resistance (MDR), mengurangi risiko
gagal pengobatan, kambuh (relaps) TB dan kematian akibat TB.
Uraian berikut menunjukkan kelima komponen strategi DOTS, metode dan alasannya.
8
Kegiatan Belajar 3
SITUASI TB DI DUNIA DAN INDONESIA
Pokok Materi
1. Situasi TB di Dunia
2. Situasi TB di Indonesia
Uraian Materi
2. Situasi TB di Indonesia
Tuberkulosis atau TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
menjadi tantangan global. Tahun 2013 Indonesia termasuk dalam 5 besar Negara
dengan beban TB terbanyak didunia.
9
Capaian kegiatan program TB Indonesia berdasarkan data Global TB Report
2013 yang dikeluarkan WHO, Perkiraan beban kasus TB tahun 2012 dengan
insidensi 185/100.000 (460.000), Prevalensi 297/100.000 (730.000) dan Angka
kematian 27/100.000 (67.000 tanpa HIV dan 21.000 dengan HIV+).
10
Kegiatan Belajar 4
KEGIATAN DAN HASIL KEGIATAN PROGRAM PENGENDALIAN TB.
Pokok Materi
1. Kegiatan
2. Hasil Kegiatan.
Uraian Materi
1. Kegiatan Program Pengendalian TB :
Kegiatan utama dalam program pengendalian TB yaitu: (hyperlink ke BPN bab II:
poin kegiatan)
a. Tatalaksana TB paripurna
1) Promosi Tuberkulosis
2) Pencegahan Tuberkulosis
3) Penemuan Pasien Tuberkulosis
4) Pengobatan Pasien Tuberkulosis
5) Rehabilitasi Pasien Tuberkulosis
b. Manajemen program
1) Perencanaan program pengendalian Tuberkulosis
2) Monitoring dan evaluasi program TB
3) Pengelolaan logistic program engendalian TB
4) Pengembangan ketenagaan program TB
5) Promosi program TB
c. Pengendalian TB komprehensif
1) Penguatan layanan laboratorium TB
2) Public-Private Mix TB
3) Kelompok rentan : pasien Diabetes MMelitus (DM),ibu hamil,gizi buruk.
4) Kolaborasi TB-HIV
5) TB anak
6) Pemberdayaan masyarakat dan pasien
7) Pendekatan Praktis Kesehatan paru
8) Manajemen terpadu pengendalian TB resistan obat
9) Penelitian TB.
11
Dari 3 kegiatan utama tersebut diatas, ada yang sudah diuraikan pada MD 1, yang
terkait dengan peran DPM adalah:
a. Untuk tata laksana TB paripurna, yang akan dipelajari adalah tentang:
1) Penemuan Kasus Tuberkulosis
Inti dari penemuan kasus TB pada pemeriksaan mikroskopis dahak. Uraian
detail tentang penemuan kasus akan dipelajari pada materi inti 2
2) Pengobatan Pasien TB
Pengobatan pasien TB harus memenuhi prinsip2 pengobatan dan pasien
yg diobati harus pantau sampai selesai pengobatan.
3) Pengendalian Infeksi pada sarana layanan
Mengingat TB adalah penyakit menular maka pengendalian infeksi penting
dilaksanakan di semua faskes yang melayani pasien TB termasuk DPM,
uraian lengkap tentang materi ini akan dipelajari pada materi inti 5
2. Hasil Kegiatan:
Hasil kegiatan program TB ditatat dikompilasi dan diolah setiap Triwulan. Tingkat
keberhasilan program TB di setiap tingkat administrasi dapat dilihat pada beberapa
indikator sebagai berikut:
12
a. Case Notifikasi Rate (CNR)
Angka ini menunjukan jumlah seluruh pasien TB yang ditemukan dan tercatat
diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Semakin tinggi pasien TB
yang yang ditemukan maka aksesibitas program TB menjadi lebih besar.Berikut
ini adalah hasil cakupan CNR TB nasional tahun 2014.
