Anda di halaman 1dari 53

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kualitas pelayanan merupakan salah satu aspek pelayanan yang penting

bagi keberlangsungan suatu rumah sakit. Kualitas pelayanan yang baik akan

memberikan kepercayaan pasien bahwa rumah sakit tersebut bisa diandalkan

untuk mengatasi masalah kesehatannya. Dengan demikian besar kemungkinan

di masa yang akan datang, pasien akan menggunakan pelayanan rumah sakit

tersebut atau merekomendasikan kepada teman-teman, tetangga untuk

menggunakan pelayanan rumah sakit tersebut. Sebaliknya rumah sakit yang

memberikan pelayanan yang buruk akan ditinggalkan pasien.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki

peran yang sangat strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat. Rumah sakit sebagai salah satu organisasi pelayanan kesehatan

sudah seharusnya dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik serta

terjangkau oleh masyarakat dalam mengupayakan penyembuhan dan

pemulihan yang serasi dengan upaya peningkatan dan pencegahan. Era

globalisasi yang sedang kita jalani telah membawa perubahan yang sangat

mendasar terutama dalam peningkatan mutu pelayanan rumah sakit di

Indonesia. Perubahan paradigma pelayanan kesehatan berkembang dengan

pesat, yang dulunya berfokus pada pemberi pelayanan telah beralih menjadi
2

berfokus pada pasien, di mana rumah sakit wajib menjaga keselamatan pasien

secara konsisten dan terus menerus.

Di rumah sakit memerlukan satu unit yang harus dapat mengelola

secara sistematis segala kebutuhan pasien, mulai dari penerimaan pasien,

pemilahan pelayanan kepada pasien sampai penempatan ruang perawatan

pasien. Unit tersebut adalah unit admisi. Unit admisi ini merupakan salah satu

unit yang dapat membantu meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan

kesehatan di rumah sakit. Karena unit admisi dianggap unit yang paling

mengetahui tentang informasi pasien. Pasien pertama kali datang langsung

berhadapan dengan bagian admisi, maka bagian ini bertanggung jawab

terhadap pembentukan pola hubungan rumah sakit dengan calon pasien dan

keluarganya. Ke dalam rumah sakit bagian ini bertanggung jawab kepada

dokter dan staf rumah sakit dalam memasukan pasien tersebut, sehingga

komunikasi yang baik dan manajemen admisi pasien yang efektif menjadi

keharusan bagi suatu rumah sakit. Kesalahan dan kemacetan atau kekurang

lengkapan informasi tentang pasien akan mempengaruhi jalannya proses

admisi pasien, yang pada akhirnya memberikan dampak yang merugikan

kepada pihak pasien maupun rumah sakit itu sendiri.

Sesuai Standar Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 di bab I yaitu Akses

ke Pelayanan & Kontinuitas Pelayanan yang berkaitan dengan Admisi Rumah

Sakit dijelaskan bahwa pasien diterima sebagai pasien rawat inap atau didaftar

untuk pelayanan rawat jalan berdasarkan pada kebutuhan pelayanan kesehatan

mereka yang telah di identifikasi dan pada misi serta sumber daya rumah sakit
3

yang ada. Uraian di atas mempunyai maksud dan tujuan yaitu menyesuaikan

kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit tergantung pada

keterangan yang didapat tentang kebutuhan pasien dan kondisinya lewat

skrining pada kontak pertama. Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase,

evaluasi visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil dari

pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing

sebelumnya. Skrining dapat terjadi disumber rujukan, pada saat pasien

ditransportasi emergensi atau apabila pasien tiba di rumah sakit. Hal ini sangat

penting bahwa keputusan untuk mengobati, mengirim atau merujuk hanya

dibuat setelah ada hasil skrining dan evaluasi. Hanya rumah sakit yang

mempunyai kemampuan menyediakan pelayanan yang dibutuhkan dan

konsisten dengan misinya dapat dipertimbangkan untuk menerima pasien

rawat inap atau pasien rawat jalan.

RSUD Dr Harjono S Kabupaten Ponorogo merupakan Rumah sakit tipe

B Non Pendidikan milik Pemerintah Daerah yang melaksanakan Pelayanan

Kesehatan yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan

Umum Daerah (PPK BLUD ) sejak tahun 2012 berdasarkan Peraturan Bupati

Nomor 545 tahun 2011. Jenis pelayanan rawat jalan 19 poliklinik, dengan 19

jenis pelayanan rawat inap dan 19 instalasi dan penunjang. Alur pasien di

RSUD dr. Harjono S Ponorogo melalui dua jalur yaitu instalasi rawat jalan

dan instalasi gawat darurat.

Hasil survei kepuasan pelanggan RSUD dr Harjono S Kabupaten

Ponorogo tahun 2012 adalah sebesar 78,47%, tahun 2013 sebesar 71,09% dan
4

pada tahun 2014 adalah sebesar 78,60% dari target nilai standar pelayanan

adalah 90%. Hasil survei tahun 2014 di 15 unit pelayanan dengan variabel

penilaian yang terdiri dari sikap petugas, kejelasan informasi, kecukupan

sarana prasarana dan prosedur pelayanan, didapat hasil 11 unit pelayanan

dengan variabel sikap petugas dan kejelasan informasi dengan nilai di bawah

80. Demikian juga dengan banyaknya aduan masyarakat pada tahun 2014

tentang antrian di poli rawat jalan. Artinya pelanggan menganggap kurang

baiknya sikap petugas dan kurang jelasnya informasi yang didapatkan dalam

menerima pelayanan di RSUD dr Harjono S Kabupaten Ponorogo. Perbaikan

kinerja baik sistem maupun sumber daya manusia terus menerus dilakukan.

Inovasi-inovasi harus dijalankan dalam melakukan perubahan ke arah kinerja

yang lebih baik salah satunya dengan SMART Service Admission yaitu

menyambut pasien dan keluarga yang berkunjung ke RS dengan (S)

senyuman, (M) menyapa, (A) atensi; memberikan perhatian kebutuhan pasien,

(R) responsif; tanggap memilah prioritas kebutuhan sesuai dengan tingkat

kegawatdaruratan, (T) terpadu antara bidang teknis, medis dan non teknis

medis yang dimulai pada tanggal 9 September 2015. Manfaat proyek

perubahan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan

kepuasan pelanggan dengan terwujudnya SMART Service Admission sebagai

triase kebutuhan kegawatan pasien sekaligus pelayanan informasi holistik bagi

pasien dan keluarga sesuai standar mutu pelayanan dan keselamatan pasien.

Serta dapat memberikan kemudahan, kejelasan layanan, kenyamanan dan

keamanan pasien dan keluarga.


5

Berdasarkan informasi di atas, penulis ingin menganalisis mengenai

pelaksanaan pelayanan Admisi dengan SMART Service Admission di RSUD

dr. Harjono S Ponorogo berkaitan dengan kepuasan pasien saat menjalani

proses admisi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Kualitas Pelayanan Admisi dengan SMART Service

Admission di RSUD dr. Harjono S Ponorogo?

2. Bagaimana admisi pasien rawat inap dan rawat jalan di RSUD dr. Harjono

S Ponorogo?

3. Apakah faktor pendukung dan penghambat kualitas pelayanan admisi

dengan SMART Service Admission dalam memberikan kepuasan

masyarakat di RSUD dr. Harjono S Ponorogo?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

menganalisis Kualitas Pelayanan Admisi dengan SMART Service

Admission di RSUD dr. Harjono S Ponorogo.

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan karakteristik pelayanan Admisi dengan SMART Service

Admission di RSUD dr Harjono S Ponorogo.

b. Mendeskripsikan masalah-masalah yang berhubungan dengan admisi

pasien rawat inap dan rawat jalan di RSUD dr. Harjono S Ponorogo.
6

c. Menganalisis faktor pendukung dan penghambat kualitas pelayanan

admisi dengan SMART Service Admission dalam memberikan kepuasan

masyarakat di RSUD dr Harjono S Ponorogo.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan teori

dan analisisnya untuk kepentingan penelitian di masa yang akan datang

serta bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memperluas pengetahuan peneliti serta menjadi

masukan bagi mahasiswa untuk mempersiapakan diri terjun ke dalam

dunia masyarakat.

b. Bagi RSUD dr. Harjono S Ponorogo

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi,

masukan dan bahan pertimbangan evaluasi pelaksanaan kebijakan

SMART Service Admission, mencatat kekurangan atau hambatan

pelaksanaan SMART Service Admission agar kualitas pelayanan

RSUD dr. Harjono Ponorogo terutama bagian admisi menjadi lebih

baik lagi .

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi,


7

masukan dan bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana

peningkatan kualitas pelayanan kesehatan terhadap pasien terutama

admisi di RSUD dr. Harjono S Ponorogo.

3. Sebagai dasar dan langkah awal evaluasi berkala dalam pemantauan

kualitas pelayanan kesehatan kepada pasien.

c. Bagi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Untuk menambah koleksi pustaka dan bahan bacaan bagi mahasiswa

program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Kebijakan dan

Manajemen Pelayanan Kesehatan pada khususnya dan mahasiswa UNS

pada umumnya.
8

BAB 2

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Teori Perubahan Perilaku Lawrence Green

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk

hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada

dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi

kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Faktor penentu atau determinan

perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultansi

dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Secara lebih

terinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi berbagai gejala

kejiwaan, seperti pengetahuan keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi,

sikap dan sebagainya. Namun demikian pada realitasnya sulit dibedakan atau

dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang. Apabila

ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi

oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor pengalaman, keyakinan,

sarana fisik, sosio-budaya masyarakat dan sebagainya.

