Kementerian Kesehatan RI
Tahun 2010
Pedoman
Tatalaksana Klinis
Flu Burung
(H5N1)
di Rumah
Sakit
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Medik
Kementerian Kesehatan
RI Tahun 2010
ii Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit iii
iv Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit v
vi Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit vii
viii Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit ix
x Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya maka revisi
Pedoman
Tatalaksana Flu Burung di Rumah Sakit telah
tersusun.
Dengan tersusunnya Pedoman Tatalaksana Flu Burung di Rumah Sakit diharapkan dapat menjadi
acuan bagi petugas kesehatan dalam menangani penderita Flu Burung (H5N1) yang akhir-akhir ini
terdapat di beberapa daerah di Indonesia.
Evaluasi terhadap pedoman ini telah dilakukan secara berkala dan akan terus disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan.
Pedoman ini tersusun atas kerjasama antara Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik,
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan serta profesi-profesi terkait yaitu PDPI, PAPDI, IDAI, IDSAI, PDS
PATKLIN, PAMKI, PKGDI, PDSRI, PERDALIN dan PPNI, RSPI Sulianti Saroso, RSUP Persahabatan,
WHO serta dukungan dari berbagai pihak.
Jakarta, 2010
Tim Penyusun
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit xi
Tim
Penyusun
BAB IV TATALAKSANA KLINIS PASIEN FLU BURUNG (H5N1) PRA RUMAH SAKIT RUJUKAN ...... 29
A. Alur Pasien ........................................................................................................................................................................
B. Rujukan Pasien ...............................................................................................................................................................
C. Pasien Datang Sendiri ................................................................................................................................................
D. Tatalaksana Transportasi Rujukan .......................................................................................................................
BAB X PASCA PERAWATAN RUMAH SAKIT (REHABILITASI MEDIK DAN SOSIAL). ......................... 85
A. Latar Belakang
Flu Burung (Avian Influenza, AI) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus influenza A subtipe
H5N1 (H=hemaglutinin; N=neuraminidase) yang pada umumnya menyerang unggas (burung
dan ayam). Pada buku ini yang dibahas adalah Flu Burung (H5N1) yang disebabkan oleh virus
influenza A subtipe H5N1 pada manusia.
Menurut para ahli penularan H5N1 dapat berubah menjadi penularan antar manusia bila
virus mengalami perubahan genetik melalui mutasi atau percampuran materi genetik H5N1
dengan materi genetik influenza lainnya (re-assortment) membentuk subtipe baru yang dapat
menyebabkan terjadinya pandemi.
Pada abad 20 telah terjadi 3 kali pandemi influenza yaitu Spanish flu (1918) yang disebabkan
influenza A (H1N1) menelan korban 40-50 juta jiwa, 50% diantaranya usia muda dan kematian
terjadi beberapa hari setelah terinfeksi. Asian flu (1957) yang disebabkan oleh virus influenza A
(H2N2) menimbulkan kematian 1 juta jiwa. Hong Kong flu (1968) yang disebabkan oleh virus
influenza (H3N3), menelan korban 1 juta jiwa.
Pada tahun 1997 infeksi Flu Burung (H5N1) telah menular dari unggas ke manusia dan sejak saat
itu telah terjadi 3 kali KLB infeksi virus influenza A subtipe H5N1. Flu Burung (H5N1) pada manusia
pertama kali ditemukan di Hongkong pada tahun 1997 yang menginfeksi 18 orang diantaranya
6 orang pasien meninggal dunia. Awal tahun 2003 ditemukan 2 orang pasien dengan 1 orang
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung 1
(H5N1) di Rumah Sakit 1
meninggal. Virus ini kemudian menyebar di Asia sejak pertengahan Desember 2003 sampai
sekarang. Data Flu Burung (H5N1) dunia ( WHO, Desember 2009) adalah 477 kasus, 282 kasus
meninggal dunia. Di Indonesia terdapat 162 kasus terkonfirmasi dan 134 orang diantaranya
meninggal (CFR 82,71 %, Kemenkes RI Desember 2009). Dalam perkembangannya telah terjadi
penurunan jumlah kasus Flu Burung (H5N1) pada manusia yaitu tahun 2008 jumlah kasus 28,
menurun 42,8 % dibanding dengan tahun 2007 (45 kasus), dan menurun 56,3 % dibanding
dengan tahun 2006 (55 kasus).
Pada 11 Juni 2009, WHO mendeklarasikan pandemi (fase VI) virus influenza baru H1N1, suatu
pandemi influenza yang dimulai dari Mexico.
Sampai saat ini secara epidemiologis dan virologis belum terdapat penularan antar manusia
yang efisien dan berkelanjutan.
Di Indonesia, virus ini menyerang ternak ayam sejak Oktober 2003 sampai Februari 2004 dan
dilaporkan sebanyak 4,7 juta ayam mati namun belum menyerang manusia. Flu Burung
(H5N1) pada manusia di Indonesia terjadi pertama kali pada bulan Juli 2005. Indonesia
menempati urutan teratas kasus FB (H5N1) di dunia dengan jumlah kasus sampai akhir bulan
Desember 2009 sebanyak 162 kasus dengan angka kematian 82,71%.
Saat ini H5N1 di Indonesia memasuki fase III influenza pandemi yaitu terjadi infeksi dari unggas
ke manusia sedangkan penularan dari manusia ke manusia tidak ada atau penularan yang sangat
terbatas hanya pada kontak erat.
Kementerian Kesehatan RI telah bekerja sama dengan organisasi profesi dalam jajaran IDI yaitu
PDPI, PAPDI, IDAI, IDSAI, PDS PATKLIN, PAMKI, PKGDI, PDSRI, disamping itu juga PERDALIN dan
PPNI dalam melakukan revisi Pedoman Tatalaksana Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit agar
dapat dipakai sebagai acuan oleh petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan klinis kepada
pasien Flu Burung (H5N1). Dalam pedoman ini juga dibahas tentang tatalaksana sebelum dirujuk
ke Rumah Sakit rujukan Flu Burung.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan tatalaksana Flu Burung (H5N1) di rumah sakit dalam rangka meminimalkan
kesakitan, kematian dan penyebarannya.
2. Tujuan Khusus
Memberi informasi tentang pengertian umum Flu Burung (H5N1) dan cara penularannya.
Memberi petunjuk penegakan diagnosis di rumah sakit.
Memberi petunjuk pengobatan dan perawatan pasien Flu Burung (H5N1) di rumah sakit.
Memberi petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi.
Memberi petunjuk pemulangan pasien Flu Burung (H5N1) yang dirawat dan tindak lanjut.
2 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB I Pendahuluan
Memberi petunjuk tata cara pemulasaraan jenazah pasien Flu Burung (H5N1).
Memberi petunjuk tentang profilaksis bagi petugas kesehatan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan sebagai tersebut di pedoman ini adalah pelayanan di rumah sakit
rujukan dan non rujukan
D. Dasar Hukum
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran
Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273).
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063).
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular
(Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3447).
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi dan Tata kerja Kementerian Negara Republik Indonesia,
sebagaimana telah beberapa kali dirubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 62
Tahun 2005.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560 Tahun 1989 tentang Jenis Penyakit
Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah, Tata Cara Penyampaian Laporan dan
Tata Cara Penanggulangannya.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1371/Menkes/SK/IX/2005 tentang
Penetapan Flu Burung (H5N1) Sebagai Penyakit Yang Dapat Menimbulkan Wabah
serta Pedoman Penanggulangannya.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1372/Menkes/SK/IX/2005 tentang Penetapan
Kondisi Kejadian Luar Biasa (KLB) Flu Burung (H5N1)
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1643/Menkes/SK/XII/2005 tentang Tim Nasional
Penanggulangan Penyakit Flu Burung (H5N1)
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 756/Menkes/SK/IX/2006 tentang Pembebasan
Biaya Pasien Penderita Flu Burung (H5N1).
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 414/Menkes/SK/IV/2007 tentang Penetapan
Rumah sakit Rujukan Penanggulangan Flu Burung (H5N1) (Avian Influenza)
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 3
4 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB
II Penyakit Flu
Burung (H5N1)
A. Epidemiologi
WHO melaporkan sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 kasus konfirm Flu Burung pada
manusia di Indonesia sebanyak 162 terkonfirmasi dengan jumlah kematian 134 orang. Berikut
ini adalah data sebaran kasus Flu Burung di Indonesia, sejak pertama kali ditemukan di
Indonesia.
Tabel 1 : Data sebaran kasus Flu Burung (H5N1) pada manusia di Indonesia sampai
dengan
Desember 2009
2005 2006 2007 2008 2009 Total
Propinsi
K M K M K M K M K M K M CFR%
Sumatra Utara 0 0 7 6 1 1 0 0 0 0 8 7 87
Sumatra Barat 0 0 2 0 1 1 1 0 0 0 4 1 25
Riau 0 0 0 0 6 5 1 0 1 1 8 6 71
Sumatra Selatan 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 10
Lampung 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0
Banten 5 4 4 4 11 9 9 9 1 1 30 27 89
DKI Jakarta 8 7 11 11 8 7 7 5 9 8 44 37 87
Jawa Barat 3 2 22 17 5 4 4 4 7 7 40 34 79
Jawa Tengah 1 0 3 3 5 5 2 2 1 1 12 11 90
D.I Yogyakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 10
Jawa Timur 0 0 5 3 2 2 0 0 1 0 8 6 71
Bali 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 2 2 10
Sulawesi Selatan 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 10
TOTAL 20 13 55 45 42 37 22 18 21 19 162 134 82
Sumber: Kementerian Kesehatan RI
Catatan:
P=Jumlah pasien, M=Jumlah kematian
CFR = Case Fatality Rate
P8 M6
P4 M1
P1M1
P44 M37
P1 M1
P3 M0
P1 M1
P2 M2
P30 M27 P40 M34 P12 M11 P8 M6
Gambar 1. Gambaran geografik Flu Burung (H5N1) di Indonesia, Juni 2005 Desember
2009 (P = Pasien, M = Meninggal)
Sumber : Kementerian Kesehatan RI
Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat kasus-kasus terkonfirmasi di 13 provinsi, akan tetapi
dari Januari 2009 sampai dengan Desember 2009 hanya terdapat di 7 provinsi yaitu Riau, Banten,
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur.
B. Etiologi
Virus influenza merupakan anggota keluarga Orthomyxoviridae, terdiri dari 3 tipe A, B dan
C. Virus influenza tipe A dapat menyebabkan Flu Burung (H5N1), yang dapat menyerang
manusia dan hewan, gejala ringan sampai berat, mudah menular dan dapat menyebabkan
pandemi. Virus influenza tipe B dapat menyerang manusia tetapi gejala ringan sampai
sedang. Pada permukaan virus terdapat 2 glikoprotein, yaitu hemaglutinin (H) dan
neuroaminidase (N) yang menentukan subtipe virus influenza A. Hingga saat ini telah
ditemukan H1 sampai H16 dan N1 sampai N9. Virus influenza tipe C mempunyai gejala
yang ringan dan jarang ditemukan pada manusia.
Virus influenza A subtipe Flu Burung (H5N1) mempunyai sifat sebagai berikut :
6 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB II Penyakit Flu
Burung (H5N1)
Dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 220 C dan lebih dari 30 hari pada
suhu 00 C
Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas sakit, dapat hidup lama, tetapi mati pada
pemanasan 600 C selama 30 menit, 560 C selama 3 jam dan pemanasan 800 C selama 1
menit.
Mati dengan deterjen/sabun, desinfektan misalnya formalin, karbol, kaporit, klorin dan
cairan yang mengandung iodin atau alkohol 70%.
C. Transmisi
i. Sumber Penularan
Penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui :
1. Binatang : Kontak langsung dengan unggas atau binatang lain yang sakit atau produk
unggas yang sakit.
2. Lingkungan : Udara atau peralatan yang tercemar virus tersebut baik yang berasal
dari tinja atau sekret unggas yang terserang Flu Burung (H5N1).
3. Manusia : Penularan antar manusia sangat terbatas dan tidak efisien.
4. Makanan : Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan
sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia
yang terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir.
Hasil penyelidikan epidemiologi terhadap 162 kasus terkonfirmasi menunjukkan faktor yang
berperan terjadinya penularan pada manusia antara lain :
Kontak Unggas
13,6 %
Kontak l i
ngkungan
tercemar
Bel um di ketahui
40,1 % 46,3 %
wilayah yang terjangkit H5N1 dalam satu bulan terakhir. Unggas air (bebek, itik, entok,
angsa) merupakan carrier virus H5N1.
- Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna di
wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi
H5N1 dalam satu bulan terakhir.
- Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas liar), misalnya kucing
atau babi yang telah dikonfirmasi terinfeksi H5N1.
- Memegang / menangani sampel hewan atau manusia yang dicurigai mengandung
virus
H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya.
