Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN AKHIR

TK4091/TF4101/TI4001/MR4001
PROYEK REKAYASA INTERDISIPLIN

SMART CAMPUS

KELOMPOK 28
Nadifa Putri Arendra 13014026
Firmansyah Agil Saputra 13014049
Amin Yahya Zefiansyah 13314051
Jessica 13314092
Tias Ayu Kusuma 13414092
Mochammad Akbar 13414097
Shabrina Nur Amalina 14414009

Dosen Pengajar:
Brian Yuliarto, S.T., M. Eng., Ph. D.

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017
ABSTRAK
aaaaa

1
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................................................... 1
FORMULASI MASALAH DAN ALTERNATIF SOLUSI ........................ Error! Bookmark not defined.
1.1 Pemaparan Situasi Masalah ............................................................................................. 7
1.2 Identifikasi Akar masalah ............................................................................................... 10
1.3 Sistem Relevan dengan Masalah.................................................................................... 11
1.3.1. Analisis Stakeholder ................................................................................................................. 11
1.3.2. Sistem Relevan ......................................................................................................................... 12
1.4 Penetapan Formulasi Masalah ....................................................................................... 14
1.5 Alternatif Solusi Rancangan ........................................................................................... 15
PEMILIHAN RANCANGAN.............................................................................................................. 16
2.1. Deskripsi Alternatif Rancangan ...................................................................................... 16
2.2. Identifikasi Kriteria Pemilihan Alternatif ....................................................................... 17
2.3. Analisis Pemilihan Alternatif Rancangan ....................................................................... 18
2.4. Rancangan Terpilih....................................................................................................... 25

2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.4. Hierarki Sistem ....................................................................................................................... 13
Gambar 2.1. Penentuan Nilai Perbandingan Kriteria Biaya dengan Kemudahan Implementasi ............... 19
Gambar 2.2. Penentuan Nilai Perbandingan Kriteria Kemudahan Implementasi dengan Usability .......... 20
Gambar 2.3. Penentuan nilai perbandingan kriteria Kemudahan Implementasi dengan Accessability .... 21
Gambar 2.4. Nilai Signifikansi Tiap Kriteria ................................................................................................. 22

3
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Analisis Celah................................................................................................................................ 8
Tabel 1.2. Stakeholder Permasalahan ......................................................................................................... 12
Tabel 1.3. Formulasi Permasalahan ............................................................................................................ 14
Tabel 2.4. Bobot Tiap Kriteria ..................................................................................................................... 22

4
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Perancangan

1.4 Ruang Lingkup Perancangan

5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemaparan Situasi Masalah

6
BAB 3 FORMULASI MASALAH DAN ALTENATIF SOLUSI

3.1 Pemaparan Situasi Masalah

Gambar 1.1. Rich Picture

Rich picture di atas menjelaskan kendala informasi bagi mahasiswa ITB untuk mendapatkan
keinginannya. Diawali dengan keadaan mahasiswa lapar, Mahasiswa A mendatangi kantin terdekat yang
dapat dijangkau karena hanya memiliki waktu satu jam saja sebelum kuliah dimulai. Akan tetapi setelah
sampai di kantin, kondisi kantin penuh yang membuat tempat duduk bahkan konsumsi berat tidak
tersedia lagi. Tidak adanya informasi kondisi kantin tersebut menyebabkan Mahasiswa A berkeliling ITB
untuk mencari konsumsi berat di ITB. Tidak adanya pulsa dan jaringan internet yang pas juga
menyebakan Mahasiswa A mengalami bad mood, energi berkurang, dan waktu habis. Alhasil,
Mahasiswa A tidak mempunyai energi dan masuk kelas dalam kondisi konsentrasi down dan hanya
memikirkan makanan saja.

Kedua, kasus Mahasiswa A mencari ruangan kelas. Banyak sekali kejadian mahasiswa telambat lantaran
tidak mengetahui letak ruang kelasnya. Selain itu, informasi di Google dan sejenisnya tidak terlalu

7
mendetail. Kondisi baterai yang low bat dan tidak ada yang membalas chat pada grup menambah
kebingungan Mahasiswa A tersebut untuk mencari letak kelas. Kondisi ini membuatnya terfikir untuk
pulang ke rumah karena kesal sudah berkeliling dan tetap tidak mendapatkan informasi letak kelasnya.

Ketiga, semangat Mahasiswa A mempelajari text book sangatlah luar biasa seperti meluangkan waktu
dan energi ke perpustakaan untuk meminjam buku. Akan tetapi, informasi pada perpustakaan di
website kurang update terhadap kondisi realita perpustakaan. Dapat dilihat rich picture, website
mengatakan tersedia 4 buku dan menjelaskan tempat bukunya dengan kode. Akan tetapi ketika datang
ke perpustakaan, buku yang dicari tidak ditemukan. Hal tersebut menyebakan mahasiswa merasa kesal,
lelah dan tidak puas untuk berprestasi.

Keempat, perihal parkir. Masalah informasi parkir di ITB sangat pelik terjadi. Informasi tempat parkir
yang aman dan kosong pada hari Senin-Jumat sulit diperoleh. Parkir sembarangan pun menjadi solusi
sesaat dari Mahasiswa A agar tidak terlambat datang ke kelas. Bahkan, hal tersebut menimbulkan
masalah yang lain seperti motor terjatuh dan tergores atau kendaraan lain yang tidak bisa lewat.
Masalah lain yang juga sering terjadi adalah lupa letak parkir motor atau mobil. Semua hal tersebut
terjadi karena tidak adanya informasi yang memadai.

