Anda di halaman 1dari 8

mia aplastik

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Landasan Teori


Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan komponen
selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada
keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami
pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih,
dan trombosit.
Konsep mengenai anemia aplastik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988 oleh Paul
Ehrlich. Ia melaporkan seorang wanita muda yang pucat dan panas dengan ulserasi gusi,
menorrhagia, anemia berat dan leukopenia. Sewaktu dilakukan autopsi ditemukan tidak ada
sumsum tulang yang aktif, dan Ehrlich kemudian menghubungkannya dengan adanya penekanan
pada fungsi sumsum tulang. Pada tahun 1904, Chauffard memperkenalkan istilah anemia
aplastik.
Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus
persejuta penduduk pertahun. Insidensi anemia aplastik diperkirakan lebih sering terjadi di
negara Timur dibanding negara Barat. Peningkatan insiden mungkin berhubungan dengan faktor
lingkungan seperti peningkatan paparan terhadap bahan kimia toksik dibandingkan faktor
genetik.Selain itu ketersediaan obat-obat yang dapat diperjual belikan dengan bebas merupakan
salah satu faktor resiko peningkatan insiden. Obat-obat seperti kloramfenikol terbukti dapat
mensupresi sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum tulang dan mengakibatkan
aplasia sumsum tulang sehingga diperkirakan menjadi penyebab tingginya insiden.Kasus anemia
aplastik ini sangat rendah pertahunnya. Kira-kira 2 5 kasus/juta penduduk/tahun.
Dan umumnya penyakit ini bisa diderita semua umur. Meski termasuk jarang, tetapi
penyakit ini tergolong penyakit yang berpotensi mengancam jiwa dan biasanya dapat
menyebabkan kematian.Pada pria penyakit anemia aplastik ini lebih berat dibanding wanita
walaupun sebenarnya perbandingan jumlah antara pria dan wanita hampir sama.
1.2 Batasan Masalah
Pada makalah ini akan membahas tentang anemia aplastik.

1.3 Rumusan Masalah


1.3.1 Definisi dari anemia ?
1.3.2 Definisi dari anemia aplastik ?
1.3.3 Klasifikasi anemia aplastik ?
1.3.4 Bagaimana patofisiologinya?
1.3.5 Apakah tanda dan gejala dari anemia aplastik ?
1.3.6 Penyebab dari anemia aplastik?
1.3.7 Pemeriksaan laboraturium apa yang dapat digunakan ?
1.3.8 Bagaimana pencegahan pada anemia aplastik?
1.3.9 Bagaimanakah cara pengobatan pada anemia aplastik?
1.3.10 Prognosis apa yang dapat disampaikan?

1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Khusus
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hematologi III.
1.4.2 Tujuan Umum
...... Agar mengetahui,dan mengerti serta memahami segala sesuatu yang berhubungan dengan
anemia aplastik.

1.5 Manfaat
Agar kita dapat lebih mengenal tentang anemia aplastik pada mata kuliah Hematologi III ini.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Anemia


Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit dibawah normal.anemia bukanlah suatu penyakit melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh.secara fisiologis
anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke
jaringan.
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah
merah berlebihan atau keduanya.kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan
nutrisi,pajanan toksiknvasi tumor dan kebanyakan hal yang tidak diketahui.sel darah merah dapat
hilang melalui perdarahan atau hemolisis.lisis sel darah merah terjadi terutama dalam sel
fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limfa. Sebagian hasil
proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah.setiap kenaikan
destruksi sel darah merah dan segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma.

2.2 Definisi Anemia Aplastik


Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan
pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia aplastik terjadi penurunan
produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia,
granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia. Istilah anemia aplastik sering juga
digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab apapun.
Sinonim lain yang sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia aregeneratif,
aleukia hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik toksik.

2.3 Klasifikasi Anemia Aplastik


Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Idiopatik : Biasanya kasus tidak diketahui gejala yang jelas
2. Sekunder : Bila kasusanya telah diketahui.
3. Konstitusional : Adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya Anemia
Fanconi.

2.4 Patofisiologi
Kegagalan sum-sum terjadi akibat kerusakan berat pada kompartemen sel hematopoetik. Pada
anemia aplastik, tergantinya sum-sum tulang dengan lemak dapat terlihat pada morfologi
spesimen biopsy dan MRI pada spinal. Sel yang membawa antigen CD34, marker dari sel
hematopoietik dini, semakin lemah, dan pada penelitian fungsional, sel bakal dan primitive
kebanyakan tidak ditemukan.Suatu kerusakan intrinsic pada sel bakal terjadi pada anemia
aplastik konstitusional: sel dari pasien dengan anemia Fanconi mengalami kerusakan kromosom
dan kematian pada paparan terhadap beberapa agen kimia tertentu. Telomer kebanyakan pendek
pada pasien anemia aplastik, dan mutasi pada gen yang berperan dalam perbaikan telomere
(TERC dan TERT ) dapat diidentifikasi pada beberapa orang dewasa dengan anomaly akibat
kegagalan sum-sum dan tanpa anomaly secara fisik atau dengan riwayat keluarga dengan
penyakit yang serupa. Anemia aplasia sepertinya tidak disebabkan oleh kerusakan stroma atau
produksi faktor pertumbuhan.