E. Gejala Klinis
Pada umumnya gejala klinis Flu Burung (H5N1) mirip dengan flu biasa, yang sering ditemukan
adalah demam 380 C, batuk dan nyeri tenggorok. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah
pilek, sakit kepala, nyeri otot, infeksi selaput mata, diare atau gangguan saluran cerna.
Gejala sesak napas menandai kelainan saluran napas bawah yang dapat memburuk dengan
cepat.
Gejala N %
Demam 140/141 99
Sesak 133/140 95
Batuk 126/140 90
Mual 34/131 26
Sakit kepala 24/128 19
Diare 20/130 16
Muntah 28/132 21
Nyeri otot 17/130 13
Nyeri lambung 10/128 8
Kejang/ Ensefalitis 4/129 3
Konstipasi 1//129 1
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 9
Derajat Penyakit
Pasien yang telah dikonfirmasi sebagai kasus Flu Burung (H5N1) dapat dikategorikan
menjadi :
Derajat 1 : Pasien tanpa pneumonia
Derajat 2 : Pasien dengan pneumonia tanpa gagal napas
Derajat 3 : Pasien dengan pneumonia dan gagal napas
Derajat 4 : Pasien dengan pneumonia dan ARDS atau dengan kegagalan organ
ganda (multiple organ failure).
tempat dan pajanan terhadap suatu kasus probabel atau suatu kasus H5N1 yang
terkonfirmasi.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding tergantung
indikasi, antara lain:
- Dengue blot : IgM, IgG atau NS1 Dengue untuk menyingkirkan diagnosis demam dengue
- Biakan sputum dahak, darah dan urin.
- IgM Salmonella, biakan Salmonella, uji Widal untuk menyingkirkan diagnosis demam
tifoid.
- Pemeriksaan anti HIV.
- Pemeriksaan dahak mikroskopik Basil Tahan Asam (BTA) dan biakan mikobakterium, untuk
menyingkirkan TB Paru.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk tujuan mengarahkan diagnostik ke arah kemungkinan
Flu Burung (H5N1) dan menentukan berat ringannya derajat penyakit. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah :
A. Pemeriksaan Laboratorium non Spesifik
a. Pemeriksaan Hematologi
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti diatas dianjurkan untuk sesegera
mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin yaitu
14 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB II Penyakit
hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya
ditemukan leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni. Pada kasus Flu Burung (H5N1) di
Indonesia ditemukan leukopenia pada 115 kasus (82,1%) trombositopenia pada 91 kasus
(69,4%) dan limfositopenia pada 38 kasus ( 32,8%).
Pemeriksaaan laboratorium lainnya untuk tatalaksana pasien tergantung gejala klinis yang
timbul. Pada umumnya pemeriksaan hematologi dan kimia klinik adalah pemeriksaan yang
tersering yang dilakukan pemeriksaan hemostasis seperti Protrombin Time (PT ), Activated
Partial Thromboplastin Time (APTT ), D-dimer dilakukan pada tersangka Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC).
Penting untuk mengetahui kapan virus dapat terdeteksi, sehingga jenis pemeriksaan
laboratorium dapat disesuaikan dengan perjalanan penyakit sesuai dengan gambar terlampir.
Pemeriksaan RT-PCR dan deteksi antigen dapat dilakukan pada minggu pertama setelah
inkubasi, dan titer antibodi pada umumnya mulai meningkat setelah minggu pertama.
BAB II Penyakit
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 15
Gambar 2. Viral Shedding dan respon antibodi pada infeksi Influenza A H5N1
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap pasien tersangka Flu Burung
(H5N1).
Pemeriksaan foto toraks, dilakukan :
Di ruang gawat darurat pada saat masuk
Di ruang isolasi setiap hari sebaiknya pada waktu yang sama, pasien probabel dan konfirm,
dilakukan 2 kali sehari, pagi dan sore secara berkala dengan kondisi foto yang sama agar
dapat dibandingkan sebagai serial foto
Pada kondisi tertentu seperti setelah pemasangan ETT, Central Venous Catheter (CVC), Water
Sealed Drainage ( WSD)
Sebelum pasien dipulangkan
Pada saat kontrol , foto dilakukan hanya bila ada keluhan saluran pernapasan.
Semua foto sebaiknya dinilai oleh spesialis radiologi dengan melampirkan foto
lama untuk perbandingan.
GAMBARAN RADIOLOGI
- Pada fase awal foto toraks dapat normal.
- Pada fase lanjut ditemukan ground glass opacity, konsolidasi homogen atau heterogen pada
paru, dapat unilateral atau bilateral.
- Lokasi dapat mengenai semua lapangan, tetapi yang tersering di lapangan bawah.
- Serial foto harus dilakukan karena perjalanan penyakitnya progresif.
- Diagnosis banding :
Edema paru
TB
Pneumonia lainnya
Di Indonesia, gambaran pneumonia didapatkan pada 132 kasus (99.2%) dan efusi pleura pada
74 kasus (55%)
Contoh-contoh Kasus :
1. In/ 15th, demam, kontak (+) , Lab H5N1 (+) 1x, foto toraks normal (gambar 1a ). CT scan
Toraks normal (gambar 1b).
Gambar 1a Gambar 1b
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 17
2. Ar/18th, klinis demam, kontak (+) ibu H5N1 (+), Lab Leukopeni, H5N1 (+). Dari hasil foto
toraks pertama, tampak konsolidasi minimal parakardial kanan (gambar 2a), yang bertambah
jelas pada foto berikutnya dihari yang sama (gambar 2c). CT scan toraks tampak konsolidasi
letaknya di anterior dan posterior kanan bawah dengan air bronchogram (+), (gambar
2c,d,e), disertai efusi pleura kanan minimal (gambar 2f ). Lesi di paru kiri atas yang tidak
terlihat pada foto toraks pada hari yang sama terlihat jelas dengan CT scan toraks berupa ground
glass opacity segmen (gambar 2f ) .
Setelah pasien dinyatakan sembuh, PCR (-), klinis membaik, Foto toraks normal (2h), tetapi dari
CT scan toraks tampak lesi di kedua paru (gambar 2i,j )
Gambar 2a Gambar 2b
Gambar 2c Gambar 2d
Gambar 2e Gambar 2f
18 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB II Penyakit Flu
Burung (H5N1)
Gambar 2g Gambar 2h
Gambar 2i
Kasus 3 :
Wanita 38 tahun dengan klinis demam, serangan sesak nafas akut, anak perempuan dinyatakan
(+) H5N1, dari foto toraks didapat gambaran konsolidasi homogen bilateral sesuai dengan ARDS
(gambar 3a) , pada foto serial setelah Pemasangan ETT konsolidasi berkurang( 3b) .
Hari ke 12 setelah dinyatakan sembuh dan PCR (-), foto toraks konsolidasi kanan kiri heterogen
(gambar 3C), dari CT Scan toraks konsolidasi heterogen S6 kanan kiri, ground glass opacity paru
bawah bilateral (gambar 3d,e). hari ke 22 sebelum pulang foto toraks normal (gambar 3f ), CT scan
toraks menunjukkan retikular opacity paru bawah bilateral (gambar 3g.)
Gambar 3a Gambar 3b
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 19
Gambar 3c Gambar 3d
Gambar 3e Gambar 3f
Gambar 3g
Pada dasarnya tatalaksana Flu Burung (H5N1) sama dengan influenza yang disebabkan oleh virus
yang patogen pada manusia.
b. TATALAKSANA DI IGD
Bila ada informasi rujukan pasien suspek Flu Burung (H5N1) dari rumah sakit atau
fasilitas kesehatan lainnya, maka langkah-langkah yang harus ditempuh adalah sebagai
berikut :
1. Dokter yang merujuk berkonsultasi dengan dokter jaga IGD rumah sakit rujukan
2. Dokter jaga IGD rumah sakit rujukan berkonsultasi dengan tim Flu Burung (H5N1)
rumah sakit rujukan.
3. Dokter tim Flu Burung (H5N1) rumah sakit rujukan berkomunikasi dengan dokter yang
akan merujuk mengenai gejala Flu Burung (H5N1), nilai leukosit dan gambaran foto
toraks.
4. Pasien suspek Flu Burung (H5N1) segera dikirim ke rumah sakit rujukan terdekat bila
Apabila diduga terjadi Hospital Acquired Pneumonia (HAP), maka antibiotik harus
disesuaikan dengan pola kuman dan uji kepekaan rumah sakit setempat.
Pemberian antibiotika sebagai profilaksis tidak dianjurkan.
5.2 Steroid
Pemberian kortikosteroid secara rutin tidak dianjurkan karena belum ada uji klinis,
bahkan berpotensi merugikan yaitu dapat memperpanjang masa replikasi virus dan
meningkatkan risiko infeksi oportunistik.
Kortikosteroid diberikan pada syok yang tidak responsif dengan terapi cairan dan obat
golongan vasopressor .
Pada keadaan tersebut di atas, kortikosteroid dipertimbangkan untuk diberikan:
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 23
Dewasa: Hidrokortison 200-300 mg/hari atau padanannya metilprednisolon 0,5 1
mg/kgBB/hr dibagi dalam 3 - 4 dosis dalam 24 jam (dalam dosis terbagi setiap 8 -
6 jam).
Anak: Hidrokortison 2 mg/kgBB IV
Atau padanannya Dexamethason 0,5 mg/kg BB setiap 8 jam atau Metilprednisolon
1-2 mg/kgBB IV setiap 6 jam.
Catatan: Sebagai alternatif lain dapat diberikan dengan dosis awal 50 mg/kgBB/dosis,
dan apabila diperlukan diulang dalam infus drip selama 24 jam.
5.3 Immunomodulator
Hingga saat ini belum ada bukti klinis tentang manfaat imunomodulator pada pasien
Flu Burung (H5N1)
6. Kriteria Masuk ICU :
6.1 Untuk pasien dewasa
Semua pasien yang memenuhi kriteria sepsis berat dan syok septik : Acute Lung Injury
(ALI), Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
- Sepsis berat adalah sepsis disertai salah satu gangguan fungsi-fungsi organ,
seperti dibawah ini:
1. Hipotensi : Tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau penurunan > 40 mmHg
atau mean arterial pressure (MAP) < 65 mmHg
2. Hiperlaktatemia: laktat serum 2 mmol/L (18 mg/dL)
3. Renal: peningkatan akut kreatinin serum > 176,8 mmol/L (2,0 mg/dL) atau
pengeluaran urine < 0,5 mL/kg/jam selama > 2 jam
4. Paru: Acute Lung Injury (ALI) dengan PaO2/FIO2 300 mmHg (P/F rasio)
5. Liver: peningkatan akut bilirubin > 34,2 mol/L (2 mg/dL)
6. Trombositopenia: penurunan akut dari jumlah trombosit menjadi < 100 000
7. Koagulopati: International Normalized Ratio (INR) > 1,5 atau partial
thromboplastin time (aPTT ) > 60 detik
- Syok septik adalah hipotensi yang di-induksi oleh sepsis (definisi diatas) yang tidak
bisa diatasi dengan resusitasi cairan yang adekuat.
Tindakan
Harga Normal Fisioterapi dada Intubasi Napas
Terapi oksigen Buatan (ALI)
Observasi ketat
Mekanik Frekwensi Napas
Kapasitas Vital 12 - 25 25 - 35 > 35
( VC = ml/KgBB) Kekuatan
Inspirasi (cm H2O) 30 - 70 15 - 30 < 15
FEV1 (ml/KgBB)
Compliance(ml/cmH2O) 50 - 100 25 - 50 < 25
50 - 60 10 - 50 < 10
50 - 100 - -
Oksigenasi
PaO2 (torr) < 60 pada FIO2 = 0,6
dengan FIO2 = 0,21 75 - 100 < 75 (dengan masker)
95 - 98 < 95 < 90
SaO2 atau SpO2 (%) PaO2/FiO2
AaDO2 (torr) 500 300 - 400 < 300
dengan FIO2 = 1,0
QS/QT (%) 50 - 200 200 350 > 350
5 > 20
Ventilasi
PaCO2 (torr) VD/VT 35 - 45 45 - 55 > 55
0,25 - 0,40 0,40 - 0,60 > 0,60
a. Bila memasuki kriteria untuk tindakan observasi ketat, fisioterapi dada dan terapi oksigen
sebaiknya penderita sudah dirujuk ke ICU.
b. Bila terjadi kecenderungan perburukan dalam waktu kurang dari 6 jam, yang menunjukkan
kebutuhan oksigen yang semakin meningkat untuk mendapatkan SaO2 > 95%.
Pemeriksaan foto toraks dan analisa gas darah (AGD) dilakukan secara berkala , minimal satu
kali setiap 24 jam.