Terakhir, kasus WI-FI area di ITB. Informasi WI-FI area yang tidak tersedia secara jelas menyebabkan
Mahasiswa A kebingungan untuk melanjutkan belajarnya setelah kuliah. Tidak adanya informasi di
internet menyebabkan mahasiswa harus berkeliling ITB sehingga menghabiskan energi dan waktu.
Selain itu, tempat duduk dan terminal charger terkadang penuh sehingga mahasiswa A tersebut tidak
terselesaikan keinginannya.

Oleh karena itu, kelima kasus di atas terjadi lantaran informasi yang belum terintegrasi dan menyeluruh
ke seluruh mahasiswa. Bahkan, ITB sebagai salah satu universitas unggulan di Indonesia, seharusnya
menyediakan penunjang informasi yang tepat bagi mahasiswa. Informasi yang mudah diakses dan terus
ter-update adalah kebutuhan mutlak bagi mahasiswa.

Tabel 1.1. Analisis Celah

Stakeholder Ekspektasi Aktual Celah


Infomasi mengenai
perubahan jadwal
Mahasiswa dapat Belum terdapat
atau kelas kuliah
mengakses informasi aplikasi/sistem informasi
Mahasiswa diinformasikan
mengenai perkuliahan mengenai yang dapat
secara manual
secara real-time. diakses secara real-time.
melalui tata usaha
prodi.

8
Stakeholder Ekspektasi Aktual Celah
Masih terdapat
Mahasiswa dapat Sistem informasi yang
bahan perkuliahan
mengakses informasi dapat menyediakan
Mahasiswa yang hanya bisa
mengenai perkuliahan bahan perkuliahan belum
diperoleh secara
secara real-time. digunakan dengan baik.
manual.
Ketika mahasiswa Mahasiswa harus
Mahasiswa dapat datang ke kantin, mendatangi setiap kantin
menikmati waktu mahasiswa dapat agar dapat mengetahui
makan dengan adanya kecewa karena tidak informasi mengenai
Mahasiswa
tempat duduk dan tersedianya tempat ketersediaan tempat
makanan berat yang duduk maupun duduk atau makanan
tersedia. makanan berat berat pada kantin-kantin
karena sudah habis. di ITB.
Ketika mahasiswa
Mahasiswa dapat mendatangi rak buku Terdapat perbedaan
menemukan buku yang yang bersangkutan informasi antara katalog
Mahasiswa dicari di perpustakaan berada, buku dengan kondisi aktual
dengan mudah. tersebut tidak pada rak buku.
tersedia.
Pada hari Senin-
Mahasiswa dapat Jumat terdapat
Tidak adanya informasi
dengan mudah kesulitan dalam
mengenai ketersediaan
Mahasiswa menemukan tempat menemukan tempat
tempat parkir yang dapat
parkir kendaraan. parkir, terutama
diakses oleh mahasiswa.
ketika menjelang
siang.
Mahasiswa dapat Terkadang Kurangnya distribusi
mengakses Wi-Fi dan mahasiswa kesulitan informasi mengenai
menggunakan tempat dalam menemukan ketersediaan
Mahasiswa charger untuk Wi-Fi area dan infrastruktur penunjang
menunjang aktivitas alternatif tempat seperti Wi-Fi area
akademik maupun non- untuk mengisi maupun lokasi tempat
akademiknya. baterai gadget. charger.
Sistem informasi yang Terdapat sistem
menunjang kegiatan informasi yang
Belum terwujudnya
Direktorat Sistem dan akademik maupun non- menunjang kegiatan
integrasi informasi antar
Teknologi Informasi akademik dapat akademik maupun
lembaga.
diakses oleh non-akademik yang
mahasiswa melalui terpisah-pisah.

9
Stakeholder Ekspektasi Aktual Celah
satu pintu.

Berdasarkan pemaparan situasi masalah yang dijelaskan pada rich picture, dilakukan analisis celah yang
dapat dilihat pada Tabel 1.1 untuk mengetahui perbedaan antara ekspektasi stakeholder dan kondisi
aktual yang dirasakan oleh stakeholder terkait. Pada analisis celah, permasalahan yang berkaitan dengan
informasi terdapat pada berbagai fasilitas. Diantaranya adalah fasilitas perkuliahan, kantin,
perpustakaan, parkir, serta infrastruktur penunjang seperti Wi-Fi area dan tempat charger. Situasi
masalah yang dipaparkan pada rich picture diagram dan analisis celah masih bersifat umum.
Selanjutnya, akan dilakukan identifikasi akar masalah untuk merumuskan solusi penyelesaian masalah
yang tepat.

3.2 Identifikasi Akar masalah

Fishbone diagram atau cause and effect diagram merupakan diagram yang berbentuk tulang ikan,
dimana kepala ikan sebagai symptom dan cabang tulang ikan sebagai penyebab masalah. Diagram ini
digunakan untuk mencari akar masalah atau root cause yang harus diselesaikan. Penyebab masalah ini
dikelompokkan dalam beberapa aspek. Aspek yang berkaitan dalam identifikasi masalah ini adalah man,
machine, method, dan environment. Diagram fishbone dapat dilihat pada Gambar 1.2 berikut.

Gambar 1.2. Fishbone Diagram

10
Setelah melakukan analisis penentuan akar masalah menggunakan tool Fishbone diagram, selanjutnya
perlu ditentukan prioritas dalam menyelesaikan akar masalah terkait dengan belum terintegrasinya
sistem informasi antar bagian di ITB. Untuk menentukan prioritas, dapat digunakan Hukum Pareto 80
:20 yang menjelaskan bahwa jika 20% dari permasalahan utama dapat diselesaikan, maka hal ini dapat
menyelesaikan 80% permasalahan dari keseluruhan. Sehingga melalui pareto chart, peneliti dapat
mengetahui prioritas untuk menyelesaikan permasalahan sistem informasi di ITB. Gambar 1.3
merupakan diagram pareto pada permasalahan ini.

