Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Kebanyakan pernikahan dini tersebut adalah remaja desa yang memiliki

tingkat pendidikan kurang. Remaja desa kebanyakan terpaksa untuk menikah

atau dijodohkan oleh orang tuanya. Persoalan mendasar dari seorang anak

perempuan yaitu ketika dia memasuki usia dewasa, banyak orang tua

menginginkan anaknya untuk tidak menjadi perawan tua. Menjadi perawan tua

bagi kebanyakan masyarakat dianggap sebagai bentuk kekurangan yang terjadi

pada diri perempuan. Untuk itu, dalam bayangan ketakutan yang tidak

beralasan banyak orang tua yang menikahkan anaknya pada usia muda.

Anggapan-anggapan tersebut muncul karena kurangnya pengetahuan dari

masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi remaja.

Pendidikan reproduksi bagi remaja sangatlah penting karena pendidikan

merupakan alat yang mendasar dalam meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan seorang remaja dalam menjaga dirinya. Secara umum diketahui

bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih rendah.

Pernikahan dini dilakukan pada remaja di bawah usia 20 tahun yang seharusnya

belum siap untuk melaksanakan pernikahan. (Kusmiran, 2011).


Di Indonesia pasal 7 Undang-Undang no 1 tentang perkawinan tahun

1974 menetapkan bahwa perkawinan diizinkan bila pria berusia 19 tahun dan

wanita berusia 16 tahun, tetapi ada gerakan pendewasaan usia perkawinan

(PUP) untuk meningkatkan rata-rata usia kawin pertama (UKP) wanita secara

ideal, perempuan usia 20 tahun dan laki-laki usia 25 tahun, Jika terjadi

penyimpangan terhadap pasal 7 ayat (1) ini, dapat meminta dispensasi kepada

pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria

maupun pihak wanita (pasal 7 ayat 2). Banyaknya angka perkawinan usia muda

itu sangat berpengaruh pada kesehatan reproduksi, jumlah kematian ibu

melahirkan, tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga (Sibagariang dkk, 2010).

Permasalahan kesehatan reproduksi dimulai dengan adanya pernikahan

dini yang hasilnya yaitu pada perempuan usia 10-54 tahun terdapat 2,6 persen

menikah pada usia kurang dari 15 tahun kemudian 23,9 persen menikah pada

usia 15-19 tahun (Riskesdas, 2013).

Angka pernikahan dini (di bawah usia 16-20 tahun) di Kabupaten

Probolinggo tergolong tinggi. Dari total 4.017 pernikahan yang tercatat hingga

akhir Mei 2016 lalu, 1.811 pernikahan di antaranya (45,08%) masuk kategori

pernikahan dini. (Herman, BPPKB, 2016). Dari studi pendahuluan pada tanggal

08 Desember 2016 di Desa Wringinanom Kecamatan Kuripan Kabupaten

Probolinggo dengan teknik wawancara sekitar kurang dari 10% dari jumlah

penduduk pernah menikah dini, hasil wawancara dari anggota Karang Taruna
Fortuna yang aktif di Desa Wringinanom pada 10 Responden didapatkan 8

responden mengatakan bahwa pernikahan dini terjadi karena perjodohan dari

orang tua dan disekolah hanya mendapatkan informasi sebatas tentang biologi

dan agama, dan 2 responden mengatakan bahwa sudah dapat informasi tentang

pengetahuan pendidikan reproduksi.

Tingginya perkawinan usia muda menggambarkan ketidakberdayaan

anak dalam menentukan jalan hidupnya. Mereka dipaksa oleh orang tua karena

orang tua ingin segera terbebas dari beban ekonomi, khawatir anaknya tidak

dapat jodoh, segera ingin mendapat cucu dan lain sebagainya. Sementara orang

tua cenderung tidak memaksakan hal ini kepada anak laki-lakinya. Rendahnya

pengetahuan remaja akan kesehatan reproduksi, berdampak pada perilaku

resiko terhadap remaja itu sendiri. Tingginya perilaku berisiko dikalangan

remaja karena kurang diimbangi dengan pemberian informasi kesehatan

reproduksi yang cukup disekolah. Pendidikan reproduksi selama ini hanya

dipelajaran seperti Biologi dan Agama. Masa remaja juga merupakan masa

yang rentan resiko kehamilan karena pernikahan dini (usia muda). Di antaranya

adalah keguguran, persalinan premature, BBLR, kelainan bawaan, mudah

terjadi infeksi, anemia pada kehamilan, keracunan kehamilan, dan kematian.

Akibat dari perkawinan usia muda tersebut membawa resiko tinggi bagi

perempuan yang melahirkan seperti resiko kematian ibu dan bayinya. Faktor

sosial budaya yang membedakan nilai anak laki-laki dan perempuan

menyebabkan perempuan hampir tidak mempunyai peluang untuk memperoleh


pendidikan dan peran dalam sektor publik. Hal ini mendorong terjadinya

perkawinan usia muda ( Parweningrum, 2007 ).