D. Antiviral
1. Pengobatan
Obat antiviral ada yang bekerja sebagai penghambat neuramidase seperti oseltamivir dan
zanamivir sedangkan Amantadin dan Rimantadin menghambat M2 protein.
Antiviral harus diberikan secepat mungkin begitu pasien ditetapkan sebagai suspek Flu
Burung (H5N1). Berdasarkan data dari 141 kasus di Indonesia, pada 35 pasien yang tidak
26 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB III Tatalaksana Medik
di Rumah Sakit
Rujukan
diberi antiviral 100% meninggal dan 100 pasien yang diberi oseltamivir 25% hidup. Dapat
dipertimbangkan pemberian dosis 2 kali lebih besar dan waktu yang diberikan lebih panjang
untuk kasus pneumonia berat dan progresif.
Hasil dari penelitian LITBANG Kementerian Kesehatan pasien Flu Burung (H5N1) jika tidak
diberikan osetalmivir angka kematian 100% dan jika diberikan angka kematian 72%.
Antiviral diberikan secepat mungkin (memberikan efek terbaik dalam 48 jam pertama,
meskipun sudah terlambat tetap diberikan):
Dewasa atau Berat Badan > 40kg : Oseltamivir 2x75 mg per hari selama 5 hari.
Anak 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kgBB, 2 kali sehari selama 5
hari.
Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan sbb :
> 40 kg : 75 mg 2x/hari
> 23 40 kg : 60 mg 2x/hari
> 15 23 kg : 45 mg 2x/hari
15 kg : 30 mg 2x/hari
2. Profilaksis
Perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya penularan dari manusia ke manusia, namun
penggunaan profilaksis oseltamivir sebelum terpajan tidak dianjurkan. Rekomendasi saat ini
oseltamivir diberikan pada petugas yang terpajan pada pasien yang terkonfirmasi dengan
jarak < 1 m tanpa menggunakan APD. Bagi mereka yang terpajan lebih 7 hari yang lalu,
profilaksis tidak dianjurkan.
Kelompok risiko tinggi untuk mendapat profilaksis adalah :
Petugas kesehatan yang kontak erat dengan pasien suspek atau konfirmasi H5N1 misalnya
pada saat intubasi atau melakukan suction trakea, memberikan obat dengan menggunakan
nebulisasi, atau menangani cairan tubuh tanpa APD yang memadai. Termasuk juga
petugas lab yang tidak menggunakan APD dalam menangani sampel yang mengandung
virus H5N1.
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 27
Anggota keluarga yang kontak erat dengan pasien konfirmasi terinfeksi H5N1. Dasar
pemikirannya adalah kemungkinan mereka juga terpajan terhadap lingkungan atau unggas
yang menularkan penyakit.
Profilaksis 1x75 mg diberikan pada kelompok risiko tinggi terpajan sampai 7-10 hari dari
pajanan terakhir. Penggunaan profilaksis jangka panjang dapat diberikan maksimal hingga
6-8 minggu.
F. Pengobatan lain
Terapi lainnya seperti terapi simptomatik, vitamin, dan makanan bergizi.
A. ALUR PASIEN
Pasien Datang
2.1 Setelah menerima informasi telepon ada rujukan pasien Flu Burung (H5N1), petugas
melakukan :
a. Melapor kepada tim lengkap Flu Burung (H5N1)
b. Menyiapkan ruang penerimaan
c. Menyiapkan petugas dengan APD (minimal masker bedah dan sarung tangan)
Pemberian Oksigen
intubasi endotrakea
2d.an ventilasi mekanik
Sedasi, paralisis
(jika di intubasi),
atau keduanya
Kristaloid
CVP <8 mmHg
Koloid
8-12 mmHg
<65 mmHg
MAP Pemberian vasoaktif
>90 mmHg
65 dan 90 mmHg
70%
<70
SvcO2 Transfusi sel darah merah <70%
sampai Ht 30%
70
Pemberian Inotropik
Goals
Tidak achieved
Ya
Keluar dari RS
34 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB V TATALAKSANA
KLINIS DI ICU
2. Diagnosis
Lakukan pemeriksaan kultur sebelum memulai pemberian antibiotika jika hal ini tidak
menunda pemberian antibiotika secara bermakna (diwajibkan)
i. Lakukan pemeriksaan kultur darah sebanyak dua atau lebih
ii. Salah satu atau lebih kultur darah harus diambil perkutaneus
iii. Satu kultur darah diambil dari setiap peralatan akses vena yang terpasang > 48 jam
iv. Kultur dari tempat lain bila secara klinis ada indikasi
Lakukan pemeriksaan pencitraan (imaging) (sinar-x, USG atau scanning) segera untuk
memastikan dan mencari sumber infeksi bila dipandang aman untuk pasien (diwajibkan)
3. Terapi Antibiotik
Berikan antibiotik IV sesegera mungkin dan selalu berikan pada jam pertama setelah
didiagnosis.
Antibiotika spektrum luas : agen aktif terhadap bakteri/jamur patogen yang diduga paling
mungkin menjadi penyebabnya yang mempunyai penetrasi baik ke dalam sumber infeksi.
(diwajibkan)
Evaluasi ulang antibiotik setiap hari untuk mengoptimalisasi efikasi, mencegah resistensi,
mencegah toksisitas, meminimalisasi biaya. (diwajibkan)
Pertimbangkan terapi kombinasi untuk infeksi Pseudomonas. (disarankan)
Pertimbangkan terapi kombinasi empiris pada pasien dengan neutropeni. (disarankan)
Terapi kombinasi tidak lebih 3-5 hari dan di de-eskalasi (menjadi spectrum yang lebih
sempit) sesuai dengan test kepekaan antibiotika (disarankan)
Durasi terapi dibatasi 7-10 hari; dapat diperpanjang jika respon lambat atau terdapat
undrainable foci infeksi atau keadaan imunokompromis. (diwajibkan)
Hentikan terapi antibiotik jika penyebabnya ditemukan adalah non infeksi bakteri.
(diwajibkan)
5. Terapi Cairan
Resusitasi cairan dengan menggunakan kristaloid atau koloid. (diwajibkan)
Target CVP 8 mmHg (jika dengan ventilasi mekanik 12 mmHg). (diwajibkan)
Gunakan fluid challenge technique, dan monitor adakah perbaikan hemodinamik.
(diwajibkan)
Berikan fluid challenge dengan kristaloid 1000 ml atau 300-500 ml koloid selama 30 menit.
Mungkin diperlukan lebih cepat dan volume yang lebih besar bila terdapat hipoperfusi
jaringan yang dipicu oleh sepsis. (diwajibkan)
Laju (rate) pemberian cairan harus diturunkan jika terdapat peningkatan tekanan pengisian
jantung tanpa perubahan hemodinamik secara bersamaan. (diwajibkan)
6. Vasopresor
Mempertahankan MAP 65 mmHg. (diwajibkan)
Pemberian norepineprin dan dopamin lewat vena sentral adalah pilihan vasopresor awal.
(diwajibkan)
Epineprin, phenilefrin, atau vasopressin tidak diberikan sebagai vasopresor awal pada syok
septik. (disarankan)
Vasopresin 0.03 unit/menit dapat ditambahkan ke dalam norepineprin yang berikutnya
dengan mengantisipasi efek yang sama dengan pemberian norepineprin saja. (disarankan)
Gunakan epinefrin sebagai agen alternatif pertama pada syok septik bila respons tekanan
darah kurang pada pemberian norepineprin atau dopamin. (disarankan)
Jangan menggunakan dopamin dosis rendah untuk proteksi ginjal. (diwajibkan)
Pada pasien yang membutuhkan vasopresor, pasang kateter arterial segera mungkin.
(diwajibkan)
7. Terapi Inotropik
Gunakan pada pasien dengan gangguan miokard yang ditandai dengan peningkatan
tekanan pengisian jantung dan curah jantung yang rendah. (diwajibkan)
Jangan meningkatkan cardiac index untuk mendapatkan level supranormal. (diwajibkan)
8. Steroid
(tidak direkomendasikan rutin pada infeksi berat virus H5N1, tapi dosis rendah kortikosteroid
dapat dipertimbangkan pada pasien syok septik yang memerlukan vasopresor dan diduga
36 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB V TATALAKSANA
KLINIS DI ICU
Set inisial laju nafas (respiration rate = RR) mendekati menit volume base line (tidak lebih 35
x/menit)
Sesuaikan V dan RR untuk mencapai pH dan target plateau pressure yang diatur berikut ini.
T
Target volume tidal 6 ml/kg prediksi berat badan pasien dengan ALI/ARDS. (diwajibkan)
Target plateau pressure (Pplat) batas atas awal 30 cm H2 O. Pertimbangkan
pengembangan dinding dada ketika menilai tekanan plateau. (diwajibkan)
Cek Pplat (0,5 detik inspiratory pause), sedikitnya tiap 4 jam dan setelah tiap perubahan PEEP
atau V T
Jika Pplat > 30 cm H2 O: turunkan T 1 ml/kg bertahap (minimum = 4 ml/kg)
V
Jika Pplat < 25 cm H2 O dan T
< 6 ml/kg, tingkatkan V T 1 ml/kg sampai Pplat > 25 cm
V H2O atau VT = 6 ml/kg
Jika Pplat < 30 dan nafas tertumpuk atau dis-sinkroni terjadi: dapat meningkatkan V 1
T
ml/kg inkremen sampai 7 8 ml/kg jika Pplat tetap 30 cm H2O.
Target pH: 7,30 7,45
Manajemen asidosis: (pH < 7,30)
Jika pH 7,15 7,30: Tingkatkan RR sampai pH > 7,30 atau < 25 (maksimum RR = 35).
2
PaCO
Jika pH < 7,15: Tingkatkan RR sampai 35.
Jika pH tetap < 7,15, V dapat ditingkatkan 1 ml/kg bertahap sampai pH > 7,15 (Pplat target
T
30 mungkin lebih).
Dapat diberikan NaHCO .
3
Manajeman alkalosis: (pH > 7,45) Turunkan laju ventilasi jika mungkin.
PaCO dapat ditingkatkan diatas normal, jika dibutuhkan, untuk meminimalisir tekanan
2
plateau tinggi yang berpotensi merusak paru, dengan syarat tidak berisiko memperburuk
kondisi pasien. (disarankan)
Pada pasien dengan ventilasi mekanik pertahankan posisi semirecumbent (bagian atas
tempat tidur dinaikkan sampai 45) kecuali terdapat kontraindikasi, dapat digunakan antara
30 45.
(diwajibkan)
Pertimbangkan ventilasi noninvasif pada pasien ALI/ARDS yang minoritas dengan kegagalan
pernapasan hipoksemia ringan sampai sedang. Pasien membutuhkan hemodinamik stabil,
nyaman, mudah disadarkan, dapat menjaga jalan napas, diperkirakan sembuh dengan cepat.
(diwajibkan namun tidak boleh dipergunakan pada infeksi H5N1 atau H1N1 karena bahaya
menyebarkan infeksi)
Gunakan protokol weaning dan SBT secara teratur untuk mengevaluasi potensi untuk
menghentikan ventilasi mekanikal. (diwajibkan)
i. Pemilihan SBT termasuk pressure support rendah dengan continuous positive airway
pressure 5 cmH2O atau T-piece system.
ii. Sebelum SBT, pasien seharusnya (diwajibkan):
1. Dapat disadarkan
2. Hemodinamik stabil tanpa vasopresor.
3. Tidak ada kondisi baru berisiko serius.
4. Memiliki kebutuhan ventilator rendah dan tekanan ekspirasi akhir rendah.
5. Kebutuhan level FiO2 yang dapat secara aman diberikan lewat nasal kanul atau
sungkup.
Jangan menggunakan kateter arteri pulmonalis untuk monitor rutin pasien ALI/ARDS.
(diwajibkan)
Gunakan strategi cairan konservatif pada pasien ALI yang tidak terbukti mengalami
hipoperfusi jaringan. (diwajibkan)
3. Tatalaksana hemodinamik
a. Tatalaksana syok pediatrik dilakukan setelah tatalaksana pernapasan.
Pemberian cairan resusitasi berupa kristaloid dilakukan secara agresif dengan bolus sebesar
20 ml/kgBB dalam 5-10 menit (Bila dibutuhkan volume yang lebih besar, dapat diberikan
cairan koloid, mulai dengan 5-10 ml/kgBB) dengan pemantauan :
i. Frekuensi denyut jantung
ii. Produksi urin
iii. Pengisian kembali kapiler (refilling capiller)
iv. Tingkat kesadaran
v. Curah jantung
Tidak terdapatnya perbaikan haemodinamik pada fluid balance, di dapat ronki basah
halus tidak nyaring, peningkatan V. Jugulare, pembesaran hati akut tumpul dan
terdapatnya hepatojugular reflux merupakan tanda peningkatan preload. Karena itu
tanpa monitoring khusus, pemberian cairan harus dibatasi.
b. Tekanan darah, secara tunggal, tidak merupakan parameter yang adekuat untuk memantau
pemberian cairan resusitasi. Pembesaran hati dapat digunakan untuk memantau kelebihan
cairan resusitasi.
c. Vasopresor dan obat inotropik hanya digunakan setelah resusitasi cairan yang adekuat.