Gambar 1.3. Pareto Chart

Menurut aturan Pareto, masalah yang menjadi prioritas utama untuk diselesaikan adalah semua
masalah dengan persentase kumulatif 80% karena dapat menyelesaikan 80% dari keseluruhan masalah.
Masalah yang akan diselesaikan antara lain sarana prasarana, kantin, parkir, dan akademik. Namun,
untuk masalah kantin tidak ditemukan adanya masalah sistem informasi, melainkan masalah pada
metode pengambilan makanan atau alokasi jumlah kursi dan meja yang kurang. Oleh karena itu,
masalah yang akan kami bahas lebih lanjut adalah sarana prasarana, parkir, dan akademik.

3.3 Sistem Relevan dengan Masalah


3.3.1. Analisis Stakeholder
Menurut Daellenbach (2005) dalam menyelesaikan masalah dalam konteks sebuah sistem, akan
melibatkan manusia. Terdapat empat peran yang disebut dengan stakeholder seperti problem owner,
decision maker, pihak yang terdampak oleh sistem (problem customers), dan problem analyst. Berikut
merupakan penjelasan dari setiap peran.
1. Problem owner, merupakan pihak yang memiliki kontrol terhadap aspek-aspek dalam situasi
permasalahan, sering kali juga merupakan pengambil keputusan/ terdapat beberapa tingkatan
problem owner, yaitu: pihak yang memiliki kekuasaan terhadap seluruh aspek yang dapat dikontrol
dan pihak yang memberikan wewenang kepada orang lain dengan dibatasi peraturan yang spesifik.

11
2. Problem user, merupakan pihak yang menerapkan solusi/keputusan yang disetujui oleh problem
owner atau pengambil keputusan. Pihak ini tidak memiliki kewenangan untuk mengubah keputusan
atau menerapkan hal baru. Apabila memiliki kewenangan, batasan yang berlaku sangatlah spesifik
dalam mengambil keputusan.
3. Problem customer, merupakan pihak yang menerima dampak/konsekuensi dari penerapan solusi.
Dalam banyak kasus, mereka tidak diberikan kesempatan untuk mengubah/mempengaruhi proses
analisis dan hasilnya. Dampak dari penerapan solusi dapat bersifat jangka pendek maupun jangka
panjang.
4. Problem analyst, merupakan pihak yang melakukan analisis permasalahan dan mencari solusi dari
permasalahan tersebut. Alternatif solusi tersebut kemudian diajukan kepada decision maker untuk
mendapatkan persetujuan.

Berikut merupakan stakeholder yang terlibat dalam permasalahan ini.

Tabel 2.2. Stakeholder Permasalahan

No. Stakeholder Pihak terkait Peran

1. Problem Rektorat ITB Menetapkan kebijakan dan memberikan izin atas keberjalanan suatu
Owner sistem

2. Decision Kepala DITSTI ITB Mengusulkan konsep sistem teknologi yang dikerjakan ke Rektorat,
Maker serta mengelola dan mengevaluasi sistem teknologi informasi yang ada

3. Problem User Developer DITSTI Mengembangkan dan mengelola sistem teknologi informasi yang ada
ITB di ITB

4. Problem Mahasiswa Menganalisis permasalahan yang berhubungan dengan penggunaan


Solver kelompok 28 PRID sistem teknologi informasi di ITB dan mengusulkan solusi terhadap
permasalahan tersebut.

5. Problem Mahasiswa ITB Menggunakan sistem teknologi informasi di ITB (subjek yang
Customer dipengaruhi oleh kebijakan problem owner)

3.3.2. Sistem Relevan

Berbagai permasalahan di dunia nyata dapat dibagi menjadi 2 lingkup, yaitu controlling system dan
contained system. Controlling system dapat mengatur tujuan apa yang hendak dicapai pada contained
system, memonitor seberapa baik contained system dapat mencapai tujuan serta mengatur alokasi
sumber daya krusial yang dibutuhkan pada contained system. Controlling system ini disebut dengan
wider system of interest, sedangkan contained system menjadi narrow system of interest.
Pada permasalahan akses informasi di ITB, yang menjadi contained system adalah sistem informasi UPT
Perpustakaan, Direktorat Pendidikan, dan Direktorat Sarana Prasarana. Hal ini disebabkan karena
seperti yang telah dijelaskan pada Bagian 3, masalah akses informasi di ITB sebagian besar terkait tiga

12
aspek, yaitu perpustakaan, akademik, dan sarana prasarana. Sedangkan penetapan mengenai kebijakan
akses informasi terkait ketiga hal tersebut merupakan kewenangan dari Direktorat Sistem Teknologi
Informasi (DISTI). Oleh karena itu, DISTI merupakan controlling system.

Berikut merupakan konteks yang terdapat pada PT Model


1. Narrow system of interest : Sistem Informasi (SI) UPT Perpustakaan, Direktorat Pendidikan, dan
Direktorat Sarana Prasarana.
2. Wider system of interest : Direktorat Sistem Teknologi Informasi
3. Environment 1 : Sistem Informasi ITB
4. Environment 2 : Civitas Akademika, Rektorat
5. Irrelevant Environment : Sistem Keuangan ITB, Sistem Manajemen SDM ITB, Sistem Akademik,
Sistem Administrasi ITB
Untuk penjelasan hierarki sistem secara visual, Gambar 1.4 merupakan diagram hierarki sistem dari
permasalahan ini.
IRRELEVANT ENVIRONMENT
Sistem
Sistem Keuangan Sistem Akademik Sistem
Manajemen
ITB ITB Administrasi ITB
SDM ITB

Sistem Informasi ITB


Civitas ENVIRONMENT 1
Rektorat
Akademika ITB

SI Direktorat
SI Jurusan SI Fakultas
Pendidikan

SI Direktorat
SI Lembaga
SI Career Center Sarana
Kemahasiswaan
Prasarana

SI Direktorat K3

Sistem Direktorat Sistem Teknologi NARROW SYSTEM


Informasi OF INTEREST
WIDER SYSTEM OF INTEREST

SI Badan
SI Eksekutif
Pengelola Usaha

ENVIRONMENT 2

Gambar 1.4. Hierarki Sistem

Sistem relevan merupakan sistem yang menjelaskan hubungan antara aspek-aspek sistem yaitu input,
subsistem, komponen, struktur serta lingkungan luar yang mempengaruhi sistem tersebut. Gambar 1.5
merupakan diagram sistem relevan dari permasalahan ini.