Dengan mengetahui resiko pada pernikahan dini maka diberikan solusi,

adanya konseling perlu diberikan kepada para orang tua mengenai dampak dari

perkawinan usia muda terutama tentang pendidikan reproduksinya melalui

media booklet. Hal tersebut yang dapat mendorong penulis untuk melakukan

penelitian tentang bagaimana efektifitas pendidikan reproduksi menggunakan

media booklet terhadap pengetahuan remaja tentang dampak dari pernikahan

dini, apakah mereka tahu dan mengerti dampak dari perkawinan usia muda

tentang pendidikan reproduksinya tersebut.

2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian data diatas maka penulis merumuskan masalah

yaitu bagaimana efektifitas pendidikan reproduksi menggunakan media

booklet terhadap pengetahuan remaja tentang dampak dari pernikahan

dini ?
2.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui efektifitas pendidikan reproduksi

menggunakan media booklet terhadap pengetahuan remaja tentang

dampak dari pernikahan dini ?

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi efektifitas pendidikan reproduksi menggunakan


media booklet terhadap pengetahuan remaja tentang dampak dari
pernikahan dini sebelum diberikan pendidikan kesehatan

2. Mengidentifikasi efektifitas pendidikan reproduksi menggunakan


media booklet terhadap pengetahuan remaja tentang dampak dari
pernikahan dini setelah diberikan pendidikan kesehatan.

3. Menganalisa efektifitas pendidikan reproduksi menggunakan media


booklet terhadap pengetahuan remaja tentang dampak dari pernikahan
dini sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan.

2.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan aplikasi teori ilmu keperawatan

kedalam skripsi, sehingga menambah pengetahuan dan pengalaman

dalam bentuk nyata dibidang penelitian ilmiah.


1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Memberikan sumbangan untuk mengembangkan ilmu dan teori

keperawatan, khususnya tentang efektifitas pendidikan reproduksi

menggunakan media booklet terhadap pengetahuan remaja tentang

dampak dari pernikahan dini.

1.4.1 Bagi Pembaca

Memberikan pengetahuan yang cukup tentang efektifitas

pendidikan reproduksi menggunakan media booklet terhadap

pengetahuan remaja tentang dampak dari pernikahan dini.


BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 PENDIDIKAN KESEHATAN

2.1.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan


Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau masyarakat, sehingga
mereka melakukan apa yang di harapkan oleh pelaku pendidikan, yang tersirat
dalam pendidikan adalah: input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok,
dan masyarakat), pendidik adalah (pelaku pendidikan), proses adalah (upaya
yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain), output adalah (melakukan
apa yang diharapkan atau perilaku) (Notoatmodjo, 2012).
Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual, maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomi, dan menurutWHO yang paling baru ini memang lebih luas dan dinamis
dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang mengatakan, bahwa kesehatan
adalah keadaan sempurna, baik fisik maupun mental dan tidak hanya bebas dari
penyakit dan cacat (Notoatmodjo, 2012).
Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan dalam
bidang kesehatan. Secara opearasional pendidikan kesehatan adalah semua
kegiatan untuk memberikan dan meningkatkan pengetahuan, sikap, 10 praktek
baik individu, kelompok atau masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2012).

2.1.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan


Menurut Susilo (2011) tujuan pendidikan kesehatan terdiri dari :
a. Tujuan kaitannya dengan batasan sehat
Menurut WHO (1954) pendidikan kesehatan adalah untuk mengubah
perilaku orang atau masyarakat dari perilaku tidak sehat menjadi perilaku sehat.
Seperti kita ketahui bila perilaku tidak sesuai dengan prinsip kesehatan maka
dapat menyebabkan terjadinya gangguan terhadap kesehatan. Masalah ini harus
benar-benar dikuasai oleh semua kader kesehatan di semua tingkat dan jajaran,
sebab istilah sehat, bukan sekedar apa yang terlihat oleh mata yakni tampak
badannya besar dan kekar. Mungkin saja sebenarnya ia menderita batin atau
menderita gangguan jiwa yang menyebabkan ia tidak stabil, tingkah laku dan
sikapnya. Untuk menapai sehat seperti definisi diatas, maka orang harus
mengikuti berbagai latihan atau mengetahui apa saja yang harus dilakukan agar
orang benar-benar menjadi sehat.