2.5 Tanda dan Gejala Anemia Aplastik


Pada penderita anemia aplastik dapat ditemukan tiga gejala utama yaitu, anemia kurang darah
merah), trombositopenia (kurang trombosit), dan leukopenia (kurang leukosit). Ketiga gejala
ini disertai dengan gejala-gejala lain yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Anemia biasanya ditandai dengan pucat, mudah lelah, lemah, hilang selera makan, dan
palpitasi. Gejala-gejala lain yang berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel
darah putih.
2. Trombositopenia, misalnya: perdarahan gusi, epistaksis, petekia, ekimosa dan lain-lain.
3. Leukopenia, misalnya: infeksi.
Selain itu, hepatosplenomegali dan limfa denopati juga dapat ditemukan pada
penderita anemia aplastik ini meski sangat jarang terjadi.
2.6 Penyebab Anemia Aplastik
Penyebab hampir sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik dimana
penyebabnya masih belum dapat dipastikan. Namun ada faktor-faktor yang diduga dapat memicu
terjadinya penyakit anemia aplastik ini.
Faktor-faktor penyebab yang dimaksud antara lain:
1. Penyakit kongenital atau menurun seperti anemia fanconi, dyskeratosis congenita,
sindrom Pearson, sindrom Dubowitz dan lain-lain. Diduga penyakit-penyakit ini memiliki
kaitan dengan kegagalan sumsum tulang yang mengakibatkan terjadinya pansitopenia
(defisit sel darah).
2. Zat-zat kimia yang sering menjadi penyebab anemia aplastik misalnya benzen, arsen,
insektisida, dan lain-lain. Zat-zat kimia tersebut biasanya terhirup ataupun terkena (secara
kontak kulit) pada seseorang.
3. Obat seperti kloramfenikol diduga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya
pemberian kloramfenikol pada bayi sejak berumur 2 3 bulan akan menyebabkan anemia
aplastik setelah berumur 6 tahun. America Medical Association juga telah membuat daftar
obat-obat yang dapat menimbulkan anemia aplastik. Obat-obat yang dimaksud antara lain:
Azathioprine, Karbamazepine, Inhibitor carbonic anhydrase, Kloramfenikol, Ethosuksimide,
Indomethasin, Imunoglobulin limfosit, Penisilamine, Probenesid, Quinacrine, Obat-obat
sulfonamide, Sulfonilurea, Obat-obat thiazide, Trimethadione.
4. Radiasi juga dianggap sebagai penyebab anemia aplastik ini karena dapat mengakibatkan
kerusakan pada sel induk ataupun menyebabkan kerusakan pada lingkungan sel induk.
Contoh radiasi yang dimaksud antara lain pajanan sinar X yang berlebihan ataupun jatuhan
radioaktif (misalnya dari ledakan bom nuklir). Paparan oleh radiasi berenergi tinggi ataupun
sedang yang berlangsung lama dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang akut dan
kronis maupun anemia aplastik.
5. Selain radiasi, infeksi juga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya seperti infeksi
virus Hepatitis C, EBV, CMV, parvovirus, HIV, dengue dan lain-lain.
2.7 Pemeriksaan Laboratorium Anemia Aplastik
2.7.1. Darah
Apusan menunjukkan eritrosit yang besar dan kurangnya platelet dan granulosit. Mean
corpuscular volume (MCV) biasanya meningkat. Retikulosit tidak ditemukan atau kurang dan
jumlah limfosit dapat normal atau sedikit menurun. Keberadaan myeloid immature menandakan
leukemia atau MDS sel darah merah yang bernukleus menandakan adanya fibrosis sum-sum atau
invasi tumor platelet abnormal menunjukkan adanya kerusakan perifer atau MDS.
2.7.2. Sumsum Tulang
Sumsum tulang biasanya mudah diaspirasi namun menjadi encer jika diapuskan dan biopsi
spesimen lemak terlihat pucat pada pengambilan. Pada aplasia berat, apusan dari specimen
aspirat hanya menunjukkan sel darah merah, limfosit residual, dan sel strome; biopsy (dimana
sebaiknya berukuran >1 cm) sangat baik untuk menentukan selularitas dan kebanyakan
menunjukkan lemak jika dilihat dibawah mikroskop, dengan sel hematopoetik menempati <25%
style=""> sumsum yang kosong, sedangkan hot-spot hematopoiesis dapat pula terlihat pada
kasus yang berat. Jika spesimen pungsi krista iliaka tidak adekuat, sel dapat pula diaspirasi di
sternum. Sel hematopoietik residual seharusnya mempunyai morfologi yang normal, kecuali
untuk eritropoiesis megaloblastik ringan; megakariosit selalu sangat berkurang dan biasanya
tidak ditemukan. Sebaiknya myeloblast dicari pada area sekitar spikula. Granuloma (pada
specimen seluler) dapat mengindikasikan etiologi infeksi dari kegagalan sumsum.

2.8 Pencegahan Pada Anemia Aplastik


Usaha pertama untuk mencegah anemia aplastik ini adalah menghindari paparan bahan kimia
berlebih sebab bahan kimia seperti benzena juga diduga dapat
menyebabkan anemia aplastik.
Kemudian hindari juga konsumsi obat-obat yang dapat memicu anemia aplastik. Kalaupun
memang harus mengonsumsi obat-obat yang demikian, sebisa mungkin jangan mengonsumsinya
secara berlebihan. Selain bahan kimia dan obat, ada baiknya pula untuk menjauhi radiasi seperti
sinar X dan radiasi lainnya. Selain itu dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan
dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada
pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang baik, yaitu sel darah
merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik.

2.9 Pengobatan Anemia Aplastik


Pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita Anemia Aplastik cukup banyak yang
diantaranya :
1. Terapi Suportif
Transfusi sel darah merah dan trombosit sangat bermanfaat. Hal ini dilakukan untuk
mengimbangi kekurangan sel darah merah dan trombosit.
2. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik
Terapi dengan faktor pertumbuhan sebenarnya tidak dapat memperbaiki kerusakan sel induk.
Namun terapi ini masih dapat dijadikan pilihan terutama untuk pasien dengan infeksi berat.
3. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada pasien anemia aplastik jika memiliki
donor yang cocok HLA-nya (misalnya saudara kembar ataupun saudara kandung). Terapi ini
sangat baik pada pasien yang masih anak-anak.
Transplantasi sumsum tulang ini dapat mencapai angka keberhasilan lebih dari 80% jika
memiliki donor yang HLA-nya cocok. Namun angka ini dapat menurun bila pasien yang
mendapat terapi semakin tua. Artinya, semakin meningkat umur, makin meningkat pula reaksi
penolakan sumsum tulang donor. Kondisi ini biasa disebut GVHD atau graft-versus-host disease.
Kondisi pasien akan semakin memburuk.
4. Terapi imunosupresif
Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang menderita anemia aplastik.
Terapi ini dilakukan dengan konsumsi obat-obatan. Obat-obat yang termasuk terapi
imunosupresif ini antara lain antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin
(ALG), siklosporin A (CsA) dan Oxymethalone. Oxymethalon juga memiliki efek samping
diantaranya, retensi garam dan kerusakan hati. Orang dewasa yang tidak mungkin lagi
melakukan terapi transplantasi sumsum tulang, dapat melakukan terapi imunosupresif ini.
Pengobatan anemia aplastik dapat bersifat suportif yaitu dengan transfusi PRC dan trombosit.
Penggunaan obat-obat atau agen kimia yang diduga menjadi penyebab anemia aplastik harus
dihentikan.

Prognosis
Anemia aplastik 80% meninggal (karena perdarahan atas infeksi). Separuhnya meninggal
dalam waktu 3-4 bulan setelah diagnosis.
Anemia aplastik ringan 50% sembuh sempurna atau parsial. Kematian terjadi dalam waktu
yang lama.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang disebabkan oleh kegagalan produksi
di sumsum tulang sehingga mengakibatkan penurunan komponen selular pada darah tepi yaitu
berupa keadaan pansitopenia (kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan
trombosit). Anemia aplastik merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Insidensinya bervariasi
di seluruh dunia yaitu berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Frekuensi
tertinggi insidensi anemia aplastik adalah pada usia muda. Anemia aplastik dapat disebabkan
oleh bahan kimia, obat-obatan, virus, dan terkait dengan penyakit-penyakit yang lain. Anemia
aplastik juga ada yang ditururunkan seperti anemia Fanconi. Akan tetapi, kebanyakan kasus
anemia aplastik merupakan idiopatik.

3.2 Saran
Disarankan agar menghindari paparan bahan kimia, mengkonsumsi obat-obatan yang dapat
memicu anemia aplastik, sebaiknya untuk menjauhi radiasi, menjaga lingkungan sekitar dan
hygine yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Young NS, Alter BP. Aplastic anemia : Acquired and Inherited. Philadelphia : WB
Saunders,1994
Bakta, I Made, Prof. Dr. Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
2006: 98 110
Hoffbrand.A.V.,J.E.Pettit and P.A.H.Moss.2002.HEMATOLOGI.Jakarta:EGC,2005
http://cetrione.blogspot.com/2008/08/anemia-aplastik-definisi-anemia.html

http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-qhze241.htm

Diposkan oleh adnes mareta di 13.05


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

0 komentar:

Poskan Komentar

Anda mungkin juga menyukai