13
Data IP
Surat Keterangan Aktif
Laporan TA SI Jurusan SI Fakultas Agenda Jurusan & Fakultas
Laporan KP

Informasi Jenis &


Data Buku SI UPT Jumlah Buku Tersedia
Kuliah Perpustakaan Informasi
Peminjaman Buku

Informasi Jadwal Kuliah


Informasi SKS Sistem Informasi Status Peminjaman
Civitas Data Mata Kuliah SI Direktorat Informasi Kelas
Tiap Semester
Pengelolaan Ruang Mahasiswa
Akademika ITB Pendidikan Informasi Dosen
Informasi DISTI Agenda Kegiatan

Boundary System
SI Direktorat
Data Event Sarana Informasi Sarana & Prasarana
Data Kondisi Ekonomi Jadwal Acara
Prasarana
Data Prestasi Relevant System
CV
Data Alumni
Data Beasiswa
Data Lomba SI Lembaga Daftar Beasiswa
Entitas Luar ITB Survey Alumni
SI Career Center Daftar Lomba
Kemahasiswaan
Lowongan Pekerjaan Relevant Environment
Sistem Informasi ITB

Bidang
Surat
Administrasi,
Keputusan Tracer Study
Rektor Alumni,
Komunikasi ITB
Irrelevant Environment

Gambar 1.5. Sistem Relevan

3.4 Penetapan Formulasi Masalah

Menurut Daellenbach (2005), dalam mengidentifikasi situasi masalah diperlukan penjabaran dari aspek-
aspek yang mempengaruhi dan membentuk masalah tersebut. Aspek/elemen masalah yang dimaksud
adalah sebagai berikut.

1. Decision maker, merupakan pihak yang memiliki: ketidakpuasan terhadap kondisi eksisting,
kapabilitas dalam penentuan tercapainya objektif, serta kontrol terhadap banyak aspek yang
berpengaruh terhadap objektif/target yang ingin dicapai.
2. Objektif, merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh decision maker. Dalam kasus ini, objektif
decision maker berkaitan dengan inventori kantong pupuk ZA.
3. Kriteria keputusan, merupakan tolak ukur apakah objektif telah dicapai atau tidak.
4. Ukuran performansi, merupakan parameter apakah objektif telah dicapai atau tidak.
5. Alternatif keputusan, merupakan keputusan apa saja yang dapat memberikan solusi terhadap
masalah yang terjadi.
6. Konteks masalah, merupakan semua aspek yang berpengaruh baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap ukuran performansi.
Tabel 3.3. Formulasi Permasalahan

FORMULASI MASALAH
SISTEM RELEVAN Sistem informasi ITB
URAIAN MASALAH
1 Pengambil keputusan Kepala DISTI ITB
2 Tujuan Mengembangkan konsep smart campus di ITB dalam aspek

14
akademik, sarana prasarana, dan parkir.
Memudahkan akses informasi tentang akademik, sarana
prasarana, dan parkir bagi mahasiswa ITB.
3 Kriteria keputusan Maksimasi kepuasan mahasiswa terhadap akses informasi di ITB
4 Ukuran kinerja Tingkat kepuasan mahasiswa terhadap akses informasi di ITB
Konteks
Tuntutan sistem dan a. Tuntutan sistem
lingkungan Kemudahan birokrasi dalam pengembangan sistem informasi di
ITB
b. Tuntutan lingkungan
5 Kemudahan akses informasi di ITB
Kendala sistem a. Narrow system
Birokrasi dan masalah teknis
b. Wider system
Tidak ada prioritas dalam pengembangan sistem informasi saat
ini
6 Peta masalah Fishbone diagram

3.5 Alternatif Solusi Rancangan

Terdapat tiga alternatif solusi yang dapat membantu mengatasi permasalahan sistem informasi dalam
ketiga bidang yang telah disebutkan sebelumnya. Ketiga altenatif tersebut adalah aplikasi, website
terintegrasi, dan interactive system. Ketiga alternatif solusi di atas merupakan solusi yang
memungkinkan untuk diimplementasikan dan dapat membantu mengatasi permasalahan yang ada.
Solusi - solusi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis
dalam menentukan solusi yang lebih sesuai untuk diimplementasikan kedepannya.

15
BAB 4 PEMILIHAN RANCANGAN

4.1 Deskripsi Alternatif Rancangan


Dalam perkuliahan maupun kegiatan di kampus sehari-hari, mahasiswa ITB pasti mengalami
permasalahan atau kesulitan, terutama dalam bidang akademik, parkir, sarana dan prasarana. Dilihat
dari segi parkir, mahasiswa ITB selalu mengeluh akan kurangnya lahan parkir yang tersedia. Selain itu,
ketika mereka sudah datang lebih awal untuk mendapatkan tempat parkir ternyata tempat parkirnya
sudah penuh. Dari segi sarana dan prasarana, mahasiswa ITB selalu mempermasalahkan masalah
perizinan yang sangat rumit (link website yang banyak atau harus ke berbagai lembaga yang terkait) dan
ketersediaan ruangan maupun tempat terbuka. Selain itu, mahasiswa-mahasiswa yang baru masuk pasti
sering mengalami kesulitan dalam mencari ruang kelas, toilet, maupun WI-FI area. Dalam bidang
akademik, mahasiswa ITB sering mengalami masalah dengan jadwal kuliah. Terkadang jika jadwal kuliah
berubah, sering sekali hanya dikabarkan lewat media sosial dan mendadak. Selain itu, menjelang
beberapa hari sebelum kuliah ataupun sudah masuk kuliah masih terdapat informasi yang belum
lengkap atau masih belum jelas mengenai ruang kelas maupun jadwal kuliah. Jika permasalahan-
permasalahan tersebut dilihat dari segi sistem informasi dan teknologi maka didapatkan tiga alternatif
solusi yang dapat membantu mengatasi permasalahan tersebut.

