Anda di halaman 1dari 10

Didengar atau Mendengar?

Dengarkanlah didikan, maka kamu menjadi bijak; janganlah mengabaikannya. - Amsal 8:33

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan
kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. - 2Tim
3:16

Hari gini, hidup sebagai pemuda itu lebih enak dan seru. Kenapa? Ya... coba aja bandingin.
Zaman dulu orang tua itu lebih berwenang daripada anak. Guru lebih berwenang daripada anak
murid. Sekarang? Kita sebagai anak muda dong yang berwenang. Tinggal ngotot, maka babak
ini kita menangkan. Kalau lagi dipuji, telinga kita sangat cepat memanjang. Kalau diocehin,
siul-siul pura-pura gak tau aja deh.

Jiwa muda sekarang ini identik dengan saya harus didengar, didukung, dan dimaklumi.
Akhirnya kita bawa pola ini ke dalam hubungan kita dengan Tuhan. Misalnya saja, mendengar
pengkhotbah yang mengkritik sesuatu yang ternyata kita salah, mendikte harus melakukan
ini dan tidak boleh melakukan itu. Kok rasanya rese banget sih. Alhasil, kita mencari dan hanya
mau mendengar kalimat yang terus memacu dan mendukung apa yang sedang kita kerjakan,
karena toh menurut saya, yang saya kerjakan ini ga ada salahnya kok. Tidak heran, rasanya
tidak ada yang signifikan dari sebuah firman, standar-standar saja dan biasa-biasa saja.

Padahal ingat tidak sih, kalau dari kecil saja, banyak hal yang kita lakukan (yang ternyata
salah), harus dikoreksi dan diajar oleh orang tua kita agar tahu bagaimana yang benar? Maka
dari sana pengetahuan kita berkembang hingga seusia segini. Apakah kita juga ingat, bahwa
Allah Sang Kebenaranlah yang satu-satunya dapat menilai benar/salah perbuatan kita? Apakah
kita ingat, bahwa di bawah Firman-Nyalah satu-satunya kita harus tunduk?

Hukum Allah
Bacaan: Keluaran 20:1-17

Bagian Alkitab ini memuat sepuluh Hukum Allah yang diberikan Tuhan kepada umat-Nya
supaya bisa mengenal Dia dengan benar. Sepuluh hukum ini diberikan kepada seluruh umat-
Nya, sehingga tidak hanya berhenti sampai bangsa Israel saja. Karena itu, sepuluh hukum ini
pastilah masih tetap relevan dengan kondisi kita di zaman sekarang.
Seperti contohnya hukum yang pertama, jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.
Hukum ini diberikan pertama kali kepada bangsa Israel yang sudah 430 tahun lamanya di
bawah perbudakan bangsa Mesir yang memiliki kebudayaan politheisme. Melalui hukum ini
Allah ingin mengklaim posisi-Nya sebagai satu-satunya Allah di atas bumi ini dan Allah
ingin umat-Nya belajar bahwa Dia adalah satu-satunya Allah sejati yang harus disembah.

Pada masa sekarang ini mungkin kita merasa sudah tahu bahwa Allah itu hanya satu. Tapi
sungguhkah kita sudah menghidupi hukum ini? Kita tanpa sadar sebenarnya masih memiliki
dan bahkan menyembah banyak ilah lain dalam hidup kita, seperti nilai yang bagus,
pekerjaan, uang, pasangan kita, bahkan diri kita sendiri, yang tidak bisa digeser sedikit pun
bahkan oleh keberadaan Allah. Kita menempatkan itu semua di atas Allah. Kita rela
mengerjakan apa pun supaya kita dapat mendedikasikan hidup kita sepenuhnya kepada ilah
tersebut. Kita bahkan tidak lupa menyematkan label Kristen dalam semua pengejaran ini,
kan kalau aku dapat nilai bagus, itu jadi kesaksian yang bagus sebagai orang Kristen.
Benarkah ketika kita mendapat nilai yang bagus, orang akan mempermuliakan Allah kita? Di
dalam kesuksesan hidup kita, benarkah orang melihat Allah kita dan bukan anugerah Allah
melalui hidup kita? Bagaimanakah membawa setiap orang hanya melihat dan memuliakan
Allah ketika melihat kehidupan kita? Marilah kita kembali merenungkan sepuluh hukum ini
dengan saksama serta meminta belas kasihan-Nya agar kita mampu menyatakan Allah sejati
melalui seluruh hidup kita.