b. Mengubah perilaku kaitannya dengan budaya


Sikap dan perilaku adalah bagian dari budaya. Kebiasaan, adat istiadat,
tata nilai atau norma, adalah kebudayaan. Mengubah kebiasaan, apalagi adat
kepercayaan yang telah menjadi norma atau nilai di suatu kelompok
masyarakat, tidak segampang itu untuk mengubahnya. Hal itu melalui proses
yang sangat panjang karena 11 kebudayaan adalah suatu sikap dan perilaku
serta cara berpikir orang yang terjadinya melalui proses belajar. Meskipun
secara garis besar tujuan dari pendidikan kesehatan mengubah perilaku belum
sehat menjadi perilaku sehat, namun perilaku tersebut ternyata mencakup hal
yang luas, sehingga perlu perilaku tersebut dikategorikan secara mendasar.
Susilo membagi perilaku kesehatan sebagai tujuan pendidikan kesehatan
menjadi 3 macam yaitu :
1) Perilaku yang menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di
masyarakat. Dengan demikian kader kesehatan mempunyai tanggung
jawab di dalam penyuluhannya mengarahkan pada keadaan bahwa cara-
cara hidup sehat menjadi kebiasaan hidup masyarakat sehari-hari.
2) Secara mandiri mampu menciptakan perilaku sehat bagi dirinya sendiri
maupun menciptakan perilaku sehat di dalam kelompok. Itulah sebabnya
dalam hal ini Pelayanan Kesehatan Dasar (PHC = Primary Health Care)
diarahkan agar dikelola sendiri oleh masyarakat, dalam hal bentuk yang
nyata adalah PKMD. Contoh PKMD adalah Posyandu. Seterusnya dalam
kegiatan ini diharapkan adanya langkah-langkah mencegah timbulnya
penyakit.
3) Mendorong berkembangnya dan penggunaan sarana pelayanan
kesehatan yang ada secara tepat. Ada kalanya masyarakat memanfaatkan
sarana kesehatan yang ada secara berlebihan. 12 Sebaliknya sudah sakit
belum pula menggunakan sarana kesehatan yang ada sebagaimana
mestinya.

2.1.3 Sasaran Pendidikan Kesehatan


Menurut Susilo (2011) sasaran pendidikan kesehatan di indonesia,
berdasarkan kepada program pembangunan di Indonesia adalah:
a. Masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat pedesaan.
b. Masyarakat dalam kelompok tertentu, seperi wanita, pemuda, remaja.
Termasuk dalam kelompok khusus ini adalah kelompok pendidikan mulai
dari TK sampai perguruan tinggi, sekolah agama swasta maupun negeri.
c. Sasaran individu dengan teknik pendidikan kesehatan individu.
2.1.4 Metode Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2011) metode pendidikan kesehatan dibagi
menjadi 3 macam, yaitu :
a. Metode Individual (Perorangan)
Metode ini dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu :
1) Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and counceling)
2) Wawancara (interview)
b. Metode Kelompok
Metode kelompok ini harus memperhatikan apakah kelompok tersebut
besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun
akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
1. Kelompok besar
a) Ceramah
Metode yang cocok untuk yang berpendidikan tinggi maupun
rendah.
b) Seminar
Metode ini cocok digunakan untuk kelompok besar dengan
pendidikan menengah atas. Seminar sendiri adalah presentasi dari
seorang ahli atau beberapa orang ahli dengan topik tertentu.

2. Kelompok kecil
a) Diskusi kelompok
Kelompok ini dibuat saling berhadapan, ketua kelompok
menempatkan diri diantara kelompok, setiap kelompok punya
kebebasan untuk mengutarakan pendapat,biasanya pemimpin
mengarahkan agar tidak ada dominasi antar kelompok.
b) Curah pendapat (Brin storming)
Merupakan hasil dari modifikasi kelompok, tiap
kelompokmemberikan pendapatnya, pendapat tersebut di tulis di papan
tulis, saat memberikan pendapat tidak ada yang boleh mengomentari
pendapat siapapun sebelum semuanya mengemukakan pendapatnya,
kemudian tiap anggota berkomentar lalu terjadi diskusi.
c) Bola salju (Snow balling)
Setiap orang di bagi menjadi berpasangan, setiap pasang ada 2
orang. Kemudian diberikan satu pertanyaan, beri waktu kurang lebih 5
menit kemudian setiap 2 pasang bergabung menjadi satu dan
mendiskuskan pertanyaan tersebut, kemudian 2 pasang yang
beranggotakan 4 orang tadi bergabung lagi dengan kelompok yang
lain, demikian seterusnya sampai membentuk kelompok satu kelas dan
timbulah diskusi.
d) Kelompok-kelompok kecil (Buzz group)
Kelompok di bagi menjadi kelompok-kelompok kecil kemudian
dilontarkan satu pertanyaan kemudian masing-masing
kelompokmendiskusikan masalah tersebut dan kemudian kesimpulan
dari kelompok tersebut dicari kesimpulannya.
e) Bermain peran (Role play)
Beberapa anggota kelompok ditunjuk untuk memerankan suatu
peranan misalnya menjadi dokter, perawat atau bidan, sedangkan
anggotayang lain sebagai pasien atau masyarakat.
f) Permainan simulasi (Simulation game)
Metode ini merupakan gabungan antara role play dengan diskusi
kelompok. Pesan-pesan kesehatan dsajikan dalam beberapa bentuk
permainan seperti permainan monopoli, beberapa orang ditunjuk untuk
memainkan peranan dan yang lain sebagai narasumber.

c. Metode Massa
Pada umumnya bentuk pendekatan ini dilakukan secara tidak
langsung atau menggunakan media massa.