Terdapat berbagai macam kebutuhan diantaranya kebutuhan dasar dan

kebutuhan tambahan. Lawrence W Green (1988) mencoba menganalisis

perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat

dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes)

dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu


9

sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor. Berangkat dari analisis

penyebab masalah kesehatan, Green membedakan adanya determinan masalah

kesehatan tersebut, yakni faktor Predisposisi (predisposing factors), faktor-

faktor Pemungkin (enabling factors), faktor-faktor Penguat (reinforcing

factors). Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup

pengetahuan, sikap dan sebagainya. Faktor pemungkin (enabling factor), yang

mencakup lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas

atau sarana-sarana keselamatan kerja, misalnya ketersedianya alat alat

kesehatan, alat alat kantor, pelatihan dan sebagainya. Faktor penguat

(reinforcement factor), faktor-faktor ini meliputi undang- undang, peraturan-

peraturan, keputusan Direktur, SPO, Panduan dan Pedoman dan lain

sebagainya. Faktor predisposisi yang pertama adalah pengetahuan yaitu

merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pencaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Dalam pengertian lain, pengetahuan yang lebih menekankan

pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris

atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan

melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan

rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi

pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan

segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan
10

empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi

berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin

organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang

manajemen organisasi. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku

melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang

positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) daripada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang

dalam hal ini pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan

sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)
11

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi,

dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat

dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. Sintesis

menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya

terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

e. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada.

Sikap adalah determinan perilaku yang selanjutnya, karena mereka

berkaitan dengan persepsi, kepribadian, dan motivasi. Sebuah sikap


12

merupakan suatu keadaan sikap mental, yang dipelajari dan diorganisasi

menurut pengalaman, dan yang menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atas

reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek, dan situasi-situasi dengan

siapa ia berhubungan. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: menerima

(receiving), yang diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan. Kemudian merespon (responding), memberikan jawaban

apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah

suatu indikasi dari sikap. Selanjutnya adalah menghargai (valuing), mengajak

orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu

indikasi sikap tingkat tiga. Dan yang terakhir adalah bertanggungjawab

(responsible), yaitu bertanggungjawab atas segala suatu yang telah dipilihnya

dengan segala risiko merupakan sikap yang memiliki tingkatan paling tinggi.

Determinan selanjutnya adalah faktor pemungkin atau pendorong (enabling

factor) yaitu ketersediaan fasilitas atau sarana dan prasarana. Ketersediaan

sarana dan prasarana di RSUD Dr. Harjono S Ponorogo, diawali adanya

perencanaan kebutuhan dari unit kerja yang disebut dengan Rencana Unit

Kerja yang diajukan ke bagian Perencanaan dan Program. Sehingga

koordinator pemberi pelayanan harus memahami alur dari perencanaan

pengadaan kebutuhan baik yang untuk peralatan medis, alat tulis kantor, dan

sarana- sarana pendukung yang lain sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal

ini sudah didukung dengan status RSUD Dr. Harjono S Ponorogo sebagai

Badan Layanan Umum Daerah yang diberikan keleluasaan dan fleksibilitas

dalam pengelolaan keuangan yang tercantum dalam Keputusan Menteri


13

Kesehatan RI no 1243/MenKes/SK/VIII/2005 pada tanggal 11 Agustus

tentang penetapan 13 eks RS Perjan menjadi Unit Pelaksana teknis

Departemen Kesehatan yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan

Layanan Umum Daerah. Selain faktor yang tersebut di atas, faktor yang lain

yaitu adanya pelatihan-pelatihan yang sudah dilakukan di RSUD Dr. Harjono

S Ponorogo yang berkaitan dengan penyelenggaraan SMART Service

Admission yaitu pelatihan komunikasi efektif, Service Excellent, Pelatihan

SMART Service Admission, PPGD, BCLS, ACLS dan pelatihan lain yang

mendukung.

Faktor pendorong ( reinforcing factor)adalah faktor yang mendorong

atau memperkuat terjadinya perilaku. Hal ini yang berkaitan dengan sikap dan

perilaku petugas yang terkait dengan pelaksanaan SMART Service Admission

salah saatunya adalah merit sistem yang dituangkan dalam remunerasi jasa

pelayanan di RSUD Dr. Harjono S Ponorogo. Selain itu kesempatan

mendapatkan pelatihan pelatihan yang dibutuhkan, jenjang karir dan

keterbukaan dalam manajemen.

2. Admisi

Berdasarkan buku tentang Admissions and Discharge Guidelines

Health Strategy Implementation Project tahun 2003, tata cara dan pengaturan

pasien rawat inap (admissions) sangat penting dalam rangka meningkatkan

kualitas pelayanan pasien di semua sektor pelayanan di rumah sakit.

Kerjasama sangat dibutuhkan untuk memastikan pelayanan kesehatan yang

diberikan itu telah direncanakan, diatur dan diberikan sesuai dengan


14

pendekatan berbasis pasien (patient centered) yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas dan memberikan rasa berkeadilan. Perubahan pola

pelayanan kesehatan yang berbasis pasien ini menuntut rumah sakit untuk

bersungguh-sungguh memperhatikan pasien bahkan sebelum pasien tersebut

dirawat. Saat ini, keputusan perawatan pasien itu bukan diatur oleh pemerintah

dan perusahaan asuransi, tetapi oleh pasien dan dokter mereka sendiri. Tujuan

strategis utama admisi yang efektif dan koheren pasien darurat dan pasien

elektif adalah:

a. Penyediaan sistem kesehatan pribadi dan pelayanan sosial terpadu yang

mengakibatkan patient centered care dapat berjalan lancar setiap saat .

b. Pemanfaatan sumber daya untuk memaksimalkan efektivitas dan hasil

klinis.

c. Pembentukan jaringan terintegrasi dari perawatan akut yang dapat diakses

oleh setiap orang .

d. Penyediaan kemudahan akses lokal untuk peningkatan kecepatan dan

kualitas pelayanan .

e. Pemanfaatan data admisi untuk membantu perencanaan layanan dan

monitoring.

Sejumlah prinsip harus mendukung pengembangan admisi pada kasus darurat

yang efektif meliputi :

a. Penyediaan layanan yang berpusat pada pasien, yang dapat diakses untuk

seluruh populasi tanpa mengorbankan keselamatan, kualitas dan standar

klinis.
15

b. Pasien harus diberikan konsultasi termasuk dalam semua keputusan

tentang perawatan mereka.

c. Praktek klinis dan perawatan harus didasarkan pada bukti yang terbaru.

d. Adanya kerjasama dan jaringan klinis antar rumah sakit dan antar

kelompok pemberi pelayanan kesehatan.

e. Pemberian layanan berdasarkan clinical governance (yaitu didirikan pada

kualitas berkelanjutan perbaikan, pengembangan staf, manajemen risiko

dan audit).

f. Pelayanan akut/emergensi di rumah sakit harus disusun dalam tiga aliran

paralel saling bergantung menjaga satu sama lain. Hal ini melibatkan

sebuah divisi dari pelayanan rumah sakit akut menjadi darurat, elektif.

g. Peran penting dari Tim Primary Care harus ditekankan.

h. Pelatihan yang lebih awal dari profesional kesehatan.

Pelayanan terhadap pasien yang akan dirawat hingga pasien pulang,

pelayanan yang diberikan itu harus berbasis kepada pasien yang

mengutamakan keselamatan pasien, kualitas dan standar pelayanan klinik.

Pasien harus turut serta dalam pengambilan keputusan dalam masa perawatan.

Pelayanan kedokteran dan perawatan harus berdasarkan evidence base

medicine dan perkembangan ilmu terbaru. Pelayanan harus berdasarkan

sistem yang baik mulai dari direktur, staf, tim audit dan tim medis. Pelayanan

rumah sakit dibagi menjadi tiga bagian yang independen. Rawat jalan, gawat

darurat dan pemeriksaan medis rutin (medical check up).


16

Proses admisi di rumah sakit itu bisa bersifat elektif dan gawat darurat

tergantung dari kasus yang ditemukan oleh dokter. Admisi yang bersifat

elektif biasanya pada pasien yang tidak mengalami sakit yang mendadak dan

tidak mengancam nyawa, sedangkan admisi yang bersifat gawat darurat itu

bersifat mendadak, mengalami trauma berat, penyakit dalam tahap lanjutan

dan penyakit yang mengancam nyawa pasien. Dokter adalah orang yang

menentukan apakah pasien perlu dirawat atau tidak. Proses admisi ini sangat

penting karena ditakutkan akan terjadi tumpang tindih dan perebutan jenis

pelayanan tertentu antara pasien yang berasal dari unit elektif (rawat jalan) dan

unit gawat darurat.

Untuk mempermudah proses admisi ini, maka rumah sakit telah

membuat suatu unit atau departemen sendiri yang disebut departemen admisi

yang tugasnya mengatur alur pasien, mengatur tujuan pengiriman pasien ke

ruang bangsal dan menentukan posisi pasien dalam daftar tunggu (waiting list)

untuk mendapatkan pelayanan-pelayanan penunjang. Jika tidak bisa

membentuk satu unit atau departemen sendiri maka rumah sakit bisa

menunjuk satu orang yang bertugas mengawasi proses admisi ini (Admission

Manager) yang memiliki kebijakan dan kewenangan dalam mengatur alur

pasien.

