Anda di halaman 1dari 28

Case Report Session

MIOMA UTERI

Oleh :

Amelia Amelina Azmi 1010313022

Radhia Ashabul Kahfi Bey 1210313090

Tuti Alawiyah 1210313093

PRESEPTOR:

dr. H. Muslim Nur, Sp.OG (K)

dr. M. Alam Patria, Sp. OG

dr. Susanti Apriani, Sp. OG

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUD DR M. ZEIN PAINAN

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mioma uteri merupakan suatu pertumbuhan jinak dari sel-sel otot polos
rahim. Neoplasma jinak ini berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpanginya, sehingga dalam kepustakaan dikenal dengan istilah
fibromioma, leiomioma, ataupun fibroid ( Carey dan Rayburn, 2001 ). Mioma
uteri banyak menimbulkan gangguan tapi ada juga yang tidak menimbulkan
keluhan dan bahkan akan mengecil pada usia menopause. Tetapi beberapa
mioma akan menimbulkan gejala nyeri, gejala penekanan pada organ visera
yang lain, perdarahan dan anemia atau menyebabkan permasalahan kehamilan
(Mirza, 2008). Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari
seluruh wanita. Di Indonesia, mioma ditemukan 2,39%-11,7% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat ( Baziad, 2003 ).
Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita 35-45 tahun ( kurang lebih
25% ) dan jarang pada wanita usia 20 tahun dan wanita post menopause.
Statistic menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak
pernah hamil atau hanya hamil satu kali. Prevalensi meningkat apabila
ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara (Schorge et al,
2008).
Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi
yang efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai
etiologi mioma uteri itu sendiri. Walaupun jarang menyebabkan mortalitas,
namun morbiditas yang ditimbulkan oleh mioma uteri ini cukup tinggi karena
mioma uteri dapat menyebabkan nyeri perut dan perdarahan abnormal, serta
diperkirakan dapat menyebabkan kesuburan rendah. (Bailliere, 2006).
Beberapa teori menunjukkan bahwa mioma bertanggung jawab terhadap
rendahnya kesuburan. Adanya hubungan antara mioma dan rendahnya
kesuburan ini telah dilaporkan oleh dua survei observasional. Dilaporkan
sebesar 27 40 % wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas.
Pengobatan mioma uteri dengan gejala klinik umumnya adalah tindakan
operasi yaitu histerektomi (pengangkatan rahim) atau pada wanita yang ingin
mempertahankan kesuburannya, miomektomi (pengangkatan mioma) dapat
menjadi pilihan (Djuwantono, 2004).

B. TUJUAN
a. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui pengertian, etiologi, patofisiologi, gejala klinis,

pemeriksaan penunjang, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, dan

komplikasi pada mioma uteri.

b. Manfaat Penulisan
Diharapkan mahasisiwa kedokteran untuk mengerti dan memahami
tentang mioma uteri sehingga dapat melakukan penatalaksanaan pada wanita
yang mengalami permasalahan yang terkait, khususnya mioma uteri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot
rahim dan jaringan ikat di sekitarnya. Mioma belum pernah ditemukan
sebelum terjadinya menarche, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira
10% mioma yang masih tumbuh ( Guyton, 2002 ). Mioma uteri sering juga
disebut dengan fibroid walaupun asalnya dari jaringan otot. Dapat bersifat
tunggal atau ganda, dan mencapai ukuran besar (100 pon). Konsistensi keras,
dengan batas kapsul yang jelas, sehingga dapat dilepaskan dari sekitarnya.
Penampangnya berbentuk whorl like trabeculation yang khas seperti konde
( Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD, 1981 ).