2.1.5 Media Pendidikan Kesehatan


Menurut Nursalam (2008) media pendidikan kesehatan adalah saluran
komunikasi yang dipakai untuk mengirimkan pesan kesehatan. Media dibagi
menjadi 3, yaitu: cetak, elektronik, media papan (billboard).
a. Media cetak
1) Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk pesan tulisan maupun
gambar, biasanya sasarannya masyarakat yang bisa membaca.
2) Leaflet : penyampaian pesan melalui lembar yang dilipat biasanya berisi
gambar atau tulisan atau biasanya kedua-duanya.
3) Flyer (selebaran) :seperti leaflet tetapi tidak berbentuk lipatan.
4) Flip chart (lembar balik) : informasi kesehatan yang berbentuk lembar
balik dan berbentuk buku. Biasanya berisi gambar dibaliknya berisi pesan
kalimat berisi informasi berkaitan dengan gambar tersebut.
5) Rubik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai hal
yang berkaitan dengan hal kesehatan.
6) Poster :berbentuk media cetak berisi pesan-pesan kesehatan biasanya
ditempel di tembok-tembok tempat umum dan kendaraan umum.
7) Foto : yang mengungkapkan masalah informasi kesehatan.
b. Media elektronik
1) Televisi : dalam bentuk ceramah di TV, sinetron, sandiwara, dan vorum
diskusi tanya jawab dan lain sebagainya.
2) Radio :bisa dalam bentuk ceramah radio, sport radio, obrolan tanyajawab
dan lain sebagainya.
3) Vidio Compact Disc (VCD).
4) Slide : slide juga dapat digunakan sebagai sarana informasi.
5) Film strip juga bisa digunakan menyampaikan pesan kesehatan.
c. Media papan (bill board)
Papan yang dipasang di tempat-tempat umum dan dapat dipakai dan
diisi pesan-pesan kesehatan.

2.2 KESAHATAN REPRODUKSI

2.2.1. Pengertian Kesehatan Reproduksi


Pada dasamya kesehatan reproduksi merupakan unsur yang dasar
dan penting dalam kesehatan umum, baik untuk laki laki dan perempuan.
Selain itu, kesehatan reproduksi juga merupakan syarat ensensial bagi
kesehatan bayi, anak anak, remaja, orang dewasa bahkan orang orang
yang berusia setelah masa reproduksi.

Menurut Mariana Amiruddin, definisi kesehatan reproduksi


adalah sekumpulan metode, teknik, dan pelayanan yang mendukung
kesehatan dan kesejahteraan reproduksi melalui pencegahan dan
penyelesaian masalah kesehatan reproduksi yang mencakup kesehatan
seksual, status kehidupan dan hubungan perorangan, bukan semata
konsultasi dan perawatan yang berkaitan dengan reproduksi dan penyakit
yang ditularkan melalui hubungan seks.

2.2.2. Tujuan program kesehatan reproduksi remaja


Untukmembanturemajaagarmemahamidanmenyadariilmu
tersebut,sehinggamemilikisikapdanperilakusehatdanbertanggung
jawabkaitannyadenganmasalahkehidupanreproduksi
1.1 Tujuan Umum
Mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2017 melalui
peningkatanpengetahuan,kesadaransikap,danperilakuremaja
dan orang tua agar peduli dan bertanggung jawab dalam
kehidupanberkeluargasertapemberianpelayanankepadaremaja
yangmemilikipermasalahankhusus.

1.2 Tujuan khusus


1. Seluruh lapisan masyarakat mendapatkan informasi tentang
KRR. Sasarannya : meningkatnya cakupan penyebaran
informasiKRRmllmassmedia
2. Seluruh remaja di sekolah. Sasarannya : meningkatanya
cakupanpenyebaraninfoKRRdisekolahumum,SLTP,SMU,
pesantren.
3. Seluruhremajadankeluargayangmenjadianggotakelompok
masyarakatmendapatinformasittgKRR.Sasarannya:karang
taruna, remaja masjid, perusahaan, remaja gereja, PKK,
pramuka,pengajian,danarisan.
4. Seluruh remaja di perusahaan di tempat kerja mendapatkan
infottgKRR.Sasarannya:memperolehinformasidanlayanan
KRRmllperusahaanditempatkerja
5. Seluruhremajayangmembutuhkankonselingsertapelayanan
khususdapatdilayani.Sasarannya:meningkatkanjumlahdan
pemanfaatan pusat konseling dan pelayanan khusus bagi
remaja
6. Seluruh masyarakat mengerti dan mendukung pelaksanaan
program KRR. Sasarannya : meningkatkan komitmen bg
politisi,toga,toma,LSMdalampelaksanaanKRR.
2.2.3. Aspek perubahan pada remaja
Dua aspek pokok dalam perubahan pada remaja, yakni
perubahan fisik atau biologis dan perubahan psikologis.

1.3 Perubahan Fisik (Pubeftas)


Masa remaja diawali dengan pertumbuhan yang sangat cepat
dan biasanya disebut pubertas. Seperti yang dikemukakan oleh
Santrock (1993) puberty is a rapid change to physical matuaration
involving hormonal and bodily changes that occur primarily during
early adolescence. Dengan adanya perubahan yang cepat itu
terjadilah perubahan fisik yang dapat diamati seperti pertambahan
tinggi dan berat badan pada remaja atau biasa disebut pertumbuhan
dan kematangan seksual sebagai basil dari perubahan hormonal.