1. Sebelum dirawat di rumah sakit (pre admission)

Harus diketahui bersama bahwa proses admisi bukan hanya proses saat

pasien tersebut telah tiba di rumah sakit, namun sebelum pasien tersebut

datang ke rumah sakit yang biasanya bersifat elektif. Garis besar penting
17

yang harus diperhatikan dalam proses pre-admission ini harus jelas

terlebih dahulu apakah pasien itu akan masuk melalui pintu rawat jalan

atau gawat darurat. Penjelasan tersebut harus berdasarkan rujukan dan

keputusan dari dokter keluarga/ dokter pelayanan primer. Pasien yang baru

akan dirawat (pre-admission) masih belum dianggap sebagai pasien rawat

inap (outpatient) jika masih ada tatalaksana yang seharusnya masih

dilakukan oleh dokter keluarga/ dokter layanan primer yang masih belum

dilakukan oleh pasien (misalnya pemeriksaan penunjang radiologi dan

laboratorium). Pasien harus diberikan penjelasan mengenai kondisi

kesehatannya, rencana terapi dan prosedur yang akan dijalaninya.

2. Admisi Elektif (elective admissions)

Inti dari pelayanan admisi elektif ini adalah perencanaan. Setiap pasien

yang masuk secara elektif (rawat jalan) harus sudah melalui proses pre-

admission terlebih dahulu. Proses pre-admission ini harus menjadi

prosedur standar untuk semua admisi elektif dalam pelaksanaan

pengobatan pasien. Selain itu pada admisi yang bersifat elektif ini harus

ada penjadwalan yang baik, waiting list yang tersentralisasi sehingga

memudahkan pasien untuk mengetahui posisi mereka pada saat ini.

Bahkan pada proses admisi ini harus sudah bisa merencanakan waktu

pasien pulang (discharge) pasien sejak dari hari pertama pasien itu datang

ke rumah sakit. Pasien yang bisa melakukan admisi elektif adalah yang

tidak mengalami kegawatdaruratan, misalnya: pasien rujukan dari dokter

keluarga/ dokter pelayanan primer, pasien yang datang dengan rencana


18

operasi, pasien yang masuk berdasarkan hasil konsultasi dan pemeriksaan

di poliklinik.

c. Admisi Gawat Darurat (emergency admissions)

Admisi Gawat Darurat didefinisikan sebagai proses masuknya pasien yang

tidak direncanakan dikarenakan trauma (cedera) atau penyakit akut yang

tidak bisa ditangani sebagai pasien rawat jalan. Prinsip pelayanan melalui

ke bagian gawat darurat adalah hanyalah pasien yang mengalami

kegawatdaruratan. Faktor yang penting dalam memasukkan pasien melalui

gawat darurat adalah sebagai berikut: adanya proses triase, penilaian

kondisi klinis pasien, pemeriksaan radiologi dan patologi klinik yang

cepat. Dari hasil tersebut dapat dilakukan pendiagnosisan penyakit yang

cepat. Adanya keputusan dari dokter senior saat pengambilan keputusan

perawatan adanya kerjasama antar multidisiplin ilmu.

Berdasarkan Instrumen Akreditasi Rumah Sakit Standar Akreditasi

Versi 2012 Edisi 1, Tahun 2012 Standar APK.1 Komisi Akreditasi Rumah

Sakit dijelaskan bahwa pasien diterima sebagai pasien rawat inap atau didaftar

untuk pelayanan rawat jalan berdasarkan pada kebutuhan pelayanan kesehatan

mereka yang telah di identifikasi dan pada misi serta sumber daya rumah sakit

yang ada. Tujuan standar ini adalah menyesuaikan kebutuhan pasien dengan

misi dan sumber daya rumah sakit tergantung pada keterangan yang didapat

tentang kebutuhan pasien dan kondisinya lewat skrining pada kontak pertama.

Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan,

pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium


19

klinik atau diagnostik imajing sebelumnya. Skrining dapat terjadi disumber

rujukan, pada saat pasien ditransportasi emergensi atau apabila pasien tiba di

rumah sakit. Hal ini sangat penting bahwa keputusan untuk mengobati,

mengirim atau merujuk hanya dibuat setelah ada hasil skrining dan evaluasi.

Hanya rumah sakit yang mempunyai kemampuan menyediakan pelayanan

yang dibutuhkan dan konsisten dengan misinya dapat dipertimbangkan untuk

menerima pasien rawat inap atau pasien rawat jalan. Apabila rumah sakit

memerlukan data tes skrining atau evaluasi sebelum penerimaan dan

pendaftaran ditetapkan dalam kebijakan tertulis.

Proses admisi pasien rawat inap ke rumah sakit untuk pelayanan dan

untuk pendaftaran pelayanan rawat jalan distandarisir lewat kebijakan dan

prosedur tertulis. Staf yang bertanggungjawab untuk proses tersebut mengenal

dan sudah biasa melaksanakan prosedur tersebut. Kebijakan dan standar

prosedur operasional mengatur : pendaftaran rawat jalan atau proses admisi

rawat inap, admisi langsung dari pelayanan gawat darurat ke unit rawat inap,

proses dalam menahan pasien untuk keperluan observasi. Kebijakan juga

harus mengatur bagaimana mengelola pasien bila fasilitas rawat inap terbatas

atau sama sekali tidak ada tempat tidur yang tersedia untuk merawat pasien di

unit yang tepat. Pasien dengan dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau

segera emergensi, diidentifikasi dengan proses triase berbasis bukti. Bila telah

diidentifikasi sebagai keadaan dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau

segera (seperti infeksi melalui udara/airborne), pasien ini sesegera mungkin

diperiksa dan mendapat asuhan. Pasien-pasien tersebut didahulukan diperiksa


20

dokter sebelum pasien yang lain, mendapat pelayanan diagnostik sesegera

mungkin dan diberikan pengobatan sesuai dengan kebutuhan. Proses triase

dapat termasuk kriteria berbasis fisiologik, bila mungkin dan tepat. Rumah

sakit melatih staf untuk menentukan pasien yang membutuhkan asuhan segera

dan bagaimana memberikan prioritas asuhan.

Menurut Joint Commission International Accreditation Standards for

Hospitals edisi 5 tahun 2014, standar ACC 1 tentang Skrining Admisi Rumah

Sakit dijelaskan bahwa pasien yang dapat dirawat di rumah sakit atau yang

mencari layanan rawat jalan disaring untuk mengidentifikasi apakah

kebutuhan perawatan kesehatan mereka sesuai misi dan sumber daya rumah

sakit. Menyesuaikan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah

sakit tergantung pada cara memperoleh informasi tentang kebutuhan pasien

dan kondisi melalui skrining, biasanya pada titik kontak pertama. Skrining

dapat melalui kriteria triase, evaluasi visual, pemeriksaan fisik, psikologis,

laboratorium, atau evaluasi pencitraan diagnostik. Skrining yang dapat terjadi

pada sumber rujukan, selama transportasi darurat, atau ketika pasien tiba di

rumah sakit. Setelah diidentifikasi sebagai kasus emergensi, pasien-pasien ini

dinilai dan dilakukan perawatan secepat yang diperlukan. Pasien tersebut

dapat dinilai oleh dokter atau individu yang memenuhi syarat lain sebelum

pasien lain menerima layanan diagnostik secepat mungkin, dan memulai

perawatan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ketika rumah sakit tidak dapat

memenuhi kebutuhan pasien dengan kondisi darurat dan pasien membutuhkan

transfer ke tingkat yang lebih tinggi dari perawatan , rumah sakit mentransfer
21

harus menyediakan dan dokumen menstabilkan pengobatan dalam

kapasitasnya sebelum mengangkut .

Sedangkan di JCI Standar ACC (Access to Care and Continuity of

Care) 2 disebutkan bahwa proses admisi pasien rawat inap ke rumah sakit

untuk perawatan dan rawat jalan, layanan ini dilakukan standarisasi oleh

pihak Rumah sakiit yang meliputi : pendaftaran layanan rawat jalan atau

masuk untuk layanan rawat inap, masuk langsung dari layanan darurat ke unit

rawat inap, dan proses untuk observasi keadaan pasien. Selama proses

admisi, pasien dan keluarga menerima informasi yang cukup untuk membuat

keputusan. Informasi diberikan tentang perawatan yang diusulkan, hasil yang

diharapkan, dan setiap pembiayaan yang dibebankan kepada pasien atau

keluarga untuk perawatan bila tidak dibayar oleh asuransi kesehatan. Ketika

ada kendala keuangan terkait dengan biaya perawatan, rumah sakit mencari

cara untuk mengatasi kendala tersebut . Informasi tersebut bisa dalam bentuk

tertulis atau disediakan secara lisan, mencatat seperti dalam catatan pasien.