Alternatif solusi yang pertama adalah pembuatan aplikasi. Pada zaman sekarang ini, hampir semua atau
semua mahasiswa menggunakan smartphone dan aplikasi di dalamnya sehingga mudah dijangkau dan
dapat digunakan di mana saja. Pada umumnya, aplikasi yang dibuat selalu user friendly sehingga semua
orang dapat dengan mudah mengakses atau menggunakan aplikasi tersebut. Jika aplikasi yang
dikembangkan mencakup semua yang dibutuhkan mahasiswa, dari bidang akademik, sarana dan
prasarana, dan parkir, maka masalah-masalah di atas akan teratasi. Menurut DITSTI, pembuatan aplikasi
tidak terlalu susah dan biaya pembuatannya juga tidak terlalu besar.

Alternatif solusi yang kedua adalah pembuatan website yang terintegrasi. Pada saat ini, ITB
menggunakan website untuk mengakses tentang perkuliahan maupun perizinan. Website digunakan
karena mudah untuk diakses, dapat melalui komputer maupun handphone. Akan tetapi, website yang
disediakan ITB terlalu banyak, di antaranya website akademik, sarana dan prasarana, lembaga
kemahasiswaan, dan sebagainya sehingga dalam mengaksesnya dibutuhkan alamat website-nya. Oleh
sebab itu, dibutuhkan suatu website yang mengintegrasikan semua website yang sudah ada tersebut
agar tidak kesulitan dalam mencari alamat website. Sama seperti aplikasi, pembuatan website tidak
terlalu susah dan tidak memakan biaya yang besar. Biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan website
biasanya lebih kecil dibandingkan pembuatan aplikasi. Namun, jika website diakses menggunakan
handphone maka tampilannya tidak optimal, misalnya terdapat format tulisan yang tidak bisa dibaca
atau terpotong.

Alternatif solusi yang terakhir adalah pembuatan interactive system. Interactive system merupakan
sebuah sistem yang hampir sama seperti aplikasi namun sistem ini tidak mudah untuk diakses. Hal
tersebut dikarenakan sistem ini menggunakan sebuah layar atau televisi untuk berhubungan dengan

16
user sehingga hanya bisa diakses pada lokasi tertentu. Selain itu, sistem ini memakan biaya yang cukup
besar untuk peng-install-annya dan dikarenakan sistem ini menggunakan sebuah layar atau komponen
hardware maka untuk mengimplementasikannya juga lebih sulit jika dibandingkan dengan solusi
lainnya.

Ketiga alternatif solusi di atas merupakan solusi yang memungkinkan untuk diimplementasikan dan
dapat membantu mengatasi permasalahan yang ada. Solusi - solusi tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan sendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis dalam menentukan solusi yang lebih sesuai
untuk diimplementasikan kedepannya.

4.2. Identifikasi Kriteria Pemilihan Alternatif


Dalam memilih alternatif, dibutuhkan kriteria-kriteria yang sesuai dengan kondisi aktual. Peneliti dan
stakeholder menentukan beberapa kriteria yang akan dijadikan dasar untuk memilih alternatif. Kriteria
yang akan dijadikan dasar untuk pemilihan alternatif adalah harga, kemudahan implementasi, usability,
dan accessability. Kriteria-kriteria tersebut akan dijelaskan pad Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1. Kriteria Pemilihan Alternatif

Kriteria Keterangan

Harga Kriteria ini dipertimbangkan untuk memilih biaya yang dibutuhkan untuk membangun
atau mengimplementasikan suatu solusi.

Kemudahan Kriteria ini dipertimbangkan untuk memilih solusi berdasarkan kemudahan


implementasi implementasi. Cara implementasi solusi dapat berupa programming yang kompleks
atau tidak. Selain itu, dalam implementasi, ada beberapa pihak yang terintegrasi agar
produk tersebut dapat berfungsi dengan baik.

Usability Kriteria ini merupakan kriteria untuk mempertimbangkan alternatif berdasarkan


kemudahpakaian user menggunakan produk. Aspek yang ada yaitu mudah dipelajari,
efektivitas, efisiensi, tingkat kesalahan (error), dll.

Accessability Kriteria ini merupakan kriteria untuk mempertimbangkan alternatif berdasarkan


kemudahan untuk diakses. Sebagi contoh, apakah produk tersebut dapat diakses di
mana saja atau harus ke suatu tempat tertentu untuk mengaksesnya.

Dari penentuan kriteria-kriteria tersebut, selanjutnya ditentukan bobot perbandingan antar kriteria.
Bobot ditentukan oleh peneliti dengan pertimbangan hasil wawancara dengan DSTI dan pertimbangan
user yaitu mahasiswa. Bobot-bobot yang ditentukan di antaranya adalah sebagai berikut.