13
b. Case Detection Rate (CDR).
Angka ini menunjukan besaran kasus TB baru yang ditemukan di setiap wilayah
dibandingkan dengan perkiraan jumlah kasus TB yang ada di wilayah tersebut.
Angka ini juga menunjukan aksesibitas program TB.
Berikut CDR TB tahun 2014.
14
c. Angka Keberhasilan Pengobatan /Sukses Rate.
Angka ini merupakanprosentase pasien baru TB Paru Terkonfirmas Bakterioogis
yang menyelesaikan pengobatan ( baik sembuh maupun lengkap) diantara
pasien baru TB Paru Terkonfirmasi yang tercatat.
Sukses rate merupakan inidikator penting untuk mengukur proses manajemen
kasus TB.
15
d. Angka Kesembuhan/ Cure Rate.
Angka kesembuhan merupakan prosentase pasien baru TB Paru Terkonfirmas
Bakterioogis yang sembuh setelah menyelesaikan pengobatan diantara pasien
baru TB Paru Terkonfirmasi yang tercatat.
Angka ini menunjukan output yang sebenarnya dari program TB.
Semakin tinggi nilai kesembuhan menunjukan keberhasilan sebenarnya dari
program TB
Berikut adalah Cure Rate program pengendalian TB Nasional.
16
Kegiatan Belajar 3
TANTANGAN PROGRAM PENGENDALIAN TB.
Pokok Materi .
1. Pengaruh infeksi HIV terhadap masalah TB
2. Pengaruh TB resistan obat
3. Pengaruh merokok dan diabetes terhadap pasien TB
Uraian Materi
Indonesia sudah mencapai beberapa target MDGs namun masih ada tantangan yang
harus dihadapi antara lain adanya: Pengaruh infeksi HIV terhadap masalah TB,
Pengaruh TB resistan obat, beberapa isu baru seperti diabetes dn TB merokok.
17
c. pembuat kebijakan, informasi tidak sampai pada tingkat pelayanan primer,
tidak terjaminnya kesinambungan penyediaan obat yang berkualitas.
18
Kegiatan Belajar 6
PENGORGANISASIAN P2TB
Pokok Materi
1. Pengorganisasian P2TB menurut Aspek manajemen program:
2. Pengorganisasian P2TB menurut Aspek Tatalaksana pasien TB:
Uraian Materi
1. Pengorganisasian P2TB menurut Aspek manajemen program:
1) Tingkat Pusat
Upaya pengendalian TB dilakukan melalui Gerakan Terpadu Nasional
Pengendalian Tuberkulosis (Gerdunas TB) yang merupakan forum kemitraan
lintas sektor dibawah koordinasi Menko Kesra.dan Menteri Kesehatan R.I.
sebagai penanggung jawab teknis upaya pengendalian TB yang dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
2) Tingkat Provinsi
Di tingkat provinsi dilaksanakan oleh tim Gerdunas-TB Provinsi yang dalam
pelaksanaan dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.
19
2. Aspek Tatalaksana pasien TB:
Dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik/ BP4/BKPM/ BBKPM dan Dokter
Praktik Swasta (DPS).
a. Puskesmas
Puskesmas Dalam pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk kelompok Puskesmas
Pelaksana (KPP) yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM),
dengan dikelilingi oleh kurang lebih 5 (lima) Puskesmas Satelit (PS).
Pada keadaan geografis yang sulit, dapat dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri
(PPM) yang dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.
b. Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum, Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4), dan klinik
lannya dapat melaksanakan semua kegiatan tatalaksana pasien TB.
Uraian lengkap tentang pengorganisasian tersebut akan dipelajari pada materi inti 5
20
Kegiatan Belajar 7
PENGARUH INFEKSI HIV TERHADAP MASALAH TB
Pokok Materi .