Powerful in Powerless
"Berserulah Simson kepada TUHAN, katanya: "Ya Tuhan ALLAH, ingatlah kiranya
kepadaku dan buatlah aku kuat, sekali ini saja, ya Allah, supaya dengan satu pembalasan juga
kubalaskan kedua mataku itu kepada orang Filistin. " - Hak 16:28
"Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam
kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas
kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." - 2Kor. 12:9

Cerita kepahlawanan Simson ketika menghadapi orang-orang Filistin adalah cerita yang
sering kita dengar dan baca di dalam Alkitab. Ya, Simson adalah seorang yang sangat kuat,
mungkin orang yang paling kuat secara fisik dalam sejarah umat manusia. Tuhan
memberikan kekuatan kepada dia untuk menjadi seorang nazir Allah. Sayangnya, ia malah
menggunakan kekuatannya untuk diri sendiri dan pada akhirnya ia jatuh ke dalam tangan
orang Filistin. Ia disiksa dan dipermalukan seperti badut di depan semua orang Filistin.

Di tengah-tengah kelemahan, kekecewaan, keputusasan, dan kemarahannya, Simson berdoa


kepada Tuhan dan minta belas kasihan untuk memberikannya satu kekuatan terakhir untuk
mengalahkan orang Filistin dan Tuhan menjawab doa Simson. Dikatakan bahwa orang
Filistin yang terbunuh ketika Simson merubuhkan tiang penyangga rumah itu lebih banyak
daripada yang ia bunuh sepanjang hidupnya.

Benarkah dengan kekuatan yang besar kita dapat melakukan apa saja? Tidak. Cerita Simson
ini buktinya. Cerita ini terus mengingatkan kita bahwa kekuatan datangnya dari Tuhan, dan
justru kekuatan yang paling besar adalah ketika kita merasa diri kita lemah. Sebuah paradoks
yang indah yang Tuhan berikan kepada manusia karena ketika kita lemah, kita
menggantungkan seluruh kehidupan kita hanya ke dalam tangan Tuhan. Di sanalah Tuhan
berkarya melalui hidup kita. Bukankah Tuhan berkata kepada Paulus bahwa kuasa-Nya
sempurna dalam kelemahan kita?

Semangkuk Sup Kacang Merah


Kejadian 25:23-34; 27:34

Siapa yang tidak kenal sup kacang merah? Sup yang sangat nikmat kalau dimasak dengan
pas. Bila kita baca kitab Perjanjian Lama, maka kita menemukan bahwa ternyata di zaman
dahulu kala, ribuan tahun yang lalu, sup kacang merah sudah ada. Dan siapa sangka,
ternyata sup kacang merah ini ikut terlibat di dalam benang merah rencana keselamatan
Allah bagi umat manusia. Dikisahkan ada dua anak kembar yang bukan hanya memiliki hobi
dan karakter yang berbeda, tetapi juga bentuk fisik. Esau, seluruh badannya berbulu dan
merupakan seorang yang pandai berburu, seorang yang suka tinggal di padang. Tetapi Yakub
adalah seorang yang tenang, yang suka tinggal di kemah. Ishak sayang kepada Esau, sebab ia
suka makan daging buruan, tetapi Ribka sayang kepada Yakub. Pada suatu kali Yakub
sedang memasak sesuatu (yang kemudian diketahui itu adalah sup kacang merah), lalu
datanglah Esau yang sedang lelah dari padang. Dalam kondisi haus dan lapar, Esau mencium
bau masakan Yakub dan mengintipnya. Hmmmm lezat. nyam. Esau pun meminta sup
tersebut kepada adik kembarnya, Yakub. Yakub lalu berkata: Juallah dahulu kepadaku hak
kesulunganmu. Tanpa berpikir panjang dengan mata yang masih terarah kepada sup yang
dilihatnya lezat itu, Esau setuju memberikan hak kesulungannya. Pikirnya, Sebentar lagi aku
mati; apakah gunanya bagiku hak kesulungan itu? Dengan licik Yakub lalu meminta Esau
bersumpah untuk menggenapi janjinya tersebut. Yakub lalu memberikan roti dan masakan
kacang merah itu kepada Esau; ia pun memakannya, lalu berdiri dan pergi. Perut pun
kemudian menjadi kenyang, lidah terpuaskan, dahaga hilang karena semangkuk sup kacang
merah. Namun, paling tidak empat jam kemudian, perut Esau pasti keroncongan lagi,
mulutnya dahaga lagi, karena begitulah siklus pencernaan manusia berlangsung setiap
harinya. Sup kacang merah hanya memuaskan untuk sementara saja. Tetapi Esau rela
menjual hak kesulungannya yang bersifat kekal seharga kepuasan sementara itu. Lebih
ironinya lagi, sup kacang merah pada masa itu hanyalah sejenis makanan sehari-hari, bukan
makanan yang istimewa, bukan juga makanan langka, tetapi makanan sangat biasa. Masakan
yang sederhana, hanya karena urusan lidah dan perut sesaat, Esau rela menukarkannya
dengan hak kesulungannya yang sangat unik dan yang tidak ada pada orang lain.