Ketika mempertimbangkan masuk ke unit khusus yang memanfaatkan sumber

daya mahal, rumah sakit dapat membatasi masuk ke hanya pasien dengan

kondisi medis reversibel, dan tidak memberikan masuk ke pasien yang

kondisinya terminal. Untuk memastikan konsistensi, kriteria harus meng-

gunakan prioritas dan diagnostik dan / atau tujuan parameter, termasuk kriteria

berbasis fisiologis. Individu dari unit darurat, unit intensif, atau layanan

khusus berpartisipasi dalam mengembangkan kriteria. Kriteria yang digunakan

untuk menentukan langsung masuk ke unit; misalnya, langsung dari de-


22

partemen darurat. Kriteria juga digunakan untuk menentukan masuk ke dalam

unit dari dalam rumah sakit atau dari luar rumah sakit ( seperti ketika seorang

pasien dipindahkan dari rumah sakit lain ).

3. Kualitas pelayanan

Menurut Tjiptono (dalam Harcahyani G, 2010) ada beberapa definisi

kualitas antara lain: kesesuaian dengan persyaratan/tuntutan, kecocokan untuk

pemakaian, perbaikan/ penyempurnaan berkelanjutan, bebas dari kerusakan/

cacat, pemenuhan kebutuhan pelanggan dari awal dan setiap saat, melakukan

segala sesuatu secara benar semenjak awal, dan sesuatu yang bisa

membahagiakan pelanggan dalam Tjiptono. Pengukuran kualitas jasa model

service quality didasarkan pada skala multi item yang dirancang untuk

mengukur harapan dan persepsi pelanggan serta kesenjangan di antara

keduanya pada 5 dimensi kualitas jasa (keandalan, daya tanggap, kepastian,

empati, berwujud). Uraiannya adalah sebagai berikut:

a. Tangible (Bukti Fisik) yakni adanya penampakan berupa fasilitas-fasilitas

penunjang, petugas ataupun sarana komunikasi yang menyertai produk

tersebut. Karena suatu service tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan

tidak bisa diraba, maka aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran

terhadap pelayanan. Pelanggan akan menggunakan indera penglihatan

untuk menilai suatu kualitas pelayanan.

b. Reliability (dapat diandalkan, adanya kemampuan untuk mewujudkan

produk seperti yang telah dijanjikan). Kepuasan pelanggan terhadap


23

pelayanan perusahaan juga ditentukan oleh dimensi reliability, yaitu

dimensi yang mengukur keandalan dari perusahaan dalam memberikan

pelayanan kepada pelanggannya. Dimensi ini sangat penting bagi

pelanggan dari berbagai industri jasa. Ada dua aspek dari dimensi ini,

pertama adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan

seperti yang dijanjikan. Kedua adalah seberapa jauh suatu perusahaan

mampu memberikan pelayanan yang tepat dan akurat.

c. Responsiveness (Daya Tanggap) adalah adanya keinginan untuk menolong

konsumen dan menyediakan kecepatan dan ketepatan pelayanan. Harapan

pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan akan

berubah yang kecenderungannya naik dari waktu ke waktu. Karena itu

waktu sama dengan uang yang harus digunakan secara bijak. Itulah

sebabnya pelanggan merasa tidak puas apabila waktunya terbuang secara

percuma karena dia sudah kehilangan kesempatan lain untuk memperoleh

sumber ekonomi . Pelanggan bersedia untuk mengorbankan atau

pelayanan yang lebih mahal untuk setiap waktu yang dapat dihemat.

d. Assurance (Jaminan/dapat dipertanggungjawabkan) adalah adanya

pengetahuan dari karyawan dalam menanamkan kepercayaan atas produk

tersebut. Ada empat aspek dari dimensi ini, yakni: keramahan, kompetensi,

kredibilitas, dan keamanan. Keramahan adalah salah satu aspek kualitas

pelayanan yang paling mudah diukur. Salah satu bentuk konkretnya adalah

bersikap sopan dan murah senyum. Aspek kompetensi maksudnya adalah

setiap karyawan perusahaan harus memiliki pengetahuan yang baik


24

terhadap suatu produk atau jasa yang diberikan sehingga tidak terlihat

bodoh saat berhadapan dengan pelanggan. Kredibilitas adalah sejauh mana

perusahaan memiliki reputasi yang baik sehingga pelanggan mempunyai

keyakinan untuk menggunakan produk perusahaan. Sedangkan keamanan

dalam hal ini adalah pelanggan harus mempunyai rasa aman dalam

melakukan transaksi. Aman karena perusahaan jujur dalam bertransaksi.

e. Emphaty (perhatian/kepedulian) adalah adanya perhatian secara individual

dari perusahaan terhadap konsumennya.

4. SMART Service Admission

Rumah sakit menghormati hak pasien dan dalam beberapa situasi hak

istimewa keluarga pasien, untuk menentukan informasi apa saja yang

berhubungan dengan pelayanan yang boleh disampaikan kepada keluarga atau

pihak lain, dalam situasi tertentu. Misalnya, pasien mungkin tidak mau

diagnosisnya diketahui keluarga. Hak pasien dan keluarga merupakan elemen

dasar dari semua kontak di rumah sakit, stafnya, serta pasien dan keluarganya.

Sebab itu, kebijakan dan prosedur ditetapkan dan dilaksanakan untuk

menjamin bahwa semua staf mengetahui dan memberi respon terhadap isu hak

pasien dan keluarga, ketika mereka melayani pasien. Rumah sakit

menggunakan pola kerjasama dalam menyusun kebijakan dan prosedur dan

bila mungkin, mengikutsertakan pasien dan keluarga dalam proses.

Tujuan keselamatan pasien di Rumah sakit adalah mencegah terjadinya

cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan


25

atau tidak mengambil yang harusnya dilakukan. Keselamatan pasien di Rumah

sakit adalah suatu sistem di mana rumah sakit membuat asuhan pasien menjadi

lebih aman mulai dari pasien memasuki rumah sakit sampai pasien keluar

rumah sakit, bahkan berjalan berkesinambungan sampai pasien memasuki

lingkungan masyarakat kembali.

RSUD dr Harjono S Kabupaten Ponorogo merupakan rumah sakit tipe

B Non Pendidikan milik Pemerintah Daerah yang melaksanakan Pelayanan

Kesehatan yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan

Umum Daerah (PPK BLUD ) sejak tahun 2012 berdasarkan Peraturan Bupati

Nomor 545 tahun 2011. Jenis pelayanan rawat jalan 19 poliklinik, dengan 19

jenis pelayanan rawat inap dan 19 instalasi dan penunjang, dengan jumlah

SDM sebanyak 634 orang dengan perbandingan 443 orang tenaga jenis medis

dan non medis 191 orang. Dengan status tersebut mengandung konsekuensi

untuk semakin keras berbenah dan bersaing positif meningkatkan mutu

pelayanan dalam mencapai Visi RSUD dr Harjono S yaitu Terwujudnya

RSUD dr Harjono S Kabupaten Ponorogo sebagai pilihan utama pelayanan

kesehatan bagi masyarakat Kabupaten Ponorogo dan sekitarnya. Indikator

tercapainya Visi Rumah sakit yang menjadi pilihan utama adalah tingginya

kepuasan masyarakat pengunjung Rumah sakit terhadap pelayanan yang

didapatkan. Kepuasan masyarakat tercapai apabila harapan masyarakat untuk

mendapatkan hak pasien, mendapatkan asuhan, di antaranya mendapatkan

informasi yang benar dan lengkap, mendapat perlakuan petugas yang baik,

menerima jaminan keselamatan atas tersedianya sarana prasarana, dan


26

prosedur pelayanan yang benar dan mudah dipahami. Komunikasi merupakan

kunci untuk mewujudkan harapan masyarakat. Perbaikan kinerja baik sistem

maupun sumber daya manusia harus terus menerus dilakukan. Inovasi-inovasi

harus dijalankan dalam melakukan perubahan ke arah kinerja yang lebih baik.

Kegiatan SMART Service Admission merupakan proyek baru yang

sebelumnya belum dilaksanakan di RSUD dr Harjono S. Kabupaten Ponorogo,

perubahan paradigma pasien Center Care yang menuntut pelayanan kesehatan

memfokuskan semua pelayanan berfokus pada keselamatan pasien. Perubahan

tersebut membuat membuat proyek SMART Service Admission yang intinya

menyambut, mengidentifikasi kebutuhan pasien, mengedukasi dan membuat

kesepakatan dengan pasien dan keluarga, serta harus memprioritaskan

pelayanan mendahulukan pasien dengan tingkat kegawatdaruratan tinggi,

memerlukan kemampuan koordinasi, konsolidasi, dan staffing untuk

mewujudkanya. SMART Service Admission diwujudkan dalam beberapa

tahap kegiatan yang cukup rinci yang harus terlaksana dalam jangka waktu

pendek, maka dibutuhkan tindak lanjut sampai ke jangka waktu menengah,

bahkan jangka waktu panjang. Sesuai dengan kegiatan Proyek Perubahan yang

ditargetkan pada bab II maka hasil capaian Proyek perubahan dengan judul

Meningkatkan Kepuasan masyarakat terhadap mutu pelayanan melalui Rumah

sakit yang mengutamakan keselamatan pasien melalui SMART Service

Admission. SMART Service Admission berawal dari perubahan paradigma

pelayanan kesehatan yang berkembang dengan pesat, yang dulunya berfokus

pada pemberi pelayanan telah beralih menjadi berfokus pada keselamatan


27

pasien, di mana rumah sakit wajib menjaga keselamatan pasien secara

konsisten dan terus menerus.

Perubahan Area Pelayanan Publik yang baik yang dapat memenuhi

harapan pengguna Jasa pelayanan kesehatan sehingga menghasilkan kepuasan

masyarakat yang akan membantu mencapai Visi RSUD Dr Harjono S

Kabupaten Ponorogo yang menjadi pilihan utama Pelayanan kesehatan

masyarakat Ponorogo dan sekitarnya. Perubahan area tata laksana dengan

menambah sistem, memperjelas proses dan prosedur pada pelayanan pada

Admisi khususnya merupakan bentuk dari proyek SMART Service

Admission. Perubahan proses Admisi ini sesuai dengan prinsip pelayanan

publik selain itu juga sesuai acuan yang diambil dari Instrumen Akreditasi RS

edisi 1 tahun 2012 dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit, dalam hal ini

tercantum dalam BAB 1 Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan,

terutama Standar APK 1 dan juga BAB 2 Hak Pasien dan keluarga standar

HPK 1 yang berbunyi Pimpinan rumah sakit terutama bertanggung jawab

bagaimana cara pemberian pelayanan kepada pasien. Sebab itu pimpinan harus

mengetahui dan mengerti hak pasien dan keluarganya, serta tanggung jawab

rumah sakit sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.

Kemudian pimpinan mengarahkan untuk memastikan agar seluruh staf

bertanggungjawab melindungi hak tersebut. Untuk melindungi secara efektif

dan mengedepankan hak pasien, pimpinan bekerja sama dan berusaha

memahami tanggungjawab mereka dalam hubungannya dengan komunitas

yang dilayani rumah sakit.


28

Sesuai dengan Octovina P (2015), dijelaskan tentang Fokus kegiatan

Pelayanan SMART Service Admission adalah menyambut pasien dan keluarga

yang berkunjung ke RS dengan (S) senyuman, (M) menyapa, (A) atensi;

memberikan perhatian kebutuhan pasien, (R) responsif; tanggap memilah

prioritas kebutuhan sesuai dengan tingkat kegawatdaruratan, (T) terpadu

antara bidang teknis, medis dan non teknis medis, untuk kemudian

memberikan tanda kartu berwarna kuning apabila pasien memiliki kebutuhan

khusus atau perlu diprioritaskan berdasarkan tingkat kegawatdaruratan ( jenis

penyakit, Usia Risti, Kecacatan), pemilahan dan pemenuhan kebutuhan pasien

di Admisi dipayungi dengan kebijakan dan SPO. Sedangkan tujuan dan

manfaat proyek perubahan ini untuk tujuan jangka pendek adalah terwujudnya

SMART Service Admission, sedangkan untuk tujuan jangka menengah adalah

berlangsungya SMART Service Admission secara berkesinambungan dan

tujuan jangka panjangnya adalah meningkatnya kepuasan masyarakat

sehingga tercapai RSUD dr Harjono S. Kabupaten Ponorogo sebagai pilihan

utama pelayanan kesehatan masyarakat.

Konsep SMART Service Admission merupakan salah satu konsep

pelayanan berfokus pada pasien, di mana kebutuhan pasien merupakan pusat

yang akan dilakukan asuhan secara terpadu mulai pasien dan keluarga

memasuki kawasan Rumah Sakit. Pelaksanaan proyek program perubahan ini

dimulai pada 9 September 2015 sesuai dengan Keputusan Direktur Rumah

Sakit Umum Daerah dr. Harjono S Ponorogo Nomor 445/9/I.1/I/ 2015

Tentang SMART (Senyum, Menyambut, Atensi, Responsif, Terpadu) Service


29

Admission di RSUD dr. Harjono S Ponorogo. Selain itu juga didukung dengan

terbitnya Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr. Harjono S

Ponorogo Nomor 445/9/I.2/I/ 2015 Tentang Pemberlakuan SMART (Senyum,

Menyambut, Atensi, Responsif, Terpadu) Service Admission di RSUD dr.

Harjono S Ponorogo. Dalam SMART Service Admission dibentuk tim Proyek

Perubahan yang dibentuk oleh Direktur Rumah Sakit yang melibatkan semua

bidang dan unit yang terkait dengan proses admisi di rumah Sakit yaitu :

Wadir Medik dan semua Kepala Bidang, beserta Kepala Seksinya sebagai

Pembina sumber daya tenaga dan Sistem SMART Service Admission, Kepala

Bagian Program, Kasubbag Rekam Medis dan Infokes, Koordinator Dan Staf

Tempat Pendaftaran Pasien, seluruh staf satpam dan staf instalasi IGD,

informasi dan operator.

Manfaat proyek perubahan ini adalah meningkatkan kualitas pelayanan

publik dengan terwujudnya SMART Service Admission sebagai triase

kebutuhan kegawatan pasien sekaligus pelayanan informasi holistik bagi

pasien dan keluarga sesuai standar mutu pelayanan dan keselamatan pasien.

Sedangkan bagi masyarakat diharapkan dapat memberikan kemudahan,

kejelasan layanan, kenyamanan dan keamanan pasien dan keluarga.

Ruang lingkup kegiatan SMART Service Admission meliputi :

a. Inventarisasi data sumber daya

b. Membuat rencana pelaksanaan Smart Service Admission

c. Pemenuhan sumber daya Smart Service Admission

d. Melaksanakan uji coba Smart Service Admission


30

e. Analisa Hasil Uji coba dan tindak lanjut Smart Service Admission

f. Legitimasi dengan kebijakan direktur

g. Pelaksanaan Smart Service Admission

h. Monitoring dan evaluasi.

Dalam proyek perubahan ini ada beberapa stake holder yang terlibat antara

lain :

1. Stakeholder primer adalah pemangku kepentingan yang terlibat langsung

dalam kegiatan proyek perubahan di mana peran mereka langsung

berpengaruh pada pelaksanaan proyek perubahan yaitu :

a. Kabid Pelayanan Penunjang, Sekretaris Akreditasi

b. Kabid Yan Keperawatan

c. Kepala instalasi rawat jalan

d. Staf Penyusunan Dan Evaluasi Program

e. Kasub Bag Humas Dan Publikasi Dan Staf

f. Pokja APK, Pokja MKI, Pokja SKP dan Anggota

g. Tim Akreditasi RS

h. Ka Instalasi Rawat Jalan

i. Ka Instansi Gawat Darurat

j. Satpam

k. Koordinator TPP dan staf

l. Pejabat Pengadaan

m. Ka IPS dan Staf


31

2. Stakeholder Sekunder adalah pemangku kepentingan yang tidak secara

langsung terlibat dalam pelaksanaan Proyek Perubahan, yaitu :

a. Bupati

b. Ka DPPKAD

c. Wakil Direktur Medik Wakil Direktur Administrasi Keuangan

d. Komisi D DPRD

e. Kepala Bidang Pelayanan Medik

f. Kepala Bagian Tata Usaha

g. Kepala Bagian Keuangan

h. Kepala Bagian Perencanaan Program

i. Ketua Komite Medik

j. Komite Keperawatan

3. Stakeholder kunci adalah pemangku kepentingan yang sangat

berpengaruh terhadap pelaksanaan dan keberhasilan proyek perubahan,

yaitu direktur RSUD dr Harjono kabupaten Ponorogo

Setelah tahap persiapan dilaksanakan semaksimal mungkin dengan

koordinasi pendampingan dan konsolidasi, maka pada tahap pelaksanaan ini

dibagi menjadi 3 tahapan yang tercantum sebagai berikut :

1. PEMENUHAN SUMBER DAYA

Sumber daya merupakan kebutuhan utama dalam semua kegiatan. Project

Leader berupaya mengefektif effisienkan sumber daya tenaga yang sudah ada.

SMART Service Admission adalah pengelolaan pasien yang akan rawat inap,

sehingga sesuai dengan tujuan yang diharapkan yaitu pasien dan keluarga
32

mendapat sambutan yang ramah dengan senyum, disambut dengan

menskreening risiko serta memberikan pelayanan sesuai kebutuhan dan

prioritas kegawatdaruratan, menginformasikan tentang kondisi pasien tindakan

dan pengobatan yang akan diberikan, dengan berbagai target yang diharapkan,

maka sumber daya tenaga yang dibutuhkan adalah yang dapat berkomunikasi

dengan baik, dapat melakukan skrining, dapat melakukan pertolongan

pertama, minimal pernah latihan Bantuan Hidup Dasar, penggunaan APAR

dan mengerti tentang pelayanan rumah sakit. Dari inventarisasi sumber daya

didapat tenaga :

Satpam sejumlah 14 yang semuanya keterampilan sesuai spesifikasi, yang

dikelola dalam 3 shift

Tenaga Perawat : 2 orang

Tenaga Informasi/Operator 6 orang yang bertugas melakukan skrining

dan merekomendasi prioritas pelayanan serta memberikan tanda kartu

kuning dan pita risiko jatuh bila di prioritaskan, saat pasien berkunjung ke

Poliklinik rawat jalan.

Tenaga pendaftaran pasien rawat inap/ admisi sejumlah 8 orang. Semua

tenaga telah dilatih komunikasi efektif.

2. SUMBER DAYA SARANA PRASARANA

Sebuah Ruangan dibutuhkan untuk menyampaikan informasi agar

terjalin komunikasi yang saling memahami sehingga tercapai kesepakatan,

yang terekam pada Format General Consent. Selain itu juga formulir dan alat
33

skrining yang berisi identitas pasien, keadaan umum, tingkat risiko dan

tindakan atau tindak lanjut untuk prioritas antrian (formulir alasan informasi

yang diberikan pada pasien dan keluarga, divisualisasi dalam formulir general

consent). Formulir lain yang diperlukan dalam hal ini adalah formulir Triase

yaitu untuk mengetahui tingkat kegawatdaruratan untuk kemudian tindak

lanjut prioritas tindakan apakah resusitasi, observasi ataukah rawat jalan,

baik rawat jalan, rawat inap intensif. Leaflet-leaflet yang berisi jenis pelayanan

yang tersedia, jam pelayanan, daftar dokter dengan spesialisasinya serta

display ruang perawatan, sehingga pasien dan keluarganya berhak

memutuskan bersama tenaga RS tentang perawatan yang akan dijalaninya juga

sangat diperlukan. Sistem informasi Rumah sakit yang saat ini dijalankan

lebih kepada menunjang fungsi administrasi keuangan, sedangkan dengan

3. Alur SMART Service Admission

Alur ini dimulai dari penyambutan di pintu gerbang terdepan oleh

tenaga satpam yang memilah antara pasien ke gedung PONEK, ke tujuan

gedung Instalasi Gawat Darurat atau ke Poli Rawat Jalan. Di jajaran Poliklinik

Rawat Jalan pasien disambut oleh petugas satpam kemudian diskrining

keadaan umum dan risiko jatuh, untuk kemudian ditindaklanjuti oleh petugas

Admisi di rawat jalan untuk mendapat prioritas antrian didahulukan apabila

beresiko jatuh atau lemah. Sedangkan SMART Service Admission di tempat

pendaftaran Pasien Rawat Inap, dilakukan Triase, ditindaklanjuti sesuai

tingkat kegawatdaruratan untuk direkomendasikan Rawat Inap atau diberikan

informasi dan persetejuan tindakan.


34

B. Penelitian yang relevan

Penelitian tentang Kualitas Pelayanan Admisi Dengan SMART Service

Admission Di RSUD Dr.Harjono S Ponorogo belum pernah dilakukan, namun

ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, antara lain :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Mahalul Azam pada tahun 2007 dengan

judul Sistem Informasi Admisi Pasien Rawat Inap Untuk Membantu

Pengambilan Keputusan Klinis Dan Administrasi Di Badan Rumah Sakit

Umum Daerah ( RSUD ) Dr.H. Soewondo Kabupaten Kendal. Penelitian

ini dilakukan dalam 2 tahap penelitian. Tahap pertama merupakan

penelitian kualitatif digunakan dalam perancangan sistem informasi dengan

menerapkan Framework for Application of System Technique (FAST).

Tahap kedua penelitian kuantitatif dengan rancangan one group pretest-

postest design, yaitu uji coba sistem informasi admisi dengan

membandingkan indikator- indikator akseptabilitas, aksesibilitas,

sensitivitas, kerepresentatifan dan ketepatan waktu. Hasil penelitian ini

adalah rancangan sistem informasi admisi pasien rawat inap (SIA) meliputi

rancangan input, output, basis data dan interface dilanjutkan dengan

membangun sistem sehingga dihasilkan SIA berbasis AEP. Hasil uji coba

menunjukkan kepersetujuan responden dari sistem lama dan sistem baru

dari aspek akseptabilitas (RRT 2,20 dan 3,18), aksesibilitas (RRT 2,25 dan

3,19), sensitivitas(RRT 2,30 dan 3,10), kerepresentatifan (RRT 2,40 dan

3,16) dan ketepatan waktu (RRT 2,13 dan 3,13) dengan perbedaan yang

bermakna (p : 0,0001).
35

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Diana Fuanasari, Anneke Suparwati,

dan Putri Asmita Wigati pada tahun 2014 dengan judul Analisis Alur

Pelayanan Dan Antrian Di Loket Pendaftaran Pasien Rawat Jalan. Metode :

penelitian deskriptif dengan pendekatan studi potong lintang. Alur

pelayanan pendaftaran rawat jalan di RSUD Kota Semarang dimulai

dengan pengambilan nomor antrian dan diakhiri dengan kepergian pasien

menuju poliklinik. Model antrian pendaftaran rawat jalan RSUD Kota

Semarang menggunakan sistem M/M/1, kapasitas terbatas dan disiplin

antriannya adalah FIFO. Tidak ada petunjuk khusus untuk pengambilan

nomor antrian. Peletakan alur pelayanan yang kurang strategis dan tidak

sesuai dengan fakta lapangan.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Wildan Pahlevi pada tahun 2009 dengan

judul Analisis Pelayanan Pasien Rawat Inap Di Unit Admisi RSUD Budhi

Asih Jakarta. Metode penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil

penelitian didapat bahwa pelayanan pasien di admisi rawat inap masih

belum optimal yang disebabkan oleh berbagai faktor yang saling terkait,

faktor utamanya yang mempengaruhi adalah dari faktor manusia. Hasil

penelitian menyarankan bahwa perlu meningkatkan pelayanan di admisi

rawat inap yang terkait dengan berbagai faktor diantaranya yaitu SDM,

SOP, cara pembayaran pasien, tahap pra admisi, dan tahap admisi.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Mahalul Azam dan Arulita Ika Fibriana

pada tahun 2011 dengan judul Sistem informasi admisi pasien membantu

ketepatan pengambilan keputusan admisi pasien. Penelitian dilakukan


36

dalam dua tahap. Tahap pertama, penelitian kualitatif untuk perancangan

sistem informasi dengan menerapkan Framework for Application of System

Technique (FAST). Tahap kedua, penelitian kuantitatif dengan rancangan

one group pretest-posttest design yaitu uji coba sistem informasi admisi

dengan membandingkan indikator-indikator akseptabilitas, aksesibilitas,

sensitivitas, kerepresentativan, dan ketepatan waktu. Sistem informasi

admisi pasien rawat inap yang berjalan masih ditemui kendala, antara lain

informasi klinis belum tersajikan dengan baik sehingga keputusan admisi

lebih didasarkan pada keputusan subjektif dokter. Laporan evaluasi

kegiatan dilakukan secara periodik karena data dan informasi belum dapat

diakses dengan mudah. Kelengkapan data dan informasi admisi pasien

belum dapat memenuhi kebutuhan kegiatan admisi pasien. Kinerja sistem

informasi admisi pasien rawat inap yang baru lebih baik dari sistem yang

lama, tetapi masih ditemukan kendala penerimaan oleh dokter di IGD

dalam hal masukan data. Hasil penelitian dengan analisis perbedaan rata-

rata tingkat persetujuan secara deskriptif dan analisis dengan uji Sign

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang secara statistik bermakna

antara tingkat persetujuan responden pada sistem lama dan sistem baru (p <

0,01) untuk uji akseptabilitas, aksesibilitas, sensitivitas, kerepresentativan,

dan ketepatan waktu.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Leni Hendrayani tentang Analisis

Pelaksanaan Sistem Admisi Rawat Inap Di RSUD Koja Jakarta - Utara

1998. Bagian penerimaan pasien (Admission) sebagai salah satu bagian di


37

rumah sakit boleh dikatakan merupakan pintu gerbang rumah sakit dan juga

sebagai ujung tombak arus pasien, karena bagian admission (disingkat

menjadi admisi) mempunyai tugas antara lain : menerima pasien rawat

Inap, menerima pembayaran pasien yang akan pulang rawat,dan juga

memberikan informasi yang dubutuhkan oleh pasien. Masalah dalam

penelitian ini adalah : Belum berfungsinya sistem admisi sebagai pelayanan

administrasi dan informasi rawar inap, dimana dirumuskan masalahnya

sebagai berikut : Bagaimana keadaan SDM, sarana dan fasilitas serta

prosedur (SOP), dan bagaimana proses pelaksanaan admisi selama ini.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pelaksanaan sistem admisi

fungsinya sebagai pelayanan administrasi dan informasi rawat inap.

Metodologi penelitian yang dipakai adalah deskriptif analitik dengan

pendekatan sistem, melalui pengkajian terhadap sistem yang sedang

berjalan serta merujuk ke literatur yang berkaitan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa jumlah tenaga di bagian admisi tidak tetap dan

merangkap (double job). Belum mendapatkan pendidikan/pelatihan yang

terencana, pemberian informasi belum optimal, belum diterapkan

pengenalan SOP kepada petugas, belum diadakan evaluasi terhadap SOP,

belum ada susunan uraian tugas (Job Description), belum ada reward untuk

petugas admisi, dan adanya perbedaan honor untuk petugas yang dinas di

bagian admisi. Upaya penanggulangan yang dapat dilakukan adalah

memperbaiki kekurangan-kekurangan dari setiap permasalahan yang sesuai


38

dengan teori yang ada. Penerapan upaya ini diharapkan dapat meningkatkan

proses pelayanan terhadap pasien rawat inap.

C. Kerangka berpikir

Berdasarkan konsep perubahan perilaku Lawrence Green, dalam hal

pembuatan kerangka konsep, peneliti telah menyederhanakan teori yang ada dan

menyesuaikan dengan tujuan dari penelitian dan lokasi penelitian. Dalam hal ini

peneliti menyimpulkan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi meliputi faktor :

a. faktor predisposisi (predisposing factors) meliputi : pengetahuan, sikap,

kepercayaan dan nilai-nilai.

b. faktor pendukung (enabling factors) : ketersediaann fasilitas atau sarana dan

prasarana yang diperlukan.

c. faktor pendorong (reinforcing factors) : sikap dan perilaku petugas admisi

atau petugas lain yang terkait yang merupakan kelompok referensi dari

perilaku pemberi pelayanan di admisi.