1. Risiko Menjadi Sakit TB
2. Pengaruh HIV-AIDS terhadap Masalah TB.
Uraian Materi
1. Risiko menjadi sakit TB
Koinfeksi TB sering terjadi pada orang dengan HIV AIDS (ODHA). Orang dengan
HIV mempunyai kemungkinan sekitar 30 kali lebih berresiko untuk sakit TB
dibandingkan denganorang yang tidak terinfeksi HIV. Lebih dari 25 % kematian
pada ODHA disebabkan oleh TB. Pada tahun 2012,sekitar 320.000 orang
meninggal karena HIV terkait dengan TB. Faktor yang mempengaruhi
kemungkinan seseorang menjadi sakit TB adalah daya tahan tubuh yang rendah,
diantaranya akhibat infeksi HIV-AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
21
jumlah orang yang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan
meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Sebagai upaya menghadapi perkembangan global menuju 3 zeroes ( zero new
infection,zero deaths,zero stigma discrimination) Kementerian Kesehatan RI telah
menerbitkan Permenkes No. 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV AIDS
menyusun strategi penanggulangan HIV AIDS secara menyeluruh dan terpadu.
Pasal 24 pada Permenkes tersebut menyebutkan bahwa setiap orang
dewasa,remaja dan anak-anak yang dating ke faskesdengan tanda,gejala, atau
kondisi medis yang mengindikasikan atau patut diduga telah terjadi infeksi HIV
terutama asien denga riwayat penyakit TB dan IMS ditawarkan untuk pemeriksaan
HIV melalui KTS atau TIPK.
22
Kegiatan Belajar 8
TB RESISTAN OAT
Pokok Materi
1. Definisi TB Resistan Obat ?
2. Kategori Resistan Obat
3. Penyebab terjadinya TB Resisten Obat.
4. Krieteria Terduga TB Resistan Obat
Uraian Materi
1. Definisi TB Resistan Obat
23
Ekstensif Drug Resistan (XDR):
TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu obat golongan
fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin,
kanamisin, dan amikasin).
Total Drug Resistan (Total DR).
Resistansi terhadap semua OAT (lini pertama dan lini kedua) yang sudah
dipakai saat ini.
Suspek TB Resistan Obat adalah semua orang yang mempunyai gejala TB yang
memenuhi satu atau lebih kriteria suspek di bawah ini:
a. Pasien TB gagal pengobatan kategori 2
b. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah diobati
c. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB Non DOTS, dan
menggunakan pengobatan kuinolon dan obat suntik kini 2 minimal 1 bulan
d. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal
e. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah 3 bulan
pengobatan
f. Pasien TB kasus kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2
g. Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/default)
24
h. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB
Resistan Obat
i. Pasien koinfeksi TB-HIV yang tidak respon terhadap pemberian OAT
25
Kegiatan Belajar 9
INTERNATIONAL STANDARDS FOR TB CARE (ISTC)
Pokok Materi
1. International Standards for Tuberculosis Care (ISTC)
2. Standar diagnosis
3. Standar pengobatan
4. Standar penanganan TB dengan infeksi HIV dan kondisi komorbid lain
5. Standar kesehatan masyarakat
Uraian Materi
Terdapat penambahan standar dari 17 standar menjadi 21 standar yang terdiri dari:
Prinsip dasar ISTC tidak berubah. Penemuan kasus dan pengobatan tetap menjadi
hal utama. Selain itu juga tanggungjawab penyedia pelayanan kesehatan untuk
menjamin pengobatan sampai selesai dan sembuh. Seperti halnya pada edisi
sebelumnya, edisi 2009 ini tetap konsisten berdasarkan rekomendasi internasional
dan dimaksudkan untuk melengkapi bukan untuk menggantikan rekomendasi lokal
atau nasional.
26
STANDAR UNTUK DIAGNOSIS
Standar 1
Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih, yang tidak jelas
penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis.
*) lihat addendum
Standar 2
Semua pasien (dewasa, remaja, dan anak) yang diduga menderita tuberkulosis paru
harus menjalani pemeriksaan dahak mikroskopik minimal 2 kali yang diperiksa di
laboratorium yang kualitasnya terjamin. Jika mungkin paling tidak satu spesimen harus
berasal dari dahak pagi hari.