Pemilihan obat-obat ini bergantung kondisi pasien:
i. Curah jantung rendah disertai resistensi vaskular sistemik tinggi
ii. Curah jantung tinggi disertai resistensi vaskular sistemik rendah
iii. Curah jantung rendah disertai resistensi vaskular sistemik rendah
iv. Dopamin adalah pilihan pertama pada hipotensi yang refrakter terhadap resusitasi
cairan. Pada kasus yang refrakter terhadap dopamine dapat digunakan epinephrine
atau norepinephrine.
42 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB V TATALAKSANA
KLINIS DI ICU
d. STEROID
Penggunaan steroid dapat dipertimbangkan pada syok yang tidak responsive dengan
inotropik atau vasopressor. Pada kasus dengan riwayat penggunaan steroid lama sebelum
sakit, gangguan fungsi adrenal harus dipertimbangkan.
0 menit
5-10 menit
I. Terapi Nutrisi
Jika tidak terdapat kontraindikasi, nutrisi enteral harus diutamakan. Pasien flu burung
seringkali mengalami muntah sehingga tidak memungkinkan pemberian nutrisi enteral.
Perhitungan kebutuhan kalori adalah seperti pedoman berikut ini:
a. 1 tahun : 55 kcal/kgBB/hari
b. 5 tahun : 45 kkal/kgBB/hari
c. 10 tahun : 38 kkal/kgBB/hari
d. 10 18 tahun : 26 kkal/kgBB/hari
e. Dewasa : 25 30 kkal/kgBB/hari
Untuk yang BB kurang (BMI < 18), BB dihitung berdasarkan BB aktual
Untuk yang BB lebih (BMI > 25) atau obesitas, BB dihitung berdasarkan BB yang
diprediksi
Beberapa prinsip mendasar yang perlu mendapat perhatian dalam penatalaksanaan keperawatan Flu
Burung meliputi:
Penerapan prinsip kewaspadaan isolasi(mengacu pada bab VII), pengaturan tenaga baik kuantitas
maupun kualitas serta surveilance kesehatan tenaga perawat yang memberikan asuhan keperawatan.
Kuantitas tenaga meliputi ratio perawat berbanding pasien, baik Pra ICU maupun ICU ditambah 20
% faktor koreksi (oleh karena ruang rawat dalam bentuk kamar isolasi). Sedangkan untuk kualitas
tenaga perawat yaitu perawat yang memiliki sertifikat pelatihan perawatan Flu burung baik Pra ICU
dan ICU, untuk tenaga yang bertugas di ICU dengan kualifikasi tersertifikasi pelatihan ICU.
Dengan memenuhi persyaratan baik kuantitas maupun kualitas tenaga, diharapkan dapat
memberikan
Manajemen Asuhan Keperawatan Pasien Flu Burung secara
optimal.
Manajemen asuhan pasien atau asuhan keperawatan pasien Flu Burung adalah praktik keperawatan
yang diberikan pada pasien/keluarga dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung
(H5N1) di Rumah Sakit 47
secara komprehensif (biopsikososiospiritual) meliputi: pengkajian, diagnosa, rencana
tindakan,
implementasi dan evaluasi keperawatan serta rencana pasien pulang (discharge planning).
Pengkajian
Pengkajian merupakan kegiatan pengumpulan data yang terkait / relevan dengan pasien. Sumber
data dapat diperoleh dari pasien atau keluarganya, atau perawat yang pernah/menangani pasien
tersebut, dokumen rekam medik pasien, hasil pemeriksaan diagnostik
Beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam pengkajian pasien yang akan dirawat
ICU:
1). Pengkajian sebelum pasien datang (Pre Arrival Assesment):Sejak pasien akan dikirim ke RS
rujukan, dilakukan pengkajian melalui telpon kepada Pelayanan Kesehatan atau Rumah sakit
yang akan mengirim pasien masuk ke ICU meliputi ; identitas pasien, diagnosa , alat bantu
invasive yang dipakai, modus ventilasi mekanik yang sedang dipakai (bila pasien menggunakan
ventilator)
2). Pengkajian cepat (Quick Check Assessment) : dilakukan pengkajian cepat setelah pasien tiba di
ICU meliputi; observasi secara cepat dari ABCDE yaitu : keadaan umum, Airway (patensi jalan
napas termasuk posisi OPA) , Breathing/Pernapasan (jumlah dan kedalaman nafas, simetrisitas
gerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan, suara napas apakah ada usaha
napas spontan), Circulation/sirkulasi dan perfusi cerebral, EKG (rate, ritme, ), tekanan darah
(denyut nadi perifer, capillary refill, kulit, (warna, suhu dan kelembaban), apakah ada
perdarahan), Drugs/ Obat-obat (obat yang saat ini diberikan) hasil pemeriksaan penunjang,
Equipment (patensi alat penunjang untuk sistem vaskuler, adakah drainase dan pastikan
apakah semua alat yang dipakai telah terpasang pada pasien dengan benar),alergi(apakah
pasien mempunyai riwayat alergi obat, dan makanan) ,
3). Pengkajian lengkap (comprehensive Assessment) meliputi pengkajian riwayat kesehatan yang
lalu ( bagaimana kondisi kesehatan sebelumnya , bagaimana status emosi, apakah ada alergi,
apakah pernah dirawat dengan kasus yang sama, kaji ulang setiap sistem tubuh), riwayat sosial
(umur, jenis kelamin, suku bangsa, tinggi dan berat badan, pendidikan, pekerjaan, Jaminan
kesehatan yang dipunyai), psikososial (komunikasi yang digunakan, koping yang dipakai, status
kecemasan, harapan tentang keadaan sakit kritisnya, apa kebutuhan keluarga pasien) dan
spiritual (kepercayaan yang dianut, kebiasaan keluarga/pasien untuk mengatasi stress dari sisi
spiritual) serta pengkajian fisik dari setiap system tubuh (pengkajian sistem neurologi :
kordinasi motorik, kekuatan otot, respon lambat terhadap rangsang verbal maupun motorik,
penurunan kemampuan untuk mensintesa informasi baru, respirasi (tidak efektif batuk),
kardiovaskuler (denyut nadi lemah, hemodinamik tidak stabil, disritmia, peningkatan
suhu,perubahan capillary refill), renal (gangguan elektrolit, penurunan GFR), gastrointestinal,
endokrin, hematologi dan immun: apakah ada diabetes, gangguan tiroid, anemia,
penurunan antibody) dan system
integument: turgor menurun, dan menurunnya elastisitas)
4) Pengkajian lanjutan (ongoing Assessment) meliputi kontinuitas monitoring kondisi pasien setiap
sistem tubuh setiap 1-2 jam pada saat kritis, selanjutnya sesuai kondisi pasien.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data data yang
diperoleh dari pasien dan disusun berdasarkan pada gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan disusun berdasarkan prioritas masalah.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul pada pasien yang tidak menggunakan Ventilasi
Mekanik :
1. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan resistensi jalan napas
3. Gangguan pertukaran gas : hiperkapnea berhubungan dengan hipoventilasi alveolar.
4. Gangguan pertukaran gas : hipoksemia berhubungan dengan gangguan difusi.
5. Cemas sedang-berat berhubungan dengan situasi kritis, kurang pengetahuan pasien/
keluarga tentang status/kondisi kesehatannya.
6. Ketidakmampuan perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
7. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan adanya inflamasi parenkim paru.
8. Risti nutrisi kurang dari kebutuhan.
9. Risti kekurangan volume cairan.
10. Risti penyebaran infeksi.
11. Risti gangguan termoregulasi
12. Hospitalisasi : cemas/takut dirawat dirumah sakit berhubungan dengan situasi krisis,
perubahan lingkungan (pada pasien anak)
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien dengan ventilasi mekanik
Gangguan pertukaran gas: hiperkapnea berhubungan dengan hipoventilasi alveolar
Gangguan pertukaran gas: hipoksemia berhubungan dengan perubahan
ventilasi-difusi, peningkatan permeabilitas membran alveoli kapiler.
Pola napas tidak efektif / ketidakmampuan bernapas spontan berhubungan
dengan otot pernapasan fatique
Penurunan kardiak output berhubungan dengan gangguan fungsi: ejeksi
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipermetabolisme
Risti kekurangan volume cairan berhubungan dengan hipertermia
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan dibu a
2
ketidakseimbangan O tuhk .
yang tersedia dengan O2 yang
Rencana Tindakan
Rencana tindakan keperawatan adalah alternatif pemecahan masalah yang dianggap paling tepat
untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan. Untuk merumuskan tindakan keperawatan dalam
rencana keperawatan perlu mempertimbangkan pada 4 jenis tindakan keperawatan, yaitu : tindakan
observasi, tindakan mandiri keperawatan, pendidikan kesehatan, dan tindakan kolaborasi. Pada
penulisannya menggunakan kalimat instruksi dan bahasa yang mudah dimengerti serta bersifat
operasional.
Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang ditentukan dengan maksud
agar kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal yang mencakup aspek peningkatan kesehatan,
pencegahan, pemeliharaan serta pemulihan kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan
keluarganya. Apabila implementasi sudah dikerjakan, maka selanjutnya kegiatan tersebut perlu
didokumentasikan meliputi kapan tindakan itu dikerjakan, dan jenis tindakan yang dilakukan serta
respon pasien terhadap tindakan tersebut (formulir Tindakan Keperawatan terlampir)
Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan meliputi evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses dilakukan segera setelah selesai melakukan tindakan keperawatan. Sedangkan
evaluasi hasil perawat memutuskan apakah rencana efekif (diagnosa keperawatan teratasi sesuai
kriteria tujuan tercapai) atau belum teratasi sehingga rencana perlu dilanjutkan, direvisi atau
perlu dimodifikasi diagnosa, tujuan atau rencana keperawatan menggunakan format catatan
perkembangan pasien dengan pendekatan SOAP (formulir terlampir).
50 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB VI PENATALAKSANAAN
KEPERAWATAN
2. Data Obyektif
1) Keadaan umum :
2) Status Neurologi (tingkat kesadaran) :
Kualitatif : Composmentis, apatis, somnolen, soporokoma, dan koma
Kuantitatif : Glassgow Coma Scale (GCS)
3) Sistem respirasi: RR pada saat datang 26 x/menit kemudian kondisi memburuk
RR > 30/menit, napas pendek cepat dan dangkal, kesukaran bicara karena sesak,
batuk terdengar produktif tetapi sekret sulit dikeluarkan, penggunaan otot bantu
pernapasan, pengembangan dada tidak simetris, ada ronkhi. perburukan berlanjut
terjadi hipoventilasi (RR 10 x/menit, volume tidal menurun < 5cc/kgBB).
4) Sistem kardiovaskuler : TD saat datang : TD 90/60 mmHg - 140/90 mmHg dan pada
anak usia 35 tahun HR 70110x/mnt, TD sistolik 95105mmHg, usia 612 tahun HR
65110 x/mnt TD sistolik 97112mmHg. Bila kondisi memburuk pada dewasa dapat
terjadi aritmia (takikardia atau bradikardia), pada keadaan syok kardiogenik tekanan
darah menurun sistolik <90 mmHg dan diastolik <60 mmHg, nadi meningkat dan
setelah pasien kelelahan/fatique kondisi makin menurun, CVP dapat meningkat/
menurun.
5) Gastrointestinal: mual, muntah, diare atau konstipasi
6) Muskuloskeletal: kekuatan menurun
7) Extremitas : akral teraba dingin, sianosis, pengisian kapiler > 2 detik
8) Aktifitas: saat aktivitas minimal tampak lelah dan sesak napas
9) Suhu tubuh meningkat : >38, 5 0C.
2.A. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien tanpa ventilasi mekanik
sebagai berikut :
Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan resistensi jalan napas
Gangguan pertukaran gas : hipoksemia berhubungan dengan gangguan difusi.
Cemas sedang-berat berhubungan dengan situasi kritis, kurang pengetahuan pasien/
keluarga tentang status/kondisi kesehatannya.
Ketidakmampuan perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
Risti kekurangan volume cairan.
Risti penyebaran infeksi.
Pemberian IVFD
Pemberian obat : (bronkhodilator, mukolitik dan anti virus)
Pemeriksaan analisa gas darah
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga
Dengarkan keluhan pasien/keluarga dengan mendengar aktif dan empati.