17
Tabel 2.2. Bobot Perbandingan Kriteria

Biaya Kemudahan implementasi Usability Accessablity

Biaya 1/7 1/5 1/3

Kemudahan Implementasi 7 5 3

Usability 5 1/5 1/3

Acessability 3 1/3 3

Kemudahan implementasi mempunyai bobot yang lebih tinggi karena berdasarkan wawancara dengan
DSTI, masalah biaya sudah bukan menjadi constraint, melainkan masalah implementasi yang menjadi
constraint. Hal ini dikarenakan perlu adanya kesinambungan dan integrasi antar pihak, antar
departemen, dan antar program studi. Kondisi saat ini adalah belum adanya integrasi antara pihak-pihak
terkait. Oleh karena itu, angka 7 diberikan karena kemudahan implementasi lebih penting dari biaya.
Untuk aspek usability mempunyai bobot yang lebih tinggi dibandingkan biaya karena user akan lebih
puas untuk menggunakan produk jika produk tersebut mudah dipakai atau digunakan. Oleh karena itu,
bobot yang ditentukan untuk biaya adalah 1/5 dari usability. Kriteria accessability mempunyai bobot
yang lebih tinggi yaitu 3 kali dari biaya. Hal ini dikarenakan, user akan puas jika produk tersebut mudah
dijangkau atau dapat diakses di mana saja.

Aspek kemudahan implementasi mempunyai bobot yang lebih tinggi daripada usability karena hal
pertama yang dilakukan adalah pengimplementasian produk terlebih dahulu dibandingkan
kemudahpakaian. Jika produk sudah diimplementasikan, hal yang diperhatikan selanjutnya adalah
usability. Oleh karena itu, bobot yang ditentukan untuk kemudahan implementasi adalah 5 kali lebih
tinggi dibandingkan usability. Aspek kemudahan implementasi mempunyai bobot yang lebih tinggi
daripada accessability. Alasannya sama dengan usability, hal pertama yang harus diperhatikan adalah
pengimplementasian terlebih dahulul. Karena menurut wawancara dengan DSTI, pihak DSTI sudah
berhasil merancang, namun susah untuk diimplementasikan karena belum adanya integrasi antar pihak
dalam ITB. Oleh karena itu, bobot yang ditentukan untuk kemudahan implementasi adalah 3 kali lebih
tinggi dibandingkan accessability. Aspek accessability mempunyai bobot yang lebih tinggi dibandingkan
usability. Hal ini dikarenakan, masalah usability dapat diatasi jika user sudah terbiasa menggunakan
produk. Kemudahan untuk dijangkau lebih penting dibandingkan usability karena proses usability adalah
hal yang perlu diperhatikan setelah user berhasil menjangkau atau mengakses produk tersebut. Bobot
untuk usability adalah 1/3 kali dari accessability.

4.3. Analisis Pemilihan Alternatif Rancangan


Dalam penentuan alternatif terbaik yang akan dijadikan solusi untuk menjawab permasalahan, setelah
diuraikan kriteria-kriteria yang digunakan, selanjutnya adalah menentukan bobot tiap kriteria. Metode
yang digunakan untuk menentukan bobot tiap kriteria adalah Analytic Hierarchy Process (AHP). AHP

18
merupakan metode yang ditemukan oleh Thomas Saaty (1980) yang digunakan untuk membantu
pengambil keputusan dalam menentukan prioritas berdasarkan urutan pairwise comparasions. Pairwase
comparasions merupakan penentuan bobot dengan memberikan nilai perbandingan antara kriteria j
dengan kriteria k (ajk). Tabel 2.3 merupakan interpretasi dari nilai-nilai yang direkomendasikan untuk
digunakan dalam pairwase comparasions.

Tabel 2.3. Tabel Nilai Perbandingan Antar Kriteria

Nilai dari ajk Interpretasi


1 Criteria j and criteria-k are equally important
3 Criteria j is slightly more important than criteria-k
5 Criteria j is more important than criteria-k
7 Criteria j is strongly more important than criteria-k
9 Criteria j is absolutely important than criteria-k

Dengan menggunakan software MindDecider, berikut merupakan tahapan penentuan bobot kriteria
berdasarkan metode AHP.

1. Melakukan perbandingan antara kriteria Biaya dengan kriteria Kemudahan Implementasi

Gambar 2.2. Penentuan Nilai Perbandingan Kriteria Biaya dengan Kemudahan Implementasi

Dapat dilhat pada Gambar 2.1, perbandingan kriteria Biaya dengan Kemudahan Implementasi
bernilai 1:7. Artinya kriteria Kemudahan Implementasi lebih penting dibandingkan dengan kriteria
Biaya. Hal ini disebabkan karena pada keadaan eksisting, penerapan sistem informasi yang
terintegrasi tidak terhambat karena alasan biaya, namun adanya kesenjangan pengetahuan antara
stakeholder sistem. Sehingga kemudahan implementasi sangat berpengaruh. Dengan menerapkan

19
solusi yang mudah untuk diimplementasikan sampai ke level stakeholder, maka kemungkinan solusi
dapat menjawab permasalahan semakin besar.

2. Melakukan perbandingan antara kriteria Kemudahan Implementasi dengan Usability

Gambar 3.2. Penentuan Nilai Perbandingan Kriteria Kemudahan Implementasi dengan Usability

Dapat dilhat pada Gambar 2.2, perbandingan kriteria Kemudahan Implementasi dengan Usability
bernilai 5:1. Artinya kriteria Kemudahan Implementasi penting dibandingkan dengan kriteria
Usability. Hal ini disebabkan karena ketersampaian informasi lebih ditentukan oleh kemudahan
implementasi solusi daripada tingkat kemudahan penggunaan solusi. Ketika solusi tidak
diimplementasikan dengan baik, maka usability yang baik tidak akan tercapai dan ketersampaian in

3. Melakukan perbandingan antara kriteria Kemudahan Implementasi dengan Accessability

20
Gambar 2.4. Penentuan nilai perbandingan kriteria Kemudahan Implementasi dengan Accessability

Dapat dilihat pada Gambar 2.3, perbandingan kriteria Kemudahan Implementasi dengan Accessability
bernilai 3:1. Artinya kriteria Kemudahan Implementasi penting dibandingkan dengan kriteria
Accessability. Hal ini disebabkan karena sama dengan sebelumnya, ketersampaian informasi lebih
ditentukan oleh kemudahan implementasi solusi dibandingkan dengan tingkat kemudahan untuk
diakses.