B. Etiologi
Etiologi pasti belum diketahui, tetapi terdapat korelasi antara pertumbuhan
tumor dengan peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma
uteri, serta adanya faktor predisposisi yang bersifat herediter dan faktor
hormon pertumbuhan serta Human Placental Lactogen. Faktor yang diduga
berperan untuk inisiasi pada perubahan genetik pada mioma uteri adalah
abnormalitas intrinsik pada miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara
kongenital pada miometrium, perubahan hormonal, atau respon kepada
kecederaan iskemik ketika haid. Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-
perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh promoter (hormon) dan efektor
(growth factors) (Parker, 2007).
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktoral. Dipercaya bahwa mioma merupakan
sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel
neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom,
khususnya pada kromosom lengan. Dikatakan bahwa mioma
merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi
somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor
mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi
genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan
mioma:
1. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma
uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium.
Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan
wanita dengan sterilitas. Selama fase sekretorik, siklus menstruasi dan
kehamilan, jumlah reseptor estrogen di miometrium normal berkurang.
Pada mioma reseptor estrogen dapat ditemukan sepanjang siklus
menstruasi, tetapi ekskresi reseptor tersebut tertekan selama kehamilan.
2. Progesteron
Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang siklus
menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan antagonis natural dari
estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan mioma dengan dua cara
yaitu: Mengaktifkan 17-Beta hidroxydesidrogenase dan menurunkan
jumlah reseptor estrogen pada mioma.
3. Hormon Pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, terlihat pada
periode ini memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari mioma
selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara
hormon pertumbuhan dan estrogen (Djuwantono, 2005).
Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi
terjadinya mioma uteri, yaitu :
1. Umur
Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu
mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20
tahun. Sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan
(Wiknjosastro, 2005). Pada usia sebelum menarche kadar estrogen rendah,
dan meningkat pada usia reproduksi, serta akan turun pada usia
menopause (Ganong, 2008). Pada wanita menopause mioma uteri
ditemukan sebesar 10% (Jodosapoetro, 2005).
2. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma
uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri
(Parker, 2007).
3. Obesitas
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh
enzim aromatase di jaringan lemak (Djuwantono, 2005). Hasilnya terjadi
peningkatan jumlah estrogen tubuh, dimana hal ini dapat menerangkan
hubungannya dengan peningkatan prevalensi dan pertumbuhan mioma
uteri (Parker, 2007).
4. Paritas
Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk
terjadinya perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak
pernah hamil atau satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri
berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu
kali ( Schorge et al., 2008 ).
5. Kehamilan
Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang pernah
dilakukan ditemukan sebesar 0,3%-7,2% selama kehamilan. Kehamilan
dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam
kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Kedua keadaan ini
ada kemungkinan dapat mempercepat pembesaran mioma uteri (Manuaba,
2003). Kehamilan dapat juga mengurangi resiko mioma karena pada
kehamilan hormon progesteron lebih dominan.
C. Klasifikasi

Sarang mioma di uterus dapat berasal dari servik uteri (1-3%) dan
selebihnya adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut
arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:
a. Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus.
Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun
besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma
submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan
perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dengan tindakan
kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete
bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai
tumor. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma
submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis
mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari
rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma
yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi, dan infark. Pada
beberapa kasus penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses
di atas.
b. Mioma Intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena
pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk
simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai
banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-
benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding
depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong
kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.

c. Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di
antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
d. Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya
ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus
sehingga disebut mondering/parasitic fibroid.
Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus.
Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga
ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka akan tampak bahwa mioma terdiri dari
berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan (whorle
like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini.

D. Patofisiologi
Mioma uteri terjadi karena adanya sel-sel yang belum matang dan pengaruh
estrogen yang menyebabkan submukosa yang ditandai denga pecahnya
pembuluh darah dan intranurel, sehingga terjadi kontraksi otot uterus yang
menyebabkan perdarahan pervaginam lama dan banyak. Dengan adanya
perdarahan pervagina lama dan banyak akan terjadi resiko tinggi kekurangan
volume cairan dan gangguan peredaran darah ditandai dengan adanya nekrosa
dan perlengketan sehingga timbul rasa nyeri.
E. Manifestasi Klinis

Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi,
arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-
50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak
mengeluh apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala
klasik dari mioma uteri. Dari penelitian multisenter yang dilakukan pada 114
penderita ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis
mioma submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma mengeluh dismenore,
nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang. Tergantung dari lokasi dan
arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter, dan usus dapat
terganggu, dimana peneliti melaporkan keluhan disuri (14%), keluhan
obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya dijumpai
pada 2-10% kasus. Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba
falopii. Abortus spontan dapat terjadi bila mioma uteri menghalangi
pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan
mencegah terlepas atau tertahannya uterus di dalam panggul (Goodwin, 2009).
1. Massa di Perut Bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di perut
bagian bawah.
2. Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan
menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan
bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan
luas permukaan endometrium atau kerana meningkatnya insidens
disfungsi ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan
mioma uteri menyatakan terjadi perubahan struktur vena pada
endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadinya venule
ectasia.
Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin
dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran
darah langsung dari miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi
ini. Growth factor yang merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi
tonus vaskuler dan yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat
menyebabkan perdarahan uterus abnormal dan menjadi target terapi
potensial. Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory factor atau
vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga
menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal.
3. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini
timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai
dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma
submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenorrhoe. Dapat
juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang bertangkai.
Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa nek dan muntah-muntah.
Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena
tekanan pada urat syaraf yaitu pleksus uterovaginalis, menjalar ke
pinggang dan tungkai bawah (Pradhan, 2006).
4. Pressure Effects (Efek Tekenan)
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-
organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan
sulit untuk dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada
kandung kencing, pollakisuria dan dysuria. Bila uretra tertekan bisa
menimbulkan retensio urinae. Bila berlarut-larut dapat menyebabkan
hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum tidak begitu besar, kadang-
kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi.
5. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan
masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40%wanita dengan mioma uteri
mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang
mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma
submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga
uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat
menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implasntasi embrio dapat
terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium
dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor (Stoval, 2001). Apabila
penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan
penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk
dilakukan miomektomi
Selain itu terdapat perubahan sekunder yang terjadi, diantaranya:
1. Atrofi
Tanda-tanda dan gejala berkurang dan menghilang karena ukuran
mioma uteri berkurang saat menopause atau setelah kehamilan.
2. Degenerasi Hialin
Perubahan ini sering terutama pada penderita usia lanjut disebabkan
karena kurangnya suplai darah. Jaringan fibrous berubah menjadi
hialin dan serabut otot menhilang. Mioma kehilangan struktur aslinya
menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian
kecil daripadanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot
dari kelompok lainnya.
3. Degenerasi Kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma
menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur
berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan
bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan
konsistensi yang lunak tumor ini sukar dibedakan dari kista ovarium
atau suatu kehamilan.
4. Degenerasi Membatu ( Calsireus Degeneration )
Terutama terjadi pada wanita usia lanjut oleh karena adanya gangguan
dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang
mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada
foto rontgen.
5. Degenerasi Merah
Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis:
Diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan
vaskulerisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti
daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan
hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada
kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan,
tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan
klinik ini seperti pada putaran yangkai tumor ovarium atau mioma
bertangkai.
6. Degenerasi Lemak
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin. Pada mioma
yang sudah lama dapat terbentuk degenerasi lemak. Di permukaan
irisannya berwarna kuning homogen dan serabut ototnya berisi titik
lemak dan dapat ditunjukkan dengn pengecatan khusus untuk lemak
(Joedosapoetra, 2005).
F. Diagnosis

1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,
faktor risiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Biasanya teraba
massa menonjol keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah panjang
serta adanya riwayat pervaginam terutama pada wanita usia 40-an. Kadang
juga dikeluhkan perdarahan kontak.
2. Pemeriksaan Fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemriksaan bimanual rutin uterus.
Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus
oleh satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan
bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Temuan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini
disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat
besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoetin yang pada
beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara
polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma
terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter
dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoietin ginjal.
b. Imaging
1) Pemeriksaan dengan USG (ultrasonografi) transanbdominal dan
transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri.
Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang
kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik di observasi
melalui ultrasonografi intraabdominal. Mioma uteri secara khas
menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan
irreguleritas kontur maupun pembesaran uterus. histeroskopi
digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submokosa, jika
mioma kecil dan bertangkai. Mioma tersebut sekaligus dapat
diangkat.
2) MRI (Magnetic Resonance Imaging) sangat akurat dalam
menggambarkan jumlah, ukuran, dan likasi mioma tetapi jarang
diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap
berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI
dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan
jelas, termasuk mioma.
G. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan
pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma
lebih besar dari kehamilan 10-12 munggu, tumor yang berkembang cepat,
terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi.
2. Medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan
mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi
medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti
sementara dari operatif.
Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog
GnRHa (Gonadotropin Realising Hormon Agonis), progesteron, danazol,
gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain seperti
gossypol dan amantadine (Verala, 2003).
3. Operatif
Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi
arteri uterus.
a. Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada
mioma mioma submukosa pada mioma geburt dengan cara ekstirpasi
lewat vagina.
b. Histerektomi, adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan
terpilih. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan
mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri.
c. Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE), adalah
injeksi arteri uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter
yang nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma dan
menyebabkan nekrosis. Nyeri setelah UAE lebih ringan daripada
setelah pembedahan mioma dan pada UAE tidak dilakukan insisi serta
waktu penyembuhannya yang cepat (Swine, 2009).
4. Radiasi dengan radioterapi
Radioterapi dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi
pada beberapa kasus.

H. Komplikasi
Komplikasi merupakan suatu kondisi yang mempersulit atau reaksi
negative yang terjadi pada penderita akibat mioma uteri.
1. Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi Leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32 0,6 %
dari seluruh mioma, serta merupakan 50 75 % dari seluruh sarkoma
uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histology
uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila
mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang
mioma dalam menopause.
2. Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah
syndrome abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan gangguan akut
tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan dimana
terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum. Sarang mioma
dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan
sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang menyebabkan
perdarahan berupa metroragia disertai leukore dan gangguan-gangguan
yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.
BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. M

Usia : 55 tahun

RM : 217955

Alamat : Duku Utara

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Anamnesis :

Seorang pasien wanita Ny.M usia 55 tahun masuk ke IGD RSUD. Dr. M.

Zein Painan dengan keluhan pengeluaran darah berbongkah dari kemaluan sejak

6 bulan yang lalu.

Keluhan Utama :

Keluar darah disertai bongkahan dari kemaluan sejak 6 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Keluar darah disertai bongkahan dari kemaluan sejak 6 buln yang lalu,

darah semakin meningkat sejak 1 bulan ini.


Keluar darah dari kemaluan membasahi 4 helai kain sejak 1 hari yang

lalu, nyeri hilang timbul

Penurunan berat badan 5 kg selama 3 bulan terakhir

Riwayat penyakit hipertiroid namun tidak pernah berobat

Keluar jaringan seperti daging tidak ada

Keluar jaringan seperti mata ikan tidak ada

Riwayat trauma tidak ada, riwayat keputihan tidak ada, riwayat demam

tidak ada

BAB dan BAK biasa

Riwayat menstruasi: menarche usia 14 tahun, siklus teratur, lama 5-7 hari,

ganti dug 2-3 kali/hari

Riwayat Penyakit dahulu :

Riwayat operasi apendisitis 10 tahun yang lalu

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat diabetes melitus disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat keputihan disangkal

Riwayat alergi tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular, keturunan,

atau kejiwaan.

Riwayat Psikososial :

Pendidikan terakhir Ibu : SD


Pendidikan terakhir Suami : SD
Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga
Pekerjaan Suami : swasta
Jumlah anggota keluarga : 10 orang

Riwayat Kebiasaan

riwayat merokok tidak ada


suami pasien merokok, dua bungkus sehari
riwayat konsumsi alkohol tidak ada
riwayat penggunaaan obat terlarang tidak ada

Riwayat perkawinan : 1 kali, tahun 1981

Riwayat kehamilan/ abortus/persalinan :

1. Tahun 1982/ perempuan/ BB tidak tahu/ aterm/ pervaginam/ dukun/

hidup

2. Tahun 1985/ perempuan/ BB tidak tahu/ aterm/ pervaginam/ dukun/

hidup

3. Tahun 1988/ perempuan/ BB tidak tahu/ aterm/ pervaginam/ dukun/

hidup

4. Tahun 1992/ laki-laki/ BB tidak tahu/ aterm/ pervaginam/ dukun/ hidup


5. Tahun 1997/ perempuan/ BB tidak tahu/ aterm/ pervaginam/ dukun/

hidup

6. Tahun 1999/ perempuan/ BB tidak tahu/ aterm/ pervaginam/ dukun/

hidup

7. Tahun 2003/ perempuan/ BB tidak tahu/ aterm/ pervaginam/ dukun/

hidup

8. Tahun 2005/ perempuan/ BB tidak tahu/ aterm/ pervagiman/ dukun/ lupa

9. Tahun 2007/ perempuan/ BB tidak tahu/ aterm/ pervaginam/ dukun/ lupa

Riwayat Kontrasepsi : Tidak ada riwayat penggunaan kontrasepsi

Riwayat Immunisasi TT : (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Status Gizi : Obesitas (BB: 110 kg TB: 160 cm BMI: 42,9)

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : composmentis kooperatif

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 93x/menit

Nafas : 23x/menit

Suhu : 37,2oc

STATUS INTERNUS

Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera tidak ikterik


THT : tidak ada kelainan

Leher : JVP 5-2 cmH2O, tiroid tidak membesar

Thoraks : jantung dan paru dalam batas normal

Abdomen : status obstetrikus

Genitalia : status obstetrikus

Ekstermitas: edema -/-, CRT < 2

STATUS OBSTETRIKUS

Muka : kloasma gravidarum (-)

Mammae : A/P tidak tampak hiperpigmentasi

Abdomen :

Inspeksi : perut tidak tampak membuncit, sikatrik (+)

Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muskular (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Genitalia

Inspeksi : vulva dan uretra tenang, PPV (+)

Inspekulo :

vagina : massa (-), fluksus (+), laserasi (-). Tampak darah

menumpuk difornik posterior.

portio : Mulut portio lunak, tumor (-), fluksus (+), laserasi (-),

OUE terbuka, tampak darah di kanalis servikalis.


Gambar : Inspekulo pasien mioma geburt

VT Bimanual

Vagina : tumor (-)

Portio : NP, portio ukuran normal, arah posterior, OUE terbuka,

nyeri tekan (-)

Pemeriksaan tambahan :

Hb : 3 g/dl

Leukosit : 3500/mm3

Ht : 12%

Trombosit : 398.000/mm3

Pt : 14,5 detik

APTT : 22,6 detik

Urin : plano tes (-)

Diagnosis kerja

PUA ec Mioma Geburt + anemia berat


Sikap : kontrol KU, VS, PPV

Inform content

Terapi : - IVFD RL 20 tpm

- rencana kuretase

- transfuse PRC

Rencana : Kuretase.

Follow Up

Tanggal : 1 November 2017

Dilakukan kuretase dalam narkose berhasil dikeluarkan jaringan 10 gr

perdarahan selama tindakan 50cc.

Diagnosis : PUA ec Mioma geburt post kuretase

Sikap/ Kontrol KU, VS, PPV

Terapi/ Cefixime 2 x 200 mg (p.o)

Asam Mefenamat 3 x 500 mg (p.o)

Tanggal 02 November 2017

S/ perdarahan (+) sedikit, demam (-), mual (-), muntah (-), nyeri (-)

O/ Keadaan umum : sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 120/80 mmHg


Frekuensi nadi : 89 x / menit

Frekuensi nafas : 18 x / menit

Suhu : 36,80 C

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Abdomen

Inspeksi : perut tidak tampak membuncit

Palpasi : supel, nyeri tekan -, nyeri lepas -

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Genitalia : V/U tenang, PPV (+)

A/ PUA ec Mioma geburt post kuretase hari ke 2

Sikap:

- Bedrest

- Kontrol Keadaan Umum, Vital Sign, perdarahan pervaginam

Terapi:

Cefixime 2 x 200 mg (p.o)

Asam Mefenamat 3 x 500 mg (p.o)


BAB III

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien wanita umur 55 tahun dengan diagnosa PUA ec

Mioma geburt. Mioma uteri berdas arkan defenisinya adalah Mioma uteri adalah

tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot rahim dan jaringan ikat di

sekitarnya. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Dari anamnesis, keluar darah disertai bongkahan darah dari kemaluan sejak 6

bulan yang lalu, menandakan adanya suatu kelainan pada uterus yang

kemungkinan besar disebabkan oleh hyperplasia endometrium. Darah yang keluar

tidak disertai adanya jaringan jaringan, hal ini dapat menyingkirkan adanya

abortus inconplit pada pasien. Keluarnya darah juga tidak disertai adanya jaringan

seperti mata ikan, dan ini menyingkirkan diagnosis mola hidatidosa pada pasien

ini.. Riwayat trauma pada pasien ini juga tidak ada..

Pada pemeriksaan fisik, diadapatkan konjungtiva anemis pada kedua mata.

Hal ini menandakan bahwa pasien sudah mengalami anemia. Pada pemeriksaan

abdomen, perut tidak tampak membuncit, tidak ada nyari tekan dan nyeri lepas.

Artinya, pasien tidak dalam kondisi hamil, dan tidak ada kelainan lain yang

menyangkut gangguan pada system pencernaan. Pada genitalia, tampak adanya

perdarahan pervaginam.

Pada inspekulo tampak darah menumpuk di forniks posterior berwarna

merah, porsio multipara, ukuran sebesar jempol kaki dewasa, OUE terbuka 1 cm,
dan tampak darah mengalir dari kanalis servikalis. Pada pemeriksaan VT

bimanual teraba sisa jaringan di kanalis servikalis.

Etiologi mioma uteri pada pasien ini belum diketahui secara pasti. Faktor

yang diduga berperan untuk inisiasi pada perubahan genetik pada mioma uteri

adalah abnormalitas intrinsik pada miometrium, peningkatan reseptor estrogen

secara kongenital pada miometrium, perubahan hormonal, atau respon kepada

kecederaan iskemik ketika haid. Factor predisposisi yang ada pada pasien adalah

factor usia. Berdasarkan literature, frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi

yaitu usia 35-50 tahun.

Pasien ini segera ditatalaksana dengan melakukan kuretase dalam anestesi.

Tindakan operatif yang dipilih adalah miomektomi, yaitu pengambilan sarang

mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya

pada mioma mioma submukosa pada mioma geburt dengan cara ekstirpasi lewat

vagina.

.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SV, Spong CY, Dashe JD, dkk.
Abortion dalam Williams Obstetrics. Ed. 24th. Newyork:
McGrawHill; 2014.
2. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. [ed.] Saifuddin AB. Vol 4. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2008. Vol. 4.
3. Silver RM Branch DW, Goldenberg R. Nomenclature for pregnancy
outcome. Obstet Gynecol. 118(6):1402,2011.
4. Sharshiner R, RomeroS, Silver R. Celiac disease serum markes and
recurrent pregnancy loss. Abstract No. 151, Am J Obstet Gynecol.
208(1):S76, 2013.
5. Edwars DRV, Aldridge T, Baird DD. Periconceptional over-the-conter
nonsteroidal antiinflamatory drug exposure and risk for spontaneous
abortion. Obstet Gynecol. 120(1):113, 2013.
6. Pasternak B, Svanstrom H, Hviid A. Ondansetron in pregnancy and
risk of adverse fetal outcomes. N Eng J Med.368(9):814, 2013.
7. Harrison E, Partellow J. Toxicants and Environmental Toxicants and
Maternal and Child Health: An Emerging Public Health Challenge.
Bloomberg : John Hopkins Bloomberg School of Public Health, pp. 1-
8, 2009.
8. World Health Organization. First trimester abortion guidelines and
protocols Surgical and medical procedures. International Planned
Parenthood Federation (IPPF) Central Office, 2008
DAFTAR PUSTAKA

Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 2. Jakarta: EGC.
Guyton AC. 2002. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.
Joedosapoetro MS. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka, pp: 38-41.
Rayburn, F. W., Carey, C. J., 2001. Obstetri dan ginekologi. Widya Medika:
Jakarta.
Wiknjosastro H et al.,. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka, pp: 338-384.

Anda mungkin juga menyukai