Identifkasi persepsi pasien/keluarga tentang kondisi sakitnya
Identifikasi mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan
Jelaskan kepada keluarga tentang kondisi pasien/program perawatan
Beri dukungan pada keluarga agar turut memberi semangat pada pasien untuk
mematuhi program perawatan
Intervensi Keperawatan
Lakukan Kewaspadaan Isolasi:
Cuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Gunakan alat pelindung diri sesuai prosedur
Tempatkan pasien di ruang/kamar Isolasi
Pasien suspect, probable dan terkonfirmasi di rawat terpisah
Gunakan peralatan untuk pasien suspect, probable dan terkonfirmasi masing-
masing secara terpisah.
54 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB VI PENATALAKSANAAN
KEPERAWATAN
Intervensi Kolaborasi :
Penggantian alat invasif bila ada indikasi dan pemeriksaan laboratorium yang diperlukan
(leukosit)
2.B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan ventilasi mekanik
sebagai berikut :
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda
asing pada jalan napas
Gangguan pertukaran gas: hiperkapnea berhubungan dengan
hipoventilasi alveolar
Gangguan pertukaran gas: hipoksemia berhubungan dengan perubahan
ventilasi- difusi, peningkatan permeabilitas membran alveoli kapiler.
Pola napas tidak efektif/ketidakmampuan bernapas spontan berhubungan
dengan otot pernapasan fatique
Risti penurunan kardiak output berhubungan dengan gangguan fungsi: ejeksi
Risti kekurangan volume cairan berhubungan dengan hipertermia
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan yang tersedia
2
ketidakseimbangan O
dengan O2 yang dibutuhkan.
RistiTidak efektifnya respon penyapihan dari ventilasi mekanik (weaning)
berhubungan dengan ketergantungan ventilasi mekanik/ malnutrisi, kelemahan,
ketidaknyamanan dan lingkungan tidak mendukung
Ketidakmampuan merawat diri berhubungan dengan kelemahan fisik
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan terpasangnya
ventilasi mekanik.
Risti infeksi sekunder saluran napas: ventilasi assosiate pneumonia berhubungan
dengan terpasangnya ventilasi mekanik.
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 55
Kurang pengetahuan pasien/keluarga akan program perawatan
berhubungan dengan belum mendapat informasi akan program keperawatan
Intervensi keperawatan
Evaluasi kepatenan jalan napas
Evaluasi gerakan dada, auskultasi bunyi napas kanan/kiri setiap 2-3 jam.
Pertahankan kepatenan ETT dengan cara melihat angka pada ETT di batas garis bibir/
hidung.
Monitor batuk yang berlebihan, peningkatan RR, bunyi alarm, tekanan pada ventilasi
mekanik, sekret yang terlihat pada ETT
Suctioning jika dibutuhkan, pilih kateter suction dengan ukuran 1/3 dari dari lumen ETT,
bila memungkinkan lakukan dengan teknik close suction
Jika sekret kental gunakan NaCl 0,9% steril, lakukan hiperventilasi dengan Bagging (FiO2
100 %) dan suction ulang (suctioning tidak boleh lebih dari 15 detik).
Ubah posisi secara periodik minimal setiap 4 jam sekali jika tidak ada kontra indikasi.
Hidrasi yang cukup (intake cairan 40-50 cc/kg /BB/24 jam).
Pertahankan humidifikasi baik (isi cairan humidifikasi sesuai standar dan set suhu 36-
370C/ 95-1000F.
Sianosis
Nilai AGD dalam rentang normal : pH 7,35 - 7,45, 2
35-45 mmHg, PaO2 80 mmHg,
PaCO Sa O2 90%, BE -2,5 - +2,5 dengan FiO2 50 %.
Nadi 60-100 x/mnt, TD 90/60-140/90 mmHg, RR sesuai yang diset di ventilasi mekanik
(total support)
Intervensi Keperawatan
Berikan posisi semi Fowler untuk memaksimalkan ventilasi dan perfusi
Monitor tanda-tanda hipoksia, hiperkapnea: perubahan status mental, takikardia,
iritabilitas dan bunyi nafas yang abnormal
Monitor tanda vital, gambaran EKG, dan saturasi oksigen setiap 1-2 jam
Pastikan modus ventilasi mekanik sesuai intervensi kolaborasi.
Intervensi Kolaborasi:
Pemberian terapi oksigen invasif: modifikasi modus ventilasi mekanik.
Pemeriksaan laboratorium : Hb, Ht, AGD dan elektrolit
Pemberian obat sedasi dan muscle relaxan, bronkodilator, ekspektoran dan antibiotik
Intervensi keperawatan
Kaji ulang penyebab gagal napas
Monitor pola napas, usaha napas dan bandingkan dengan data pada patient display
Pastikan pernapasan sesuai ventilator tidak ada penolakan /fighting
Monitor simetrisitas pengembangan dada kanan dan kiri
Isi balon pipa trakhea sesuai kebutuhan sehingga tidak bocor
Cek sirkuit ventilator adanya obstruksi/akumulasi air dan bebaskan bila ada yang terlipat
atau air
Intervensi Kolaborasi :
Setting ventilator
Tidal volume 6-8 cc/kg BB
Penggunaan sedasi dan muscle relaxan
Hasil pemantauan PAP, hasil AGD
Intervensi Keperawatan
Berikan posisi tidur dengan kepala lebih tinggi, maksimal 30
Monitor HR/denyut nadi, tekanan darah, RR, suhu, pengisian kapiler setiap 2-4 jam dan
adanya keringat dingin setiap 2-4 jam.
Monitor akan adanya sianosis setiap 2-4 jam
Ukur balans cairan /urin output setiap 1-2 jam
Dukung pasien/keluarga untuk mengurangi kecemasan
Intervensi Kolaborasi:
Terapi Oksigen
Terapi Cairan
Pemasangan CVP dan kateter urin.
Obat-obat inotropik, digitalis, diuretik
Pemeriksaan AGD dan elektrolit : Na, K, Cl.
e) Diagnosa keperawatan : Risti tidak efektifnya respon proses weaning berhubungan dengan
ketergantungan akan ventilasi mekanik/malnutrisi/takut.
58 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB VI PENATALAKSANAAN
KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan
Beri penjelasan pada pasien tentang tujuan, cara weaning dan monitor respon pasien
baik secara kognitif dan afektif, apakah ada rasa takut/kuatir terhadap rencana weaning
Berikan nutrisi sesuai program
Kontrak dengan pasien akan dimulainya weaning
Sebelum weaning dimulai pastikan kesadaran pasien composmentis, hemodinamik
stabil, kebutuhan cairan adekuat, asam basa dan elektrolit dalam batas normal, volume
tidal pasien (6-8cc/kg/BB), Peak Airway Pressure (PAP) <30 cmH20, ada usaha napas,
tidak ditemukan arytmia, PaO2 >60 mmHg dengan FiO2 <50 %, PEEP < 5 Cm H2O.
Intervensi Kolaborasi
Modus ventilator (SIMV + Pressure Support, CPAP atau T. Piece)
Waktu dimulai, durasi dan tahap-tahap weaning.
Intervensi Keperawatan
Kaji / evaluasi kemampuan komunikasi pasien untuk pola komunikasi pengganti
Kembangkan komunikasi yang mudah dimengerti misalnya kontak mata, pertanyaan ya/
tidak, kertas dan spidol, pensil warna, daftar abjad atau bahasa isyarat / gerakan.
Pertimbangkan lokasi pemasangan intra vena jika ekstremitas tersebut digunakan untuk
komunikasi non verbal.
Berikan bel yang dapat diraih pasien dan pastikan pasien dapat menggunakannya
(lampu/bunyi)
Beri tanda bahwa pasien mengalami gangguan komunikasi verbal.
Berikan informasi/penjelasan pada pasien tentang alat-alat yang dipakai dan
lingkungan ICU
Beri waktu pada keluarga/orang yang dekat dengan pasien untuk beradaptasi dengan
cara-cara komunikasi yang sudah dipahami pasien. Anjurkan pada keluarga untuk
mendukung pasien
Beri reinforcement (dukungan) atas kemajuan / keberhasilan pasien
60 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB VI PENATALAKSANAAN
KEPERAWATAN
g) Diagnosa keperawatan: risti infeksi saluran napas : Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
Tujuan : Tidak terjadi infeksi pneumonia
Kriteria hasil :
Tidak ada perubahan warna sekret pernapasan
Tanda-tanda vital normal: (suhu 36-370C, nadi: 60-100 x/menit, pernapasan 16-
22x/menit, tekanan darah 90/60-140/90 mmHg)
Kolaborasi pemeriksaan laboratorium: (Leukosit 5000-10.000 UI, kultur sekret
pernapasan)
Intervensi Keperawatan :
Cuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Gunakan alat pelindung diri sesuai standar prosedur operasional (SPO).
Tinggikan tempat tidur bagian kepala 300- 450
Lakukan oral hygiene minimal sekali sehari.
Lakukan pengisapan sekret pernapasan dengan prinsip aseptik dimulai dari ETT,
selanjutnya melalui mulut, bila menggunakan sistem pengisapan terbuka gunakan
kateter steril sekali pakai.
Tidak direkomendasikan untuk penggantian sirkuit ventilasi mekanik, kecuali ada tanda
tanda infeksi (sekret berubah warna, suhu meningkat).
Keluarkan air kondensat dalam sirkuit secara periodik guna mencegah tidak mengalir ke
inspirasi pasien.
Pertahankan posisi sirkuit lebih rendah dari ETT.
Gunakan cairan/air steril untuk mengisi wick humidifier.
Monitoring letak, posisi proximal NGT lebih tinggi dan bising usus.
Monitoring suhu, nadi pernafasan dan tekanan darah setiap 2-4 Jam.
Lakukan dekontaminasi sirkuit ventilasi mekanik dengan desinfeksi tingkat tinggi dan
peralatan yang digunakan untuk terapi pernapasan sebelum digunakan pada pasien
lain.
Intervensi kolaborasi :
Pemberian antibiotik
Pemeriksaan kultur darah dan sekret pernapasan
Intervensi Keperawatan
Mengulangi kontrak yang sudah disepakati dan tujuan pendidikan kesehatan
perencanaan pulang dan jika memungkinan kumpulkan keluarga pasien.
Menggali sejauh mana pemahaman / pengetahuan pasien dan keluarga tentang flu
burung.
Diskusikan tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
62 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB
VII Pencegahan
dan
Pengendalian
Infeksi
Penularan Flu Burung (H5N1) terjadi melalui droplet dan kontak tidak langsung dengan permukaan
yang tercemar, namun dapat pula terjadi jika melakukan prosedur yang berpotensi menghasilkan
aerosol, oleh karena itu penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi dengan Kewaspadaan
Isolasi merupakan hal yang sangat penting dalam penanggulangan Flu Burung (H5N1) .
Pedoman ini merupakan pedoman terbaru yang disesuaikan dengan rekomendasi WHO dan CDC
(Mei, 2007) untuk diterapkan pada triase, transportasi pasien yang dirujuk, perawatan di ruang
isolasi, ICU hingga pemulasaraan jenazah.
Pedoman ini berlaku untuk semua fasilitas pelayanan kesehatan.
Prinsip Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi kontak dan percikan/ Droplet harus diterapkan
di setiap ruang perawatan isolasi yaitu :
Ruang isolasi harus dipantau agar tetap dalam prinsip tekanan negatif dibanding tekanan
di koridor
Pergantian sirkulasi udara >/= 12 kali perjam
Udara harus dibuang keluar ke area bebas yang tidak terdapat banyak orang, atau
diresirkulasi dengan menggunakan filter HEPA (High-Efficiency Particulate Air)
Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri. Pada keadaan khusus (pasien anak
yang perlu pendampingan) pendamping harus memakai APD lengkap yaitu gaun, respirator
N95, sarung tangan, dan melakukan kebersihan tangan sama seperti petugas kesehatan.
Selain itu pendamping diminta menanda tangani informed consent atas kemungkinan risiko
terkena infeksi.
Pada saat petugas atau orang lain berada diruang isolasi, pasien harus dipakaikan masker bedah,
pergantian masker setiap 4-6 jam dan setelah digunakan di buang di tempat sampah infeksius.
Pasien dilarang membuang ludah atau dahak di lantai dan harus menggunakan penampung
dahak/ludah tertutup yang tidak dipakai ulang (disposable).
64 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB VII Pencegahan dan
Pengendalian
Infeksi
Setiap ruang isolasi harus dilengkapi dengan peralatan sesuai daftar
peralatan Ruang Isolasi Flu Burung (H5N1) yang tercantum dalam lampiran.
Untuk mencegah penyebaran virus Flu Burung (H5N1) di rumah sakit, semua pasien Flu Burung
(H5N1) mulai dari kasus suspek hingga kasus konfirmasi harus dirawat di ruang isolasi dengan
menerapkan isolasi ketat (strict barrier).