4. Software kemudian melakukan criteria balancing secara otomatis, sehingga diperoleh nilai
signifikansi (significance value) yang konsisten. Gambar 2.4 merupakan hasil penentuan nilai
signifikansi tiap kriteria.

21
Gambar 2.5. Nilai Signifikansi Tiap Kriteria

Bobot setiap kriteria diperoleh dengan membagi nilai signifikansi tiap kriteria dengan total nilai
signifikansi. Sehingga diperoleh bobot tiap kriteria seperti pada Tabel XX.

Tabel 4.4. Bobot Tiap Kriteria

Kriteria Nilai Signifikansi Bobot


Biaya 1 0,085
Kemudahan Implementasi `7 0,597
Usability 1,4 0,119
Accessability 2,33 0,199
Total 11,73 1

Setelah bobot untuk setiap kriteria telah ditentukan, tahap selanjutnya adalah menentukan rating untuk
setiap alternatif berdasarkan kriteria pemilihan. Untuk setiap alternatif solusi, diberikan skor dari
masing-masing alternatif untuk keempat kriteria yang telah ditetapkan yakni biaya, kemudahan
implementasi, usability dan accessability. Pada kasus ini, skor berada dalam rentang 1-10. Pada kriteria
positif, skor 1 dapat diartikan sebagai nilai yang buruk dan skor 10 dapat diartikan sebagai nilai yang
terbaik. Berbeda halnya dengan kriteria negatif yang mengartikan skor 1 sebagai nilai yang terbaik dan
skor 10 sebagai nilai yang paling buruk. Kriteria positif mencakup kemudahan implementasi, usability
dan accesability, sedangkan kriteria negatif mencakup biaya. Hasil penentuan skor kriteria untuk setiap
alternatif solusi ditampilkan pada Tabel 2.5 berikut ini.

22
Tabel 2.5. Hasil Skor Kriteria untuk Setiap Alternatif Solusi

Kriteria alternatif solusi Mobile application Website Interactive system


Biaya 5 1 10
Kemudahan implementasi 6 6 2
Usability 9 5 8
Accesability 9 7 4

Berdasarkan Tabel 2.5, dapat dilihat bahwa skor kriteria untuk setiap alternatif solusi memiliki nilai yang
berbeda-beda. Jika ditinjau dari kriteria biaya, mobile application memiliki skor 5, website memiliki skor
1 dan interactive system memiliki skor 10. Kriteria biaya merupakan kriteria negatif, yang berarti
semakin tinggi skor maka akan semakin buruk alternatif solusi tersebut. Harga untuk membangun
mobile application adalah sebesar Rp 9.730.000,- ,untuk membuat suatu website adalah Rp 2.500.000,-
dan untuk membuat interactive system lengkap dengan infrastruktur hardware adalah Rp 20.000.000,-.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dari segi biaya, website merupakan alternatif solusi yang
terbaik karena membutuhkan biaya yang paling sedikit diantara kedua alternatif solusi lainnya.

Jika ditinjau dari kriteria kemudahan implementasi, mobile application dan website memiliki yang sama,
yakni 6, sedangkan interactive system memiliki skor 2. Kriteria kemudahan implementasi merupakan
kriteria positif, yang berarti semakin tinggi skor maka akan semakin baik alternatif solusi tersebut.
Kemudahan implementasi berkaitan dengan kemudahan dalam membangun masing-masing alternatif
solusi, baik dari segi resource data, sistem informasi dan infrastruktur yang harus dibangun. Mobile
application dan website memiliki tingkat kemudahan implementasi yang sama. Berdasarkan hasil
wawancara dengan stakeholder dari Direktorat Sistem dan Teknologi Informasi ITB (DSTI), untuk
membangun suatu mobile apps dan website yang terintegrasi antara satu lembaga dan lembaga lainnya
di ITB, kendala terbesar yang dihadapi adalah source data. Tidak semua lembaga berkenan untuk
memperbarui data yang tersedia dalam website, bahkan seluruh lembaga di ITB seakan-akan berlomba-
lomba untuk membuat teknologi terbaik untuk mereka sendiri. Interactive system merupakan alternatif
solusi yang memiliki kendala implementasi terbesar, yakni dari segi source data dan infrastruktur yang
harus dibangun, dimana interactive system membutuhkan hardware berupa TV yang memiliki fitur layar
sentuh. Hal ini menyebabkan interactive system memiliki skor paling rendah pada kriteria kemudahan
implementasi.

Jika ditinjau dari kriteria usability, mobile application memiliki skor 9, website memiliki skor 5 dan
interactive system memiliki skor 8. Kriteria usabillity termasuk dalam kriteria positif, yang berarti
semakin tinggi skor maka akan semakin baik alternatif solusi tersebut. Usabillity merupakan seberapa
mudah masing-masing alternatif solusi digunakan oleh user (user friendly). Mobile apps cenderung
dianggap paling mudah untuk digunakan karena memiliki tampilan interface yang simple dan menarik,
selain itu penggunaan aplikasi juga dianggap lebih sederhana dan mudah untuk digunakan. Sama halnya
dengan interactive system yang memiliki tampilan yang user friendly. Namun, website dianggap kurang
user friendly, terlebih jika diakses dari handphone atau tablet. Apabila mengakses website dari

23
handphone atau tablet, tidak ada format tampilan yang khusus dirancang untuk handphone atau tablet,
sehingga user akan kesulitan untuk menggunakannya.