Ketika kita membaca kisah Esau tersebut, mungkin secara otomatis kita menganggap betapa
bodohnya Esau ini. Betapa bodohnya Esau yang menukarkan berkat melimpah yang akan ia
terima dari hak kesulungannya dengan hanya semangkuk sup kacang merah yang
kepuasannya tidak lebih dari 4 jam. Tetapi kalau dipikirkan lebih lanjut, bukankah kita juga
sama seperti Esau? Ketika tawaran dunia menari-nari di depan mata kita, bernyanyi-nyanyi di
kuping kita, melambai-lambai memanggil kita, kita begitu gampangnya tergoda, lalu kita
mulai mencari pembenaran diri untuk menerima tawaran tersebut. Ah kan ini saya
perlukan juga toh saya tidak rakus mengambil semuanya. Hmmm. Tidak ada salahnya
saya terima tawaran itu, tidak ke gereja hari ini tidak masalah, gereja kan tiap minggu ada,
jadi masih ada kesempatan minggu depan. Saya sibuk bulan ini kalau saya tidak
mengejarnya sekarang, kapan lagi saya dapat kesempatan posisi itu. Saya ikut pelayanan
tahun depan saja ya.
Bukankah kita sering melakukan hal seperti itu? Menukarkan berkat identitas kekal kita
dengan berkat jasmani yang hanya sementara dan kita lebih sayang membuang berkat
jasmani itu daripada berkat identitas yang kekal. Anehnya kita selalu menganggap berkat
jasmani lebih sulit kita dapatkan sedangkan identitas lebih mudah kita dapatkan dan kita bisa
atur kapan dan di mana kita mau mendapatkan berkat tersebut.

Esau ketika sadar dia tidak lagi bisa mendapatkan kembali hak kesulungannya dan itu berarti
berkat pun hilang daripadanya, ia meraung-meraung. Namun nasi sudah menjadi bubur,
penyesalan memang selalu datang terlambat dan tidak bisa lagi menebusnya kembali.

Mari coba kita merenung sejenak, sop kacang merah apakah yang masih menggoda di
dalam hidup kita sehingga kita lebih rela membuang identitas yang kekal dari Allah? Semoga
kita tidak terlambat menyadarinya

Berhala
Apa yang kita pikirkan ketika mendengar kata berhala? Kita mungkin berpikir bahwa
berhala adalah kumpulan patung dengan berbagai bentuk dan rupa, yang kepadanya kita
sembah dan berikan sesajen agar kita mendapatkan pertolongan, penghiburan, bahkan
keselamatan. Tetapi pada kenyataannya, berhala tidak hanya berupa patung saja. Berhala juga
dapat berupa uang, cinta, seks, kekuasaan, kesuksesan, atau segala sesuatu yang ada di dalam
dunia, yang dapat menggantikan posisi Allah sebagai Tuhan atas hidup kita.

Keinginan hati
Dalam hidup ini, tentunya kita memiliki keinginan yang ingin dipenuhi, seperti keberhasilan
di dalam perkuliahan, karier, atau memiliki sebuah keluarga yang baik. Untuk mencapai hal
ini kita rela mengusahakan segala cara dan juga rela mengorbankan banyak hal dalam hidup
kita. Sering kali tanpa disadari, keinginan hati ini telah berubah menjadi berhala. Mengapa
bisa demikian? Karena seluruh fokus pengejaran hati kita bukan lagi kepada Tuhan,
melainkan kepada keinginan hati kita sendiri.

Cinta
Setiap manusia tentu mendambakan cinta sejati. Hal ini tertuang dalam lirik lagu, puisi, atau
kisah percintaan yang dapat kita saksikan di film-film. Cinta dapat menjadi berhala dalam
hidup kita. Ketika kita menemukan seseorang yang kita cintai, sering kali hati kita dengan
segera akan kita ikatkan pada orang tersebut. Bahkan tidak jarang pengejaran akan cinta
berujung hanya pada upaya untuk mendapatkan kepuasan seks. Meminjam istilah dari Ernest
Becker, hal ini kita sebut sebagai romantika menghancurkan. Kita bergantung pada seks
dan romantika untuk mendapatkan makna lebih tinggi yang biasanya kita dapatkan melalui
iman kepada Tuhan. Kehilangan orang dicintai sering kali membuat kita kesulitan dan merasa
ada kekosongan hati dalam hidup ini. Hal tersebut adalah karena hati kita sudah diisi oleh
cinta kepada orang tersebut dan bukan diisi oleh keberadaan Tuhan.

Uang
Uang adalah segala-galanya, kita tentu pernah mendengar ungkapan ini, bahkan sebagai
orang Kristen, kita mungkin juga mengamininya. Kita berusaha untuk mendapatkan dan
memikirkan cara-cara yang dapat digunakan untuk memperoleh lebih banyak uang. Melalui
uang yang diperoleh, kita menggunakannya untuk memenuhi segala hawa nafsu kita. Kita
menjadi serakah dan iri kepada orang yang memiliki lebih banyak uang daripada kita. Uang
adalah salah satu berhala yang paling umum yang ada di dalam dunia. Ketika uang telah
mengikat hati kita, uang akan mengontrol hidup kita, sehingga kita mengutamakan uang di
atas segalanya. Bahkan kita bisa lebih mengutamakan uang daripada Tuhan, mengutamakan
mencari uang daripada mencari Tuhan.

Kesuksesan
Keberhasilan adalah candu di zaman kita, demikan kata Mary Bell. Harus diakui bahwa
kesuksesan yang kita peroleh sering kali menghasilkan perasaan bahwa kitalah penyebab dari
kesuksesan kita. Kita menganggap bahwa dengan seluruh kemampuan, kebijaksanaan,
kekuatan, dan kinerja kita, kita dapat memperoleh semua ini. Hal ini menghasilkan satu
kepercayaan diri yang besar dan tidak jarang membuat kita merasa lebih superior daripada
orang lain. Kita menjadi allah bagi diri kita sendiri. Melalui kesuksesan yang diperoleh, kita
membangun harga diri kita, sehingga kita terus mengejar kesuksesan ini. Pada akhirnya, hal
ini menjadi seperti candu di dalam hidup kita. Ketika kita tidak mencapai satu keberhasilan,
maka dengan segera perasaan takut segera menghampiri kita, karena seluruh keberadaan kita
telah diletakkan dalam kesuksesan yang kita peroleh. Kita tidak lagi meletakkan keberadaan
diri kita di hadapan Tuhan.

Kuasa dan Kemuliaan


Ini merupakan salah satu berhala yang sering tidak disadari ketika kita memiliki kekuasaan
dalam hidup kita. Kekuasaan bisa hadir dalam berbagai bentuk, seperti kekuasaan di dalam
pemerintahan, perusahaan, organisasi, dan sebagainya. Seperti halnya kesuksesan, kita
berpikir bahwa kekuasaan yang kita peroleh adalah hasil usaha kita. Hal ini terkadang
membuat kita menjadi begitu arogan, sombong, semena-mena terhadap orang yang berada di
bawah kekuasaan kita. Tetapi di saat yang bersamaan kita juga memiliki rasa takut dan
khawatir bahwa kekuasaan yang kita miliki akan direbut atau diberikan kepada orang lain.
Kita berupaya dengan sangat keras untuk mempertahankan kekuasaan kita. Kita tidak
menyadari bahwa segala kuasa dan kedudukan yang kita miliki adalah semata-mata titipan
Tuhan.

Berhala begitu tersembunyi di dalam hidup kita dan terus memengaruhi pikiran serta
perasaan kita. Harus kita akui bahwa sebagai orang Kristen sering kali cara berpikir kita
masih merupakan cara berpikir dari dunia ini. Bahkan tidak jarang kita melihat segala
kebaikan, kemurahan, kesabaran, kedaulatan Tuhan dengan cara yang salah. Kita sering
menyalahkan Tuhan atas apa yang telah Ia lakukan bagi kita.