Antara remaja putra danremaja putri kematangan seksual


terjadi dalam usia yang agak berbeda. Colemanand Hendry (1990)
dan Walton (1994) mengatakan bahwa kematangan seksual pada
remaja pria biasanya terjadi pada usia.10,0-13,5 tahun sedangkan
pada remaja putri terjadi pada. usia 9,0-15,0 tahun. Bagi anak laki-
laki perubahan itu ditandai oleh perkembangan pada organ seksual,
mulai tumbuhnya rambut kemaluan, perubahan suara, dan juga
ejakulasi pertama melalui wet dream atau mimpi basah. Sedangkan
Dada remaja putri pubertas ditandai dengan menarche(haid pertama),
perubahan pada dada (mammae), tumbuhnya rambut kemaluan, dan
juga pembesaran panggul. Usia menarche rata-rata juga bervariasi
dengan rentang umur 10 hingga 16, 5 tahun.
Dari beberapa penelitian sejak 100 tahun terakhir
menunjukkan bahwa ada kecenderungan semakin cepatnya remaja
mengalami menarche. Pada tahun 1860 rata-rata usia A remaja
mengalami menarche adalah 16 tahun 8 bulan dan pada tahun 1975
umur 12 tahun 3 bulan. Adanya penurunan umur meinarche tersebut
disebabkan karena adanya perbaikan gizi, perbaikan pelayanan
kesehatan, dan lingkungan masyarakat. Semakin cepat seseorang
mengalami menarche tentu semakin cepat pula ia memasukimasa
reproduksi.

1.4 Perubahan Psikologis


Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-
kanak dan masa dewasa. Masa transisi sering kali menghadapkan
individu yang bersangkutan pada situasi yang membingungkan, di
satu pihak ia masih kanak-kanak dan di lain pihak ia harus
bertingkah laku seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang
menimbulkan konflik itu sering menyebabkan banyak tingkah laku
yang aneh, canggung, dan kalau tidak dikontrol bisa menimbulkan
kenakalan.

Masa remaja merupakan masa di mana banyak terjadi perubahan


fisik sebagai akibat mulai berfungsinya kelenjar endokrin yang
menghasilkan berbagai hormon yang akan mempengaruhi
pertumbuhan secara keseluruhan dan pertumbuhan organ seks pada
khususnya. Masa remaja sering disebut juga sebagai masa
pancaroba, masa krisis, dan masa pencarian identitas. Kenakalan
remaja terjadi pada umumnya karena tidak terpenuhinya
kebutuhan~kebutuhan mereka seperti kebutuhan akan prestasi,
kebutuhan akan konformitas, kebutuhan seksual, kebutuhan yang
berhubungan dengan kehidupan keluarga, dan kebutuhan akan
identitas diri serta kebutuhan popularitas. Dalam usahanyalmtuk
mencari identitas diri, seorang remaja sering membantah orang
tuanya karena ia mulai mempunyai pendapat-pendapat sendiri, cita-
cita serta nilai-nilai sendiri yang berbeda dengan orang tuanya..
Sebenarnya mereka belum cukup mampu untuk berdiri sendiri oleh
karena itu sering mereka terjerumus ke dalam kegiatan-kegiatan
yang menyimpang dari aturan atau disebut dengan kenakalan remaja.
Salah satu bentuk kenakalan remaja itu adalah perilaku seksual
remaja pranikah.

2.2.4. Faktor yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi


Secara umum terdapat 4 (empat) faktor yang berhubungan
dengan kesehatan reproduksi yakni :

1. Faktor sosial-ekonomi, dan demografi. Faktor ini berhubungan dengan


kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan
mengenai perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi
tempat tinggal yang terpencil.

2. Faktor budaya dan lingkungan, antara lain adalah praktik tradisional


yang berdampak buruk terhadap kesehatan reproduksi, keyakinan
banyak anak banyak rezeki, dan informasi yang membingungkan anak
dan remaja mengenai fungsi dan proses reproduksi.

3. Faktor psikologis: Keretakan orang tua akan memberikan dampak


pada kehidupan remaja, depresi yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharganya wanita di mata
pria yang membeli kebebasan dengan materi.

4. Faktor biologis, antara lain cacat sejak lahir, cacat pada saluran
reproduksi, dan sebagainya.
2.2.5. Dampak perilaku seksual remaja pranikah terhadap kesehatan
reproduksi
1. Hamil yang tidak dikehendaki (Unwanted pregnancy)

Unwanted pregnancy (kehamilan yang tidak dikehendaki)


merupakan salah satu akibat dari perilaku seksual remaja. Anggapan-
anggapan yang keliru seperti: melakukan hubungan seks pertama kali,
atau hubungan seks jarang dilakukan, atan perempuan Inasih muda
usianya, atau bila hubungan seks dilakukan sebelum atau sesudah
menstruasi, atau bila menggunakan teknik coitus interuptus
(senggama terputus), kehamilan tidak akan terjadi merupakan
pencetus semakin banyaknya kasus unwanted pregnancy.

Menurut Khisbiyah (1995) secara umum ada dua faktor yang


mempengaruhi pangambilan keputusan itu, yakni faktor internal dan
faktor eksternal.

a. Faktor internal meliputi, intensitas hubungan dan komitmen


pasangan remaja untuk menjalin hubungan jangka panjang dalam
perkawinan, sikap dan persepsi terhadap janin yang dikandung,
serta persepsi subjektif mengenai kesiapan psikologis dan
ekonomi untuk memasuki kehidupan perkawinan.

b. Faktor eksternal meliputi sikap dan penerimaan orang tua kedua


belah pihak, penilaian masyarakat, nilai-nilai normatif dan etis
dari lembaga keagamaan, dan kemungkinan-kemungkinan
perubahan hidup di masa depan yang mengikuti pelaksanaan
keputusan yang akan dipilih.
2. Penyakit menular seksual (PMS) HIV/AIDS

Dampak lain dari perilaku seksual remaja terhadap kesehatan


reproduksi adalah tertular PMS termasuk HIV/AIDS. Sering kali
remaja melakukan hubungan seks yang tidak aman. Adanya kebiasaan
berganti-ganti pasangan dan melakukan anal seks menyebabkan
remaja semakin rentan untuk tertular PMS/HIV, seperti sifilis, gonore,
herpes, klamidia, dan AIDS. Dari data yang ada menunjukkan bahwa
di antara penderita ata'u kasus HIV/AIDS, 53,0% berusia antara 15-29
tahun. Tidak terbatasnya cara melakukan hubungan kelamin pada
genital-genital saja (bisa juga mogenital) menyebabkan penyakit
kelamin tidak saja terbatas pada daex ah genital, tetapi dapat Juga
pada daerahdaerah ekstra genital.

3. Psikologis

Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat


berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah konsekuensi
psikologis. Setelah kehamilan terjadi, pihak perempuan atau tepatnya
korban utama dalam masalah ini. Kodrat untuk hamil dan melahirkan
menempatkan remaja perempuan dalam posisi terpojok yang sangat
dilematis. Dalam pandangan masyarakat, remaja putri yang hamil
merupakan aib keluarga, yang secara telak mencoreng nama . baik
keluarga; dan ia adalah si pendosa yang melanggar norma-norma
sosial dan agama. Penghakiman sosial ini tidak jarang meresap dan
terus tersosialisasi dalam diri remaja putri tersebut. Perasaan bingung,
cemas, malu, dan bersalah yang dialami remaja setelah mengetahui
kehamilannya bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap
masa depan, dan kadang disertai rasa benci dan marah baik kepada
diri sendiri maupun kepada pasangan, dan kepada nasib membuat
kondisi sehat secara fisik, sosial dan mental yang berhubungan
dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi remaja tidak terpenuhi.

2.3 Konsep Pengetahuan Remaja

2.4 Pernikahan Dini

2.4.1. Definisi Pemikahan


pernikahan adalah peristiwa ketika sepasang mempelai dipertemukan
secara formal di hadapan penghulu/kepala agama tertentu, para saksi, dan
sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan secara resmisebagai suami istri
melalui upacara dan ritus tertentu (Irianti dan Herlina, 2010: 103).

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seoramg
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan diperlukan persiapan fiSik dan mental untuk melaksanakannya (Mansur,
2009: 122).

Pernikahan dini selalu dikaitkan dengan usia pernikahan yang


dilaksanakan pada ambang batas atau dibawah usia perkawinan yang
dibolehkan oleh undang-undang (19 tahun untuk laki-laki dan 16 untuk
perempuan). Ambang batas tersebut sebenamya baru awal kebolehan yang
ditolelir oleh hukum di Negara kita, kesiapansosial, kesiapan mental, disinilah
perlu kiranya mempertimbangkan kondisi perkawinan yang mencukupi untuk
dikatakan cukup matang dalam persiapan.

Undang-undang Negara kita telah mengatur batas usia perkawinan. Dalam


Undang-undang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa
perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai mm 19 tahun dan Pihak
perempuan mencapai umur 16 tahun. Kebijakan pemerintah dalam

2.4.2. Faktor Pernikahan Dini


Beberapa faktor yang mempengaruhi pernikahan dini yaitu:

1.5 Pendidikan
Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian bahan atau
materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidikan (anak didik)
guna mencapai perubahan tingkah laku. Pendidikan mempakan salah satu
sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia sehingga
kualitas sumber daya manusia tergantung dari kualitas pendidikan.
Pendidikan berhubungan dengan kemampuan baca tulis dan kesempatan
sesorangmenen'ma serta menyerap informasi sebanyak-banyaknya.
Informasi yang diterima akan meningkatkan pengetahuan.

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi


persepsi seseorang, dengan pendidikan tinggi seseorang akan lebih mudah
menerima atau memilih suatu perubahan yang lebih baik. Tingkat
pendidikan menggambarkan tingkat kematangan kepribadian seseorang
dalam merespon lingkungan yang dapat mempengaruhi wawasan berpikir
atau merespon pengetahuan yang ada di sekitarmya Pendidikan yang rendah
akan berakibat terputusnya informasi yang diperoleh pada jenjang
pemdidikan yang lebih tinggi.