*) lihat addendum
Standar 3
Pada semua pasien (dewasa, remaja, dan anak) yang diduga menderita tuberkulosis
ekstra paru, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil untuk
pemeriksaan mikroskopik, biakan, dan histopatologi.
*) lihat addendum
Standar 4
Semua orang dengan temuan foto toraks diduga tuberkulosis seharusnya menjalani
pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.
Standar 5
Diagnosis tuberkulosis paru sediaan apus dahak negatif harus didasarkan kriteria berikut:
minimal dua kali pemeriksaan dahak mikroskopik negatif (termasuk minimal 1 kali dahak
pagi hari); temuan foto toraks sesuai tuberkulosis; dan tidak ada respons terhadap
antibiotika spektrum luas (catatan: fluorokuinolon harus dihindari karena aktif terhadap
M. tuberculosis complex sehingga dapat menyebabkan perbaikan sesaat pada penderita
tuberkulosis). Untuk pasien ini biakan dahak harus dilakukan. Pada pasien yang sakit
berat atau diketahui atau diduga terinfeksi HIV, evaluasi diagnostik harus disegerakan
dan jika bukti klinis sangat mendukung ke arah tuberkulosis, pengobatan tuberkulosis
harus dimulai.
27
Standar 6
Pada semua anak yang diduga menderita tuberkulosis intratoraks (yakni paru, pleura,
dan kelenjar getah bening mediastinum atau hilus), konfirmasi bakteriologis harus
dilakukan dengan pemeriksaan dahak (dengan cara batuk, kumbah lambung, atau
induksi dahak) untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan. Jika hasil bakteriologis
negatif, diagnosis tuberkulosis harus didasarkan pada kelainan radiografi toraks sesuai
tuberkulosis, riwayat terpajan kasus tuberkulosis yang menular, bukti infeksi tuberkulosis
(uji tuberkulin positif atau interferon gamma release assay) dan temuan klinis yang
mendukung ke arah tuberkulosis. Untuk anak -yang diduga menderita tuberkulosis ekstra
paru, spesimen dari lokasi yang dicurigai harus diambil untuk dilakukan pemeriksaan
mikroskopik, biakan, dan histopatologis.
*) lihat addendum
28
STANDAR UNTUK PENGOBATAN
Standar 7
Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban tanggung jawab
kesehatan masyarakat yang penting untuk mencegah penularan infeksi lebih lanjut dan
terjadinya resistensi obat. Untuk memenuhi tanggung jawab ini praktisi tidak hanya wajib
memberikan paduan obat yang memadai tetapi juga memanfaatkan pelayanan
kesehatan masyarakat lokal dan sarana lain, jika memungkinkan, untuk menilai
kepatuhan pasien serta dapat menangani ketidakpatuhan bila terjadi.
Standar 8
Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah diobati harus
diberi paduan obat yang disepakati secara internasional menggunakan obat yang
bioavailabilitasnya telah diketahui. Fase inisial seharusnya terdiri dari isoniazid,
rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Fase lanjutan seharusnya terdiri dari isoniazid
dan rifampisin yang diberikan selama 4 bulan. Dosis obat anti tuberkulosis yang
digunakan harus sesuai dengan rekomendasi internasional. Kombinasi dosis tetap yang
terdiri dari kombinasi 2 obat (isoniazid dan rifampisin), 3 obat (isoniazid, rifampisin, dan
pirazinamid), dan 4 obat (isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol) sangat
direkomendasikan.
Standar 9
29
Standar 10
Respons terhadap terapi pada pasien tuberkulosis paru harus dimonitor dengan
pemeriksaan dahak mikroskopik berkala (dua spesimen) saat fase inisial selesai (dua
bulan). Jika apus dahak positif pada akhir fase inisial, apus dahak harus diperiksa
kembali pada bulan ketiga dan jika positif, biakan dan uji resistensi terhadap isoniazid
dan rifampisin harus dilakukan. Pada pasien tuberkulosis ekstra paru dan pada anak,
penilaian respons pengobatan terbaik adalah secara klinis.
Standar 11
Standar 12
Pasien yang menderita atau kemungkinan besar menderita tuberkulosis yang disebabkan
kuman resisten obat (khususnya MDR/XDR) seharusnya diobati dengan paduan obat
khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua. Paduan obat yang dipilih
dapat distandarisasi atau sesuai pola sensitivitas obat berdasarkan dugaan atau yang
telah terbukti. Paling tidak harus digunakan empat obat yang masih efektif, termasuk
obat suntik, harus diberikan paling tidak 18 bulan setelah konversi biakan. Tindakan yang
berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap
pengobatan. Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam
pengobatan pasien dengan MDR/XDR TB harus dilakukan.
Standar 13
Rekaman tertulis tentang pengobatan yang diberikan, respons bakteriologis, dan efek
samping seharusnya dibuat untuk semua pasien.
30
STANDAR UNTUK PENANGANAN TB DENGAN INFEKSI HIV
DAN KONDISI KOMORBID LAIN
Standar 14
Uji HIV dan konseling harus direkomendasikan pada semua pasien yang menderita atau
yang diduga menderita tuberkulosis. Pemeriksaan ini merupakan bagian penting dari
manajemen rutin bagi semua pasien di daerah dengan prevalensi infeksi HIV yang tinggi
dalam populasi umum, pasien dengan gejala dan/atau tanda kondisi yang berhubungan
HIV, dan pasien dengan riwayat risiko tinggi terpajan HIV. Mengingat terdapat hubungan
yang erat antara tuberkulosis dan infeksi HIV, pada daerah dengan prevalensi HIV yang
tinggi pendekatan yang terintegrasi direkomendasikan untuk pencegahan dan
penatalaksanaan kedua infeksi.
Standar 15
Semua pasien dengan tuberkulosis dan infeksi HIV seharusnya dievaluasi untuk
menentukan perlu/tidaknya pengobatan anti retroviral diberikan selama masa
pengobatan tuberkulosis. Perencanaan yang tepat untuk mengakses obat anti retroviral
seharusnya dibuat untuk pasien yang memenuhi indikasi. Bagaimanapun juga
pelaksanaan pengobatan tuberkulosis tidak boleh ditunda. Pasien tuberkulosis dan infeksi
HIV juga seharusnya diberi kotrimoksazol sebagai pencegahan infeksi lainnya.
Standar 16
Pasien dengan infeksi HIV yang, setelah dievaluasi dengan seksama, tidak menderita
tuberkulosis aktif seharusnya diobati sebagai infeksi tuberkulosis laten dengan isoniazid
selama 6-9 bulan.
Standar 17
31
STANDAR UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT
Standar 18
Standar 19
Anak berusia <5 tahun dan individu semua usia dengan infeksi HIV yang memiliki kontak
erat dengan pasien tuberkulosis dan setelah dievaluasi dengan seksama, tidak menderita
tuberkulosis aktif, harus diobati sebagai infeksi laten tuberkulosis dengan isoniazid.
Standar 20
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang menangani pasien yang menderita atau
diduga menderita tuberkulosis harus mengembangkan dan menjalankan rencana
pengendalian infeksi tuberkulosis yang memadai.
Standar 21
32
ADDENDUM
Standar 1
Untuk pasien anak, selain gejala batuk, entry untuk evaluasi adalah berat badan yang
sulit naik dalam waktu kurang lebih 2 bulan terakhir atau gizi buruk.
Standar 2
Bila hasil pemeriksaan BTA 1 negatif, maka dilakukan pemeriksaan sputum kedua pagi
hari. Satu spesimen harus berasal dari pagi hari.
Standar 3
Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui ada tidaknya TB
paru dan TB milier. Pemeriksaan dahak juga dilakukan, bila mungkin, pada anak.
Standar 6
Untuk penatalaksanaan di Indonesia, diagnosis didasarkan atas pajanan dari kasus
tuberkulosis yang menular , bukti infeksi tuberkulosis (uji kulit tuberkulin positif atau
interferon gamma release assay) dan kelainan radiografi toraks sesuai TB.
Standar 8
Secara umum terapi TB diberikan selama 6 bulan, namun pada TB Ekstraparu (meningitis
TB, TB tulang, TB milier, TB Kulit, dan lain-lain) terapi TB dapat diberikan lebih lama
sesuai evaluasi medis.
Khusus untuk anak, rejimen yang diberikan terdiri atas RHZ. E ditambahkan bila
penyakitnya berat.
Standar 10
Respons pengobatan pada pasien TB milier dan efusi pleura atau TB paru BTA negatif
dapat dinilai dengan foto toraks.
Standar 18
Apabila menangani TB anak dan TB Kulit maka cari sumber penularnya
Standar 19
Pemberian Isoniazid untuk profilaksis sedang dalam proses persiapan menjadi program
nasional
Standar 21
Pelaksanaan pelaporan akan difasilitasi dan dikoordinasikan oleh dinas kesehatan
setempat, sesuai dengan kesepakatan yang dibuat.
33
Kegiatan Belajar 10
PIAGAM HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN TB DI INDONESIA
Pokok Materi
1. Hak Pasien TB
2. Kewajiban asien TB.
Uraian Materi
PIAGAM HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN TB DI INDONESIA
Pendahuluan
Piagam ini menguraikan hak dan kewajiban pasien Tuberkulosis (TB), diprakarsai dan
dikembangkan oleh pasien dan masyarakat peduli TB di seluruh dunia sebagai Patient
Charter for Tuberculosis Care. Di Indonesia, piagam ini disesuaikan dan dikembangkan
oleh Perkumpulan Pasien dan Masyarakat Peduli TB Indonesia (PAMALI TB
INDONESIA) menjadi Piagam Hak dan Kewajiban Pasien TB.
Pemahaman dan pelaksanaan isi piagam ini akan membantu pemberdayaan pasien TB
dan masyarakat serta membangun terjalinnya hubungan yang lebih baik dan saling
menguntungkan antara pasien dan masyarakat dengan petugas kesehatan.
Piagam ini memberikan jalan bagi pasien, masyarakat, petugas kesehatan dan
pemerintah untuk bekerjasama dengan lebih baik sebagai mitra yang setara dalam
keterbukaan untuk mencapai tujuan yang sama, meningkatkan mutu dan efektifitas
pelayanan TB.
Piagam ini disusun mengacu pada Undang Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang
Praktek Kedokteran dan sesuai dengan Kerangka Kerja Strategi Nasional
Penanggulangan TB dengan pendekatan keberpihakan pada pasien (patient centered
approach).
A. HAK PASIEN TB
1. Akses Pelayanan
a. Mendapatkan akses terhadap pelayanan yang baik dan manusiawi, mulai dari
diagnosis penyakit sampai pengobatan selesai, tanpa memandang asal usul,
suku, gender, usia, bahasa, status hukum, agama, kepercayaan, jenis
kelamin, budaya dan penyakit lain yang diderita.
b. Hak untuk memperoleh akses pelayanan kesehatan yang bermutu dalam
suasana yang bersahabat dengan dukungan moral dari keluarga, teman dan
masyarakat.
c. Hak untuk memperoleh nasehat dan pengobatan berdasarkan kaidah yang
berlaku sesuai dengan kebutuhan pasien, termasuk mereka yang menderita
TB yang kebal obat (MDR-TB) atau menderita TB-HIV.
d. Hak untuk mendapatkan penyuluhan tentang pencegahan dan penularan TB
sebagai bagian dari program perawatan yang menyeluruh.