39

Kerangka berpikir sesuai dengan teori perubahan perilaku Lawrence Green

disajikan dalam bagan berikut ini :

BLUD RSUD
Dr. Harjono S
Ponorogo

Program Pelatihan Kualitas


Direktur SMART Pemberi pelayanan Kepuasan
Service pelayanan Admisi pelanggan
Admission SMART
Service
Admisi

Faktor predisposisi : Faktor pendukung Faktor pendorong:


-pengetahuan - Ketersediaan - sikap dan perilaku
- sikap fasilitas atau petugas admisi
- kepercayaan sarana dan atau petugas yang
- keyakinan prasarana. terkait dengan
- nilai nilai admisi pasien

Gambar : 2.2. Kerangka berpikir menurut teori Lawrence Green


40

BAB 3

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan

pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologis merupakan pendekatan

yang berusaha memahami makna dari berbagai peristiwa dan interaksi

manusia di dalam situasi yang khusus. Fenomenologi menggambarkan riwayat

hidup seseorang dengan cara menguraikan arti dan makna hidup serta

pengalaman suatu peristiwa yang dialaminya. Menurut Sulaeman ES (2015),

sebagai suatu metode, prosedur penelitian meliputi penelitian dari sejumlah

kecil subyek melalui ikatan yang ekstensif dan cukup lama untuk

mengembangkan pola-pola dan hubungan makna. Penelitian ini dilakukan

dalam situasi penelitian yang alami sehingga tidak ada batasan dalam

memaknai atau memahami fenomena yang diteliti. Dengan demikian melalui

proses ini, peneliti memasukkan pengalamannya sendiri dalam rangka

memahami pengalaman informan. Tujuan deskriptif kualitatif adalah untuk

menggambarkan, merangkum berbagai kondisi, situasi, atau fenomena ralitas

sosial yang ada di masyarakat yang menjadi obyek penelitian dan berupaya

menarik realitas itu sebagai ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran

tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan, beserta

alamatnya. Lokasi penelitian tersebut merupakan tempat penelitian yang


41

diharapkan mampu memberikan informasi yang peneliti butuhkan dalam

penelitian yang diangkat. Adapun lokasi lokasi penelitian ini dilakukan di

RSUD Dr Harjono S Ponorogo yang merupakan rumah sakit Tipe B Non

Pendidikan milik pemerintah daerah Kabupaten Ponorogo yang melaksanakan

Smart Service Admission. Waktu penelitian ini dimulai pada bulan Maret

April 2016.

C. Informan Penelitian

Informan penelitian ini adalah pemangku kepentingan yang terlibat

langsung dalam kegiatan SMART Service Admission di mana peran mereka

langsung berpengaruh pada pelaksanaan SMART Service Admission yaitu :

Kepala Bidang Pelayanan Penunjang sekaligus Sekretaris Akreditasi, Kepala

Bidang Pelayanan Keperawatan, Kepala Instalasi Rawat Jalan, Kepala Sub Bagian

Humas Dan Publikasi, Ketua Pokja APK, Ketua Pokja MKI, Ketua Pokja SKP,

Ketua Pokja HPK, Kepala Instalasi Rawat Jalan, Kepala Instansi Gawat Darurat,

Satpam, Koordinator TPP dan staf admisi. Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini adalah purposive sampling yaitu seleksi partisipan, situasi atau unit

waktu yang berorientasi pada tujuan penelitian atau berdasarkan criteria criterion

based sampling sangat umum digunakan pada riset fenomenologi. Menurut

Afiyanti dan Rahmawati (dalam Indrawati, 2015), metode sampling ini

menyeleksi para calon partisipan tersebut dengan tujuan saling berbagi

pengalaman dan pengetahuannya kepada orang lain. Sedangkan kriteria yang

harus dipenuhi oleh informan penelitian yaitu :


42

1. Satpam

a. Sudah memperoleh pelatihan tentang SMART Service Admission.

b. Memahami alur pelayanan admisi

c. Memahami SPO tentang admisi dan Skrining visual.

d. Mampu menjelaskan tentang peran satpam dalam SMART Service

Admission

e. Memahami tentang tata cara berkomunikasi yang baik dan efektif

f. Memahami tentang perencanaan kerja unit

g. Ikut aktif dalam mempersiapkan Akreditasi Rumah Sakit versi KARS

2012.

h. Mampu menjelaskan tentang pembagian jasa pelayanan dan sistem

remunerasi.

2. Tenaga admisi

a. Sudah memperoleh pelatihan tentang SMART Service Admission.

b. Memahami alur pelayanan admisi

c. Memahami SPO tentang admisi.

d. Mampu menjelaskan tentang General Consent

e. Memahami tentang tata cara berkomunikasi yang baik dan efektif

f. Mampu menjelaskan tentang peran tenaga admisi dalam SMART Service

Admission

g. Memahami tentang perencanaan kerja unit

h. Ikut aktif dalam mempersiapkan Akreditasi Rumah Sakit versi KARS

2012.
43

i. Mampu menjelaskan tentang pembagian jasa pelayanan dan sistem

remunerasi.

3. Tenaga triase Instalasi rawat darurat ( dokter jaga dan Perawat)

a. Sudah memperoleh pelatihan tentang SMART Service Admission.

b. Memahami alur pelayanan admisi

c. Memahami SPO tentang admisi dan skinning awal dan triase pasien gawat

darurat.

d. Mampu menjelaskan tentang hak dan kewajiban pasien.

e. Mampu menjelaskan pelayanan yang tersedia dan yang tidak tersedia di

RSUD dr. Harjono S Ponorogo.

f. Memahami tentang tata cara berkomunikasi yang baik dan efektif

g. Mampu menjelaskan tentang peran tenaga admisi dalam SMART Service

Admission

h. Memahami tentang perencanaan kerja unit

i. Ikut aktif dalam mempersiapkan Akreditasi Rumah Sakit versi KARS

2012.

d. Mampu menjelaskan tentang pembagian jasa pelayanan dan sistem

remunerasi.

4. Kepala Instalasi

a. Sudah memperoleh pelatihan tentang SMART Service Admission.

b. Memahami kebijakan Direktur RSUD dr. Harjono S Ponorogo tentang

pemberlakuan SMART Service Admission dan kebijakan lain yang

mendukung program tersebut.


44

c. Memahami alur pelayanan admisi

d. Mampu menjelaskan tentang hak dan kewajiban pasien.

e. Mampu menjelaskan pelayanan yang tersedia dan yang tidak tersedia di

RSUD dr. Harjono S Ponorogo.

f. Memahami tentang tata cara berkomunikasi yang baik dan efektif

g. Mampu menjelaskan tentang peran tenaga satpam, tenaga admisi, perawat

IRD, dokter IRD, petugas informasi dalam SMART Service Admission.

h. Memahami tentang perencanaan kerja unit yang bersangkutan.

i. Memahami alur perencanaan kerja unit yang bersangkutan.

j. Ikut aktif dalam mempersiapkan Akreditasi Rumah Sakit versi KARS

2012.

k. Mampu menjelaskan tentang pembagian jasa pelayanan dan sistem

remunerasi.

5. Kepala Bidang/ Kepala Bagian

a. Sudah memperoleh pelatihan tentang SMART Service Admission.

b. Memahami kebijakan Direktur RSUD dr. Harjono S Ponorogo tentang

pemberlakuan SMART Service Admission dan kebijakan lain yang

mendukung program tersebut.

c. Memahami alur pelayanan admisi

d. Mampu menjelaskan tentang hak dan kewajiban pasien.

e. Mampu menjelaskan pelayanan yang tersedia dan yang tidak tersedia di

RSUD dr. Harjono S Ponorogo.


45

f. Memahami tentang tata cara berkomunikasi yang baik dan efektif

g. Mampu menjelaskan tentang peran tenaga satpam, tenaga admisi, perawat

IRD, dokter IRD, petugas informasi dalam SMART Service Admission.

h. Memahami alur perencanaan kerja unit yang bersangkutan.

i. Ikut aktif dalam mempersiapkan Akreditasi Rumah Sakit versi KARS

2012.

l. Mampu menjelaskan tentang pembagian jasa pelayanan dan sistem

remunerasi.

6. Pasien atau keluarga pengantar

a. Sudah memperoleh pelayanan di RSUD Dr. Harjono S dalam periode

sebelum dan sesudah diberlakukan SMART Service Admission, dibuktikan

dengan catatan rekam medis tentang kunjungannya baik di rawat jalan

ataupun rawat darurat.

b. Saat berkunjung melewati alur pelayanan admisi yang telah ditentukan

RSUD Dr. Harjono S

c. Mengetahui tentang hak dan kewajiban pasien.

Teknik selanjutnya dalam penelitian ini adalah teknik snowball sampling,

yang dilakukan dengan menemukan informan terutama satpam dan tenaga admisi

yang bersedia menjadi subyek penelitian sesuai dengan kriteria.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam


46

penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data

agar mendapatkan data yang valid dan tujuan utama dari penelitian adalah untuk

memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan. Metode pengumpulan data, baik

observasi partisipan, observasi terstruktur, wawancara mendalam, atau pendekatan

lainnya, muncul dari tujuan dan pertanyaan penelitian. Strategi pengumpulan data

secara keseluruhan menggambarkan proses di mana keputusan akan dibuat

tentang bagaimana dan kapan pertanyaan atau fokus observasi akan dimodifikasi.