Inilah berhala-berhala yang ada dalam hidup kita, yang kepadanya kita terus menaruh
pengharapan, rasa aman, sukacita, dan sebagainya. Namun sesungguhnya, berhala tidak
memberikan apa pun yang kita harapkan. Yang ada hanyalah sebuah kekecewaan belaka.
Maka, marilah kita sekali lagi datang di hadapan Tuhan, meminta pertolongan daripada-Nya
untuk memimpin kita di dalam menyelidiki hati kita yang terdalam, supaya kita boleh
menemukan berhala-berhala yang ada dalam hidup kita. Dengan demikian, kita boleh
bertobat dan kembali kepada Tuhan, yang kepada-Nya kita boleh berharap, sebab dari Dialah
seluruh keberadaan kita dan apa yang ada pada kita. Kiranya Tuhan senantiasa bertakhta atas
seluruh kehidupan kita.
5 Penyebab Pemuda Sulit Melawan Dosa
1. Kebebasan yang liar

Di dalam zaman ini, sebagian besar kesulitan yang kita hadapi tidak muncul dalam wujud
seperti penyiksaan fisik yang dialami oleh orang Kristen di zaman dulu. Hari ini, kita
menghadapi kebebasan di depan mata, namun kebebasan itu sering kali bersifat semu dan
liar. Jika kita sebagai pemuda tidak sanggup mengendalikan diri dan tidak mengikatkan diri
kepada Firman Tuhan, mungkin kita tidak dapat tertolong lagi dari arus dosa yang membawa
kepada kehancuran. Firman Tuhan harus menjadi dasar dari segala aktivitas kita.

2. Merasa saya independen

Memiliki kebebasan bukan berarti saya independen dan lepas dari apapun juga. Kita tidak
pernah bisa hidup tanpa sesama, apalagi tanpa Allah. Kecenderungan untuk ingin merasa
independen dan tidak ingin berada di bawah otoritas apapun juga sering kali menjadi
penghalang kita untuk hidup bagi Tuhan. Firman Tuhan mengajarkan bahwa memang ada
otoritas yang lebih tinggi dari diri kita dan kita perlu menaatinya, yaitu Allah dan Firman-
Nya. Demikian juga ketika kita berhadapan dengan dosa, jangan pernah berpikir bahwa kita
bisa menang dengan kekuatan kita sendiri. Jika demikian, kita pasti akan kalah dan jatuh
semakin dalam.

3. Menganggap dosa sebagai hal yang sepele

Berapa banyak pemuda yang menganggap dosa sebagai hal yang sepele, sehingga terus
membuka celah bagi dosa untuk terus masuk. Dosa terus dilakukan sampai pada akhirnya,
kita harus menyesal karena akibat dosa dan tidak bisa kembali lagi. Banyak pemuda Kristen
yang mengalami kecanduan obat-obatan, seks, game, pornografi, menyimpan kebiasaan-
kebiasaan buruk, malas, dan lain-lain. Semua bermula dari "coba-coba", membuka celah
sedikit bagi dosa, dan akhirnya jatuh pada lubang yang tidak berdasar. Firman Tuhan
mengajarkan agar kita jangan bermain-main dan menyepelekan dosa. Paulus berkata bahwa
kita perlu memakai segala perlengkapan senjata terang untuk berhadapan dengannya.

4. Sikap NATO (No Action Talk Only)

No action talk only. Berapa banyak dari kita yang memiliki sikap seperti ini kepada Tuhan?
Jangan berpikir bahwa karena Tuhan tidak terlihat, maka kita tidak apa-apa melakukannya.
Kegagalan pemuda Kristen banyak disebabkan karena hal ini. Di mulut sudah berkata akan
bertobat, akan berubah, akan berusaha, tetapi dalam kenyataannya tidak ada perubahan dan
usaha sama sekali. Apa yang menandakan usaha kita? Kita perlu ada kurikulum atau
komitmen yang jelas mengenai tahapan menuju goal kita. Tidak ada orang yang bisa
mencapai tujuannya jika hanya pasrah mengikuti kebiasaan yang ada (apa yang terjadi
terjadilah), terutama dalam hal melawan dosa. Mengapa? Karena tubuh kita adalah tubuh
yang sudah berdosa. Jika mau ikut kebiasaan tubuh ini, kita tidak akan menjadi benar.
Sebaliknya justru akan menjadi semakin rusak. Maka kita perlu ada komitmen dan rencana
yang nyata untuk dijalankan dengan meminta kekuatan dari Tuhan. Orang yang menjadi
pengusaha tahu betul akan hal ini. Mengapakah kita tidak bisa melihatnya dalam konteks
melawan dosa?
5. Wait.. Later..

"Tunggu nanti sajalah..", "kapan-kapan ya.." Inilah hal yang membuat kita tidak pernah maju.
Banyak pemuda yang berpikir bahwa dosa itu bisa menunggu, dosa itu bisa dibereskan nanti.
Salah! Dosa ketika tidak dibereskan, ia tidak akan pernah bersifat statis. Dosa akan
bertumbuh semakin lama semakin besar dan semakin sulit untuk dibereskan. Dosa harus
diselesaikan "immediately", harus dibunuh dan diberantas secepatnya. Dengan kita menunda
untuk membereskan dosa, maka kita bukan hanya membiarkan dosa itu berkembang,
melainkan kita juga sedang sombong karena berpikir bahwa membereskan dosa itu adalah
urusan kita dan kekuatan kita. Padahal tidak ada manusia yang bisa melawan dosa tanpa
anugerah Tuhan. Jika nantinya anugerah itu Tuhan tidak mau berikan, maka sampai mati kita
tidak akan bisa melawan dosa. Anugerah itu tidak wajib Tuhan berikan, dan Tuhan tahu betul
akan hal ini. Mari kita jangan bermain-main dengan anugerah Tuhan. Betapa luar biasanya
kengerian oleh karena berhentinya anugerah Tuhan kepada kita.

Mengapa Menginjili
Salah satu tugas Gereja bagi dunia yang paling penting adalah memberitakan Injil. Paulus
berkata, "Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya"
(1Kor 9:23). Apakah manusia di zaman modern ini masih memerlukan Injil? Bukankah
kemajuan ilmu dan teknologi zaman ini sudah mengisi kebutuhan-kebutuhan yang diimpikan
orang dahulu? Apakah sebabnya kita harus tetap berusaha mengijili orang lain?

1.Kehendak Allah

Injil merupakan rencana kekal Allah dan rahasia yang tersembunyi selama berabad-abad,
yang baru dinyatakan melalui kedatangan Kristus untuk menggenapinya. John Calvin
berkata, "Selain Allah sendiri, tidak ada yang lebih besar dari kehendak Allah," Allah
menghendaki manusia diselamatkan. Itulah sebabnya Ia telah bertindak di dalam pemilihan,
di dalam mengutus Anak-Nya untuk menjadi dasar keselamatan manusia. Bagaimanapun
kehendak Allah ini harus kita laksanakan.

2. Kebutuhan manusia

Segala penemuan dan kenikmatan jasmaniah manusia tidak pernah bisa memuaskan
kebutuhan hakiki manusia. Alkitab berkata, "Manusia lapar bukan karena tidak ada roti,
manusia haus bukan karena tidak ada air, melainkan karena tidak ada Firman Tuhan."
Kristuslah Roti Hidup dari surga. Dialah satu-satunya yang menanggung segala penderitaan
manusia bahkan mati di atas kayu salib untuk mengampuni kita dan memperdamaikan kita
dengan Allah Penciptanya. Kebutuhan manusia semacam ini tidak mungkin dapat digantikan
oleh moralitas kebudayaan, bahkan oleh usaha agama. Hanya Injil Kristus yang berkuasa
menyelamatkan setiap orang yang percaya.

3. Amanat Kristus

Yesus Kristus berkata, "Jikalau kamu mengasihi Aku. Kamu akan menuruti segala perintah-
Ku" (Yoh 14:15). Perintah Kristus bagi Gereja-Nya, yang bersifat internal adalah "Kasihilah
satu dengan yang lain." Sedangkan perintah yang bersifat eksternal adalah "Pergilah ke
seluruh dunia, beritakan Injil dan jadikan segala bangsa murid-Ku". Bolehkah kita
mengatakan bahwa kita mengasihi Tuhan, tetapi mengabaikan pelaksanaan perintah-Nya?
Bukankah ini sama dengan membohongi diri dan mendukakan Roh Allah?

4. Dorongan kasih

Kasih yang dinyatakan dari Kalvari bukan saja telah menyelamatkan kita, tetapi juga menjadi
sumber dorongan yang tidak pernah berhenti bagi pelayanan kita. Jika Tuhan telah
sedemikian mengasihi kita, bolehkah kita melihat kebinasaan sesama kita dengan diam-diam
dan tidak mengulurkan tangan kepada mereka? Paulus berkata, "Sebenarnya kasih Kristuslah
yang telah mendorong kita sehingga kita tidak lagi hidup bagi diri kita sendiri melainkan bagi
Dia yang sudah mati dan bangkit kembali untuk kita." Hanya pelayanan yang didorong oleh
kasih inilah yang dapat diurapi dengan Roh Kudus untuk mempertobatkan manusia yang
berdosa.

5. Sebab Kristus akan datang kembali

Tuhan Yesus berkata,"Injil ini harus diberitakan kepada segala bangsa, barulah akan tiba
kesudahannya." (Mat 24:14). Paulus berkata pula, "Sebab kasih Kristus menguasai kami, ...
yang dengan perantaraan Kristus telah memperdamaikan kita dengan diri-Nya." (2 Kor
5:14,19). Tuhan yang telah mempercayakan kepada kita suatu tugas untuk menganjurkan
manusia agar berdamai dengan Allah, adalah juga Tuhan yang segera kembali. Barangsiapa
mencintai Tuhan dan mengharapkan maranatha-Nya, biarlah kita berusaha keras untuk
menginjili orang lain.

Mengapakah menginjili? Biarlah seluruh bumi mendengar kabar baik dari Tuhan!

Membawa Injil ke Ujung Dunia


Robert Alexander Jaffray

Sejak muda Jaffray sudah merasakan panggilan menjadi misionaris. Ayahnya adalah seorang
senator di Kanada dan pemilik surat kabar yang berpengaruh, Toronto Globe (sekarang
Toronto Globe and Mail) yang akan mewariskan perusahaannya ini kepada anaknya. Setelah
pertemuan dengan A. B. Simpson, pendiri Christian and Missionary Alliance (C&MA), ia
memutuskan untuk masuk sekolah misi di New York untuk mempersiapkan pelayanan
misinya ke Tiongkok. Ayahnya tidak setuju dengan keputusannya menjadi seorang
misionaris. Namun, Jaffray tetap melanjutkan tekadnya melayani Tuhan tanpa dukungan
keuangan dari ayahnya dan berangkat ke Tiongkok pada tahun 1897 beberapa bulan sebelum
memasuki usia 24 tahun.

Jaffray diutus C&MA dari Kanada sebagai misionaris yang akan melayani di
Wuzhou,Guangxi, di bagian selatan Tiongkok. Setelah 32 tahun di Wuzhou, ia berhasil
mendirikan gereja, panti asuhan, sekolah Alkitab, dan lembaga penerbitan, The South China
Press yang menerbitkan Majalah Alkitab (The Bible Magazine) yang dikenal sampai seluruh
Asia, khususnya komunitas yang berbahasa Kanton (Cantonese) sehingga nama Jaffray
terkenal di dunia komunitas Tionghoa. Kisah sukses misi Jaffray masuk sampai ke Vietnam
(dulu dikenal dengan Indo-China) pada tahun 1916. Sampai saat ini gereja-gereja C&MA
adalah salah satu gereja Protestan terbesar di Vietnam.

Jaffray juga merasakan panggilannya untuk melayani di Indonesia, terutama di Borneo


(sekarang Kalimantan) dan Sulawesi. Visi Jaffray untuk Indonesia adalah menjangkau dunia
untuk Tuhan melalui penginjilan, pendidikan, dan penerbitan. Ia akhirnya menjejakkan
kakinya di Indonesia pada tahun 1928.

Melalui badan misi yang didirikannya, Chinese Foreign Mission Union (CFMU), ia mulai
pelayanannya di Indonesia dan menjadikan Sulawesi Selatan basis pelayanannya. Dalam
waktu yang tidak begitu lama, gereja bertumbuh dengan pesat di Kalimantan Timur. Pada
Januari 1932, ia meresmikan berdirinya Sekolah Alkitab Makassar (SAM), yang sekarang
dikenal dengan STT Jaffray. Tujuannya adalah untuk melaksanakan misi Amanat Agung
Kristus kepada dunia bagi kemuliaan Allah.

Ketika tentara Jepang mulai menyerang Asia Tenggara pada tahun 1942, Jaffray dan
keluarganya sedang berada di Baguio, Filipina, menunggu untuk berangkat ke Kanada. Saat
itu mereka mempunyai pilihan untuk tetap berangkat ke Kanada atau kembali ke Indonesia.
Jaffray memilih untuk kembali ke Makassar. Jaffray beserta Minnie, istri, dan Margaret,
anaknya, ditangkap dan dikenai tahanan rumah oleh tentara Jepang selama setahun.
Kemudian Jaffray dipindahkan ke dalam kamp tawanan pria di Pare-Pare. Menurut kesaksian
Randall Whetsel, teman sepenjaranya, Jaffray tetap sibuk menerjemahkan buku-buku dan
tafsiran-tafsiran yang telah dia tulis dalam bahasa Tionghoa ke dalam bahasa Inggris dengan
harapan bahwa setelah perang berakhir bukunya akan diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Tentara Sekutu menyerang Pare-Pare sehingga tentara Jepang terpaksa
memindahkan para tawanan ke kamp baru yang kondisi lebih buruk. Dalam waktu singkat,
Jaffray bersama dengan sebagian tawanan terkena wabah disentri. Jaffray akhirnya
meninggal dalam kondisi yang sangat tragis pada tanggal 29 Juli 1945. Ia dikuburkan di kota
Makassar.

Jejak-jejak yang ditinggalkannya adalah pertumbuhan ribuan gereja berkat pelayanannya di


Indonesia. Setidaknya ada tujuh sinode gereja yang lahir secara langsung dari pelayanannya
bersama tim misi C&MA dan CFMU. Generasi muda perlu terus mengenal pelayanan Dr.
Jaffray dan belajar untuk melaksanakan tugas misi dunia yang belum selesai.

Penutup
Devotion from Yohanes 21:20-25

Ayat-ayat terakhir menunjukkan siapakah orang di balik seluruh Injil ini. Ketika Yesus
selesai bertanya tiga pertanyaan-Nya kepada Petrus, Dia memanggil Petrus untuk mengikuti
Dia. Ketika mereka sedang berjalan, muncullah Yohanes, murid yang lain, mengikuti mereka
dari belakang. Inilah Yohanes, tokoh di balik penulisan Kitab ini. Munculnya Yohanes sangat
penting untuk dikisahkan, agar semua orang yang membaca Kitab ini tahu bahwa seluruh
kesaksian yang tertulis di dalam Kitab ini adalah kesaksian seorang saksi mata. Dia
menyaksikan sendiri apa yang terjadi dan karena itu Injil Yohanes yang dia tulis harus
dianggap sebagai catatan dari saksi mata. Dan setelah melihat Yohanes mengikuti mereka,
Petrus bertanya tentang nasib Yohanes. Mengapa Petrus menanyakan demikian? Karena
Tuhan Yesus baru saja menceritakan tentang cara Petrus akan mati. Petrus ingin tahu apakah
semua murid mendapatkan nasib yang sama? Ternyata tidak. Mengapa? Karena Yohanes
tidak mati sebagai martir. Tetapi Tuhan Yesus mengingatkan Petrus bahwa keputusan Tuhan
atas hidup mati orang lain bukanlah urusan Petrus. Jikalau Tuhan mau membuat Yohanes
terus hidup hingga Dia datang kembali pun bukan urusan Petrus. Apakah ini berarti Yohanes
terus hidup hingga Yesus datang kembali? Tidak. Tetapi kalimat Tuhan Yesus ini
menjelaskan mengapa Yohanes terus hidup hingga usia yang sangat lanjut. Dia terus hidup
ketika para rasul yang lain semua telah mati. Semua telah dibunuh dan menjadi martir. Hanya
dia yang tersisa dan terus hidup. Mengapa Tuhan membuat dia terus hidup hingga usia
lanjut? Supaya dia menyaksikan apa yang dilihatnya di dalam sebuah Kitab. Bahkan lebih
dari itu, Tuhan akan memercayakan kepadanya sebuah kitab lain lagi, yang akan
mengisahkan peristiwa kedatangan kembali dari Sang Mesias. Yesus akan datang kembali ke
dunia ini dan Yohanes menjadi saksi yang mencatatnya di dalam sebuah kitab. Baik Injil
Yohanes, maupun Kitab Wahyu adalah dua buku yang ditulis oleh Yohanes. Yohanes
menjadi tokoh kunci untuk mengaitkan kehidupan Yesus dan para murid dengan kehidupan
kita sekarang. Melalui tulisannyalah kita menyadari bahwa kita berbagian bersama dengan
para murid, menikmati Sang Anak Allah yang telah menggenapi pekerjaan-Nya, membawa
Kerajaan Allah, membawa surga ke bumi, dan menyempurnakan rencana keselamatan Allah.
Ini bukan kisah masa lalu yang tidak relevan. Ini adalah kisah yang terus berkesinambungan
hingga hari ini, bahkan hingga hari Tuhan datang kembali nanti. Yohanes menjadi tokoh
yang terus menyembunyikan diri di belakang seluruh narasi Injil ini. Seperti Roh Kudus yang
menggerakkan dia menulis, dia tersembunyi, tetapi pekerjaannya sangat berkuasa dan
meninggikan Kristus supaya kita menjadi milik Dia dan menghidupi di dalam hidup kita apa
yang para murid hidupi bersama dengan Yesus di dalam narasi Injil ini. Kiranya Tuhan
memberkati kita dengan persekutuan yang penuh kasih dan komitmen yang sempurna dengan
Yesus Kristus, Raja, Juru Selamat, Tuhan, dan Anak Allah. Kiranya Tuhan memberkati kita
dengan semangat untuk berbagian di dalam perjuangan memperbesar pengaruh Kerajaan-Nya
melalui kehadiran gereja-Nya di bumi ini.

Anda mungkin juga menyukai