1.6 Sosial Ekonomi


Pernikahan dini pada remaja, terutama remaja putri masih berlanjut,
para gadis dewasa itu tak kuasa menolak desakan orang wanya untuk segera
menikah, sekalipun ada beberapa diantara mereka belum
mengalsmimentruasi, lantsrsn kondisi ckonomi yang menekan anak
percmpuan yang menikah khususnya di pedesaan mendatangkan
keuntungan ekonomi karena ditukar mahar atau mas kawin dan orang
tuapun terbebas dari kewajiban sosial ekonomi oleh tanggung jawab atas
nasib remaja putri yang tiba-tiba sudah berstatus istri
(www.juma1perempuan.com).

1.7 Sosial Budaya


Beberapa remaja berpandangan menikah muda merupakan pilihan
agar terhindar dari perbuatan dosa, seperti hubungan seks sebelum menikah
(etrida.wodpress.com). Remaja putri, terutama di pedesaan akan cepat-cepat
dikawinkan setalah dia menstruasi. Hal ini terjadi karena kebiasaan yang
terjadi sejak zaman dahulu karena remaja putri akan dikatakan perawan tua
oleh masyarakat sekitar apabila dia belum kawin pada usia lebih dari 20
tahun (www.jurnalperempuan.com).

2.4.3. Dampak Pemikahan Dini


Perubahan perilaku temaja yang makin dapat menerima hubungan seksual pra
nikah sebagai cermin fungsi rekreasi, ketika hubungan seksual telah
menghasilkan janin akibatnya dapat mempengaruhi psikologi dan fisik
(Manuaba,2008)

1.8 Dampak psikologi


Pada usia pemikahan dini yang teljadidibawah usia 20 tahun dalam
keadaan belum matang mental seseorang remaja akan mempengaruhi
penerimaan kehamilannya, dimana alat reproduksi remaja belum siap
menerima kehamilan, merasa tersisih dari pergaulan karena dianggap belum
mampu membawa diri, terkadang perasaan tertekan karena mendapat cercaan
dari keluarga, teman atau lingkungan masyarakat (Manuaba, 2008).
Sejatinya anak berusia dibawah umur belum paham benar menggenai
hubungan seks dan tujuannya. Mereka hanya melakukan apa yang diharuskan
pasangan terhadapnya tanpa memikirkan ha] yang melatar belakanginya
melakukan itu. Jika sudah demikian anak akan merasakan penyesalan
mendalam hidupnya (Sarwono, 2003).

Akibatnya remaja sering murung dan tidak bersemangat bahkan


remaja akan merasa minder untuk bergaul dengan anak-anak seusianya
mengingat statusnya sebagai istn'. Hal ini biasa disebut depresi berat atau
neoritis depresi akibat pernikahan dini. Dimana terdapat dua jenis depresi
kepribadian yaitu pribadi introvert dan ekstrovert (Manuaba 2008).

Pada sisi lain pernikahan dini juga berdampak negatif pada


keharmonisan keluarga. Hal ini disebabkan oleh kondisi psikologis yang
belum matang, sehingga cenderung labil dan emosional. Pada asia yang
belum matang ini biasanya remaja masih kurang mampu antuk bersosialisasi
dan adaptasi. Dikarenakan ego temaja yang masibdnggi serta belum
matangnya sisi kedewasaan untuk berkeluarga gehingga banyak ditemukan
kasus perceraian yang mempakan dampak dari mudahnya usia untuk menikah
(Sarwono, 2003).

1.9 Dampak fisik


Dampak fisik dalam pernikahan dini memang sangatlah besar
baik dalam melakukan hubungan seksual ataupun dalam persalinan
perkawinan dini yang berlanjut menjadi kehamilan sangat berdampak
negatif pada status kesehatan reproduksiya. Proses kehamilan dapat
terjadi anemia yang berdampak berat badan bayi lahir rendah, intra
uterifetaldeath, premature, abortus berulang, perdarahan, untuk proses
persalinan terkadang belum matang alat reproduksi membuat keadaan
panggul masih sempit dan sebaiknya untuk itu perlu pemantauan dan
pemeriksaan ekstra yang lebih lengkap (Manuaba, 2008).

Menurut Manuaba (2008), dampak flsik dari pemikahan dini


dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:

1.9.1 Dampak bagi ibu


1) Intra uterin fetal death

Intra uterin fetal death atau kematian janin dalam kandungan


adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam
kandungan. Keadaan ini sering dijumpai pada kehamilan dibawah
20 minggu dan sesudah 20 minggu, yaitu ibu tidak merasakan
gerakan janin biasanya berakhir dengan abortus.

2) Premature

Persalinan premature adalah suatu proses kelahiran bayi


sebelum usia kehamilan 37 minggu atau sebelum 3 minggu dari
waktu perkiraan persalinan. Resiko terjadinya kehamilan premature
antara lain:

1) Usia ibu saat hamil kmang dari 20 tahun

2) Wanita dengan gizi kurang atau anemia

3) Lemah servik

3) Perdarahan

Perdarahan saat melahirkan antara lain disebabkan oleh otot rahim


yang terlalu lemah dalam proses involusi.

4) Kematian ibu
Kematian ibu saat melahirkan disebakan oleh perdarahan,
infeksi dan melahirkan dengan usia yang terlalu muda.

5) Beresiko kanker serviks

Hubunhgan seks pada usia dibawah 17 tahun merangsang


tumbuhnya sel kanker pada alat kandungan perempuan, karena
rentan pada usia 12-17 tahun perubahan sel dalam mulut rahim
sedang aktif sekali. Saat sel sedang membelah secara aktif
(metamorfosis) idealnya tidak terjadi kontaks atau rangsangan
apapun dari luar, termasuk masuknya benda asing dalam tubuh
perempuan. Karena adanya benda asing, termasuk alat kelamin pria
dan sperma akan mengakibatkan perkembangan 86] kc arah
abnormal. Adanya sel abnormal dalam rahim dapat mengakibatkan
kanker mulut rahim (serviks).

1.9.2 Dampak bagi bayi


1) Kemungkinan janin lahir belum cukup usia kehamilan atau
kurang dari 37 minggu, pada umur kehamilan tersebut
pertumbuhan janin belum sempurna.

2) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yaitu, bayi yang lahir


dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Kebanyakan hal
ini dipengaruhi oleh umur ibu saat hamil kurang dari 20 tahun
dan ibu kutang gizi (Manuaba, 2008).

1.9.3 Sosial Budaya


Bebas dari paksaan pernikahan dini adalah salah satu hak
remaja yang harus diperhatikan. Hal ini berarti remajalah yang
bertanggung jawab dan sekaligus sebagai pengendali dirinya sendiri
bukan orang tua ataupun orang lain. Pernikahan dini yang belum siap
secara jasmani maupun rohani akan menimbulkan berbagai macam
konflik dalam rumah tangga, seperti halnya kekerasan dalam rumah
tangga dan hingga terj adi perceraian (www.bkkbn.go.id).

1.9.4 Sosial Ekonomi


Pernikahan dini menimbulkan persoalan dari berbagai sisi
seperti pendidikan. Kebanyakan remaja belum lulus SMP atau belum
lulus SMA. Karena minimnya pendidikan, pekerjaan semakin sulit
didapat dan berpengaruh pada pendapatan ekonomi keluarga.
Biasanya masalah yang timbul akan lebih besar kalau pasangan
remaja tersebut punya anak. Dengan adanya desakan ekonomi yang
cukup sulit banyak orang tua terpaksa mengeksploitasi anak-anak
mereka (www.etridawordpress.com).
2.5 Kerangka Teori Sasaran pendidikan kesehatan Metode pendidikan kesehatan
1. Primer 1. Metode individu
Pendidikan Kesehatan
2. Sekunder 2. Metode kelompok
3. Tersier 3. Metode massa

Media pendidikan kesehatan


Kesehatan Reproduksi
1. Media cetak
Aspek perubahan pada remaja 2. Media Elektronik

1. Perubahan fisik 3. Media papan

2. Perubahan psikologi

Faktor yang berhubungan dengan


kesehatan reproduksi

1. Faktor social-ekonomi

2. Faktor budaya dan lingkungan

3. Faktor psikologis

4. Faktor biologis
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen, dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2008) pendekatan
kuantitatif yaitu suatu proses menemukan pengertian menggunakan data berupa
angka sebagai alat untuk menemukan keterangan mengenai apa yang ingin
diketahui. Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian eksperimental
dengan tujuan untuk mengetahui variabel sebab dan variabel akibat, yaitu
pengaruh dari membangun hubungan positif guru terhadap keterampilan sosial
anak TK.
Jenis eksperimen yang digunakan adalah pre eksperimen, penelitian ini
digunakan karena tidak dilakukannya random assignment terhadap subjek
penelitian. Menurut Louis (2010) random assignment merupakan pemilihan secara
acak peserta penelitian yang akan ditempatkan pada kelompok yang berbeda,
seperti kelompok eksperimental dan kelompok kontrol.
Desain eksperimen yang akan digunakan adalah desain penelitian non
equivalent atau disebut juga "one group pre test and post-test design" yaitu sebuah
desain penelitian yang digunakan dengan cara memberikan tes awal dan tes akhir
terhadap sampel penelitian kelompok tunggal. Desain penelitian one group pre test
and post-test dapat digambarkan seperti pada gambar 3.1. (Arikunto, 2006)Gambar
3.1one group pre test and post-test design


O1 X O2

Keterangan :
O1 : Nilai Pre-test
O2 : Nilai Post-test
X : Eksperimen
Penelitian eksperimen ini diberikan kepada kelompok tunggal dengan
memberikan tes awal perlakuan dan tes akhir, sehingga penelitiannya
dilakukan dua kali observasi yaitu sebelum dan setelah melakukan
treatment (X).MenurutSudjana (1999) penelitian dengan menggunakan
one group pre test and post-test design dapat dilakukan dengan tiga
langkah, diantaranya adalah:
1. Mengukur variabel terikat yaitu pendidikan reproduksi terhadap pengetahuan
remaja tentang dampak dari pernikahan dini perlakuan dilakukan (pre-test)
2. Memberikan perlakuan /
3. treatment (X) yaitu Perilaku remaja terhadap dampak dari pernikahan dini
tentang pendidikan reproduksinya terhadap sampel penelitian
4. Mengukur kembali periaku ramaja terhadap pendidikan reproduksi tentang
dampak dari pernikahan dini
5. setelah perlakuan dilakukan (post-test)

Anda mungkin juga menyukai