Petugas kamar isolasi harus dipantau suhu tubuh sebelum dan sesudah kontak . Setiap kali masuk
dan keluar ruang isolasi, petugas harus mencatatkan waktunya pada lembaran khusus.
F. Prosedur Mencuci tangan : Pada keadaan tercemar, cuci tangan dengan air mengalir di
tempat yang telah disediakan.
Urutan mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut:
Buka kran dan pertahankan aliran air lurus dari mulut kran
Bungkukkan badan sedikit untuk menjauhi tubuh dari percikan air
Basahi kedua belah tangan seluruhnya sehingga batas siku
Ambil sabun cair
Gosok dengan keras seluruh permukaan tangan dan jari-jari kedua tangan sekurang-
kurangnya 10-15 detik, ratakan ke seluruh tangan dengan memperhatikan bagian di
bawah kuku dan di antara jari-jari.
Membilas kedua belah tangan di bawah air mengalir.
Mengeringkan tangan dengan kertas lap atau kain yang telah disediakan dan gunakan
lap untuk mematikan kran (Awas, bagian tersentuh kran pada kain / kertas lap tidak
boleh tersentuh tangan yang sudah bersih)
Buang kertas lap atau kain terpakai ke tempat yang telah disediakan.
Sediakan sarana untuk handrubs berbasis alkohol (alternatif cuci tangan/alcuta)
Untuk lebih rinci lihat buku pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah sakit dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya Kementerian Kesehatan tahun 2008 .
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 67
LANGKAH-LANGKAH MENCUCI TANGAN
A B C
D E F
Keterangan
A. Gosokkan kedua telapak tangan
B. Gosok punggung dan sela sela jari tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya
C. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari tangan
D. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
E. Gosok ibu jari kanan berputar dalam genggaman tangan kiri dan lakukan sebaliknya
F. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kiri di telapak tangan kanan dan sebaliknya
Catatan :
Ikuti prosedur pemakaian APD dengan benar.
Untuk virus Flu Burung (H5N1) gunakan N95.
Kacamata pelindung / goggle
Desinfeksi
Bahan Dekontaminasi Pembersihan Tingkat Tinggi Sterilisasi
Kaca mata pelindung dan penutup Lap dengan Cuci dengan detergen Tidak perlu Tidak perlu
wajah. larutan klorin 0,5 dan air. Bilas dengan
% setelah setiap air bersih, keringkan
prosedur. di udara atau handuk,
setelah setiap prosedur.
Penutup kepala, masker sekali Tidak perlu Tidak perlu, peralatan Tidak perlu Tidak perlu
pakai sekali pakai.
Alas kaki (sepatu karet atau Direndam dengan Cuci dengan detergen Tidak perlu Tidak perlu
sepatu bot) larutan klorin 0,5 dan air. Bilas dengan
%. Bilas dengan air bersih, keringkan
air bersih. di udara atau dengan
handuk.
Gaun bedah, Langsung Cuci dengan detergen Tidak perlu Tidak perlu
masukkan ke dan air panas. Bilas
dalam kantong dengan air bersih,
plastik kuning udara atau mesin
pengering sesudah
pakai.
70 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB VII Pencegahan dan
Pengendalian
Infeksi
K. Pemakaian alat pelindung diri
Kontak erat Memasuki Kontak(<1M) Melakukan
(<1M) dengan ruang isolasi dengan pasien prosedur ata
pasien yang Flu Burung yang terinfeksi tindakan yan
menderita (H5N1) tanpa Flu Burung menggunaka
infeksi saluran kontak erat (H5N1) didalam aerosol pada
nafas yang akut dengan pasien dan luar ruang pasien Flu Bu
isolasi (H5N1) a,b
Sanitasi tangan Ya Ya Ya Ya
Sarung tangan Tidak rutin Penilaian resiko Ya Ya
Celemek plastik Tidak rutin Penilaian resiko Tidak rutin c Tidak rutin c
Jas operasi Tidak rutin Penilaian resiko Ya c Ya c
Penutup kepala Tidak rutin Tidak rutin Tidak rutin Ya
Masker Bedah (petugas kesehatan)
Ya Tidak rutin d Tidak rutin d Tidak rutin e
Masker Respirator(N95)
Tidak rutin Ya Ya Ya
Kacamata pelindung Penilaian risiko Penilaian Resiko Ya Ya
Masker Bedah (pasien) Ya Tidak Tidak rutin Tidak
a. Prosedur tindakan yang menimbulkan aerosol dalam berbagai ukuran (partikel besar dan
kecil)
b. Bila memungkinkan, prosedur tindakan yang menimbulkan aerosol harus dilakukan dalam
ruang bertekanan negatif, ruangan terpisah atau ruangan untuk satu orang pasien dengan
petugas lain yang hadir sesedikit mungkin. APD harus menutupi dada , lengan, tangan, mata,
hidung dan mulut
c. Gunakan celemek plastik bila jas operasi yang tahan air tidak ada
d. Jika masker respirator tidak ada, gunakan masker bedah yang ketat
e. Jika masker respirator tidak ada, gunakan masker bedah yang ketat dan penutup muka.
L. Memroses Linen
Petugas laundry harus menggunakan APD lengkap (apron karet, sarung tangan rumah
tangga, sepatu boot, masker bedah)
Jika mengumpulkan dan membawa linen kotor, tangani sesedikit mungkin dan dengan
kontak minimal untuk mencegah penularan dan penyebaran mikroorganisme.
Anggap semua bahan kain yang telah dipakai sebagai infeksius, sekalipun tidak tampak
adanya kontaminasi.
Tidak dibenarkan memroses linen tercemar diruang perawatan
Bawa linen kotor dalam kontainer tertutup atau kantong plastik untuk mencegah
keterceceran dan batasi linen kotor itu dalam area tertentu sampai dibawa ke laundry
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 71
Petugas laundry langsung memilah dengan hati-hati semua linen sebelum melaksanakan
pencucian
Cuci linen secara rutin menggunakan deterjen dan air panas
1 Kamar Jenazah
a. Seluruh petugas pemulasaraan jenazah menggunakan APD lengkap
b. Gunakan sepatu boot
c. Sebelum dan sesudah menggunakan sarung tangan petugas
mencuci tangan dengan sabun cair dan air mengalir
Perlakuan terhadap jenazah : luruskan tubuh, tutup mata, telinga dan mulut dengan
kapas / plester kedap air, lepaskan alat kesehatan yang terpasang, setiap luka harus
diplester dengan rapat.
Jika diperlukan untuk memandikan jenazah (air pencuci dibubuhi bahan desinfektan).
72 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB VII Pencegahan dan
Pengendalian
Infeksi
Pada perlakuan khusus terhadap jenazah maka hanya dapat dilakukan oleh petugas
khusus dengan tetap memperhatikan Kewaspadaan Standard
Jenazah tidak boleh dibalsem, atau disuntik pengawet.
Jenazah pasien Flu Burung (H5N1) diperlakukan sesuai keyakinan masing masing,
kemudian dimasukkan dalam kantong jenazah yang terbuat dari plastik yang tidak
tembus air dan dimasukkan dalam peti jenazah dan diberi lakban/lem kayu
sekelilingnya
Jika akan diautopsi hanya dapat dilakukan oleh petugas khusus. Autopsi dapat dilakukan
jika sudah ada izin dari pihak keluarga dan direktur rumah sakit.
Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi
Jenazah sebaiknya hanya diantar / diangkut dengan mobil jenazah.
Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 jam disemayamkan di dalam pemulasaraan
jenazah.
1.4 Edukasi
Sosialisasi SPO Pencegahan dan Pengendalian Infeksi seperti Kewaspadaan Standar,
Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi dan Kebijakan Kementerian Kesehatan tentang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terkini.
74 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB VII Pencegahan dan
Pengendalian
Infeksi
1.5 Program imunisasi
Keputusan pelaksanaan imunisasi petugas tergantung pada :
Risiko pajanan petugas
Kontak petugas dengan pasien
Karakteristik pasien Rumah sakit
Dana Rumah sakit
Riwayat imunisasi yang tercatat baik menggambarkan apakah seorang petugas memerlukan
booster atau tidak. Imunisasi influenza dianjurkan sesuai dengan strain yang ada.
Flu Burung (H5N1) yang merupakan New Emerging Disease dalam tatalaksananya membutuhkan
metode, sarana, fasilitas dan peralatan khusus sehingga tidak semua sarana pelayanan kesehatan
mampu untuk merawat dan melakukan pemeriksaan terhadap pasien Flu Burung (H5N1). Untuk itu
pemerintah telah menetapkan 100 RS rujukan sesuai 414/Menkes/SK/IV/2007 tentang Penetapan
Rumah sakit Rujukan Penanggulangan Flu Burung (H5N1) (Avian Influenza), yang tersebar di seluruh
propinsi di Indonesia, juga telah ditetapkan laboratorium rujukan (lihat lampiran) untuk pemeriksaan
spesimen guna menegakkan diagnosis Flu Burung (H5N1). Diharapkan dengan menerapkan sistem
rujukan yang baik dapat meningkatkan keberhasilan penanggulangan Flu Burung (H5N1).
A. Rujukan Pasien
Mengingat bahwa tidak semua sarana pelayanan kesehatan mempunyai sarana, fasilitas dan
peralatan khusus untuk perawatan pasien Flu Burung (H5N1), maka perawatannya harus
dilakukan di RS Rujukan Flu Burung (H5N1) yang telah ditetapkan. Apabila di sarana pelayanan
kesehatan non Rujukan Flu Burung (H5N1) mendapatkan pasien suspek Flu Burung (H5N1)
harus sesegera mungkin merujuk pasien ke RS Rujukan Flu Burung (H5N1).
B. Rujukan Spesimen
Mengumpulkan atau mengangkut bahan spesimen klinis sebaiknya mengikuti dengan benar
penerapan Kewaspadaan Standar upaya perlindungan untuk meminimalisasi pajanan.
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 77
Bahan spesimen yang akan dikirim sebaiknya diletakkan di dalam wadah spesimen anti bocor
yang memiliki penutup tersendiri untuk bahan spesimen tersebut (yaitu tempat plastik bahan
spesimen biohazard).
Penanganan dan pengiriman spesimen dilakukan oleh petugas terlatih
Rumah sakit harus memberitahu laboratorium yang akan menerima bahwa bahan spesimen
tersebut sedang dalam perjalanan. Bahan spesimen sebaiknya dikirimkan dan diserahkan
langsung kepada petugas yang memeriksa. Sistem tabung pneumatik tidak digunakan untuk
membawa bahan spesimen.
Sebaiknya dibuat suatu daftar nama petugas yang telah menangani bahan spesimen dari pasien
yang sedang di investigasi untuk suatu penyakit menular.
EDTA Serum
1-3 mL 2 mL
Media
Transport virus
Positif H5 3
Negatif H5 hari
3 hari berturut -
Ket : Berturut-turut turut
* Litbangkes / lab Regional /
Lab RS rujukan Flu Burung (H5N1).
** Setiap Lab Sarana Kesehatan Sukuensing
H5
78 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB
IX Administrasi dan
Manajemen
A. Pelaporan
1. Formulir Pelaporan ( resume harian, rekap akhir)
a. Pelaporan Harian.
Pada saat ditemukan pasien Suspek Flu Burung (H5N1) di sarana pelayanan kesehatan,
maka agar dapat dilakukan verifikasi dan penetapan jumlah penderita Flu Burung
(H5N1) dengan cepat diperlukan suatu sistem pelaporan cepat dari rumah sakit
ke Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Propinsi serta ke Posko Flu Burung (H5N1) Ditjen
P2PL yang selanjutnya diteruskan kepada Ditjen Bina Yanmed dan Menteri Kesehatan.
Formulir ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
Laporan Harian dikirim ke alamat :
b. Pelaporan Bulanan
Rumah sakit membuat laporan bulanan kasus Flu Burung (H5N1) guna keperluan
Audit Medik dalam meningkatkan kualitas pelayanan.
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 79
Laporan Bulanan dikirim ke alamat :
2. Alur pelaporan
KEMENTERIAN KESEHATAN : Alur pelaporan untuk KLB influenza dibagi 2, yaitu :
Alur Informal : untuk mempercepat penanganan pada pasien (bukan untuk konsumsi
umum/publik/media
Alur formal dengan menggunakan surat resmi dan lampiran hasil laboratorium,
yaitu sebagai berikut
KET
TE RAPI
R A D I O L O G I
Pe
LABORATORIUM
na- L A I N
LA IN
ng
POST
gu M O R T E M TT
ng D
RT
Ja PCR
waHI
b
LIM P HO S IT
TRO M BOSIT
LEU KO S IT
GEJALA KLINIS
LA IN - LA IN
D I A R E
S E S A K
P I L E K
SAK I T T E NGGO R O K AN
B AT U K
Catatan :
1. S U H U
Laporan
RIW. KONTAK
dikirim
setiap hari
kerja
selambat-
i.
ASAL
lambatnya
Formul jam 14.00
ir waktu
Pelapo setempat
ran (
TGL
resum 2.
e Keteranga
ALAMAT
harian, n dapat
rekap diisi
akhir) dengan
keadaan
P
UMUR
Lapora : pasien
n Tg
:
L
l meninggal
Harian
m /hidup/ma
Tersang
e ti
NAMA
ka Flu m
Burung Na bu
(H5N1) ma at
RS la
po
NO
ii.
po
an
Fo
uli
La
rm
Bu
ran
lan
NO IDENTITAS RIWAYAT RADIOLOGI
PEMERIKSAAN FISIK TERAPI & POST
KONTAK TINDAKAN MORTEM
GEJALA KLINIS
WAKTU LAB KET
MASUK RS
W
JA
PE
AB
NG
GU
NG
NA
Bapak/Ibu yang terhormat, bersama ini kami sampaikan informasi tentang pasien :
No. Reg :
Nama
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
2. Lantai
Bersihkan lantai sesering mungkin (setiap hari sesuai kebutuhan) dengan lap basah,
deterjen, dan air. Pakailah deterjen jika ada kontaminasi, seperti darah atau percikan cairan
tubuh lain seperti yang diuraikan di bawah.
Pel basah adalah alat paling umum dan dianjurkan untuk membersihkan lantai.
- Teknik satu ember : digunakan satu ember larutan pembersih, yang diganti bila kotor.
Daya bunuh larutan pembersih berkurang dengan bertambahnya kotoran dan bahan-
bahan organis lainnya.
- Teknik dua ember : satu ember mengandung larutan pembersih, satu lagi
mengandung
air untuk bilas. Kain pel selalu diperas dahulu sebelum dicelup ke dalam larutan
pembersih sehingga dapat menghemat tenaga dan bahan.
- Teknik tiga ember : ember ketiga digunakan untuk memeras pel sebelum dibilas, yang
akan memperpanjang masa pakai air bilasan.
2. Penanganan yang tepat terhadap unggas yang sakit, yang dicurigai Flu Burung (H5N1) atau
mati adalah penting untuk tindakan pengendalian dalam rangka mencegah penyebaran
penyakit.
a. Pastikan anak-anak jauh dari unggas mati dan sakit
b. Jika anda menangani unggas mati dan sakit, pastikan anda terlindungi.
c. Jika anda menghadapi unggas yang sakit dan mati untuk pertama kali, segera beritahu
yang berwenang dan yang berpengalaman untuk penanganan.
5. Pakaian pelindung yang terkontaminasi harus ditangani secara benar dan di buang.
a. Setelah area dibersihkan, buang semua bahan pelindung dan cuci tangan dengan sabun
dan air.
b. Cuci pakaian dengan air sabun panas atau hangat. Jemur di bawah terik matahari.
c. Taruh sarung tangan yang telah digunakan dan bahan habis pakai lain lain pada tas
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 87
plastik untuk pembuangan aman.
d. Bersihkan alat yang dapat digunakan kembali seperti sepatu karet dan kacamata
pelindung dengan air dan deterjen, tetapi selalu ingat mencuci tangan setelah
penanganan alat.
e. Alat yang tidak bisa dibersihkan harus dilebur.
f. Bilas/cuci badan menggunakan sabun dan air. Cuci rambut anda.
g. Jangan biarkan diri anda terkontaminasi atau area yang sudah bersih dengan
menghindari kontak dengan kotoran, pakaian dan alat-alat yang terkontaminasi.
h. Yang terpenting, cuci tangan setiap setelah penanganan alat-alat terkontaminasi.
7. Orang yang sakit seperti flu harus memperhatikan tindakan pencegahan tambahan.
a. Adalah sangat penting mencegah penyebaran influenza manusia di daerah terjangkit.
Ketika virus Flu Burung (H5N1) dan virus influenza manusia kontak satu sama lain maka
terdapat risiko terjadi perubahan genetik sehingga virus baru akan muncul.
b. Setiap orang yang sakit seperti flu harus hati-hati dengan sekresi hidung dan mulut bila
di sekeliling orang lain, khususnya anak kecil, agar tidak menyebarkan virus influenza
manusia
c. Tutup hidung dan mulut ketika batuk dan bersin. Gunakan tisu dan buang di tempat
sampah setelah dipakai. Ajari anak-anak untuk melakukan hal tersebut dengan baik
d. Selalu cuci tangan dengan sabun dan air setelah kontak dengan sekresi dari hidung dan
mulut.
e. Anak-anak cenderung menyentuh muka, mata dan mulut dengan tangan kotor. Ajari
pentingnya membersihkan tangan setelah batuk, bersin dan menyentuh bahan-bahan
kotor.
f. Beritahukan ke institusi kesehatan segera dan cari nasehat medis dari profesi kesehatan
jika mempunyai gejala sakit, seperti demam dan/atau gejala seperti flu.
8. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan ketika akan mengunjungi teman ataupun
saudara yang dirawat di fasilitas kesehatan.
88 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB X Pasca Perawatan RS
(Rehabilitasi
Medik & Sosial)
a. Jika anda mengunjungi pasien yang terinfeksi dengan Flu Burung (H5N1) ikuti petunjuk
dari petugas rumah sakit untuk menggunakan APD.
b. Pakaian khusus diperlukan ketika harus kontak langsung dengan pasien dan atau
lingkungan pasien.
c. Gunakan masker dengan benar dan sempurna.
d. Tinggalkan semua peralatan APD waktu meninggalkan ruangan pasien, cuci tangan
dengan air dan sabun.
9. Pada daerah yang terjangkit Flu Burung (H5N1), jangan memakan daging yang berasal dari
unggas atau binatang yang sakit atau mati. Bahkan disarankan untuk tidak mengkonsumsi
semua jenis unggas baik yang sehat maupun sakit dari peternakan yang terinfeksi Flu
Burung (H5N1) tersebut.
10. Pada daerah di luar radius 1 km daerah terjangkit, langkah-langkah tindakan pencegahan
yang harus dilakukan:
a. Menyembelih unggas gunakan metode yang tidak mencemari lingkungan rumah anda
dengan darah, debu, feses dan kotoran lainnya.
b. Menghilangkan bulu ayam, rendam unggas/ayam dalam air mendidih sebelum
mencabuti bulunya.
c. Membersihkan isi tubuh unggas, gunakan metode yang tidak mencemari lingkungan
rumah tangga anda dari darah, debu, feces dan kotoran hewan lainnya.
d. Jangan mengusap muka dan inderanya (contoh menggosok mata) selama melakukan
pekerjaan yang berhubungan dengan unggas, kecuali anda sudah mencuci tangan anda
dengan sabun dan air.
11. Lakukan semua tindakan kewaspadaan untuk menjamin bahwa semua unggas dan bahan
olahannya telah diproses dengan baik dan aman untuk dimakan (konsumsi).
a. Ayam harus diolah secara higienis dan dimasak dengan baik.
b. Juga demikian dengan telur. Tindakan yang harus dilakukan dalam menangani telur
mentah dan cangkangnya adalah mencuci cangkang telur dalam air sabun dan cuci
tangan setelahnya. Telur dimasak sampai matang (dalam air mendidih selama 5 menit,
70oC) tidak akan menularkan Flu Burung (H5N1) kepada konsumen.
c. Pada umumnya, semua makanan harus dimasak sampai matang pada suhu 70oC atau
lebih.
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 89
90 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
BAB
XI P E N
UTUP
Pedoman ini merupakan revisi dari pedoman tatalaksana Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit yang
diterbitkan pada tahun 2006. Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi tenaga
kesehatan di Rumah sakit saat menatalaksana pasien Flu Burung (H5N1) dan sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan yang diperlukan.
Pedoman ini perlu disosialisasikan ke seluruh Sarana Pelayanan Kesehatan. Pada pelatihanpelatihan
tatalaksana kasus Flu Burung (H5N1) untuk petugas kesehatan di Rumah sakit pedoman ini dapat
diimplementasikan dengan baik.
Secara berkala pedoman ini akan dievaluasi, sehingga bila diperlukan perubahan perubahan sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan, akan dilakukan revisi agar ini menjadi lebih sempurna sehingga
penanganan Flu Burung (H5N1) lebih baik lagi.
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 91
92 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
Lampiran-
Lampiran
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 93
94 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
LAMPIRAN
Nausea
Batuk
Nyeri Tenggorok
Pilek
Sesak Napas
Diare
Konjungtivitis
Muntah
Nyeri otot
Sakit Kepala
Kejang
Urin setiap 1 jam
Foto toraks (PA, Lateral)
Pemeriksaan Leukosit
Penunjang Limfosit Total
Trombosit
Hitung jenis leukosit
Hb
Rapid test
PCR Apus Tenggorok
Uji serologi HI
Analisis gas darah
Sputum Gram
Sputum MO/resistensi
MO darah
Dengue blood (panas>5 hari)
Serologi Tipus (panas>5 hari
Anti-HIV*
BTA sputum (3x,kultur,resistensi)
Elektrolit
SGOT
SGPT
Pedoman Tat Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah sakit 115
aBilliarukbinsaT/nD/aI
Albumin
Globulin
Ureum
Kreatinin
CRP
Kreatinin kinase
Gula darah (N, PP)
EKG
Penyerta 2...................................
3..................................
4..................................
Kondisi khusus 1. Kehamilan
2....................................
3.....................................
Nomor RM ICU Ruang Rawat
Tanggal : Tanggal
Jam : 1 2 3 4 5 6
Nutrisi Diet oral
(Asupan Gizi) Parenteral
Aktiviti Normal
Bed Rest
1. EYE
Spontan membuka mata = 4
Dengan perintah = 3
Dengan rangsang nyeri = 2
Tidak ada reaksi = 1
2. MOTORIK
Mengikuti perintah = 6
Melokalisir nyeri = 5
Menghindari nyeri = 4
Fleksi adnormal (dekortikasi) = 3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) = 2
Tidak ada reaksi = 1
3. VERBAL ( V )
Orientasi baik = 5
Bicara membingungkan = 4
Kata kata tidak tepat = 3
Suara tidak dapat dimengerti = 2
Tidak ada respon = 1
TOTAL = 15
Nilai terendah = 3
SCORE
15 = Kompos mentis 8 11 = Sopor
12 14 = Somnolen 37 = Koma
98 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
LAMPIRAN
KEJANG
0-5 menit
1 2
Fenitoin Bolus IV 15
KEJANG (-) 20mg/kgBB
Kecepatan 25mg/menit
KEJANG (+)
Fenitoin ; 12 jam kemudian
5 7 mg/kgBB
10-15 menit
KEJANG (-) Phenobarbital IV/IM
10 20mg/kgBB
Phenobarbital IV/IM
12 jam kemudian KEJANG (+)
3 4 mg/kgBB
ICU
0 Menit Kejang
A Jalan napas
B Oksigen, ventilasi dan monitor pulse oksimetri
C monitor hemodinamik
3. Skor:
Skor Trombosit D-dimer PT memanjang Fibrinogen
0 >10.000 <500 < 3 detik >100 mg/dl
1 50.000-10.000 500-1000 4-6 detik <100 mg/dl
2 <50.000 >1000 >6 detik
4. Jumlah skor:
5 : sesuai DIC : skor diulang setiap hari
< 5 : sugestif DIC : skor diulang dalam 1-2 hari
RM.
RUMAH SAKIT---------------------------
FORMULIR ASUHAN KEPERAWATAN
JENIS : LK/PR R.RAWAT NO.REG :
NAMA :
UMUR : .TH ... NO.RM :
NAMA
TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
TTD
Lampiran 8.
FORMULIR
1. Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Alamat
: Pekerjaan :
Pendidikan
: Jenis kelamin
: Penanggung jawab
:
- Genogram
4. Riwayat perjalanan
Dalam waktu 7 hari sebelum timbulnya gejala :
- Melakukan kunjungan ke daerah atau
bertempat tinggal di wilayah yang terjangkit
Flu Burung (H5N1) : Ya Tidak
- Kontak atau mengkonsumsi unggas sakit : Ya Tidak
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu 105
Burung (H5N1) di Rumah Sakit
- Kontak dengan unggas/orang yang positif Flu
Burung (H5N1) : Ya Tidak
- Mekanisme koping
Pemeriksaan fisik
a. Status neurologi
- Tingkat kesadaran :
CM Apatis Somnolent Soporcoma Coma
b. Status respirasi
- Jalan Napas
Bersih Ada Sumbatan
- Pernapasan
Sesak Tidak Sesak
- Frekuensi Pernapasan : ...... x /menit
- Irama Napas
Teratur Tidak Teratur
- Jenis Pernapasan
Spontan Kusmaul Cheynestokes
- Batuk
Ya Tidak
- Sputum
Ya Tidak Warna
- Konsistensi
Kental Encer
- Suara Napas
Vesikuler Ronki Wheezing Rales
- Palpasi Dada : ..................