2. Informasi
a. Hak untuk mendapatkan semua informasi mengenai pelayanan TB termasuk
pembiayaannya.
b. Hak untuk memperoleh gambaran secara jelas, singkat dan tepat waktu
mengenai keadaan kesehatan, pengobatan dan akibat yang biasa terjadi
serta penanganan yang tepat.
c. Hak untuk mengetahui nama dan dosis obat dan tindakan yang akan
dilakukan serta akibat yang mungkin terjadi dan berpengaruh terhadap
keadaan pasien.
d. Hak untuk mendapatkan informasi tentang isi rekam medis bila diperlukan
oleh pasien.
e. Hak untuk berbagi pengalaman dengan sesama pasien TB dan pasien lainnya
serta mendapatkan bimbingan (konseling) sukarela, mulai dari diagnosis
sampai selesai pengobatan.
35
3. Pilihan
a. Hak untuk memperoleh pendapat dokter yang lain atau ahli kesehatan yang
lain (second medical opinion) disertai isi rekam medis sebelumnya.
b. Hak untuk menerima atau menolak tindakan bedah jika pengobatan masih
memungkinkan dan mendapatkan informasi tentang akibatnya dari segi
medis dalam kaitannya dengan penyakit menular.
c. Hak untuk memilih menerima atau menolak ikut dalam kegiatan penelitian
tanpa membahayakan perawatannya
4. Kerahasiaan
a. Hak untuk dihargai dalam kebebasan pribadi, martabat, agama,
kepercayaan, serta sosial budaya.
b. Hak untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan keadaan kesehatan
yang dirahasiakan, kecuali kepada pihak lain dengan persetujuan pasien.
5. Keadilan
a. Hak untuk menyampaikan keluhan melalui saluran yang tersedia dan hak
untuk mendapatkan penanganan keluhan dengan tepat dan adil.
b. Hak untuk menyampaikan kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan jika
keluhannya tidak ditanggapi.
6. Organisasi
a. Hak untuk bergabung atau mendirikan kelompok pasien dan masyarakat
peduli TB untuk mencari dukungan petugas kesehatan dan pihak terkait
lainnya.
b. Hak untuk ikut aktif dalam perencanaan, pengembangan, pemantauan dan
penilaian, baik dalam hal kebijakan maupun pelaksanaan program TB.
7. Keamanan
a. Hak untuk dijamin tetap bekerja (tidak di PHK) dan tidak dikucilkan.
b. Hak untuk memperoleh gizi atau makanan tambahan jika diperlukan, untuk
memenuhi pengobatan dari berbagai sumber yang memugkinkan
B. KEWAJIBAN PASIEN
1. Berbagi Informasi
a. Berkewajiban memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang kondisi
kesehatan, penyakit-penyakit sebelumnya, semua alergi dan informasi lain
yang dibutuhkan kepada petugas kesehatan.
b. Berkewajiban memberikan informasi kepada petugas kesehatan mengenai
kontak langsung dengan keluarga dekat, teman atau siapapun yang mungkin
mudah tertular TB
36
c. Berkewajiban mencari informasi ke berbagai sumber yang berhubungan
dengan penyakit TB.
2. Mematuhi Pengobatan
a. Berkewajiban mematuhi rencana pengobatan yang telah disetujui, serta
selalu taat pada petunjuk yang diberikan untuk melindungi dirinya dan
orang lain.
b. Berkewajiban menginformasikan kepada petugas kesehatan mengenai
kesulitan atau masalah yang timbul dalam menjalani pengobatan atau jika
ada yang tidak dipahami dengan jelas
3 Pencegahan penularan
a. Berkewajiban menutup mulut bila batuk, tidak membuang dahak di
sembarang tempat.
b. Berkewajiban mengajak anggota keluarga untuk memeriksakan diri bila
mempunyai gejala TB
5 Kesetiakawanan
a. Berkewajiban untuk setiakawan pada sesama pasien dan bersama menuju
kesembuhan.
b. Berkewajiban untuk berbagi informasi dan pengetahuan yang diperoleh
selama pengobatan, dan menyampaikan kepada orang lain, sehingga
pemberdayaan semakin kuat.
c. Berkewajiban untuk ikut serta dalam upaya mewujudkan masyarakat bebas
TB.
37