Anda di halaman 1dari 9

Nama : Huda Eka Nurdiyatmi

NIM : 1231400017

Tugas : Tugas 7

Literatur Mengenai Judul Tugas Akhir : Penataan Jalur Pedestrian Berdasarkan


Linkage Spot Wisata Pada Kawasan Wisata Kota Tua Jakarta

1. Kota Tua Jakarta


Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 1 Tahun 2012 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta Tahun 2030, dijelaskan bahwa Kota Tua
Jakarta merupakan kawasan strategis kepentingan sosial budaya. Arahan
pengembangan yang dijelaskan dalam peraturan daerah tersebut adalah dengan
melakukan; a) peningkatan dan pengembangan system pejalan kaki, moda
transportasi dan meningkatkan nilai ekonomis bangunan serta dapat mengakomodasi
kepentingan pendidikan, penelitian, dan dokumentasi; b) melestarikan dan menata
fungsi bersejarah dan budaya untuk mendukung kegiatan perdagangan jasa dan
pariwisata dengan pengaturan dan penataan lalu lintas beserta pedestrian yang lebih
nyaman; c) merelokasi kegiatan yang tidak sesuai dan tidak menunjang tujuan
pelestarian. Melihat arah pengembangan yang dilakukan salah satunya adalah system
pejalan kai maka dalam pembahasan tugas akhir ini lebih mengutamakan keberadaan
jalur pejalan kaki yang mampu memberi kenyamanan terhadap pejalan kaki.

Kawasan Kota Tua Jakarta memang sudah menjadi tujuan masyarakat dari berbagai
daerah untuk berwisata. Lokasinya yang melintasi Jakarta Barat dan Jakarta Pusat
memang startegis untuk dikunjungi, jaraknya yang tidak terlalu jauh dari Stasiun Kota
menjadikan kawasan kota lama Jakarta ini banyak dikunjungi. Kawasan Kota Tua
Jakarta ini terdiri dari beberapa bangunan diantaranya, Gedung Arsip Nasional,
Museum Bank Indonesia, Museum Bank Mandiri, Museum Wayang, Museum
Fatahillah, Jembatan Tarik Kota Intan, dan masih banyak lagi bangunan lainnya.
Walaupun Kawasan Kota Tua ini sering dikunjungi banyak orang namun penataan
jalur wisatanya masih belum rapih dan tertata, jalur wisata yang dimaksud adalah
pedestrian. Pedestrian yang ada di kawasan wisata kota tua yang digunakan sebagai
jalur pejalan kaki masih digunakan oleh pedagang kaki lima (PKL) dan masih ada
jalur yang tidak terpakai dan belum terintegrasi dengan bangunan wisata lainnya.
Selain itu masih ada beberapa jalur yang sempit dan tidak memberikan keselamatan
sehingga rawan kecelakaan, selain itu pada pedestrian yang sudah ada belum ada
aktivitas-aktivitas yang mampu membangkitkan pergerakkan pada jalur ini.

Saat ini Kondisi Kawasan Kota Tua tidak menarik perhatian wisatawan karena bagi
sebagian orang tidak menginggalkan kenangan yang berarti bagi para wisatawan yang
datang. Penataan jalur pedestrian ini juga tidak meninggalkan nilai sejarah yang ada,
karena penataan jalur pedestrian harus menciptakan keutuhan kawasan, memperkuat
karakter dan morfologi kota sebagai kawasan bersejarah sehingga mampu
menghasirkan makna tempat sebagai sebuah kawaswasan lama peninggalan colonial.

2. Pengertian Pariwisata
a. Menurut Undang-Undang No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan,
disebutkan bahwa pariwisata merupakan:
Bahwa keadaan alam, flora dan fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha
Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, serta seni dan
budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan
modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tuhan
1945.
Bahwa kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan waktu luang
dalam wujud berwisata merupakan bagian dari hak asasi manusia;
Bahwa kepariwisataan merupakan integral dari pembangunan nasional
yang dilakukan secara sistematis, terencana terpadu, berkelanjutan dan
bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap
nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan
mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional
b. Menurut Ahli
Menurut Yoeti,2008 pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk
sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan
maksud bukan berusaha (bussines) atau mencari nafkah di tempat yang
dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna
pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

3. Konsep Wisata Kota


Konsep wisata yang berada di kota terdiri dari:
a. Tourist-historic city (kota wisata sejarah)
Kota sejarah sebenarnya sudah mulai berkembang sejak abad ke-16 (Ashworth dan
Tunbridge, 1990: 9), sedangkan konsep kota sejarah sebagai sumber daya pariwisata
berkembang seiring dengan perkembangan pariwisata perkotaan (Ashworth dan
Tunbridge, 1990: 57). Konsep kota wisata sejarah merupakan konsep pariwisata
perkotaan yang menjadikan sejarah sebagai daya tarik wisatanya. Komponen-
komponen dari kota wisata sejarah ini antara lain lingkungan dengan arsitektur
sejarah dan morfologi perkotaan, even sejarah dan akumulasi artefak budaya,
keberhasilan artistik yang merupakan bahan baku dari konsep ini (Ashworth dan
Tunbridge, 1990: 72). Konsep pariwisata perkotaan ini harus memperhatikan upaya-
upaya konservasi terhadap peninggalan sejarah di kota. Penentuan jenis kegiatan
wisata sejarah dan segmen pasar wisatawan yang akan dituju harus disesuaikan
dengan karakteristik dan sifat peninggalan sejarah yang dijadikan daya tarik wisata
(Ashworth dan Tunbridge, 1990: 72).

b. Cultural city (kota budaya)


Konsep kota budaya seringkali diidentikkan dengan kota sejarah atau kota heritage.
Konsep kota budaya jauh lebih luas dibandingkan dengan kota sejarah atau heritage.
Komponen-komponen kota yang menjadi daya tarik wisata utama bagi kota-kota
budaya adalah: 1) museum dan wisata heritage, 2) distrik-distrik budaya (pecinan,
kampong arab), 3) masyarakat etnis, 4) kawasan hiburan, 5) wisata ziarah, 6) trail
sastra (Evans dalam Richards dan Wilson, 2007: 61). Sama dengan konsep tourist-
historic city, pengembangan konsep cultural city juga sarat dengan upaya konservasi
asset budaya, tangible maupun intangible. Pada konsep kota budaya ini, wisatawan
memiliki kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat budaya di kota.

4. Pemahaman Ketertarikan Pada Suatu Tempat


Ruang sebagai wadah manusia untuk menjalani aktifitas sudah seharusnya didesain
dengan baik agar memberikan kenyamana bagi penggunanya. Ruang kota sebagai
tempat aktifitas manusia sebaiknya tidak hanya menjadi ruang (space) tapi juga bisa
menjadi tempat (place) karena telah memiliki makna dan identitas. Selain itu,
setidaknya ada 4 hal yang membuat sebuah tempat dikatakan sukses dan menarik,
yang disebut sebagai Key Element of Place, yaitu:
a. Uses and activities, yaitu tempat yang penggunaanya dapat menghadirkan
aktivitas-aktivitas bagi manusia tanpa membedakan usia, jenis kelamin dan
latar belakang orang pada semua dimensi waktu.
b. Access and linkages, yaitu tempat layak dan mudah ditemukan serta
memudahkan akses dan keterkaitan ke tempat tersebut bagi pejalan kaki,
pengendara sepeda, dan pengendara transit bagi orang yang menggunakan
kendaraan bermotor.
c. Comfort and image, yaitu suatu tempat memberikan kenyamanan,
kenikmatan dan keramahan bagi pengguna tempat tersebut. Hal ini dapat
dilakukan dengan penempatan tempat informasi yang baik, caf, kios yang
merupakan elemen-elemen yang tidak hanya membuat tempat menjadi
atraktif tapi juga menyenangkan bagi semua orang dari beragam usia.
d. Sociability, tempat merupakan ruang sosial bagi manusia baik lokal maupun
pengunjung untuk melakukan interaksi dengan manusia lainnya.
5. Teori dasar Linkage
Linkage artinya berupa garis semu yang menghubungkan antara elemen yang satu
dengan yang lain, nodes yang satu dengan nodes yang lain, atau distrik yang satu
dengan yang lain. Garis ini bisa berbentuk jaringan jalan, jalur pedestrian, ruang
terbuka yang berbentuk segaris dan sebagainya. Teori linkage melibatkan
pengorganisasian garis penghubung yang menghubungkan bagian-bagian kota dan
disain spatial datum dari garis bangunan kepada ruang. Spatial datum dapat berupa:
site line, arah pergerakan, aksis, maupun tepian bangunan (building edge). Yang
secara bersama-sama membentuk suatu sistem linkage dalam sebuah lingkungan
spasial. Sebuah linkage perkotaan dapat diamati dengan cara dan pendekatan yang
berbeda, salah satunya adalah linkage visual.
Dalam linkage yang visual dua atau lebih fragmen kota dihubungkan menjadi satu
kesatuan yang secara visual, mampu menyatukan daerah kota dalam berbagai skala.
Pada dasarnya ada 2 pokok perbedaan antara linkage visual, yaitu:
Yang menghubungkan dua daerah secara netral,
Yang menghubungkan dua daerah, dengan mengutamakan satu daerah

Lima elemen linkage visual, merupakan elemen yang memiliki ciri khas dan
suasana tertentu yang mampung menghasilkan hubungan secara visual, terdiri dari:

Garis: menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu deretan massa
(bangunan atau pohon).
Koridor: dibentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon) yang
membentuk sebuah ruang.
Sisi: menghubungkan dua kawasan dengan satu massa. Mirip dengan elemen
garus namun sisi bersifat tidak langsung.
Sumbu: mirip dengan elemen koridor , namun dalam menghubungkan dua
daerah lebih mengutamakan salah satu daerah saja.
Irama: menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang
6. Pedestrian
Pedestrian berasal dari kata pedos yang memiliki arti yaitu kaki, sehingga pedestrian
dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan kaki. Sedangkan jalan
merupakan media yang digunakan oleh manusia untuk memudahkan dalam tujuan
berjalan. System jaringan pedestrian atau jalur pejalan kaki yang baik akan
mengurangi keterikatan penduduk terhadap penggunaan kendaraan dan mampu
menciptakan kegiatan pendukung perkotaan. Menurut Murtomo dan Aniaty (1991)
fungsi adanya jalur pedestrian adalah :
a. Dapat menumbuhkan aktifitas yang sehat sehingga mengurangi kerawanan
kriminalitas
b. Dapat merangsang berbagai kegiatan ekonomi sehingga akan berkembang
kawasan bisnis yang menarik
c. Adanya jalur pedestrian sangat menguntungkan sebagai ajang kegiatan
promosi, pameran, peiklanan, kampanye
d. Dapat menarik bagi kegiatan sosial, perkembangan jiwa
e. Mampu menghadirkan susana dan lingkungan yang spesifik, unik dan dinamis
di lingkungan pusat kota
f. Dapat menurunkan tingkat pencemaran udara dan suara karena kurangnya
kendaraan bermotor yang melaju.

7. Sistem Jalur Pedestrian Sebagai Penerapan Linkage


Jalur pedestrian merupakan bagian penting dalam memberikan kenyamanan bagi
pengunjung untuk bisa menikmati bangunan bersejarah yanga ada pada kawasan
wisata kota tua yang saling terhubung. Jalur pedestrian dibuat pada sepanjang jalur
yang memiliki spot-spot wisata bersejarah dari tahun yang paling lama hingga yang
baru. Kriteria fisik jalur pedestrian ini adalah dengan lebar efektif minimum 2 m.
selain itu kebebasan ruang dari permukaan trotoar adalah 2,5 m dan penyediaan
utilitas sebesar 0,6 m. Jalur pejalan kaki juga harus didukung dengan fasilitas
penunjang seperti fasilitas penyebrangan, jembatan, fasilitas tempat pemberhentian
untuk beristirahat bisa disediakan bangku disepanjang pedestrian dengan jarak
tertentu antar bangkunya dengan kebutuhan ruang selebar 0,6-2 m.

8. Aspek yang akan diambil dalam pembahasan adalah:


a. Aspek pariwisata yang terdiri dari:
Wisatawan yang datang akan dimasukkan ke dalam pembahasan supaya bisa
mengetahui tanggapannya mengenai ketertarikan mereka terhadap kualitas
fisik spot wisata
Masyarakat setempat dilibatkan guna mengetahui apa tanggapan mereka
mengnai kualitas fisik spot wisata yang ada
Sajian wisata merupakan kategori berdasarkan jenis wisata dan minat pada
masing-masing spot wisata
Keterkaitan antar spot wisata sebagai alternative hubungan yang disesuaikan
dengan kondisi yang ada
b. Aspek penataan spot wisata, yang terdiri dari:
Bangunan, hal-hal yang diperhatikan dalam penataan spot wisata yaitu
bangunan dilihat dari gaya arsitekturnya, komposisi faade, ornament dan
elemen vocal point
Ruang luar yang terdiri dari beberapa komponen yaitu sirkulasi, parkir,
penghijauan jalan, taman, dan pedestrian.
c. Aspek jalur pedestrian penghubung antar spot, yang terdiri dari:
Kejelasan yaitu tersedianya system rambu dan penanda
Kenyamanan yaitu adanya keleluasaan bergerak bagi pejalan kaki dan
kerindangan pohon yang ada
Kesesuaian yaitu berupa tingkat pemenuhan standart kelayakan pada jalur
pedestrian.
Keramahan, melingkupi tingkat kemanan jalur pedestrian yang bebas dari
perasaan khawatir saat berjalan.

Sumber:

Kebijakan

Undang-Undang No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

Peraturah Daerah Provinsi DKI Jakarta No 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Tahun 2030

Jurnal Ilmiah, Skripsi, dan Tesis

Anggraini, Pratiwi Ardi. 2006. Perancangan Jalur Interpretasi Wisata Bersejarah Kawasan
Kota Tua Jakarta. Skripsi, Program Studi Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian
Bogor.

Amo, Farisa M. 2013. Analisis Kebutuhan Jalur Pedestrian di Kawasan Kota Lama Manado.
Jurnal Ilmiah, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Sam
Ratulangi Manado.

Christian, Petra. 2010. Strategi Penataan Spot-Spot Wisata dan Jalur Pedestrian
Penghubungnya di Kawasan Pusat Kota Manado. Tesis, Program Studi Arsitektur,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Irfandi. 2010. Jalur Pedestrian: Elemen Penting Kawasan Kota Tua Jakarta yang
Terabaikan. Jurnal, Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Syiah Kula.

Putra, Arie Setiana. 2013. Perencanaan Jalur Interpretasi Wisata Warisan Sejarah Budaya
di Pusat Kota Denpasar. Jurnal Ilmiah, Jurusan Agroteknologi, Universitas Udayana.
PEMBAHASAN:

COBA CARI FUNGSI DARI PEDESTRIAN ITU SEBAGAI APA DAN AKAN DISESAIN APA
IDENTIFIKASI PENGELOLAANNYA, COBA LIAT STANDAR SEHARUSNYA PEDESTRIAN ITU
LEBARNYA BERAPA
CARI KONSEP SISTEM PEDESTRIAN DI PROV JAKARTA YANG MAU DIKEMBANGIN ITU
SEPERTI APA

Anda mungkin juga menyukai