- Perkusi Dada : .................
- Nyeri saat bernapas
Ya Tidak
- Menggunakan alat bantu pernapasan
Ya Tidak
c. Status kardiovaskuler
- Nadi : ..x/menit
Kanan : Ya Tidak
Kiri : Ya Tidak
- Warna kulit :
Pucat Cyanosis Kemerahan
- Pengisian kapiler : /detik
- Edema kaki/tungkai :
Ya Tidak
- Kelainan bunyi jantung :
Murmur Gallop
- Sakit dada :
Ya Tidak
d. Gastrointestinal
- Keadaan mulut
Stomatitis : Ya Tidak
- Muntah : Ya Tidak
- Diare : Ya Tidak
- Konstipasi : Ya Tidak
e. Ekstremitas
f. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium meliputi darah lengkap, AGD, kimia darah, serologi, PCR, Widal, IgM,
IgG, mikrobiologi, kultur, BTA.
- Radiologi meliputi foto toraks
R.M
Kondisi Pasien :
TD : mmHg Suhu : C Nadi : x/menit RR : x/menit
Diet :
Pengobatan lanjutan :
Konsultasi lanjutan :
()
PELOD Score
Latar belakang
Pediatric Logistic Organ Dysfunction Score (PELOD score) adalah sistim penilaian yang digunakan untuk menilai
berat-ringannya kasus pediatrik dengan disfungsi organ multipel. PELOD score dapat juga digunakan untuk
memperkirakan kematian.
Teknik penilaian
Nilai PELOD diperoleh dari skor fungsi organ sesuai daftar berikut:
1. Kardiovaskular
a. Denyut jantung
i. Usia < 12 tahun
1. 195 (Skor 0)
2. > 195 (Skor 10)
ii. Usia 12 tahun
1. 150 (Skor 0)
2. > 150 (Skor 10)
b. Tekanan Sistolik
i. Usia < 1 bulan
1. > 65 (Skor 0)
2. 35-65 (Skor 10)
3. <35 (Skor 20)
ii. Usia > 1 bulan < 1 tahun
1. > 75 (Skor 0)
2. 35-75 (Skor 10)
3. <35 (Skor 20)
iii. Usia 1 tahun < 12 tahun
1. > 85 (Skor 0)
2. 45-85 (Skor 10)
3. < 45 (Skor 20)
iv. Usia 12 tahun
1. > 95 (Skor 0)
2. 55-95 (Skor 10)
3. < 95 (Skor 20)
2. Pernapasan
a. PaO2/FiO2 (tanpa memperhatikan mode ventilasi mekanik)
i. > 70 mm Hg (Skor 0)
ii. 70 mm Hg (Skor 10)
b. PaCO2 (tanpa memperhatikan mode ventilasi mekanik)
i. 90 mm Hg (Skor 0)
Penyesuaian skala koma Glasgow untuk anak di bawah usia 5 tahun dapat mengikuti tabel berikut.
5 tahun < 5 tahun
Eye opening (membuka mata)
E4 Spontan Seperti anak > 5 tahun
E3 Terhadap rangsang verbal Seperti anak > 5 tahun
E2 Terhadap rangsang nyeri Seperti anak > 5 tahun
E1 Tak ada respon Seperti anak > 5 tahun
Verbal
V5 Terorientasi Sadar atau mengeluarkan suara
sesuai kemampuan sehari-hari
V4 Kacau (Confused) Kurang dari kemampuannya sehari-
hari atau menangis iritabel
V3 Kata-kata tidak adekuat Menangis bila nyeri
V2 Suara tidak komprehensif Mengerang bila nyeri
V1 Tak ada respon terhadap nyeri Tak ada respon terhadap nyeri
Grimace (menggantikan
penilaian verbal pada anak
yang terintubasi)
G5 Aktifitas muka dan mulut normal,
contohnya batuk, menghisap pipa
endotrakeal
G4 Aktifitas spontan berkurang
atau hanya berespon terhadap
sentuhan
G3 Menyeringai kuat pada nyeri
G2 Menyeringai lemah atau
perubahan ekspresi muka pada
nyeri
G1 Tak ada respon pada nyeri
Motor
M6 Menurut perintah Gerakan spontan normal
M5 Dapat melokasikan nyeri Seperti anak > 5 tahun atau
menghindar terhadap sentuhan
M4 Menghindar dari nyeri Seperti anak > 5 tahun
M3 Fleksi abnormal terhadap nyeri Seperti anak > 5 tahun
M2 Ekstensi abnormal terhadap nyeri Seperti anak > 5 tahun
M1 Tak ada respon terhadap nyeri Seperti anak > 5 tahun
Penilaian skor PELOD dengan bantuan komputer dapat diakses secara bebas pada alamat: http://
www.sfar.org/scores2/pelod2.html
114
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
LAMPIRAN
Lab. Regional:
1. Bagian Mikrobiologi FK Univ Idonesia, Jakarta
2. Bagian Mikrobiologi FK Univ Islam, Sumatera Utara
3. Bagian Mikrobiologi FK Univ Diponegoro, Semarang
4. Bagian Mikrobiologi FK Univ Udayana, Bali
5. Bagian Mikrobiologi FK Univ Hasanuddin, Makassar
6. BLK Palembang, Palembang
7. BLK Bandung, Jawa Barat
8. BLK Surabaya, Jawa Timur
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu 115
Burung (H5N1) di Rumah Sakit
Daftar peralatan Flu Burung (H5N1)
Lampiran 13.
No. Nama Alat
I Alat Kedokteran/Keperawatan/Kesehatan
1. Bronchoscopy
2. TT 3 Posisi + matras
3. Ventilator
4. Bed Side Monitor
5. Blood Gas Analyse
6. Mobile X Ray
7. UV light
8. APD (Alat Perlindungan Diri)
9. Nebulizer
10. Intubasi set
11. Oxgen Concentrator Complete with Accessories
12. Infusion Pump
13. Syringe pump
14. EKG 12 Channel
15. Defribilator
16. Automatic Film Processor
17. Vena Sectie
18. Sterilasator Kering
19. Suction Pump
20. Central Monitor
21. Stretcher
22. Manometer O2 central
23. Tensimeter
24. Stethoscope
25. Termometer
26. Standar Infus
II APD
1. Baju Operasi
2. Gown/Jas Operasi
3. Sepatu Boot
4. Sarung Kaki
No. Nama Alat
5. Topi Bedah/Tutup Kepala
6. Masker Bedah
7. Masker N95
8. Sarung Tangan Panjang
9. Sarung Tangan Biasa/Bedah
10. Goggles/Kaca Mata Pelindung
11. Apron Plastik
R. Tunggu
R. Tunggu
Pasien
Pasien
R.Adm.
Internal
R. Antara /
R.Rekam
Transfer Km/Wc Km/Wc Pria
Medik
Chamber / Wanita
Internal &
Air-Lock
Diskusi
R Lab Air
Cu
rtai
n
Hand-dryer Clean
Room Cabinet PPE-Cabinet Stainless Steel
w/Flat Top Medical Stainless Steel w/Flat Top Sink
Sink
Be W
d Modu in PPE-
He Cabinet
lar w/Flat
ad
Top
Un Tt- Modular
it
CON Tt-PROBABLE
FIRM Air
Cur
tain
Air M A
Cur ir
tain i C
Hand-dryer u
n rt
i a
Stainless Steel i
Sirkul m n Sirkul
R. Antara -1 Sink
asi a asi
(;Pre-Preparation Rm.) Stasi
l
R. Perawat R.
1
Rawa 2 R. Isolasi Rawa
0 Probable
Air (;Probabl
Air Cu
Cu rtai
rtai n
Hand-dryer Clean
Room Cabinet PPE-Cabinet Stainless Steel
w/Flat Top Medical Stainless Steel w/Flat Top Sink
Sink
Waste Modular
Be
d Modu PPE- Tt-SUSPECT
Cabinet
He
ad
lar w/Flat
Top
Un Tt.
it
CON
Air Air
FIRM Cur Cur Minim
tain tain
al
120
cm
Hand-dryer
Stasi Perawat A
ir
Stainless Steel
Sirkul R. Isolasi C
R. Antara -1 Sink u
Clean
Air
Storage Cu
rtai
Air
Cur R.Loker
Air Lock /
tain
n
Clean Petugas
Tranfer
Storage
Chamber Design Copyright by c Aryosi - PSPPK-2006
(Linen,
Equipment
&
R.Transfer
Medicine) Air
R.Spoelhoeck &
Dirty Cu
rtai R.KM/WC
Utility &
n
Desinfektanisas Petugas
Linen i
Model Varian
Tata-Ruang Dalam R.Isolasi Skala Garis
0 200 400 600
0 2m 4m 6 m
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu 117
Burung (H5N1) di Rumah Sakit
Gb. 2 Model Varian -1 R. Perawatan Isolasi Untuk Flu Burung (H5N1)
Minimal
Sirkulasi
Sirkulasi 240 cm
R. Rawat (Max. Bed Length in the
Medical Equipment
Market is + 2352mm at
Feb,2006)
Minimal
120 cm
Minimal (p)
Stasi Perawat R. Isolasi Modular
(;Nurse Station Area) 200 cm
Stainless
Roo Steel
Ro Sink Hand-
m
IV dryer
o Cabi Clean
Ce net Waste
m Stainl PPE-
Caess ilin w/Fl Cabinet PPE-
g- at w/Flat Cabinet
binSteel
Tr w/Flat R. Rawat Intensif Isolasi
et w/Fla
ac
Top
Top
(;H5N1 Isolation Ward) Minimal (p)
t Top
Sink Modular
Ha Air Air 300 cm
Cu R. Antara Cu
nd
rta
- Modular
rta Petugas
in in
dr
ye R. Rawat (; Air Lock
Foyer for
Medical Staff )
Air Curtain
Minimal
Air Curtain Air Curtain
Sirkulasi
240 cm
Sirkulasi
(Max. Bed Length in the Medical
R. Rawat Equipment Market is + 2352mm at
Feb,2006)
Minimal
120 cm
Minimal (p)
Modular
Stasi Perawat R.Isolasi
200 cm
(;Nurse Station Area)
Model Varian - 2
Skala Garis
Tata-Ruang Dalam pada area R. Perawatan 0 200 400 600
Isolasi, R. Foyer Air-Lock Petugas dan Nurse
Station untuk R.Perawatan dengan BSL-3. 0 2m 4m 6m
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu 119
Burung (H5N1) di Rumah Sakit
Gb. 4 Model Varian-3
Gb. 5 Model Potongan Sterilisator Udara R. Perawatan Isolasi untuk Flu Burung (H5N1)
Sela
R. Perawatan R.Antara sar
A R.Pe A
Isolasi /Persiapan
/TC rawat
an
Isola
DENAH SKEMATIK si
EKSHAUS 15 Inch
EKSHAUS 15 Inch (;15" High Vaccum
(;15" High Vaccum Exhauster)
Exhauster) UV-Lamp Set
45,00 cm
UV-Lamp Set
77,50 ~ 102,50 cm
UDARA BERSIH KELUAR
45,00 cm
(; FRESH AIR-OUTLET)
80,00 ~ 85,00 cm
UDARA KOTOR
RUANGAN KELUAR
(; ROOM WASTE
UDARA BERSIH
UDARA BUANGAN BERSIH AIR-OUTLET)
STERILISATOR UDARA 375,00~400,00 cm RUANGAN MASUK
(;STERISATOR CLEAN WASTE (; ROOM CLEAN
AIR-OUTLET) 280,00 cm AIR-INTAKE)
UDARA KOTOR
RUANGAN KELUAR
(; ROOM WASTE
AIR-OUTLET)
10,00 cm
17,50 cm
Pre / EPA Filter Set Design & Drawing Copyright by Aryosi-PSPPK-2006
EKSHAUS 15 Inch
(;15" High Vaccum
Exhauster)
Burner Set PSPPK, SETJEN, DEPKES-RI c 2006
EKSHAUS 15 Inch
(;15" High Vaccum
Exhauster)
1. World Health Organization, Western Pacific Region. Avian Influenza, 15 January 2004.
2. World Health Organization, South-East Regional Office. Avian Influenza Virus A (H5N1), 20 July
2004.
3. JNPK KR, YBP SP, JHPIEGO. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dengan Sumber Daya Terbatas
4. World Health Organization. Cumulative Number of Confirmed Human Cases of Avian Influenza
A/(H5N1). Available at : http://www.who.int.
5. http://www.sfar.org/scores2/pelod2.h
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di
Rumah Sakit 145
146 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit