Anda di halaman 1dari 5

Nama : Bonaventura Nau

Kelas : 8.3

NIM : 16616990

1. Waktu minum obat menurut Prof. Zulies Ikawati


Waktu terbaik untuk minum obat tergantung pada jenis obatnya. Di bawah ini adalah
waktu minum obat berdasarkan golongan penggunaannya.
a. Obat diabetes dan penguat jantung
Waktu yang terbaik adalah pukul 4:00 5:00 pagi. Tubuh manusia paling sensitif
terhadap insulin pada pukul 4-5 pagi, sehingga jika diberikan pada saat itu,
efeknya paling baik, walaupun dalam dosis lebih kecil. Efek obat penguat jantung
juga lebih tinggi sampai 10-20 kali pada jam tersebut dibandingkan waktu-waktu
yang lain. Hal ini karena tubuh manusia juga paling sensitif terhadap digitalis. Ini
secara teoritis, mungkin pada prakteknya bisa sedikit bergeser waktunya, misalnya
pukul 6 pagi.
b. Obat diuretik (pelancar air seni)
Paling baik digunakan pada pukul 7 pagi. Sangat penting untuk menggunakan
obat pelancar seni pada waktu yang tepat karena itu terkait dengan fungsi ginjal
dan hemodinamik. Selain itu juga pada umumnya pasien dalam keadaan terjaga,
sehingga tidak mengganggu waktu tidur. Obat seperti hidroklortiazid memiliki
efek samping yang lebih rendah jika dipakai pada pukul 7 pagi.
c. Penurun tekanan darah (anti hipertensi)
Waktu yang paling baik adalah pada pukul 9-11 pagi. Riset menunjukkan bahwa
tekanan darah mencapai angka paling tinggi pada pukul 9-11 pagi, dan paling
rendah pada malam hari setelah tidur. Sehingga secara umum, sebaiknya obat
antihipertensi diminum pada pagi hari. Perlu hati-hati jika obat anti hipertensi
diminum malam hari karena mungkin terjadi penurunan tekanan darah yang
berlebihan pada saat tidur.
d. Anti asma
Waktu yang terbaik adalah pada pukul 3-4 sore. Hal ini karena pada saat itu
produksi steroid tubuh berkurang, dan mungkin akan menyebabkan serangan asma
pada malam hari. Karena itu, jika steroid dihirup sore hari, diharapkan akan
mencegah serangan asma pada malamnya.
e. Anti anemia
Waktu yang paling baik adalah pukul 8 malam. Penggunaan obat anemia seperti
Fe glukonat atau Fe sulfat, dll memberikan efek 3-4 kali lebih baik pada waktu itu
daripada jika diberikan pada siang hari.
f. Obat penurun kolesterol
Waktu yang paling baik adalah pada pukul 7-9 malam, karena memberikan efek
lebih baik. Namun sekali lagi, paparan di atas adalah panduan umum waktu
minum obat. Jika sudah ada aturan pakai dari Apotek, maka gunakan sesuai waktu
yang dianjurkan. Satu hal lagi yang penting dalam waktu minum obat adalah
interval minum obat.
g. Perhatikan interval waktu minum obat
Selain waktu minum seperti dipaparkan di atas, penting pula memperhatikan
interval waktu minum obat. Maksudnya, jika obat diminta untuk diminum 2 kali
sehari, maka interval waktu yang tepat adalah 12 jam. Jadi, jika obat diminum jam
7 pagi, waktu minum obat selanjutnya adalah pukul 7 malam, jangan diminum
pagi dan siang. Mengapa? Ini terkait dengan ketersediaan obat di dalam tubuh.
Tujuan obat diminum dua kali atau tiga kali, atau yang lain, adalah untuk menjaga
agar kadar obat dalam tubuh berada dalam kisaran terapi, yaitu kadar obat yang
memberikan efek menyembuhkan. Hal ini tergantung pada sifat dan jenis obatnya.
Ada obat yang cepat tereliminasi dari tubuh karena memiliki waktu-paro (half life)
pendek, ada yang panjang. Obat yang memiliki waktu paro pendek perlu diminum
lebih kerap, sedangkan jika waktu paronya panjang bisa diminum dengan interval
lebih panjang, misalnya 1 kali sehari. Nah, jika obat yang mestinya diminum 2
kali sehari diminum pagi dan siang (jarak hanya 6 jam), maka mungkin dapat
menumpuk kadarnya dalam tubuh yang bisa memberikan efek tidak diinginkan,
sementara interval waktu minum berikutnya menjadi terlalu panjang yang
memungkinkan kadar obat dalam darah sudah minimal sehingga tidak berefek.
2. Obat On label dan off label
Obat Off Label : Obat-obat yang diresepkan dokter dengan indikasi tidak lazim,
indikasi baru dengan dosis, rute atau usia pasien yang berbeda dari informasi yang
tercantum dalam brosur yang di setujui oleh FDA (Food and Drug administration) dan
obat tetap memenuhi kriteria keamanan dan efikasi.
Berikut ini ada beberapa obat-obat yang di indikasikan Off Label, yang berarti banyak
diresepkan atau digunakan oleh dokter diluar indikasi yang sebenarnya. Meski bukan
berdasar indikasi yang sebenarnya penggunaan obat-obat yang masuk dalam katagori
ini berdasarkan pada pengalaman dokter dan hasil-hasil penelitian terbaru, namun
regulator obat seperti FDA atau BPOM belum menyetujuinya.

Beberapa contoh lain penggunaan obat off-label antara lain adalah:


1. Actiq (oral transmucosal fentanyl citrate), digunakan secara off-label untuk
mengatasi nyeri kronis yang bukan disebabkan oleh kanker, meskipun indikasi
yang disetjui oleh FDA adalah untuk nyeri kanker.
2. Carbamazepine, suatu obat anti epilepsi, banyak dipakai sebagai mood stabilizer
3. Gabapentin, disetujui sebagai anti kejang dan neuralgia (nyeri syaraf) post
herpes, banyak dipakai secara off-label untuk gangguan bipolar, tremor/gemetar,
pencegah migrain, nyeri neuropatik, dll.
4. sertraline, yang disetujui sebagai anti-depressant, ternyata banyak juga
diresepkan off-label sebagai pengatasan ejakulasi dini pada pria.
5. Metformin dan Pioglitazon yang di ketahui untuk OAD (Oral Antidiabetika ) ,
sebagai obat off label di indikasikan untuk PCOS (Polycystic Ovary Syndrom)
yaitu adanya ketidakseimbangan hormone pada wanita dimana adanya
peningkatan hormone androgen dan gangguan ovulasi .
6. Levamisol , obat-obat antikonvulsan generasi baru untuk mengatasi nyeri
neuropati , sebagai obat off label di indikasikan sebagai immunodulator.
7. Misoprostol, mencegah ulcus lambung, sebagai obat off label adalah untuk
menginduksi persalinan.
8. Siproheptadin, antihistamin sebagai obat off label di indikasikan untuk
penambah nafsu makan.
9. Vitamin A pada anak sebagai obat off label diindikasikan untuk memperbaiki
mukosa saluran cerna pada kasus diare pada anak.

Oleh FDA obat off label ini sudah ada yang menjadi obat on label seperti ;

1. Aspirin , antipiretik digunakan sebagai antiplatelet


2. Amitriptilin, antipdepresan digunakan sebagai nyeri neuropati.
3. Laktulosa, pencahar digunakan untuk ensefalopati hepatic.
4. Karbamazepin, Gabapentin , antiepilepsi digunakan sebagai nyeri neuropati

Obat Off-label (OL) adalah obat yang diresepkan dokter untuk indikasi baru dan
dosis,rute, maupun untuk usia yang mungkin juga berbeda dari informasi yang
tercantum dalam brosur yang telah disetujui oleh FDA (Food and Drug
Administration)Amerika Serikat. Seringkali munculnya obat OL terjadi setelah
dokter dan peneliti lainnya menemukan indikasi lain dan dokter mempunyai
kebebasan (prerogatif) untuk meresepkan obat untuk indikasi baru tersebut. Jadi
FDA tidak memiliki peran dalam sertifikasi obat OL. Hal lain adalah informasi
atau riset yang dimiliki oleh FDA lebih lambat daripada yang dilakukan oleh
peneliti lain. (ASHP, 2003; Klein dan Tabarrok,2004; Gazanan et al, 2006).
Dalam sejarah, banyak obat OL yang dulu pada saat ditemukan dan disetujui oleh
FDA untuk indikasi penyakit tertentu, namun akhirnya obat-obat OL ini dapat
digunakan untuk indikasi baru dan akhirnya setelah ada laporan uji klinik yang
memenuhi syarat oleh FDA, obat-obat ini dapat digunaskan untuk indikasi ynag
baru dan menjadi obat-obat on-label. Sebagai contoh aspirin yang dahulu
digunakan untuk antipiretika anak-anak dengan dosis kecil, sekarang bamnyak
digunakan untuk antiplatelet untuk orang dewasa/tua. Sildenafil yang pertama
digunakan untuk mengobati angina pektoris ternyata dapat juga digunakan untuk
mengobati disfungsi ereksi sehingga menjadfi obat on-label, namun sildenafil juga
OL untuk terapi pulmonary hypertension, dan masih banyak lagi contoh obat OL
lainnya(Klein dan Tabarrok,2004). Peresepan obat OL merupakan pilihan bila
standar terapi mengalami kegagalan. Pasien heterogen dan tidak selalu
memberikan hasil atau respons yang sama. Harapan dari peresepan OL akan
memperbaiki harapan terutama pada pengetahuan yang baru (Klein dan Tabarrok,
2004). Dalam melakukan peresepan obat OL, dokter berdasarkan riset kedokteran
dan pengalaman peer-review dari beberapa publikasi ilmiah, newsletter, kuliah,
konperensi dan komunikasi dengan pakarnya. Banyak obat OL yang alhirnya
sudah menjadi on-label, seperti aspirin sebagai antiplatelet, viagra untuk disfungsi
ereksi, magnesium, sulfat untuk tokolitik pada preeklamsia, amitriptilen untuk
neuropati pada kanker, dll,seperti berikut:
1. Karbamazepin nyeri neuropatik
1. Gabapentin nyeri neuropatik
2. Laktulosa mencegah ensefalopatik hepatik
3. Terbutalin tokolitik pada kehamilan
4. N-asetyi sistein antidotum parasetamol
5. Diazepam antikolvusan, muscle relaxan (DiPiro, 2005; AHFS,2001, USP DI,
2003)

Anda mungkin juga menyukai