Jika ditinjau dari kriteria accessability, mobile application memiliki skor 9, website memiliki skor 7 dan
interactive system memiliki skor 4. Kriteria accessability merupakan kriteria positif, yang berarti semakin
tinggi skor maka akan semakin baik alternatif solusi tersebut. Accessability berkaitan erat dengan
kemudahan untuk mengaksesnya. Mobile application memiliki nilai tertinggi karena dapat diakses
dengan mudah dari semua gadget, sedangkan website hanya dapat diakses dengan mudah dari laptop
atau komputer. Interactive system memiliki skor paling rendah karena hanya dapat diakses dari hanya
dari tempat tertentu yang dilengkapi hardware intercative system saja.

Pemilihan alternatif dilakukan dengan mencari total skor tiap alternatif yang diperoleh dengan
menjumlahkan hasil perkalian antara bobot kriteria dengan rating alternatif. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan software, diperoleh rating dan kriteria yang signifikan sebagai berikut.

Gambar 2.5. Pemilihan alternatif terbaik

Hasil diatas menunjukkan bahwa aplikasi terpilih menjadi versi paling signifikan terhadap apa yang
diinginkan dengan nilai 72,13%. Kriteria yang sangat menonjol ialah kemudahan implementasi. Untuk
memilih yang terbaik, estimasi dari hal terpenting pada pemilihan kriteria harus dibandingakan sehingga
rancangan yang akan diproleh dapat menunjukkan kebutuhan yang sesungguhnya untuk
diimplementasikan.

24
4.4. Rancangan Terpilih
Berdasarkan perhitungan pada Subbab 2.3, alternatif solusi yang terpilih merupakan aplikasi. Aplikasi
yang dimaksud merupakan mobile application pada smartphone yang mudah untuk diakses oleh
mahasiswa kapanpun dan dimanapun. Aplikasi ini mengintegrasikan tiga layanan yang menjadi fokus
pemecahan masalah, yaitu layanan parkir, layanan akademik, dan layanan sarana dan prasarana. Pada
Gambar 2.6 di bawah ini, dapat dilihat rancangan dari aplikasi bernama ITB Integrated Apps.

Gambar 2.6. Rancangan Apps

Pada menu layanan parkir, fitur-fitur yang tersedia antara lain lahan parkir, ketersediaan lahan pakir,
dan informasi parkir. Fitur lahan parkir dapat menunjukkan lahan-lahan parkir bagi mahasiswa di ITB.
Kemudian pada fitur ketersediaan lahan parkir, mahasiswa dapat mengetahui jumlah kendaraan roda
dua atau roda empat yang masih dapat ditampung pada lahan parkir yang dikehendaki. Selanjutnya,
fitur informasi parkir dapat memudahkan mahasiswa untuk mengingat lokasi dimana kendaraan
diparkirkan. Pada fitur informasi parkir, terdapat Transaction Processing System (TPS) dimana
mahasiswa dapat memindai barcode yang terdapat pada plang area parkir. Pada Gambar 2.7 dapat
dilihat rancangan dari menu layanan parkir.

Pada menu layanan akademik, terdapat empat fitur yang dapat diakses oleh mahasiswa, diantaranya
adalah pendaftaran dan perwalian, status dan hasil studi, kuesioner, dan prestasi dan kemahasiswaan.
Menu layanan akademik terhubung dengan sistem www.akademik.itb.ac.id. Database yang terdapat
pada situs tersebut diintegrasikan dengan ITB Integrated Apps untuk kemudian dapat ditampilkan pada
aplikasi. Selain itu, pada fitur pendaftaran dan perwalian, kuesioner, dan prestasi dan kemahasiswaan
terdapat TPS untuk memasukkan data yang kemudian akan terhubung pada penyimpanan di situs
www.akademik.itb.ac.id. Pada Gambar 2.8 dapat dilihat rancangan dari menu layanan akademik.

25
Gambar 2.7. Rancangan Menu Layanan Parkir

Gambar 2.8. Rancangan Menu Layanan Akademik

26
Pada menu layananan sarana prasarana, terdapat empat fitur, yaitu transportasi, publikasi, gedung dan
ruang, serta rumah transit. Pada fitur transportasi, mahasiswa dapat mengetahui jadwal keberangkatan
transportasi ITB-Jatinangor. Kemudian pada fitur publikasi, mahasiswa dapat mengetahui follow-up dari
pengajuan perizinan publikasi acara yang disetujui oleh sarana prasarana. Pada fitur gedung dan ruang,
mahasiswa dapat mengetahui ketersediaan ruang yang dapat digunakan dan tidak dapat digunakan
pada suatu tanggal tertentu. Selain itu, fitur gedung dan ruang juga mengakomodasi denah gedung dan
ruang yang terdapat di ITB. Fitur terakhir, yaitu rumah transit memberikan informasi kepada mahasiswa
mengenai penginapan yang dapat disewa oleh mahasiswa. Pada Gambar 2.9 di bawah ini dapat dilihat
rancangan dari menu layanan sarana prasarana.

Gambar 2.9. Rancangan Menu Layanan Sarana Prasarana

Dalam mengakses aplikasi ITB Integrated Apps, mahasiswa perlu memasukkan username dan password
INA yang terhubung juga dengan www.akademik.itb.ac.id dan situs lainnya.

27
BAB 5 RANCANGAN SISTEM

5.1 Deskripsi Sistem

5.2 Functional & Non-Functional Requirement

5.3 Business Process Requirement

5.4 User Requirement Definition

28
BAB 6 ANALISIS KEEKONOMIAN

6.1 Deskripsi Sistem

29
BAB 7 PENUTUP

7.1 Kesimpulan

7.2 Saran

30
DAFTAR PUSTAKA

31

Anda mungkin juga menyukai