Selain itu beban partisipan untuk diobservasi dan diwawancarai. Dalam Sulaeman,

ES (2015) disebutkan ada 3 teknik pengumpulan data yang dominan yang

digunakan dalam penelitian kualitatif meliputi :

1. Observasi partisipan

Secara umum, observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan

menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan

tersebut. Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang

tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang

terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik pengumpulan

data dengan observasi ini mempunyai kelebihan bahwa peneliti mendapatkan

pengalaman langsung dari partisipan sehingga peneliti dapat melakukan

perekaman ketika ada informasi yang muncul, aspek aspek yang tidak biasa

atau aneh yang bisa dideteksi selama observasi. Observasi kualitatif ini

merupakan observasi yang di dalamnya peneliti turun ke lapangan untuk

mengamati perilaku dan aktifitas individu di lokasi penelitian. Dalam

observasi, peneliti mencatat baik dengan cara terstuktur maupun semistruktur.


47

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi jenis observasi

partisipatif dalam mengumpulkan data di lapangan. Dengan observasi

partisipatif ini, peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari yang

dilakukan oleh sumber data yang diamati Teknik pengumpulan data dengan

observasi digunakan bila penelitian berkenan dengan perilaku manusia, proses

kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.

Jadi, teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi merupakan

suatu teknik yang dilakukan dalam kegiatan mengumpulkan data dengan cara

mengamati langsung suatu kegiatan atau peristiwa yang ada di lapangan.

Sedangkan manfaat observasi adalah sebagai berikut:

a) Dengan observasi di lapangan peneliti akan lebih mampu memahami

konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan diperoleh

pandangan yang holistik atau menyeluruh.

b) Dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman langsung, sehingga

memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak

dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya. Pendekatan induktif

membuka kemungkinan melakukan penemuan atau discovery.

c) Dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak

diamati orang lain, khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu,

karena telah dianggap biasa dan karena itu tidak akan terungkapkan dalam

wawancara.

d) Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak

akan terungkapkan oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif


48

atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga.

e) Dengan observasi, peneliti dapat menemukan ha-hal yang di luar persepsi

responden, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih

komprehensif.

f) Melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya mengumpulkan daya

yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi, dan merasakan

suasana situasi social yang diteliti.

2. Wawancara mendalam

Dalam Sulaeman ES (2015) dijelaskan bahwa keberhasilan dalam

mendapatkan informasi dari obyek yang diteliti sangat tergantung pada

kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara, yang dimulai dengan

mengemukakan topik yang umum untuk membantu peneliti memahami

perspektif makna yang diwawancarai. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar

penelitian kualilatif bahwa jawaban yang diberikan harus dapat membeberkan

perspektif yang diteliti bukan sebaliknya, yaitu perspektif dari peneliti sendiri.

Menurut Djaman Satori (dalam Anwika, 2013) bahwa wawancara adalah

percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak,

yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan

terwawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide

melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik

tertentu. Jadi, wawancara merupakan suatu kegiatan yang didalamnya terdapat


49

percakapan antara si penanya dan si penjawab dalam bertukar informasi dan ide

tentang sesuatu hal untuk tujuan tertentu. Wawancara yang dilakukan dalam

penelitian ini yaitu menggunakan wawancara semi terstruktur (semistructure

interview), bahwa dalam penelitian ini, wawancara dilakukan dengan

mengajukan beberapa pertanyaan pada sumber data tanpa terpaku instrumen

pertanyaan yang sesuai dengan data dan informasi yang ingin diperoleh.

Wawancara ini dilakukan dimulai dengan menetapkan terlebih dahulu subjek

wawancara dan selanjutnya mengajukan pertanyaan yang telah disiapkan

secara garis besar.

3. Kajian Dokumentasi

Kajian dokumen merupakan sarana pembantu bagi peneliti dalam

mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat,

pengumuman, ikhtisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan dan bahan-bahan

tulisan yang lain. Dokumen merupakan sumber informasi yang bukan manusia

(non human resources), sedangkan studi dokumentasi adalah teknik

pengumpulan data. Secara harfiah dokumen dapat diartikan sebagai cacatan

kejadian yang sudah lampau, yang menjadi catatan segala hal ihwal yang

berkaitan dengan manusia pada kehidupannya sesuai dengan kebutuhan pada

saat itu. Penelitian kualitatif tidak berusaha dengan sengaja untuk

mengumpulkan data kuantitatif, akan tetapi bila tersedia, maka sebaiknya data

itu dimanfaatkan dengan memahami maknanya serta latar belakang orang yang

menyusunnya (Sulaeman, ES, 2015).


50

E. Keabsahan Data (trusthwortiness)

Untuk menetapkan keabsahan data pada penelitian kualitatif diperlukan teknik

pemeriksaan yang dilaksanakan berdasarkan empat kriteria yaitu kredibilitas,

keteralihan, kebergantungan dan kepastian (Moleong, 2010) dalam

Indrawati,FL, (2015).

1. Kredibititas

Menurut Sugijono (dalam Uji keabsahan data pada penelitian kualitatif

meliputi credibility (validitas internal) dengan cara triangulasi,

transverbility (validitas eksternal), dependability (reliabilitas) dan

conformability (objektifitas) . Pada penelitian ini, akan digunakan cara

triangulasi dalam pengujian data, khususnya triangulasi metodologis.

Triangulasi metodologis yaitu penggunaan metode ganda untuk mengkaji

masalah atau program tunggal, seperti wawancara, pengamatan, daftar

pertanyaan terstruktur, dan dokumen.

2. Dependability (Reliabilitas)

Menurut Sugijono (dalam Azam, 2007) menyatakan bahwa reliabilitas

berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan Dalam

penelitian kualitatif, uji reliabilitas dilakukan dengan melakukan audit

terhadap keseluruhan proses penelitian.

F. Teknik Analisis Data

Menurut Marshall dan Rossman (dalam Sulaeman ES, 2015) analisis data

kualitatif merupakan proses sistematis yang berlangsung terus menerus


51

bersamaan dengan pengumpulan data. Dalam menganalisis data, peneliti akan

melakukan analisis data di lapangan. Dalam menganalisa penelitian kualitatif

terdapat beberapa tahapan-tahapan yang perlu dilakukan, diantaranya :

1. Mengorganisasikan Data

Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara

mendalam (indepth inteviwer), dimana data tersebut direkam dengan tape

recorder dibantu alat tulis lainya. Kemudian dibuatkan transkripnya dengan

mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis.

Data yang telah didapat dibaca berulang-ulang agar penulis mengerti benar

data atau hasil yang telah di dapatkan.

2. Pengelompokan berdasarkan Kategori, Tema dan pola jawaban

Pada tahap ini dibutuhkan pengertiaan yang mendalam terhadap data,

perhatiaan yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal yang muncul di

luar apa yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan pedoman

wawancara, peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan

dan pedoman dalam melakukan koding. Dengan pedoman ini, peneliti

kemudian kembali membaca transkrip wawancara dan melakukan koding,

melakukan pemilihan data yang relevan dengan pokok pembicaraan. Data

yang relevan diberi kode dan penjelasan singkat, kemudian dikelompokan

atau dikategorikan berdasarkan kerangka analisis yang telah dibuat. Pada

penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang diteliti. Peneliti

menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal-hal

diungkapkan oleh responden. Data yang telah dikelompokan tersebut oleh


52

peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema

penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti dapat menangkap

pengalaman, permasalahan, dan dinamika yang terjadi pada subyek.

3. Menguji Asumsi atau Permasalahan yang ada terhadap Data

Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji data

tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pada

tahap ini kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kemabali

berdasarkan landasan teori, sehingga dapat dicocokan apakah ada kesamaan

antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian ini

tidak memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat

asumsi-asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep dan faktor-faktor

yang ada.

4. Mencari Alternatif Penjelasan bagi Data

Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi terwujud,

peneliti masuk ke dalam tahap penejelasan. Dan berdasarkan kesimpulan

yang telah didapat dari kaitanya tersebut, penulis merasa perlu mencari

suatau alternatif penjelasan lain tentang kesimpulan yang telah didapat.

Sebab dalam penelitian kualitatif memang selalu ada alternatif penjelasan

yang lain. Dari hasil analisis, ada kemungkinan terdapat hal-hal yang

menyimpang dari asumsi atau tidak terfikir sebelumnya. Pada tahap ini akan

dijelaskan dengan alternatif lain melalui referensi atau teori-teori lain.

Alternatif ini akan sangat berguna pada bagian pembahasan, kesimpulan dan

saran.
53

5. Menulis Hasil Penelitian

Penulisan data subjek yang telah berhasil dikumpulkan merupakan suatu hal

yang membantu penulis unntuk memeriksa kembali apakah kesimpulan yang

dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini, penulisan yang dipakai adalah

presentase data yang didapat yaitu, penulisan data-data hasil penelitian

berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dengan subjek. Proses

dimulai dari data-data yang diperoleh dari subyek, dibaca berulang kali

sehinggga penulis mengerti benar permasalahanya, kemudian dianalisis.

Selanjutnya dilakukan interprestasi secara keseluruhan, dimana didalamnya

mencakup keseluruhan kesimpulan dari hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai